VALUASI SAHAM
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Iis Ismawati, SE, M.Si
Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Mochamad Gilang F (5552170074)
2. Heni Hardianti (5552170075)
3. Abdul Aziz (5552170076)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat
serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini merupakan ikhtisar materi salah satu bab dalam mata kuliah Pasar
Modal yang dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut. Makalah ini
mengambil judul “Valuasi Saham”.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Pasar Modal yang telah membantu penyusun dalam mengerjakan makalah ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah
memberi konstribusi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam menyusun dan penulisan makalah ini kami sadar akan segala
kekurangan dan keterbatasannya. Untuk itu kami mengaharapkan masukan,
kritikan dan saran yang membangun agar penyusunan makalah ini lebih sempurna
dimasa yang akan datang. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan dalam pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
A. Valuasi Saham
Karena itu,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3
20%
Periode 1
Periode 2
14%
Periode 3
5 8
Tahun
d. Model Pertumbuhan Konstan
Model petumbuhan konstan (model Gordon), dipakai untuk
menentukan nilai saham yang pembayaran dividennya mengalami
pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas. Dividen
Bertumbuh Secara Konstan (Constant Growth Model)
Dividen tumbuh sesuai dengan tingkat pertumbuhan perusahaan
Model ini mengasumsikan bahwa dividen tumbuh pada suatu tingkat
tertentu (g) / konstan
Model ini cocok untuk perusahaan yang mature dengan pertumbuhan yang
stabil
𝑃_0= (𝐷_0 (1+𝑔))/(𝐾𝑠−𝑔)
PER = MPS
EPS
Keterangan : PER : Price Earning Ratio
MPS : Market Price Pershare
EPS : Earning Pershare
a) Faktor-faktor yang Mempengaruhi PER
Apabila kita menggunakan constant growth model, maka dengan
mudah persamaan tersebut bisa diodifikasikan dalam bentuk price earning
ratio (PER). Analisis sekuritas kadang-kadang menyukai penggunaan PER
dalam menilai kewajaran harga saham. Saham yang mempunyai PER yang
tinggi mungkin dicurigai telah terlalu tinggi harganya.
Kalau kita rumuskan PER sebagai P0/E1 (ini berarti perbandingan
harga saham saat ini dengan perkiraan laba pada tahun yang akan datang),
maka P0 = D1/(r-g) bisa dimodifikasi sebagai berikut:
PER = [E1(1-b0)/(r-g)]/E1
PER = (1-b)/(r-g)
10 = 0,30 / (0,24-g)
0,30 = 2,40 - g
10 g = 2,10
g = 0,21
dengan kata lain, PER saham tersebt dinilai layak kalau memang
kita perkiraan bahwa pertumbuhan laba perusahaan adalah 21% per tahun.
Jika b = 0,70 dan g = 21%, berarti ahwa:
R = 21% / 0,70
= 30%
Dengan kata lain setiap rupiah laba yang ditahan harus
menghasilkan tingkat keuntungan sebesar 30%. Penilaian kewajaran harga
saham kemudian akan tergantung pada judgement analis dalam menilai
kewajaran taksiran angka-angka tersebut.
PER
Tingkat Pertumbuhan
Salah satu model menghubungkan PER dengan tingkat yang
diperkiraan dicantumkan dalam Elton dan Gruber (1991). Titik-titik yang
diplotkan dalam gambaran di atas dihitung persamaan regersinya, dan
diketemukan hasil sebagai berikurt:
PER = 4 + 2,3 (pertumbuhan laba)
Apabila suatu saham diperkirakan mempunyai pertumbuhan
dengan 10, maka PER saham tersebut diperkirakan sebesar + 2,3(10) =
27. Dengan demikian apabila saham tersebut saat ini ditawarkan dengan
PER dibawah 27, saham tersebut tergolong layak untuk dibeli.
Sebalikanya apabila PER saat ini sudah lebih tinggi dari 27 maka saham
tersebut berpotensi untuk short selling.
Tentu saa kita bisa menggunakan lebih dari satu faktor dalam
pembuatan model tersebut jika kita berpendapat bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi PER. Teknik yang biasa digunakan untuk
analisis ini adalah terknik rekresi berganda. Salah satu model awal yang
menggunakan pendekatan ini adalah model yang dikembangkan oleh
Whitbeck-Kisor (1963). Mereka menggunakan tiga variabel yang
mempengaruhi PER, yaitu:
1) Tingkat pertumbuhan laba
2) Dividend payout ratio
3) Deviasi standar tingkat pertumbuhan
3. Analisis Fundamental
Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saha di masa
yang akan datang dengan (i) meng-estimate nilai faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang,
san (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga
diperboleh taksiran harga saham. Model ini aap kali disebut sebagai share
price forecasting model, dan sering digunakan salam berbagai pelatihan
anaisis sekuritas.
