Anda di halaman 1dari 16

VALUASI SAHAM

A. Valuasi Saham

Investasi dalam saham memberikan prospek bahwa suatu jumlah yang


relatif kecil dapat tumbuh menjadi jumlah yang cukup besar sehingga menarik
bagi para investor. Investor membeli saham suatu perusahaan dengan harapan
memperoleh keuntungan dengan jumlah yang diharapakannya. Dalam
melakukan investasi maka, para investor melakukan investasi pada saham-
saham perusahaan yang produktif, mempunyai objek bisnis yang perspektif
serta terhindar dari kerugian. Dalam memilih saham, seorang investor selalu
memperhitungkan tingkat resiko yang harus di hadapi. Dengan adanya resiko
tersebut, investor selalu menginginkan tingkat pengembalian minimum yang
diharapkan untuk menutupi besarnya resiko yang harus ditanggung. Besarnya
cash flow yang diperoleh oleh seorang investor dalam melakukan investasi
saham adalah sama dengan dividen.
Penilaian saham (valuasi) adalah nilai sekarang (present value) dari
arus kas imbal hasil yang diharapkan (expected cash flows). Dengan kata lain,
investor berharap bahwa saham dapat memberikan cash flow selama dimiliki.
Untuk mengubah arus kas menjadi harga saham, maka didiskonto dengan
tingkat bunga yang diinginkan (required rate of return). Penilaian saham
bertujuan untuk menilai saham-saham manakah yang paling menguntungkan
bagi investor. Dengan kata lain, saham-saham yang harga pasarnya lebih
rendah dari nilai intrinsik (undervalued) maka saham ini layak untuk dibeli
dan saham yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsik (overvalued)
maka saham ini layak untuk dijual.
Pendekatan berdasarkan price earning ratio (PER), bahwa pendekatan
ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan laba per lembar saham
dimasa yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa lama investasi
saham akan kembali. Sedangkan pendekatan nilai sekarang (present value),
bahwa pendekatan ini dimana nilai saham diestimasikan dengan
mengkapitalisasikan pendapatan. Nilai sekarang suatu saham akan sama
dengan nilai sekarang dari arus kas yang akan datang yang investor harapkan
terima dari investasi pada saham tersebut. Tujuan investor membeli atau
menjual saham antara lain untuk mendapatkan capital gain yang diperoleh dari
selisih lebih harga jual saham dari harga belinya atau dividen yang merupakan
keuntungan emiten yang dibagikan kepada pemegang saham.
Dalam kaitannya penggunaan price earning ratio (PER) dan Devidend
yield sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan, para pelaku pasar
juga dapat mengidentifikasinya melalui arus kas perusahaan. Semakin besar
jumlah investasi dalam suatu periode akuntansi tertentu, semakin kecil dividen
yang dibayarkan, karena perusahaan yang memiliki level Investment
Opportunity Set (IOS) tinggi diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash
flownya rendah. Investment opportunity set (IOS) perusahaan menentukan
kemampuannya memperoleh keuntungan dari prospek pertumbuhan. Potensi
pertumbuhan dapat ditunjukan dengan perbedaan antara nilai pasar saham
dengan nilai buku dan adanya kesempatan investasi yang dapat menghasilkan
keuntungan. Investment opportunity set (IOS) merupakan bentuk investasi
yang dilakukan perusahaan sehingga menghasilkan nilai bagi perusahaan
dimasa mendatang. Semakin tinggi investment opportunity set (IOS) maka
perusahaan akan memiliki nilai dimasa mendatang dan akan dinilai tinggi oleh
investor. Untuk dapat memilih investasi yang aman pada saham, investor
memerlukan teknik untuk menilai harga saham yang akan dibeli ataupun
kemampuan saham tersebut memberikan dividen dimasa datang. Teknik yang
benar dalam analisa akan mengurangi resiko bagi investor dalam berinvestasi.
Salah satu teknik penilaian saham yang sering digunakan oleh para analis
adalah teknik price earning ratio (PER).
Nilai sekarang suatu saham (Present value) adalah sama dengan nilai
sekarang dari arus kas dimasa yang akan datang yang pemodal harapkan
diterima dari investasi. Menaksir arus kas memiliki suatu saham, arus kas
yang diterima pemodal berasal dari dividen dan hasil penjualan kembali
saham tersebut. Apabila hasil penjualan saham tersebut lebih tinggi dari harga
belinya, dikatakan pemodal memperoleh capital gain sedangkan apabila hasil
penjualan saham lebih kecil dari harga belinya, dikatakan pemodal menderita
capital loss. Taksirannya adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan (r)
dengan memasukan unsur resiko, secara konsepsional tingkat keuntungan
yang disyaratkan (r) untuk investasi pada saham menunjukkan nilai ekuitas
(Cost of equity), tingkat keuntungan yang disyaratkan juga merupakan tingkat
diskonto.
Pada akhirnya arus kas hasil penjualan kembali saham ekuivalen
dengan arus dividen yang akan diterima para pemegang saham. Untuk
menggunakan model nilai sekarang (Present value), pemodal harus
mengestimasikan suatu tingkat diskonto (discount rate) atau tingkat return
yang disyaratkan (Required rate of return), mengestimasikan jumlah dan
waktu (periode) arus kas dimasa akan datang. Dalam menggunakan kedua
komponen diatas, dalam suatu model present value untuk mengestimasikan
nilai intrinsik kemudian membandingkannya dengan nilai sekarang. Dasar
yang digunakan dalam menentukkan nilai sekarang (present value) dari suatu
saham yang dinilai adalah tingkat bunga tertentu yang dianggap layak oleh
investor. Sedangkan pendekatan price earning ratio menggunakan angka rasio
harga per lembar saham dengan laba per lembar saham dari laporan keuangan
perusahaan. Penentuan nilai saham dengan menggunakan pendekatan nilai
sekarang (present value) pada prinsipnya sama dengan perhitungan nilai
sekarang obligasi. Perhitungan nilai saham dilakukan dengan mendiskontokan
semua aliran kas yang diharapkan dimasa datang dengan tingkat diskonto
sebesar tingkat return yang disyaratkan investor.

