Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PASAR MODAL

VALUASI SAHAM
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Iis Ismawati, SE, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Mochamad Gilang F (5552170074)
2. Heni Hardianti (5552170075)
3. Abdul Aziz (5552170076)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini merupakan ikhtisar materi salah satu bab dalam mata kuliah Pasar
Modal yang dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut. Makalah ini
mengambil judul “Valuasi Saham”.

Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Pasar Modal yang telah membantu penyusun dalam mengerjakan makalah ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah
memberi konstribusi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.

Dalam menyusun dan penulisan makalah ini kami sadar akan segala
kekurangan dan keterbatasannya. Untuk itu kami mengaharapkan masukan,
kritikan dan saran yang membangun agar penyusunan makalah ini lebih sempurna
dimasa yang akan datang. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Serang, 06 Maret 2020

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan masyarakat yang sudah sangat berkembang, banyak


orang yang memilih untuk menginvestasikan uangnya, baik dalam bentuk
investasi emas, rumah maupun tanah. Selain ketiga investasi tersebut juga terdapat
alternatif investasi lain berupa investasi saham. Investasi saham pertama kali
diperkenalkan oleh bangsa Belanda. Walaupun investasi dalam bentuk saham
merupakan investasi yang memiliki resiko yang tinggi, akan tetapi pada saat ini
investasi saham menjadi pilihan altrnatif investasi yang paling banyak dipilih oleh
beberapa investor atau pemilik modal. Untuk memulai investasi, investor akan
melihat kinerja perusahaan terlebih dahulu, kemudian harga saham dari
perusahaan yang akan dipilih. Namun dalam melakukan investasi saham seorang
investor tidak cukup hanya melihat dari segi harga saham tanpa mengerti resiko
dan renturn dari investasi saham yang kita lakukan. Kunci utama untuk sukses
dalam investasi dan mengelola saham adalah dengan menilai aset tersebut dan
juga sumber aset. Dengan kata lain, penilain saham berguna untuk mencari harga
wajar suatu saham. Kemudian nilai wajar suatu saham digunakan oleh investor
untuk melakukan strategi investasi dalam mengantisipasi resiko atau isu – isu
yang dihadapi. Selain itu juga diperlukan teknik analisis dan penilaian investasi
saham yang baik dan benar sesuai dengan data yang akurat atau data yang
dimiliki.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut:

1. Maksud dari Valuasi Saham


2. Pendekatan yang digunakan dalam Valuasi Saham
3. Maksud dari Valuasi Obligasi
4. Perhitungan Tingkat Bunga

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan dalam pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui maksud dari valuasi saham


2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan yang digunakan dalam valuasi
saham
3. Untuk mengetahui maksud dari valuasi obligasi
4. Untuk mengetahui teknik perhitungan tingkat bunga
 

BAB II

PEMBAHASAN

VALUASI ASET ANALISIS SAHAM (MODEL PENILAIAN SAHAM)