Dalam memebuat model peramalan harga saham, langkah yang
penting adalah mengidentifikasi faktor faktir fundamental (seperti
penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebiasaan kebijakan dividen,
dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Setelah itu, bagaimana membuat suatu model dengan memasukkan faktor-
faktor ersebut dalam analisis. Para praktisi cenderung menyukai
penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan
mendasaran diri pada informasi akuntansi.
Dalam melakukan analisis, pemodalan mungkin menggunakan
strategi pemulihan saham yang termasuk growth stocks atau value stocks.
Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan memberikan
pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata saham lain, dan karenanya
mempunayi PER yang tinggi. Pada tahun 1997, saham-saham seperti
Indosood dan Gudang Garam mungkin menjadi ontoh growth stocks
karena saham-saham tersebut mempunyai PER yang lebih tinggi dari rata-
rata perusahaan makanan dan minuman, serta perusahaan.
Sebalikanya, value stocks menunjukkan saham-saham perusahaan
yang asetnya tampak murah dan neracanya tampak kuat. Sebagi misal,
suatu saham mepunyai harga pasar sebesar Rp 8.000 per lembar,
sedangkan nilai buku modal sendiri per lembar saham adalah Rp 7.000,
dengan saldo kas di neraca yang cukup besar, ekuivalen dengan ,
misalnya, Rp. 3000 per lembar saham. Dengan posisi seperti itu,
seandainya kas tersebut dibagikan sevagai dividen, maka para pemegang
saham akan menerima Rp 3.000 per lembar, sehingga nilai investasi
mereka akan tinggal Rp 5.000 (yaitu Rp 8.000 dikurangi Rp 3.000). Hal
itu berarti bahwa para pemodal bisa memiliki ekuitas sebesar Rp 7.000
(nilai buku) hanya dengan membayar Rp 5.000. Mereka yang menyukai
value stocks berarti akan memilih saham-saham yang dengan price to book
value (PBV) yang rendah, yaitu lebih kecil dari satu.
Pertanyaan, apakah memilih growth stocks lebih baik daripada
memilih value stoks? Ataukah justru sebaliknya? Apabilah growth stock
diwakili ileh saham-sasham dengan PER yang tinggi, maka penelitian di
BEJ menunjukkan bahwa selama tahun 1992-1994, saham-saham dengan
PER yang tinggi memeang memberian hasil investasi yang lebih baik dari
saham-saham dengan PER rendah, tetapi perbedaan tersebut tidak
signifikan (Vandry, 1997). Sedangkan Roll (1994) menemukan bahwa
semneja deregulasi pasar modal di Indoensia samapi dengan 1993, saham-
saham dengan PBV rendah justru menunjukan kinerja yang lelbih baik.
4. Analisis Industri
Para pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar
cukup baik untuk melakukan investasi, selanjutnya perlu menganalisis
industri-industri apa yang diharapkan akan meberikan hasil yang paling
baik. Pada akhir dasawarsa1990-an, para pemodal mungkin tidak terlau
antusias untuk melakukan investasi pada industri tekstil dan produk tekstil,
berbeda dengan dasawarsa 1980-an sewaktu antusiasme mereka masih
sangat tinggi untuk masuk dalam industri tersebut.
a) Industri: Arti dan inerja
Istilah industri tampanya merupakan instilah yang telah cukup
jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kita sudah
terbiasa mendengr istilah industri otomotif, industri farmas, industri teksti,
dan sebagainya. Meskipun demikian, untuk mengklasifikasikan suatu
perusahaan ke dalam industri tertentu, seringkali tidak mudah arena
kegiatan usaha yang dilaukan sangat spesifik atau perusahaan itu telah
melakukan disverifikasi ke bidang lain di luar industri yang semula
ditekuninya.
Sebelum melakukan analisis industri atau sektor tertentu, kita perlu
melihat perkembangan atau kinerja industri/sektor tersebut, sehingga dapat
memberikan gambran arah perkembangan industri /sektor tersebut.
Seharusnya pengamatan perlu dilaukan untuk periode yang cukup panjang
sehingga barankali dapat dideteksi pola perkembangannya atau bagaiana
pengaruh kondisi perekonomian. Sebagai misal, suatu industri mungkin
mengalami perkembangan yang cukup tinggi pada dua dasawara yang
lalum tetepai sekarang mungkin menunjukkan kondisi yang relatif stabil.
Industri yang lain mungkin sanagat erat perkembangannya dibandingkan
dengan siklus perekonomian, sedangkan liannya lagi mungkin tidak.
b) Menganalisis Industri
Industri dianalisis lewat penelaah berbagai data yang menyangkut
penjualan, laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan,
regulasi, inovasi dan sebagainya. Analisis tersebut memerlukan
pengalaman yang cukup banyak dan biasanya dilakukan oleh anlais
industri yang berkerja di pekerjaan-pekerjaan sekuritas dan pemodal-
pemodal institusional.