1. Pendekatan Nilai Sekarang (Present Value)


Dalam pendekatan ini, perhitungan nilai saham dilakukan dengan
menghitung nilai sekarang ( present value ) semua aliran kas saham yang
diharapkan di masa datang dengan tingkat diskonto sebesar tingkat return
yang disyaratkan investor. Dalam hal ini nilai intrinsik atau disebut juga
dengan nilai teoritis suatu saham nantinya akan sama dengan nilai diskonto
semua aliran kas yang akan diterima investor pada masa yang akan datang.
Komponen dalam penentuan nilai saham dengan pendekatan nilai
sekarang adalah aliran kas ( cash flow ). Aliran kas yang bisa dipakai dalam
penilaian saham dengan pendekatan nilai sekarang adalah earning
perusahaan, atau berupa earning yang dibagikan dalam bentuk dividen.
Dengan demikian kita bisa menggunakan komponen deviden sebagai dasar
penilaian saham.

a. Model Diskonto Deviden merupakan model untuk mengestimasi harga


saham dengan mendiskontokan semua aliran dividen yang akan diterima di
masa yang akan datang. Secara sistematis, model ini bisa dirumuskan sebagai
berikut:
  RUMUS BELUM DI TULIS LANG

b. The Multiple Growth Model


Pertumbuhan yang tidak konstan yang menyatakan g1 > g2.
Misalnya selama tahun pertama pertumbuhan diperkirakan sebesar 20%
per tahun (g1), tetapi setelah itu hanya tumbuh sebesar 10% per tahun (g2).
Dari asumsi itu kemudian disusun rumus sebagai berikut:
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g1)/(1+r)4 + ........ + D1(1+g1)2(1+g2)∞-3/(1+r)∞

Dalam rumus ini, dividen pada tahun ke 4 sampai dengan tahun ∞


bisa dirumuskan sebagai,
P3 = D4/(r-g2)

Karena itu,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3

Yang berarti juga bisa dituliskan sebagai,


P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2(1+g2)/(1+r)4 + [D4/(r-g2) x 1/(1+r)3]

Penggunaan multiple growth model didasarkan pada pemikiran


bahwa pertumbuhan laba perusahaan tidak akan dapat dipertahankan pada
level yang tinggi terus-menerus.  Apabila industri yang dijalankan suatu
perusahaan teah beranjak dari tahap pertumbuhan (growing stage) ke
tahap kedewasaan, pertumbuhan labanya akan menurun. Multiple growth
model cukup tepat dipergunakan untuk melakukan analisis terhadap saham
PT Telkom, misalnya. Pada tahun-tahun awal, pertumbuhan laba PT
Telkom memang diharapkan sangat tinggi (mencapai 30-40%). Tetapi
pertmbuhan tersebut tidak diharapkan akan berlangsung selamanya.
Apabila sebagian besar rumah tangga di Indonesia telah mempunyai
sambungan telpon, pertumbuhan penghasilan perusahaan tidak lagi akan
bersumber dari penambahan sambungan telpon. Dengan kata lain,
akhirnya pertumbuhan (g) akan menurun.

c. Model dengan Tiga Periode Pertumbuhan


Model ini merupakan perluasan dari model dengan dua
pertumbuhan multiple, tetapi dengan menggunakan skenario tambahan
lagi. Tingkat pertumbuhan (=g) bukanlah g1, g2, g3, dan gk saja, tetapi
akan terjadi masa transisi sebelum pertumbuhan pada periode permulaan
akhirnya berubah menjadi pertumbuhan yang konstan. Karena itu, dalam
model ini diasumsikan ada tigak periode, yaitu:
1. Periode awal (misalnya selama tahun). Periode padawaktu pertumbuhan
laba (dan dividen) paling tinggi dibandingkan dengan periode-periode
kemudian.
2. Periode transisi (isalnya 3 tahun). Periode ini menunjukkan berapa lama
pertumbuhan pada periode awal akhirnya turun menjadi normal. Turunnya
pertumbuhan selama periode transisi ini diasumsikan secara linier.
3. periode pertumbuhan konstan selamanya. Pada periode ini diasumsikan
pertumbuhan telah menjadi normal dan akan berlangsung selamanya.
Berikut ini adalah satu contoh numerikal untuk menjelaskan model dengan
tiga periode pertumbuhan tersebut. Misalnya, pertumbuhan pada periode awal
adalah 20% per tahun dan akan berlangsung selama 5 tahun. Masa transisi
diperkirakan selama 3 tahun, dan pada periode pertumbuhan normal, dividen
diperkirakan akan meningkat konstan sebesar 14% per tahun. Keadaan tersebut
bisa digambarkan dengan kurva sebagai berikut :
GAMBAR LANG

d. ada lagi lang disitu


 
2. Price Earning Ratio( PER )
Metode valuasi lain yang sering dipergunakan oleh para analisis
sekuritas adalah pendekatan PER. Model PER tampaknya lebih mudah
digunakan daripada model berdasar atas dividen. Kesederhanaan model
tersebut dapat menyebabkan para analis melupakan bahwa estismasi masa
depan yang tidak pasti diperlukan untuk menggunakan model ini. Dengan kata
lain, setiap pendekatan dan model valuasi memerlukan penaksiran terhadap
masa depan yang tidak pasti.
Bagi para investor semakin tinggi PER maka pertumbuhan Laba yang
diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Dengan begitu PER {ratio harga
terhadap Laba} adalah perbandingan antara market price pershare ( MPS )
{ harga pasar per lembar saham} dengan earning pershare ( EPS ) {Laba per
lembar saham}. Adapun menurut Van Horne dan Wachowicz, PER adalah
“The market price pershare of a firm’s common stock devided by the most
recent 12 month of earning pershare”. Rumusnya adalah sebagai berikut :
PER = MPS
EPS
Keterangan : PER : Price Earning Ratio
MPS : Market Price Pershare
EPS : Earning Pershare
a) Faktor-faktor yang Mempengaruhi PER
Apabila kita menggunakan constant growth model, maka dengan
mudah persamaan tersebut bisa diodifikasikan dalam bentuk price earning
ratio (PER). Analisis sekuritas kadang-kadang menyukai penggunaan PER
dalam menilai kewajaran harga saham. Saham yang mempunyai PER yang
tinggi mungkin dicurigai telah terlalu tinggi harganya.
Kalai kita rumuskan PER sebagai P0/E1 (ini berarti perbandingan
harga saham saat ini dengan perkiraan laba pada tahun yang akan datang),
maka P0 = D1/(r-g) bisa dimodifikasi sebagai berikut:

RUMUS

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi PER adalah:
1. Rasio laba yang dibayarkan sebagai dividen, atau payout ratio (yaitu
1-b)
2. Tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pemodal
3. Pertumbuhan dividen
Sesuai dengan persamaan tersebut, maka apabila fator-faktor lain
onstan, maka
1. Semakin tiggi payout ratio, semakin tinggi pula PER
2. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan, (r), akan
semakin rendah pula PER
3. Semakin tinggi pertumbuhan dividen (g), semakin tinggi pula PER

Rumus diatas kemudian bisa digunakan sebagai pedoman untuk


menilai PER saham. Apabila ada suatu saham yang mempunyai PER –
10x, maka akita tinggal memperirakan berapa pertumbuhan laba
perusahaan tersebut, dan bagaimana kebijakan dividen perusahaan
tersebut. Misalkan perusahaan menganut kebijakan dividen payiut ratio
sebesar 30%; in berarti bahsa b = 0,70. Sekaran kalau ditaksir r yang layak
adalah 24%, maka hal itu berarti,

10 = 0,30 / (0,24-g)
0,30 = 2,40 - g
10 g = 2,10
g = 0,21
dengan kata lain, PER saham tersebt dinilai layak kalau memang
kita perkiraan bahwa pertumbuhan laba perusahaan adalah 21% per tahun.
Jika b = 0,70 dan g = 21%, berarti ahwa:

R = 21% / 0,70
= 30%
Dengan kata lain setiap rupiah laba yang ditahan harus
menghasilkan tingkat keuntungan sebesar 30%. Penilaian kewajaran harga
saham kemudian akan tergantung pada judgement analis dalam menilai
kewajaran taksiran angka-angka tersebut.

b) Hubungan Harga Saham dengan Laba per Lembar Saham


Berkaitan dengan analisis PER tadi, seringkali suatu saham tampak
agak “mengherakan” karena hanya menghasilkan EPS yang relatif rendah
apabila dibandingkan dengan harga sahammya. Semakin tinggi PER suatu
saham, maka akan tampak semakin rendah EPS apabila dibandingkan
dengan harga sahamnya. Kalau suatu saham mempunyai PER sebesar 20,
berarti apabila saham tersebut memberikan EPS sebersar Rp 1.000, saham
tersebut dapat terjual dengan harga Rp 20.000. Bagaimana mungkin suatu
saam hanya memberikan tingkat keuntungan 5% (yaitu Rp 1.000/ Rp
20.000), apabila tingakt bunga deposito misalnya memberikan imbalan
15%? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah kemuginan adanya present
value of growth opportunity (PVGO) yang bisa dirumuskan dengan P 0 =
(EPS/r) + PVGO.
c) Analisis Corss Sectional dengan Menggunakan PER
Analisis cross sectional adalah analisis yang dilakukan terhadap
banyak saham untuk periode waktu yang sama. Tujuan analisis ni adalah
untuk mengetahui bagaimana posisi suatu saham relatif terhadap saham-
saham lain, dengan menggunakanvariabel PER. Kalau kita melihat bahwa
suatu saham mempunyai PER sebesar 8x, apakah saham tersebut
sebaiknya dibeli kalau saham-saham lain mempunyai PER yang lebih
tinggi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu mngaitkan besar
kecilnya PER dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Uraian di atas menunjukan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruih PER adalah pertumbuh dividen (yang berarti juga laba).
Dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain sama besarnya, semakin tinggi
pertumbuhan dividen semakin tinggi pula PER suatu saham. Perusahan
yang bergera dala industri yang masih pada tahap pertumbuhan (growing
stage) akan mempunyai PER yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang berada pada industri yang sudah mapan. Karean itulah
salah satu cara untuk memperkirakan PER adalah dengan
menghubungkannya dengan pertumbuhan. Kalau angka-angka PER ita
plotkan pada sumbu tegak, dan angka-angka pertumbuhan pada sumbu
datar, maka kita mungkin akan memperoleh hasil sebagai berikut:

GAMBAR

Salah satu model menghubungkan PER dengan tingkat yang


diperkiraan dicantumkan dalam Elton dan Gruber (1991). Titik-titik yang
diplotkan dalam gambaran di atas dihitung persamaan regersinya, dan
diketemukan hasil sebagai berikurt:
PER = 4 + 2,3 (pertumbuhan laba)
Apabila suatu saham diperkirakan mempunyai pertumbuhan
dengan 10, maka PER saham tersebut diperkirakan sebesar + 2,3(10) =
27. Dengan demikian apabila saham tersebut saat ini ditawarkan dengan
PER dibawah 27, saham tersebut tergolong layak untuk dibeli.
Sebalikanya apabila PER saat ini sudah lebih tinggi dari 27 maka saham
tersebut berpotensi untuk short selling.
Tentu saa kita bisa menggunakan lebih dari satu faktor dalam
pembuatan model tersebut jika kita berpendapat bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi PER. Teknik yang biasa digunakan untuk
analisis ini adalah terknik rekresi berganda. Salah satu model awal yang
menggunakan pendekatan ini adalah model yang dikembangkan oleh
Whitbeck-Kisor (1963). Mereka menggunakan tiga variabel yang
mempengaruhi PER, yaitu:
1) Tingkat pertumbuhan laba
2) Dividend payout ratio
3) Deviasi standar tingkat pertumbuhan

3. Analisis Fundamental
Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saha di masa
yang akan datang dengan (i) meng-estimate nilai faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang,
san (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga
diperboleh taksiran harga saham. Model ini aap kali disebut sebagai share
price forecasting model, dan sering digunakan salam berbagai pelatihan
anaisis sekuritas.
Dalam memebuat model peramalan harga saham, langkah yang
penting adalah mengidentifikasi faktor faktir fundamental (seperti
penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebiasaan kebijakan dividen,
dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Setelah itu, bagaimana membuat suatu model dengan memasukkan faktor-
faktor ersebut dalam analisis. Para praktisi cenderung menyukai
penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan
mendasaran diri pada informasi akuntansi.
Dalam melakukan analisis, pemodalan mungkin menggunakan
strategi pemulihan saham yang termasuk growth stocks atau value stocks.
Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan memberikan
pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata saham lain, dan karenanya
mempunayi PER yang tinggi. Pada tahun 1997, saham-saham seperti
Indosood dan Gudang Garam mungkin menjadi ontoh growth stocks
karena saham-saham tersebut mempunyai PER yang lebih tinggi dari rata-
rata perusahaan makanan dan minuman, serta perusahaan.
Sebalikanya, value stocks menunjukkan saham-saham perusahaan
yang asetnya tampak murah dan neracanya tampak kuat. Sebagi misal,
suatu saham mepunyai harga pasar sebesar Rp 8.000 per lembar,
sedangkan nilai buku modal sendiri per lembar saham adalah Rp 7.000,
dengan saldo kas di neraca yang cukup besar, ekuivalen dengan ,
misalnya, Rp. 3000 per lembar saham. Dengan posisi seperti itu,
seandainya kas tersebut dibagikan sevagai dividen, maka para pemegang
saham akan menerima Rp 3.000 per lembar, sehingga nilai investasi
mereka akan tinggal Rp 5.000 (yaitu Rp 8.000 dikurangi Rp 3.000). Hal
itu berarti bahwa para pemodal bisa memiliki ekuitas sebesar Rp 7.000
(nilai buku) hanya dengan membayar Rp 5.000. Mereka yang menyukai
value stocks berarti akan memilih saham-saham yang dengan price to book
value (PBV) yang rendah, yaitu lebih kecil dari satu.
Pertanyaan, apakah memilih growth stocks lebih baik daripada
memilih value stoks? Ataukah justru sebaliknya? Apabilah growth stock
diwakili ileh saham-sasham dengan PER yang tinggi, maka penelitian di
BEJ menunjukkan bahwa selama tahun 1992-1994, saham-saham dengan
PER yang tinggi memeang memberian hasil investasi yang lebih baik dari
saham-saham dengan PER rendah, tetapi perbedaan tersebut tidak
signifikan (Vandry, 1997). Sedangkan Roll (1994) menemukan bahwa
semneja deregulasi pasar modal di Indoensia samapi dengan 1993, saham-
saham dengan PBV rendah justru menunjukan kinerja yang lelbih baik.

4. Analisis Industri
Para pemodal yang percaya bahwa kondisi ekonomi dan pasar
cukup baik untuk melakukan investasi, selanjutnya perlu menganalisis
industri-industri apa yang diharapkan akan meberikan hasil yang paling
baik. Pada akhir dasawarsa1990-an, para pemodal mungkin tidak terlau
antusias untuk melakukan investasi pada industri tekstil dan produk tekstil,
berbeda dengan dasawarsa 1980-an sewaktu antusiasme mereka masih
sangat tinggi untuk masuk dalam industri tersebut.
a) Industri: Arti dan inerja
Istilah industri tampanya merupakan instilah yang telah cukup
jelas, sehingga tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Kita sudah
terbiasa mendengr istilah industri otomotif, industri farmas, industri teksti,
dan sebagainya. Meskipun demikian, untuk mengklasifikasikan suatu
perusahaan ke dalam industri tertentu, seringkali tidak mudah arena
kegiatan usaha yang dilaukan sangat spesifik atau perusahaan itu telah
melakukan disverifikasi ke bidang lain di luar industri yang semula
ditekuninya.
Sebelum melakukan analisis industri atau sektor tertentu, kita perlu
melihat perkembangan atau kinerja industri/sektor tersebut, sehingga dapat
memberikan gambran arah perkembangan industri /sektor tersebut.
Seharusnya pengamatan perlu dilaukan untuk periode yang cukup panjang
sehingga barankali dapat dideteksi pola perkembangannya atau bagaiana
pengaruh kondisi perekonomian. Sebagai misal, suatu industri mungkin
mengalami perkembangan yang cukup tinggi pada dua dasawara yang
lalum tetepai sekarang mungkin menunjukkan kondisi yang relatif stabil.
Industri yang lain mungkin sanagat erat perkembangannya dibandingkan
dengan siklus perekonomian, sedangkan liannya lagi mungkin tidak.
b) Menganalisis Industri
Industri dianalisis lewat penelaah berbagai data yang menyangkut
penjualan, laba, dividen, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan,
regulasi, inovasi dan sebagainya. Analisis tersebut memerlukan
pengalaman yang cukup banyak dan biasanya dilakukan oleh anlais
industri yang berkerja di pekerjaan-pekerjaan sekuritas dan pemodal-
pemodal institusional.
Untuk melakukan anlisis industri, langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidentifikasi tahap kehidupan produknya. Tahap ini
bermaksud unutk mengenali apakah industri tempat perusahaan beroperasi
merupakan industri yang masih akan berkembang cepat, sudah stabil,
ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industri
dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga dalah
analisis kualitatif terhadap industri tersebut, yang dimaksudkan untuk
membantu pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang.
c) Siklus Kehidupan Industri
Banyak pengamat yang percaya bahwa industri menempuh siklus
kehidupan, yaitu tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewassan, dan
penurunan.
Tahap pertumbuhan. Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan penjualan
yang relatif masih tinggi, meskipun tingkat resiko sudah tidak setinggi
pada tahap perkenalan.
Tahap kedewasaan. Pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi,
tetapi sudah dalam tingkat lebih rendah dibandingkan pada tahap
pertumbuhan.karena produksi sudah mencapai jumlah cukup besar untuk
memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup
membiayai pertumbuhan usaha.
Tahap penurunan. Pada tahap ini permintaan akan pduk tersebut sudah
mengalami penurunan, sehingga pertumbuhan penjualan menjadi negatif.
Apabila tidak dapat diketemukan penggunaan lain produk tersebut,
sehingga permintaan dapat didorong kembali, strategi yang digunakan
oleh perusahaan penghasil produk yang sudah masuk dalam tahap ini
adalah melakukan diversifikasi ke produk lain. Produk seperti kokok
klobot (rokok yang menggunakan pembungkus dari daun jagung) , atau
meungkin juga sigaret keretek tangan, sudah ada pada tahap ini.
B. Penilaian Obligasi (Bond Valuation)
Obligasi merupakan surat hutang jangka menengah atau panjang yang
diterbitkan oleh penerbit (perusahaan atau pemerintah) dengan member imbalan
berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada waktu yang
telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut (Rahardjo, 2003).
Dari sudut pandang valuasi maka suatu obligasi konversi memiliki dua aset yaitu
obligasi dan waran dimana penilaian obligasi konversi memerlukan suatu asumsi dari :

Gejolak pergerakan harga saham yang menjadi aset dasar obligasi konversi untuk
memperkiranan (opsi (keuangan)|nilai opsinya) dan ;

penyebaran kredit atas porsi pendapatan tetap yang memengaruhi profil kredit
perusahaan dan peringkat dari konversi pada struktur permodalan.

a. Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda, yaitu:


1. Dilihat dari sisi penerbit:
 Corporate Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik
yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), atau badan
usaha swasta.
 Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
pusat.
 Municipal Bond: obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah untut membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan
kepentingan publik (public utility).
 Dilihat dari sistem pembayaran bunga:
 Zero Coupon Bonds: obligasi yang tidak melakukan pembayaran
bunga secara periodik. Namun, bunga dan pokok dibayarkan
sekaligus pada saat jatuh tempo.
 Coupon Bonds: obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan
secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya  
 Fixed Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga yang
telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan
akan dibayarkan secara periodik.
 Floating Coupon Bonds: obligasi dengan tingkat kupon bunga
yang ditentukan sebelum jangka waktu tersebut, berdasarkan
suatu acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit
(ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari
bank pemerintah dan swasta.

Anda mungkin juga menyukai