A. Valuasi Saham

Investasi dalam saham memberikan prospek bahwa suatu jumlah yang


relatif kecil dapat tumbuh menjadi jumlah yang cukup besar sehingga menarik
bagi para investor. Investor membeli saham suatu perusahaan dengan harapan
memperoleh keuntungan dengan jumlah yang diharapakannya. Dalam
melakukan investasi maka, para investor melakukan investasi pada saham-
saham perusahaan yang produktif, mempunyai objek bisnis yang perspektif
serta terhindar dari kerugian. Dalam memilih saham, seorang investor selalu
memperhitungkan tingkat resiko yang harus di hadapi. Dengan adanya resiko
tersebut, investor selalu menginginkan tingkat pengembalian minimum yang
diharapkan untuk menutupi besarnya resiko yang harus ditanggung. Besarnya
cash flow yang diperoleh oleh seorang investor dalam melakukan investasi
saham adalah sama dengan dividen.
Penilaian saham (valuasi) adalah nilai sekarang (present value) dari
arus kas imbal hasil yang diharapkan (expected cash flows). Dengan kata lain,
investor berharap bahwa saham dapat memberikan cash flow selama dimiliki.
Untuk mengubah arus kas menjadi harga saham, maka didiskonto dengan
tingkat bunga yang diinginkan (required rate of return). Penilaian saham
bertujuan untuk menilai saham-saham manakah yang paling menguntungkan
bagi investor. Dengan kata lain, saham-saham yang harga pasarnya lebih
rendah dari nilai intrinsik (undervalued) maka saham ini layak untuk dibeli
dan saham yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsik (overvalued)
maka saham ini layak untuk dijual.
Pendekatan berdasarkan price earning ratio (PER), bahwa pendekatan
ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan laba per lembar saham
dimasa yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa lama investasi
saham akan kembali. Sedangkan pendekatan nilai sekarang (present value),
bahwa pendekatan ini dimana nilai saham diestimasikan dengan
mengkapitalisasikan pendapatan. Nilai sekarang suatu saham akan sama
dengan nilai sekarang dari arus kas yang akan datang yang investor harapkan
terima dari investasi pada saham tersebut. Tujuan investor membeli atau
menjual saham antara lain untuk mendapatkan capital gain yang diperoleh dari
selisih lebih harga jual saham dari harga belinya atau dividen yang merupakan
keuntungan emiten yang dibagikan kepada pemegang saham.
Dalam kaitannya penggunaan price earning ratio (PER) dan Devidend
yield sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan, para pelaku pasar
juga dapat mengidentifikasinya melalui arus kas perusahaan. Semakin besar
jumlah investasi dalam suatu periode akuntansi tertentu, semakin kecil dividen
yang dibayarkan, karena perusahaan yang memiliki level Investment
Opportunity Set (IOS) tinggi diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash
flownya rendah. Investment opportunity set (IOS) perusahaan menentukan
kemampuannya memperoleh keuntungan dari prospek pertumbuhan. Potensi
pertumbuhan dapat ditunjukan dengan perbedaan antara nilai pasar saham
dengan nilai buku dan adanya kesempatan investasi yang dapat menghasilkan
keuntungan. Investment opportunity set (IOS) merupakan bentuk investasi
yang dilakukan perusahaan sehingga menghasilkan nilai bagi perusahaan
dimasa mendatang. Semakin tinggi investment opportunity set (IOS) maka
perusahaan akan memiliki nilai dimasa mendatang dan akan dinilai tinggi oleh
investor. Untuk dapat memilih investasi yang aman pada saham, investor
memerlukan teknik untuk menilai harga saham yang akan dibeli ataupun
kemampuan saham tersebut memberikan dividen dimasa datang. Teknik yang
benar dalam analisa akan mengurangi resiko bagi investor dalam berinvestasi.
Salah satu teknik penilaian saham yang sering digunakan oleh para analis
adalah teknik price earning ratio (PER).
Nilai sekarang suatu saham (Present value) adalah sama dengan nilai
sekarang dari arus kas dimasa yang akan datang yang pemodal harapkan
diterima dari investasi. Menaksir arus kas memiliki suatu saham, arus kas
yang diterima pemodal berasal dari dividen dan hasil penjualan kembali
saham tersebut. Apabila hasil penjualan saham tersebut lebih tinggi dari harga
belinya, dikatakan pemodal memperoleh capital gain sedangkan apabila hasil
penjualan saham lebih kecil dari harga belinya, dikatakan pemodal menderita
capital loss. Taksirannya adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan (r)
dengan memasukan unsur resiko, secara konsepsional tingkat keuntungan
yang disyaratkan (r) untuk investasi pada saham menunjukkan nilai ekuitas
(Cost of equity), tingkat keuntungan yang disyaratkan juga merupakan tingkat
diskonto.
Pada akhirnya arus kas hasil penjualan kembali saham ekuivalen
dengan arus dividen yang akan diterima para pemegang saham. Untuk
menggunakan model nilai sekarang (Present value), pemodal harus
mengestimasikan suatu tingkat diskonto (discount rate) atau tingkat return
yang disyaratkan (Required rate of return), mengestimasikan jumlah dan
waktu (periode) arus kas dimasa akan datang. Dalam menggunakan kedua
komponen diatas, dalam suatu model present value untuk mengestimasikan
nilai intrinsik kemudian membandingkannya dengan nilai sekarang. Dasar
yang digunakan dalam menentukkan nilai sekarang (present value) dari suatu
saham yang dinilai adalah tingkat bunga tertentu yang dianggap layak oleh
investor. Sedangkan pendekatan price earning ratio menggunakan angka rasio
harga per lembar saham dengan laba per lembar saham dari laporan keuangan
perusahaan. Penentuan nilai saham dengan menggunakan pendekatan nilai
sekarang (present value) pada prinsipnya sama dengan perhitungan nilai
sekarang obligasi. Perhitungan nilai saham dilakukan dengan mendiskontokan
semua aliran kas yang diharapkan dimasa datang dengan tingkat diskonto
sebesar tingkat return yang disyaratkan investor.

1. Pendekatan Nilai Sekarang (Present Value)


Dalam pendekatan ini, perhitungan nilai saham dilakukan dengan
menghitung nilai sekarang ( present value ) semua aliran kas saham yang
diharapkan di masa datang dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return
yang disyaratkan investor. Dalam hal ini nilai intrinsik atau disebut juga
dengan nilai teoritis suatu saham nantinya akan sama dengan nilai diskonto
semua aliran kas yang akan diterima investor pada masa yang akan datang.
Komponen dalam penentuan nilai saham dengan pendekatan nilai
sekarang adalah aliran kas ( cash flow ). Aliran kas yang bisa dipakai dalam
penilaian saham dengan pendekatan nilai sekarang adalah earning
perusahaan, atau berupa earning yang dibagikan dalam bentuk dividen.
Dengan demikian kita bisa menggunakan komponen deviden sebagai dasar
penilaian saham.

a. Model Diskonto Deviden merupakan model untuk mengestimasi harga


saham dengan mendiskontokan semua aliran dividen yang akan diterima
di masa yang akan datang. Secara sistematis, model ini bisa dirumuskan
sebagai berikut:
P0 = D1 + D2 + D3 + ....... + D~
(1 + k) (1 + k)2 (1 + k)3 (1 + k)~
b. The Multiple Growth Model
Pertumbuhan yang tidak konstan yang menyatakan g1 > g2.
Misalnya selama tahun pertama pertumbuhan diperkirakan sebesar 20%
per tahun (g1), tetapi setelah itu hanya tumbuh sebesar 10% per tahun (g2).
Dari asumsi itu kemudian disusun rumus sebagai berikut:
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g1)/(1+r)4 + ........ + D1(1+g1)2(1+g2)∞-3/(1+r)∞

Dalam rumus ini, dividen pada tahun ke 4 sampai dengan tahun ∞


bisa dirumuskan sebagai,
P3 = D4/(r-g2)