Untuk melakukan anlisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Tahap ini
bermaksud unutk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi
merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil,
ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri
dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga dalah
analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk
membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang.
c) Siklus Kehidupan Industri
Banyak pengamat yang percaya bahwa industri menempuh siklus
kehidupan, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewassan, dan
penurunan.
Tahap pertumbuhan. Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan penjualan
yang relatif masih tinggi, meskipun tingkat resiko sudah tidak setinggi
pada tahap perkenalan.
Tahap kedewasaan. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi,
tetapi sudah dalam tingkat lebih rendah dibandingkan pada tahap
pertumbuhan.karena produksi sudah mencapai jumlah cukup besar untuk
memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup
membiayai pertumbuhan usaha.
Tahap penurunan. Pada tahap ini permintaan akan pduk tersebut sudah
mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif.
Apabila tidak dapat diketemukan penggunaan lain produk tersebut,
sehingga permintaan dapat didorong kembali, strategi yang digunakan oleh
perusahaan penghasil produk yang sudah masuk dalam tahap ini adalah
melakukan diversifikasi ke produk lain. Produk seperti kokok klobot
(rokok yang menggunakan pembungkus dari daun jagung) , atau meungkin
juga sigaret keretek tangan, sudah ada pada tahap ini.
B. Valuasi Obligasi
Obligasi merupakan surat hutang jangka menengah atau panjang yang
diterbitkan oleh penerbit (perusahaan atau pemerintah) dengan member
imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada
waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut
(Rahardjo, 2003).
Dari sudut pandang valuasi maka suatu obligasi konversi memiliki dua aset yaitu
obligasi dan waran dimana penilaian obligasi konversi memerlukan suatu asumsi dari :
1. Gejolak pergerakan harga saham yang menjadi aset dasar obligasi konversi
untuk memperkiranan (opsi (keuangan)|nilai opsinya) dan ;
2. penyebaran kredit atas porsi pendapatan tetap yang memengaruhi profil
kredit perusahaan dan peringkat dari konversi pada struktur permodalan.
a. Jenis Obligasi
c. Karakteristik Obligasi
i) Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi
yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut
jatuh tempo.
ii) Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang
obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah
setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon obligasi dinyatakan dalam annual
prosentase.
iii) Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi
akan mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal
obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi
mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan
jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi,
sehingga memilki risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi
yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara
umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi
Kupon / bunga nya.
iv) Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi
merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi
Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak
dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat
waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating)
obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti
PEFINDO
d. Harga Obligasi
Harga obligasi adalah suatu harga apabila kita ingin membeli atau
menjual obligasi di pasar modal baik melalui transaksi bursa maupun
OTC. Beberapa hal yang mempengaruhi harga obligasi adalah : Nominal,
yaitu harga obligasi sebagaimana pada waktu penerbita. Tingkat bunga,
yaitu tingkat bunga yang umum berlaku dalam masyarakat sebagai
pembanding kupon (bunga) obligasi. Periode pembayaran bunga, yaitu
periode waktu dimana penerbit melakukan pembayaran kupo . Biasanya 3
bulanan atau 6 bulanan. Jangka waktu
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga obligasi:
Adanya perbedaan karakteristik dari obligasi itu sendiri mempengarui
harga obligasi seperti, obligasi yang menamakan bunga tetap, floating
rate, obligasi zero coupon bond,obligasi konversi dan income bond.
Tingkat suku bunga
Jangka waktu tempo obligasi
Risiko untuk tidak menerima bunga maupun pokok pinjaman
Besarnya coupon rate dari obligasi
Faktor pembayaran pajak dari hasil/pendapatan obligasi (pajak
obligasi yang dibayar pemodal)
e. Penilaian Obligasi
I02= 16%
i23 =[(1,15)2/1,14]-1
3. Call Risk, risiko yang berkaitan dengan penarikan atau seluruh obligasi
yang telah diterbitkan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.
5. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai
tukar.
6. Liquidity Risk, ukuran utama dari likuiditas adalah selisih antara harga
jual dan harga beli yang ditetapkan oleh penjual. Semakkin besar selisih
antara harga jual dengan harga beli maka risiko likuiditasnya juga akan
semakin besar.
Dengan demikian kita akan menuliskan tingkat bunga sebagai t0, it1,
t2. Karena t0 terjadi pada tahun ke nol, maka t0 = 0, dan karenanya
penulisannya disederhanakan menjadi it1, t2 Spot Interest Rate merupakan
tingkat bunga obligasi yang hanya mempunyai satu arus kas bagi pembeli
obligasi. Obligasi yang hanya mempunyai satu arus kas bagi pemodal
disebut pure discount bond atau zero coupon bond.
1) Teori harapan
Dalam teori ini tingkat bunga obligasi jangka panjang selama
periode akan sama dengan nilai rata-rata bunga jangka pendek dari
obligasi tersebut periode yang sama.
Anoraga, P, dan C. Pakarti. 2001. Pasar Modal, Keberadaan dan Manfaatnya Bagi
Pembangunan, Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta.