A. Valuasi Saham
Karena itu,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3
RUMUS
10 = 0,30 / (0,24-g)
0,30 = 2,40 - g
10 g = 2,10
g = 0,21
dengan kata lain, PER saham tersebt dinilai layak kalau memang
kita perkiraan bahwa pertumbuhan laba perusahaan adalah 21% per tahun.
Jika b = 0,70 dan g = 21%, berarti ahwa:
R = 21% / 0,70
= 30%
Dengan kata lain setiap rupiah laba yang ditahan harus
menghasilkan tingkat keuntungan sebesar 30%. Penilaian kewajaran harga
saham kemudian akan tergantung pada judgement analis dalam menilai
kewajaran taksiran angka-angka tersebut.
GAMBAR
3. Analisis Fundamental
Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saha di masa
yang akan datang dengan (i) meng-estimate nilai faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang,
san (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga
diperboleh taksiran harga saham. Model ini aap kali disebut sebagai share
price forecasting model, dan sering digunakan salam berbagai pelatihan
anaisis sekuritas.
Dalam memebuat model peramalan harga saham, langkah yang
penting adalah mengidentifikasi faktor faktir fundamental (seperti
penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebiasaan kebijakan dividen,
dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Setelah itu, bagaimana membuat suatu model dengan memasukkan faktor-
faktor ersebut dalam analisis. Para praktisi cenderung menyukai
penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan
mendasaran diri pada informasi akuntansi.
Dalam melakukan analisis, pemodalan mungkin menggunakan
strategi pemulihan saham yang termasuk growth stocks atau value stocks.
Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan memberikan
pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata saham lain, dan karenanya
mempunayi PER yang tinggi. Pada tahun 1997, saham-saham seperti
Indosood dan Gudang Garam mungkin menjadi ontoh growth stocks
karena saham-saham tersebut mempunyai PER yang lebih tinggi dari rata-
rata perusahaan makanan dan minuman, serta perusahaan.
Sebalikanya, value stocks menunjukkan saham-saham perusahaan
yang asetnya tampak murah dan neracanya tampak kuat. Sebagi misal,
suatu saham mepunyai harga pasar sebesar Rp 8.000 per lembar,
sedangkan nilai buku modal sendiri per lembar saham adalah Rp 7.000,
dengan saldo kas di neraca yang cukup besar, ekuivalen dengan ,
misalnya, Rp. 3000 per lembar saham. Dengan posisi seperti itu,
seandainya kas tersebut dibagikan sevagai dividen, maka para pemegang
saham akan menerima Rp 3.000 per lembar, sehingga nilai investasi
mereka akan tinggal Rp 5.000 (yaitu Rp 8.000 dikurangi Rp 3.000). Hal
itu berarti bahwa para pemodal bisa memiliki ekuitas sebesar Rp 7.000
(nilai buku) hanya dengan membayar Rp 5.000. Mereka yang menyukai
value stocks berarti akan memilih saham-saham yang dengan price to book
value (PBV) yang rendah, yaitu lebih kecil dari satu.
Pertanyaan, apakah memilih growth stocks lebih baik daripada
memilih value stoks? Ataukah justru sebaliknya? Apabilah growth stock
diwakili ileh saham-sasham dengan PER yang tinggi, maka penelitian di
BEJ menunjukkan bahwa selama tahun 1992-1994, saham-saham dengan
PER yang tinggi memeang memberian hasil investasi yang lebih baik dari
saham-saham dengan PER rendah, tetapi perbedaan tersebut tidak
signifikan (Vandry, 1997). Sedangkan Roll (1994) menemukan bahwa
semneja deregulasi pasar modal di Indoensia samapi dengan 1993, saham-
saham dengan PBV rendah justru menunjukan kinerja yang lelbih baik.
4. Analisis Industri
Para pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar
cukup baik untuk melakukan investasi, selanjutnya perlu menganalisis
industri-industri apa yang diharapkan akan meberikan hasil yang paling
baik. Pada akhir dasawarsa1990-an, para pemodal mungkin tidak terlau
antusias untuk melakukan investasi pada industri tekstil dan produk tekstil,
berbeda dengan dasawarsa 1980-an sewaktu antusiasme mereka masih
sangat tinggi untuk masuk dalam industri tersebut.
a) Industri: Arti dan inerja
Istilah industri tampanya merupakan instilah yang telah cukup
jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kita sudah
terbiasa mendengr istilah industri otomotif, industri farmas, industri teksti,
dan sebagainya. Meskipun demikian, untuk mengklasifikasikan suatu
perusahaan ke dalam industri tertentu, seringkali tidak mudah arena
kegiatan usaha yang dilaukan sangat spesifik atau perusahaan itu telah
melakukan disverifikasi ke bidang lain di luar industri yang semula
ditekuninya.
Sebelum melakukan analisis industri atau sektor tertentu, kita perlu
melihat perkembangan atau kinerja industri/sektor tersebut, sehingga dapat
memberikan gambran arah perkembangan industri /sektor tersebut.
Seharusnya pengamatan perlu dilaukan untuk periode yang cukup panjang
sehingga barankali dapat dideteksi pola perkembangannya atau bagaiana
pengaruh kondisi perekonomian. Sebagai misal, suatu industri mungkin
mengalami perkembangan yang cukup tinggi pada dua dasawara yang
lalum tetepai sekarang mungkin menunjukkan kondisi yang relatif stabil.
Industri yang lain mungkin sanagat erat perkembangannya dibandingkan
dengan siklus perekonomian, sedangkan liannya lagi mungkin tidak.
b) Menganalisis Industri
Industri dianalisis lewat penelaah berbagai data yang menyangkut
penjualan, laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan,
regulasi, inovasi dan sebagainya. Analisis tersebut memerlukan
pengalaman yang cukup banyak dan biasanya dilakukan oleh anlais
industri yang berkerja di pekerjaan-pekerjaan sekuritas dan pemodal-
pemodal institusional.
Untuk melakukan anlisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Tahap ini
bermaksud unutk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi
merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil,
ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri
dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga dalah
analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk
membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang.
c) Siklus Kehidupan Industri
Banyak pengamat yang percaya bahwa industri menempuh siklus
kehidupan, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewassan, dan
penurunan.
Tahap pertumbuhan. Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan penjualan
yang relatif masih tinggi, meskipun tingkat resiko sudah tidak setinggi
pada tahap perkenalan.
Tahap kedewasaan. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi,
tetapi sudah dalam tingkat lebih rendah dibandingkan pada tahap
pertumbuhan.karena produksi sudah mencapai jumlah cukup besar untuk
memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup
membiayai pertumbuhan usaha.
Tahap penurunan. Pada tahap ini permintaan akan pduk tersebut sudah
mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif.
Apabila tidak dapat diketemukan penggunaan lain produk tersebut,
sehingga permintaan dapat didorong kembali, strategi yang digunakan
oleh perusahaan penghasil produk yang sudah masuk dalam tahap ini
adalah melakukan diversifikasi ke produk lain. Produk seperti kokok
klobot (rokok yang menggunakan pembungkus dari daun jagung) , atau
meungkin juga sigaret keretek tangan, sudah ada pada tahap ini.
B. Penilaian Obligasi (Bond Valuation)
Obligasi merupakan surat hutang jangka menengah atau panjang yang
diterbitkan oleh penerbit (perusahaan atau pemerintah) dengan member imbalan
berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada waktu yang
telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut (Rahardjo, 2003).
Dari sudut pandang valuasi maka suatu obligasi konversi memiliki dua aset yaitu
obligasi dan waran dimana penilaian obligasi konversi memerlukan suatu asumsi dari :
Gejolak pergerakan harga saham yang menjadi aset dasar obligasi konversi untuk
memperkiranan (opsi (keuangan)|nilai opsinya) dan ;
penyebaran kredit atas porsi pendapatan tetap yang memengaruhi profil kredit
perusahaan dan peringkat dari konversi pada struktur permodalan.
a. Jenis Obligasi