Karena itu,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3

Yang berarti juga bisa dituliskan sebagai,


P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + [D4/(r-g2) x 1/(1+r)3]

Penggunaan multiple growth model didasarkan pada pemikiran


bahwa pertumbuhan laba perusahaan tidak akan dapat dipertahankan pada
level yang tinggi terus-menerus.  Apabila industri yang dijalankan suatu
perusahaan teah beranjak dari tahap pertumbuhan (growing stage) ke
tahap kedewasaan, pertumbuhan labanya akan menurun. Multiple growth
model cukup tepat dipergunakan untuk melakukan analisis terhadap saham
PT Telkom, misalnya. Pada tahun-tahun awal, pertumbuhan laba PT
Telkom memang diharapkan sangat tinggi (mencapai 30-40%). Tetapi
pertmbuhan tersebut tidak diharapkan akan berlangsung selamanya.
Apabila sebagian besar rumah tangga di Indonesia telah mempunyai
sambungan telpon, pertumbuhan penghasilan perusahaan tidak lagi akan
bersumber dari penambahan sambungan telpon. Dengan kata lain,
akhirnya pertumbuhan (g) akan menurun.

c. Model dengan Tiga Periode Pertumbuhan


Model ini merupakan perluasan dari model dengan dua
pertumbuhan multiple, tetapi dengan menggunakan skenario tambahan
lagi. Tingkat pertumbuhan (=g) bukanlah g1, g2, g3, dan gk saja, tetapi
akan terjadi masa transisi sebelum pertumbuhan pada periode permulaan
akhirnya berubah menjadi pertumbuhan yang konstan. Karena itu, dalam
model ini diasumsikan ada tigak periode, yaitu:
1. Periode awal (misalnya selama tahun). Periode padawaktu pertumbuhan
laba (dan dividen) paling tinggi dibandingkan dengan periode-periode
kemudian.
2. Periode transisi (isalnya 3 tahun). Periode ini menunjukkan berapa lama
pertumbuhan pada periode awal akhirnya turun menjadi normal. Turunnya
pertumbuhan selama periode transisi ini diasumsikan secara linier.
3. periode pertumbuhan konstan selamanya. Pada periode ini diasumsikan
pertumbuhan telah menjadi normal dan akan berlangsung selamanya.
Berikut ini adalah satu contoh numerikal untuk menjelaskan model dengan
tiga periode pertumbuhan tersebut. Misalnya, pertumbuhan pada periode
awal adalah 20% per tahun dan akan berlangsung selama 5 tahun. Masa
transisi diperkirakan selama 3 tahun, dan pada periode pertumbuhan
normal, dividen diperkirakan akan meningkat konstan sebesar 14% per
tahun. Keadaan tersebut bisa digambarkan dengan kurva sebagai berikut :
Pertumbuhan dividen

20%
Periode 1

Periode 2
14%

 
Periode 3

5 8
Tahun
d. Model Pertumbuhan Konstan
Model petumbuhan konstan (model Gordon), dipakai untuk
menentukan nilai saham yang pembayaran dividennya mengalami
pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas. Dividen
Bertumbuh Secara Konstan (Constant Growth Model)
Dividen tumbuh sesuai dengan tingkat pertumbuhan perusahaan
Model ini mengasumsikan bahwa dividen tumbuh pada suatu tingkat
tertentu (g) / konstan
Model ini cocok untuk perusahaan yang mature dengan pertumbuhan yang
stabil
𝑃_0= (𝐷_0 (1+𝑔))/(𝐾𝑠−𝑔)

2. Price Earning Ratio( PER )


Metode valuasi lain yang sering dipergunakan oleh para analisis
sekuritas adalah pendekatan PER. Model PER tampaknya lebih mudah
digunakan daripada model berdasar atas dividen. Kesederhanaan model
tersebut dapat menyebabkan para analis melupakan bahwa estismasi masa
depan yang tidak pasti diperlukan untuk menggunakan model ini. Dengan kata
lain, setiap pendekatan dan model valuasi memerlukan penaksiran terhadap
masa depan yang tidak pasti.
Bagi para investor semakin tinggi PER maka pertumbuhan Laba yang
diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Dengan begitu PER {ratio harga
terhadap Laba} adalah perbandingan antara market price pershare ( MPS )
{ harga pasar per lembar saham} dengan earning pershare ( EPS ) {Laba per
lembar saham}. Adapun menurut Van Horne dan Wachowicz, PER adalah
“The market price pershare of a firm’s common stock devided by the most
recent 12 month of earning pershare”. Rumusnya adalah sebagai berikut :

PER = MPS
EPS
Keterangan : PER : Price Earning Ratio
MPS : Market Price Pershare
EPS : Earning Pershare
a) Faktor-faktor yang Mempengaruhi PER
Apabila kita menggunakan constant growth model, maka dengan
mudah persamaan tersebut bisa diodifikasikan dalam bentuk price earning
ratio (PER). Analisis sekuritas kadang-kadang menyukai penggunaan PER
dalam menilai kewajaran harga saham. Saham yang mempunyai PER yang
tinggi mungkin dicurigai telah terlalu tinggi harganya.
Kalau kita rumuskan PER sebagai P0/E1 (ini berarti perbandingan
harga saham saat ini dengan perkiraan laba pada tahun yang akan datang),
maka P0 = D1/(r-g) bisa dimodifikasi sebagai berikut:

PER = P0/E1 = [D1/(r-g)]/E1

Karena D1 = E1 (1-b), maka

PER = [E1(1-b0)/(r-g)]/E1

PER = (1-b)/(r-g)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi PER adalah:
1. Rasio laba yang dibayarkan sebagai dividen, atau payout ratio (1-b)
2. Tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pemodal
3. Pertumbuhan dividen
Sesuai dengan persamaan tersebut, maka apabila fator-faktor lain
onstan, maka
1. Semakin tiggi payout ratio, semakin tinggi pula PER
2. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan, (r), akan
semakin rendah pula PER
3. Semakin tinggi pertumbuhan dividen (g), semakin tinggi pula PER

Rumus diatas kemudian bisa digunakan sebagai pedoman untuk


menilai PER saham. Apabila ada suatu saham yang mempunyai PER –
10x, maka akita tinggal memperirakan berapa pertumbuhan laba
perusahaan tersebut, dan bagaimana kebijakan dividen perusahaan
tersebut. Misalkan perusahaan menganut kebijakan dividen payiut ratio
sebesar 30%; in berarti bahsa b = 0,70. Sekaran kalau ditaksir r yang layak
adalah 24%, maka hal itu berarti,

10 = 0,30 / (0,24-g)
0,30 = 2,40 - g
10 g = 2,10
g = 0,21
dengan kata lain, PER saham tersebt dinilai layak kalau memang
kita perkiraan bahwa pertumbuhan laba perusahaan adalah 21% per tahun.
Jika b = 0,70 dan g = 21%, berarti ahwa:

R = 21% / 0,70
= 30%
Dengan kata lain setiap rupiah laba yang ditahan harus
menghasilkan tingkat keuntungan sebesar 30%. Penilaian kewajaran harga
saham kemudian akan tergantung pada judgement analis dalam menilai
kewajaran taksiran angka-angka tersebut.

b) Hubungan Harga Saham dengan Laba per Lembar Saham


Berkaitan dengan analisis PER tadi, seringkali suatu saham tampak
agak “mengherakan” karena hanya menghasilkan EPS yang relatif rendah
apabila dibandingkan dengan harga sahammya. Semakin tinggi PER suatu
saham, maka akan tampak semakin rendah EPS apabila dibandingkan
dengan harga sahamnya. Kalau suatu saham mempunyai PER sebesar 20,
berarti apabila saham tersebut memberikan EPS sebersar Rp 1.000, saham
tersebut dapat terjual dengan harga Rp 20.000. Bagaimana mungkin suatu
saam hanya memberikan tingkat keuntungan 5% (yaitu Rp 1.000/ Rp
20.000), apabila tingakt bunga deposito misalnya memberikan imbalan
15%? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah kemuginan adanya present
value of growth opportunity (PVGO) yang bisa dirumuskan dengan P 0 =
(EPS/r) + PVGO.
c) Analisis Corss Sectional dengan Menggunakan PER
Analisis cross sectional adalah analisis yang dilakukan terhadap
banyak saham untuk periode waktu yang sama. Tujuan analisis ni adalah
untuk mengetahui bagaimana posisi suatu saham relatif terhadap saham-
saham lain, dengan menggunakanvariabel PER. Kalau kita melihat bahwa
suatu saham mempunyai PER sebesar 8x, apakah saham tersebut
sebaiknya dibeli kalau saham-saham lain mempunyai PER yang lebih
tinggi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu mengaitkan besar
kecilnya PER dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Uraian di atas menunjukan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruih PER adalah pertumbuh dividen (yang berarti juga laba).
Dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain sama besarnya, semakin tinggi
pertumbuhan dividen semakin tinggi pula PER suatu saham. Perusahan
yang bergera dala industri yang masih pada tahap pertumbuhan (growing
stage) akan mempunyai PER yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang berada pada industri yang sudah mapan. Karean itulah
salah satu cara untuk memperkirakan PER adalah dengan
menghubungkannya dengan pertumbuhan. Kalau angka-angka PER kita
plotkan pada sumbu tegak, dan angka-angka pertumbuhan pada sumbu
datar, maka kita mungkin akan memperoleh hasil sebagai berikut:

PER

Tingkat Pertumbuhan
Salah satu model menghubungkan PER dengan tingkat yang
diperkiraan dicantumkan dalam Elton dan Gruber (1991). Titik-titik yang
diplotkan dalam gambaran di atas dihitung persamaan regersinya, dan
diketemukan hasil sebagai berikurt:
PER = 4 + 2,3 (pertumbuhan laba)
Apabila suatu saham diperkirakan mempunyai pertumbuhan
dengan 10, maka PER saham tersebut diperkirakan sebesar + 2,3(10) =
27. Dengan demikian apabila saham tersebut saat ini ditawarkan dengan
PER dibawah 27, saham tersebut tergolong layak untuk dibeli.
Sebalikanya apabila PER saat ini sudah lebih tinggi dari 27 maka saham
tersebut berpotensi untuk short selling.
Tentu saa kita bisa menggunakan lebih dari satu faktor dalam
pembuatan model tersebut jika kita berpendapat bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi PER. Teknik yang biasa digunakan untuk
analisis ini adalah terknik rekresi berganda. Salah satu model awal yang
menggunakan pendekatan ini adalah model yang dikembangkan oleh
Whitbeck-Kisor (1963). Mereka menggunakan tiga variabel yang
mempengaruhi PER, yaitu:
1) Tingkat pertumbuhan laba
2) Dividend payout ratio
3) Deviasi standar tingkat pertumbuhan

3. Analisis Fundamental
Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saha di masa
yang akan datang dengan (i) meng-estimate nilai faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang,
san (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga
diperboleh taksiran harga saham. Model ini aap kali disebut sebagai share
price forecasting model, dan sering digunakan salam berbagai pelatihan
anaisis sekuritas.
Dalam memebuat model peramalan harga saham, langkah yang
penting adalah mengidentifikasi faktor faktir fundamental (seperti
penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebiasaan kebijakan dividen,
dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Setelah itu, bagaimana membuat suatu model dengan memasukkan faktor-
faktor ersebut dalam analisis. Para praktisi cenderung menyukai
penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan
mendasaran diri pada informasi akuntansi.
Dalam melakukan analisis, pemodalan mungkin menggunakan
strategi pemulihan saham yang termasuk growth stocks atau value stocks.
Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan memberikan
pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata saham lain, dan karenanya
mempunayi PER yang tinggi. Pada tahun 1997, saham-saham seperti
Indosood dan Gudang Garam mungkin menjadi ontoh growth stocks
karena saham-saham tersebut mempunyai PER yang lebih tinggi dari rata-
rata perusahaan makanan dan minuman, serta perusahaan.
Sebalikanya, value stocks menunjukkan saham-saham perusahaan
yang asetnya tampak murah dan neracanya tampak kuat. Sebagi misal,
suatu saham mepunyai harga pasar sebesar Rp 8.000 per lembar,
sedangkan nilai buku modal sendiri per lembar saham adalah Rp 7.000,
dengan saldo kas di neraca yang cukup besar, ekuivalen dengan ,
misalnya, Rp. 3000 per lembar saham. Dengan posisi seperti itu,
seandainya kas tersebut dibagikan sevagai dividen, maka para pemegang
saham akan menerima Rp 3.000 per lembar, sehingga nilai investasi
mereka akan tinggal Rp 5.000 (yaitu Rp 8.000 dikurangi Rp 3.000). Hal
itu berarti bahwa para pemodal bisa memiliki ekuitas sebesar Rp 7.000
(nilai buku) hanya dengan membayar Rp 5.000. Mereka yang menyukai
value stocks berarti akan memilih saham-saham yang dengan price to book
value (PBV) yang rendah, yaitu lebih kecil dari satu.
Pertanyaan, apakah memilih growth stocks lebih baik daripada
memilih value stoks? Ataukah justru sebaliknya? Apabilah growth stock
diwakili ileh saham-sasham dengan PER yang tinggi, maka penelitian di
BEJ menunjukkan bahwa selama tahun 1992-1994, saham-saham dengan
PER yang tinggi memeang memberian hasil investasi yang lebih baik dari
saham-saham dengan PER rendah, tetapi perbedaan tersebut tidak
signifikan (Vandry, 1997). Sedangkan Roll (1994) menemukan bahwa
semneja deregulasi pasar modal di Indoensia samapi dengan 1993, saham-
saham dengan PBV rendah justru menunjukan kinerja yang lelbih baik.

4. Analisis Industri
Para pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar
cukup baik untuk melakukan investasi, selanjutnya perlu menganalisis
industri-industri apa yang diharapkan akan meberikan hasil yang paling
baik. Pada akhir dasawarsa1990-an, para pemodal mungkin tidak terlau
antusias untuk melakukan investasi pada industri tekstil dan produk tekstil,
berbeda dengan dasawarsa 1980-an sewaktu antusiasme mereka masih
sangat tinggi untuk masuk dalam industri tersebut.
a) Industri: Arti dan inerja
Istilah industri tampanya merupakan instilah yang telah cukup
jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kita sudah
terbiasa mendengr istilah industri otomotif, industri farmas, industri teksti,
dan sebagainya. Meskipun demikian, untuk mengklasifikasikan suatu
perusahaan ke dalam industri tertentu, seringkali tidak mudah arena
kegiatan usaha yang dilaukan sangat spesifik atau perusahaan itu telah
melakukan disverifikasi ke bidang lain di luar industri yang semula
ditekuninya.
Sebelum melakukan analisis industri atau sektor tertentu, kita perlu
melihat perkembangan atau kinerja industri/sektor tersebut, sehingga dapat
memberikan gambran arah perkembangan industri /sektor tersebut.
Seharusnya pengamatan perlu dilaukan untuk periode yang cukup panjang
sehingga barankali dapat dideteksi pola perkembangannya atau bagaiana
pengaruh kondisi perekonomian. Sebagai misal, suatu industri mungkin
mengalami perkembangan yang cukup tinggi pada dua dasawara yang
lalum tetepai sekarang mungkin menunjukkan kondisi yang relatif stabil.
Industri yang lain mungkin sanagat erat perkembangannya dibandingkan
dengan siklus perekonomian, sedangkan liannya lagi mungkin tidak.
b) Menganalisis Industri
Industri dianalisis lewat penelaah berbagai data yang menyangkut
penjualan, laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan,
regulasi, inovasi dan sebagainya. Analisis tersebut memerlukan
pengalaman yang cukup banyak dan biasanya dilakukan oleh anlais
industri yang berkerja di pekerjaan-pekerjaan sekuritas dan pemodal-
pemodal institusional.
Untuk melakukan anlisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Tahap ini
bermaksud unutk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi
merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil,
ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri
dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga dalah
analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk
membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang.
c) Siklus Kehidupan Industri
Banyak pengamat yang percaya bahwa industri menempuh siklus
kehidupan, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewassan, dan
penurunan.
Tahap pertumbuhan. Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan penjualan
yang relatif masih tinggi, meskipun tingkat resiko sudah tidak setinggi
pada tahap perkenalan.
Tahap kedewasaan. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi,
tetapi sudah dalam tingkat lebih rendah dibandingkan pada tahap
pertumbuhan.karena produksi sudah mencapai jumlah cukup besar untuk
memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup
membiayai pertumbuhan usaha.

Tahap penurunan. Pada tahap ini permintaan akan pduk tersebut sudah
mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif.
Apabila tidak dapat diketemukan penggunaan lain produk tersebut,
sehingga permintaan dapat didorong kembali, strategi yang digunakan oleh
perusahaan penghasil produk yang sudah masuk dalam tahap ini adalah
melakukan diversifikasi ke produk lain. Produk seperti kokok klobot
(rokok yang menggunakan pembungkus dari daun jagung) , atau meungkin
juga sigaret keretek tangan, sudah ada pada tahap ini.

B. Valuasi Obligasi
Obligasi merupakan surat hutang jangka menengah atau panjang yang
diterbitkan oleh penerbit (perusahaan atau pemerintah) dengan member
imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada
waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut
(Rahardjo, 2003).
Dari sudut pandang valuasi maka suatu obligasi konversi memiliki dua aset yaitu
obligasi dan waran dimana penilaian obligasi konversi memerlukan suatu asumsi dari :
1. Gejolak pergerakan harga saham yang menjadi aset dasar obligasi konversi
untuk memperkiranan (opsi (keuangan)|nilai opsinya) dan ;
2. penyebaran kredit atas porsi pendapatan tetap yang memengaruhi profil
kredit perusahaan dan peringkat dari konversi pada struktur permodalan.
a. Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:


1) Dilihat dari sisi penerbit:
 Corporate Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik
yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan
usaha swasta.
 Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
pusat.
 Municipal Bond: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah untut membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan
kepentingan publik (public utility).
2) Dilihat dari sistem pembayaran bunga:
 Zero Coupon Bonds: obligasi yang tidak melakukan pembayaran
bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan
sekaligus pada saat jatuh tempo.
 Coupon Bonds: obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan
secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya  
 Fixed Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang
telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan
akan dibayarkan secara periodik.
 Floating Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga
yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan
suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit
(ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari
bank pemerintah dan swasta.
 Fixed Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang
telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan
akan dibayarkan secara periodik.
 Floating Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga
yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan
suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit
(ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari
bank pemerintah dan swasta.
3) Dilihat dari hak penukaran/opsi:
 Convertible Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada
pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke
dalam sejumlah saham milik penerbitnya.
 Exchangeable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada
pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam
sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya.
 Callable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada emiten
untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang
umur obligasi tersebut.
 Putable Bonds: obligasi yang memberikan hak kepada investor
yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada
harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
4) Dilihat dari segi jaminan atau kolateralnya:
 Secured Bonds: obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu
dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.
Dalam kelompok ini, termasuk didalamnya adalah:
i. Guaranteed Bonds: Obligasi yang pelunasan bunga dan
pokoknya dijamin denan penangguangan dari pihak ketiga
ii. Mortgage Bonds: obligasi yang pelunasan bunga dan
pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau
asset tetap.
iii. Collateral Trust Bonds: obligasi yang dijamin dengan efek
yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya
saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya.
 Unsecured Bonds: obligasi yang tidak dijaminkan dengan
kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya
secara umum.
5) Dilihat dari segi nilai nominal:
 Konvensional Bonds: obligasi yang lazim diperjualbelikan dalam
satu nominal, Rp 1 miliar per satu lot.
 Retail Bonds: obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai.
6) Dilihat dari segi perhitungan imbal hasil:
 Konvensional Bonds: obligasi yang diperhitungan dengan
menggunakan sistem kupon bunga.
 Syariah Bonds: obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan
menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini
dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu:
i. Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah
yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga
pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut
diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.
ii. Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang
menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee
ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan
sejak awal obligasi diterbitkan.

b. Jenis-Jenis Obligasi Konversi


 Obligasi tukar
 Obligasi wajib konversi
 Obligasi konversi
 Obligasi konversi saham preferen

c. Karakteristik Obligasi
i) Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi
yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut
jatuh tempo.
ii) Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang
obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah
setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon obligasi dinyatakan dalam annual
prosentase.
iii) Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi
akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal
obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi
mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan
jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi,
sehingga memilki risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi
yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara
umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi
Kupon / bunga nya.
iv) Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi
merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi
Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak
dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat
waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating)
obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti
PEFINDO
d. Harga Obligasi
Harga obligasi adalah suatu harga apabila kita ingin membeli atau
menjual obligasi di pasar modal baik melalui transaksi bursa maupun
OTC. Beberapa hal yang mempengaruhi harga obligasi adalah : Nominal,
yaitu harga obligasi sebagaimana pada waktu penerbita. Tingkat bunga,
yaitu tingkat bunga yang umum berlaku dalam masyarakat sebagai
pembanding kupon (bunga) obligasi. Periode pembayaran bunga, yaitu
periode waktu dimana penerbit melakukan pembayaran kupo . Biasanya 3
bulanan atau 6 bulanan. Jangka waktu
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga obligasi:
 Adanya perbedaan karakteristik dari obligasi itu sendiri mempengarui
harga obligasi seperti, obligasi yang menamakan bunga tetap, floating
rate, obligasi zero coupon bond,obligasi konversi dan income bond.
 Tingkat suku bunga
 Jangka waktu tempo obligasi
 Risiko untuk tidak menerima bunga maupun pokok pinjaman
 Besarnya coupon rate dari obligasi
 Faktor pembayaran pajak dari hasil/pendapatan obligasi (pajak
obligasi yang dibayar pemodal)
e. Penilaian Obligasi

Untuk memahami perhitungan tingkat bunga dalam obligasi, ada


tiga titik waktu yang penting dimengerti. Titik-titik waktu tersebut
menyangkut (1) kapan pemberi dana dan pihak yang memerlukan dana
menentukan tingkat bunga atas obligasi tersebut (tanggal komitmen), (2)
kapan dana akan diserahkan, dan (3) kapan hutang akan dilunasi. Notasi
yang digunakan adalah

1. i adalah tingkat bunga


2. t0 adalah tanggal komitmen
3. t1 adalah tanggal dana diserahkan ke penerbit obligasi
4. t2 adalah tanggal obligasi dilunasi kembali.

Spot interest rates merupakan tingkat bunga obligasi yang hanya


mempunyai arus kas bagi pembeli obligasi tersebut. Obligasi yang
mempunyai satu arus kas bagi pemodal disebut pure discount bond atau
zero coupon bond. Misalnya pemodal membayar obligasi dengan harga Rp
743.000 saat ini akan menerima pelunasan nilai nominal obligasi tersebut
sebesar Rp 1.000.000 dua tahun yang akan datang. Maka:

Rp 743.000 = [Rp 1.000.000/(1+i02)2]

I02= 16%

Rp 743.000 (1+0,16)2 = Rp 1.000.000

Jenis yang kedua adalah future rates. Merupakan tingkat bunga


atas obligasi di mana tingkat terjadinya komitmen dan kapan uang akan
diserahkan ke pihak emiten berbeda. Contoh yang sama, namun Rp
1.000.000 dilunasi tahun ke 3. Spot rate dua tahun 15% dan 14% satu
tahun, maka:

i23 =[(1,15)2/1,14]-1

= 0,16 Yield to maturity. Tingkat bunga ini merupakan internal


rate of return (IRR) yang diperoleh pemodal dengan memiliki obligasi
sampai jatuh tempo. Misalnya suatu obligasi membayarkan bunga sebesar
Rp 160.000 per tahun dengan jangka waktu selama 5 tahun. Apabila
obligasi tersebut mempunyai harga pasar Rp 937.000 maka IRR-nya bisa
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

937 = [160/(1+i)] + [160/(1+i)2] + ......+ [(160+1.0000)/(1+i)5]

f. Macam-macam Risiko Obligasi


1. Interest Rate Risk, yaitu risiko yang berkaitan dengan tingkat suku
bunga. Jika suku bunga meningkat maka harga obligasi akan turun
begitu pula sebaliknya apabila tingkat suku bunga turun maka harga
obligasi akan meningkat naik.

2. Reinvestment Rate, yaitu resiko yang berkaitan dengan perubahan


strategi dari tingkat penanaman kembali investasi dimana hal tersebut
sangat dipengaruhi suku bunga pasar.

3. Call Risk, risiko yang berkaitan dengan penarikan atau seluruh obligasi
yang telah diterbitkan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.

4. Credit Risk, risiko apabila penerbit gagal memenuhi kewajiban


keuangan meliputi pembayaran bunga dan pembayaran kembali jumlah
uang yang dipinjam (pokok utang atau utang nominalInflation Risk atau
purchasing power risk, yaitu risiko yang dapat meningkat karena variasi
dalam nilai arus kas sekuritas yang dipengaruhi oleh inflasi. Risiko ini
diukur dengan kekuatan pembelian.

5. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai
tukar.

6. Liquidity Risk, ukuran utama dari likuiditas adalah selisih antara harga
jual dan harga beli yang ditetapkan oleh penjual. Semakkin besar selisih
antara harga jual dengan harga beli maka risiko likuiditasnya juga akan
semakin besar.

7. Volatility Risk, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah ekspektasi


tingkat bunga yang berubah-ubah. Secara spesifik, nilai opsi meningkat
apabila ekpektasi perubahan tingkat bunga juga meningkat. Risiko
yang mempengaruhi perubahan dalam volatilitas akan mempengaruhi
harga suatu obligasi. (Fabozzi, 2004:6).

g. Nilai Bunga Obligasi


Untuk memahami perhitungan tingkat bunga dalam obigasi ada 3
titik waktu yang perlu dimengerti. Titik waktu tersebut menyangkut (1)
kapan pemberi dana dan pihak yang memerlukan dana menentukan tingkat
bunga atas obligasi tersebut, (2) kapan dana akan diserahkan, dan (3)
kapan hutang akan dilunasi. Notasi-notasi yang digunakan :

1. i adalah tingkat bunga

2. t0 adalah tanggal komitmen

3. t1 adalah tanggal dana diserahkan ke perusahaan yang menerbitkan


obligasi

4. t2 adalah tanggal obligasi dilunasi kembali

Dengan demikian kita akan menuliskan tingkat bunga sebagai t0, it1,
t2. Karena t0 terjadi pada tahun ke nol, maka t0 = 0, dan karenanya
penulisannya disederhanakan menjadi it1, t2 Spot Interest Rate merupakan
tingkat bunga obligasi yang hanya mempunyai satu arus kas bagi pembeli
obligasi. Obligasi yang hanya mempunyai satu arus kas bagi pemodal
disebut pure discount bond atau zero coupon bond.

h. Struktur tingkat bunga

Menurut Eduardus tendelin (2010;170-173) Struktur tingkat bunga


adalah hubungan antara waktu jatuh tempo dengan yield untuk suatu
kategori obligasi tertentu pada waktu tertentu. Semakin lama jangka waktu
obligsi, maka resiko ketidakpastian juga akan semakin tinggi, sehingga
tingkat bunga yang diharapkan juga akan saemakin tinggi.

Ada tiga teori struktur tingkat bunga yaitu :

1) Teori harapan
Dalam teori ini tingkat bunga obligasi jangka panjang selama
periode akan sama dengan nilai rata-rata bunga jangka pendek dari
obligasi tersebut periode yang sama.

2) Teori preferensi likuiditas

Teori ini menyatakan bahwa tingkat bunga akan


mencerminkanjumlah tingkat bunga sekarang dan tingkat bunga jangka
pendek yang diharapkan (sama dengan teori harapan) ditambah dengan
premi likuiditas (resiko). Semakin lama waktu jatuh tempo suatu obligasi,
semakin besar tingkat ketidakpastian yang harus dihadapi investor
obligasi. Dengan demikian investor akan lebih menyukai investasi jangka
pendek. Sebaliknya perusahaan yang memerlukan dana, lebih menyukai
dana pinjaman jangka panjang.

3) Teori Preferensi habitat

Teori ini menyebutkan bahwa investor mempunyaipreferensi


terhadap sektor maturitas tertentu dan mereka akan beralih ke maturitas
lain jika terdapat imbalan yang memadai. Teori preferensi hampir sama
dengan teori struktur bunga lainnya yaitu teori segmentasi pasar.
Perbedaan teori segmentasi menganggap bahwa investor tidak akan beralih
ke sektor maturitas lain meskipun return yang diperoleh relatif lebih besar.
Sebagai contoh bank-bank komersial akan cenderung menyalurkan dana
pinjaman dalam jangka pendek. Sedangkan perusahaan dan lembaga
pengelolaan dana pensiun akan lebih menyukai invesasi surat-surat
berharga dalam jangka panjang.

i. Struktur Risiko Tingkat Bunga

Menurut Eduardus tendelin (2010;174-175) Struktur resiko tingkat


bunga biasanya disebut dengan yield spread, yang diartikan sebagai
hubungan antara yield obligasi dengan karakteristik tetentu yang dimiliki
obligasi, seperti kualitas, callability, kupon dan mudah tidaknya obligasi
diperjualbelikan (marketability). Dengan demikian, adanya struktur risiko
tingkat bunga akan menjelaskan mengapa ada perbedaan tingkat yield
obligasi dari emiten yang berbeda-beda. Besarnya yield spread
dipengaruhi faktor-faktor berikut ini :

1) Perbedaan kualitas. Untuk mengetahui kualitas obligasi, kita bisa melihat


rating kualitas obligasi yang disusun berdasarkan besarnya resiko
kegagalan pembayaran (risk of default).
2) Perbedaan dalam bentuk call provision. Obligasi yang callable akan
memberikan YTM yang lebih tinggi dari obligasi moncallable.
3) Perbedaan tingkat kupon yang diberikan. Obligasi yang memberikan
kupon yang relatif lebih kecil akan cenderung memberikan return
berbentuk capital gain yang lebih besar.
4) Perbedaan kemudahan diperdagangkan. Ada beberapa obligasiyang
dianggap lebih mudah diperdagangkan dibandingkan dengan obligasi lain
sehingga obligasi tersebut mempunyai likuiditas yang relatif lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Investasi saham adalah pembelian saham – saham perusahaan oleh
suatu perusahaan lain atau perorangan dengan tujuan untuk memperoleh
pendapatan tambahan diluar pendapatan dari usaha pokoknya. Saham
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis saham. Investasi saham
merupakan investasi yang memiliki resiko yang tinggi, oleh karena itu
diperlukannya analisis dan penilaian terhadap investasi saham tersebut.
Analisis dan penilaian merupakan hal yang mendasar yang harus diketahui
oleh pemilik modal ataupun para investor.
B. SARAN
Untuk memulai investasi, kita harus melihat terlebih dahulu
kinerja perusahaan, kemudian harga saham dari perusahaan yang akan
dipilih. Namun dalam melakukan investasi saham kita tidak cukup hanya
melihat dari segi harga saham tanpa mengerti resiko dan renturn dari
investasi saham yang kita lakukan. Kunci utama untuk sukses dalam
investasi dan mengelola saham adalah dengan menilai aset tersebut dan
juga sumber aset. Selain itu kita juga harus melakukan analisis dan
penilaian investasi saham yang benar sesuai dengan data yang ada atau
akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P, dan C. Pakarti. 2001. Pasar Modal, Keberadaan dan Manfaatnya Bagi
Pembangunan, Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M Fakhruddin. 2001. Pasar Modal Di Indonesia


Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat.

Fakhruddin, M dan M. Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi


di Pasar Modal. Jakarta: Gramedia .

Kertonegoro, Sentanoe, 2000. Analisa dan Manajemen Investasi, Edisi Pertama.


Jakarta: PT. Widya Press.

Murhadi, Werner R. 2009. Analisis Laporan Keuangan Proyeksi dan Valuasi


Saham. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai