Anda di halaman 1dari 44

CRITICAL BOOK REPORT

PROFESI KEPENDIDIKAN

Mata Kuliah : Profesi Kependidikan


Dosen Pengampu :Yusra Nasution, S.Pd, M.Pd.
`

DISUSUN OLEH :

Nama : Lidya Munawarah Siregar


Nim : 1193151026
Kelas : PPB/BK Reguler C

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2020


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga Critical Book
Report ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada :

1. Ibu Yusra Nasution S.Pd., M.Pd


2. Teman-teman sekalian

yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini. Saya berharap semoga Critical Book Report
ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa
Critical Book Report ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik
serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya Critical Book Report selanjutnya yang lebih
baik lagi.

Medan, 21 Februari 2020

Lidya Munawarah Siregar

i
DAFTAR ISI

1.3. Tujuan Critical Book Report..............................................................................................1

Identitas Buku..........................................................................................................................2

Deskripsi Buku.......................... .................................................................................................3

Ringkasan Buku.......................................................................................................................3

Identitas Buku........................................................................................................................22

Deskripsi Buku.......................................................................................................................22

Ringkasan Buku.....................................................................................................................22

..........................................................................................................27

BUKU II PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU SEKOLA DASAR OLEH Dr. Ibrahim


Bafadal, M.Pd.

KEKURANGAN...................................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Critical Book Report ini , mahasiswa dituntut untuk lebih banyak membaca


agar menambah pengetahuan di dalam mata kuliah Profesi Kependidikan. Dan dapat mampu
mengkritisi buku serta mengambil kesimpulan isi buku dan kelemahan serta keunggulan isi
buku. Dan dalam Critical Book Report ini saya melakukan kajian tentang “Profesi
Kependidikan” dari buku:

A. Buku I : Pengembangan Profesi Guru Oleh Prof. Dr. Sudarwan Danim.


B. Buku II: Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Oleh Dr. Ibrahim Bafadal,
M.Pd.

1.2. Manfaat dari Critical Book Report

Adapun manfaat yang diharapkan tercapai setelah mengkritik buku ini adalah :

A. Bagi penulis.

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Kependidikan


2. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi suatu buku.
3. Menumbuhkan pola kreatif dalam membandingkan suatu buku.

B. Bagi Pembaca

1. Menambah wawasan pembaca tentang Profesi Kependidikan .

1
2. Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan untuk karya serupa yang lebih baik
dan bermutu.

1.3. Tujuan Critical Book Report

Adapun tujuan dari Critical Book Report ini, yaitu

1. Menambah wawasan pembaca tentang Profesi kependidikan


2. Mencari dan mengetahui informasi yang terdapat dalam buku
3. Membandingkan isi buku utama dengan buku pembanding.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Buku Utama

BUKU I PENGEMBANGAN PROFESI GURU

I.     IDENTITAS BUKU

Judul                  : Pengembangan Profesi Guru

Penulis               : Prof. Dr. Sudarwan Danim

Penerbit             : Rineka Cipta

Kota terbit         : Jakarta

Tahun terbit       : 2011

Tebal halaman   : xii + 282 halaman

ISBN                 : 978-602-8730-58-7

Ukuran               : 15 x 23 cm

Bahasa Teks       : Bahasa Indonesia

II.     DESKRIPSI BUKU

Materi yang diberikan pada buku Pengembangan Profesi Guru ini disajikan untuk mencapai
kompetensi dalam mata kuliah Profesi Kependidikan. Dalam buku Pengembangann Profesi
Guru terdiri dari 15 bab yang masing-masing bab membahas tentang hal yang berbeda-beda.
Masing-masing judul bab dalam buku ini, yakni:

Bab I                  : Ranah Profesionalisasi Guru

3
Bab II                : Guru Malapraktik dan Guru Efektif

Bab III               : Esensi dan Kontroversi Program Induksi

Bab IV               : Defenisi Induksi dan Mentoring

Bab V                : Komponen dan Karakteristik Progran Induksi

Bab VI              : Mode dan Teknik Program Induksi

Bab VII             : Dampak Program Induksi

Bab VIII : Tipe Hubungan dan Kriteria Implementasi Program Induksi

Bab IX : Teknik Komunikasi dalam Mentoring

Bab X : Profesionalisasi Guru Berbasis Kelembagaan

Bab XI : Mengembangkan Diri Sendiri

Bab XII : Menjadi Pembelajar Sejati

Bab XIII : Berkomunikasi Secara Efektif

Bab XIV : Berpati Dengan Semua Orang

Bab XV : Menjunjung Tinggi Kode Etik Guru.


Pada kajian ini, saya akan membahas semua bab yang terdapat di dalam buku
Pengembangan Profesi Guru oleh Prof. Dr. Sudarwan Danim.

III.    RINGKASAN ISI BUKU

4
BAB.I RANAH PROFESSIONALISASI GURU

 isu-isumakro
Kebijakan membangun pendidikan untuk menyiapkan generasi muda yang bermutu dimasa
depan menjadi dambaan banyak bangsa. Kebijakan ini bersifat universal,
Tanpa mengecualikan ideologi negara, berbentuk republik atau kerajaan, suasana konflik atau
damai, agama mayoritas penduduk, kondisi dan system perekonomian, dalam keadaan damai
atau perang, sudah berkategori maju atau masih berkembang dan terbelakang, kepulauan atau
continental.
 empat ranah
-penyediaan guru berbasis perguruan tinggi
-induksi guru pemula berbasis sekolah
-profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi
-profesionalisasi guru berbasis individu
 antidi skriminasi
Organisasi guru sedunia (EI) misalnya pernah menggagas isu ini dalam bahasa yang lugas
sekaligus bermuatan politik.Pertama, fakta bahwa guru yang lesbian dan gay mengalami
diskrimnasi dan pelecehan, termasuk kekerasan dan kejahatan yang ditimbulkan oleh
perbedaan orientasi seksua lmereka.
 Kiprah organisasi guru
Untuk menjagae ksistensi dan profesionalitasnya, guru harus terus menjalani
profesionalisasi.Karena itu, kedepan semua guru harus memiliki kualifikasi akademik
tertentu dan pelatihan tambahan sebelum menerima tugas mengajar.

BAB II.GURU MALAPRAKTIK DAN GURU EFEKTIF

 Guru malapraktik
Malapraktik di dunia pendidikan agaknya dapat ditafsirkan sebagai penyimpangan perilaku
guru, baik secara pedagogis, kepribadian, social, maupun akademik atau substansi yang
diajarkan.Juga yang tidak kalah pentingnya ialah melanggar kode etik guru,sebagaimana
disajikan pada bagian akhir buku ini.
 Kegagalan induksi
Program induksi sesungguhnya menjadi instrument penguat bagi guru pemula untuk menjadi
guru sejati.Bimbingan danp embinaan professional harus benar-benar dapat dijalankan

5
bagimereka.Ketika ini gagal, sekalilagi selain disebabkan karena alasan yang sangat spesifik,
berarti program induksi itu sendirilah yang dinilai gagal.
 Guru yang efektif
Memiliki kadar pengetahuan yang istimewa pada mata pelajaran spesialisasinya. Guru yang
pengetahuannya istimewa menghasilkan siswa yang nilainya lebih bagus dalam tes
standar.Guru yang menguasai wilayah mata pelajarannya, lebih siap menjawab pertanyaan
siswa dan menjelaskan konsep secara lebih baik

BAB III. ESENSI DAN KONTORVERSI PROGRAM INDUKSI

 Legimitasiakademik.

Pada banyak literature akademik, program induksi diyakini akan menjadi jembatan emas bagi
karyawan baru untuk menjadi tenaga professional dalam makna sesungguhnya. Bagi guru
pemula dan pembuat kebijakan di bidang ini, program induksi setidaknya dipersepsikan akan
menjadi fase yang harus dilalui ketika dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru.

 Inisiasi kontroversial

Pada saat menempuh pendidikan profesi ini juga, calon guru telah menjalani proses praktik
pengalaman lapangan (LPP) disekolah latihan sesuai dengan satuan waktu yang disediakan.
Ketika itu pula, mereka dibimbing oleh guru pamong, yang esensinya sama dengan mentor,
dan dosen pembimbing.

 Posisi induksi

Induksi dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata induction dalam bahasa inggris,
yang secara leksikal bermakna pelantikan. Kata kerjanya adalah to induc yang berarti
melantik.Orangnya disebut “yang dilantik” atau induksi sebagai padanan dari kata inductee
dalam bahasa inggris.

6
 Berbasis sekolah

Secara substansif, basis program induksi ialah penguatan kompetensi pedagogis,kepribadian,


professional akademik, dan social.

Secara konsepsional, program induksi menjanjikan harapan sekaligus menantang. Program


ini secara idealis barangkali memiliki nilai kebaikan sejati, namun secara realitas akan
menjumpai berbagai hambatan psikologis, structural, dangeografis.

BAB IV. DEFENISI INDUKSI DAN MENTORING

 Induksi sebagai investasi

Program induksi merupakan bagian integral dari ranah pembangunan pendidikan,

Utamanya dibidang ketenagaan.Pendidikan merupakan investasi dan belanja untuk

Pendidikan bukanlah konsumsi.Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk pendidikan

Merupakan investasi masadepan.

 Definisi induksi

Induksi merupakan proses pelatihan dan dukungan yang sistematis kepada guru baru, diawali
dengan hari pertama sebelum dia mengajar di sekolah dan berlanjut hingga dua atau tiga tahu
pertama mengajar. Induksia dalah aktivitas bimbingan dan kepenasihatan kepada guru
pemula sebagai persiapan menjalankan tugas-tugas professional dibidang pendidikan dan
pembelajaran, dimana kegiatan itu dilakukan secara terprogram atas dasar substansi, proses,
criteria keberhasilan, dan hasilan, dan satuan waktu tertentu.

7
 Definisi mentoring

Mentoring adalah hubungan pembantuan antara orang baru dan tenaga ahli.Tenaga ahli
menyediakan bantuan, dukungan, dan bimbingan yang membantu orang baru (novice)
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memasuki untuk melanjutkan karier
barunya.

BAB V. KOMPONEN DAN KARAKTERISTIK PROGRAM INDUKSI

 Komponen program

Pengenalan atau sering juga disebut orientasi merupakan bagian dari induksi.Diprogramkan
atau tidak, memang secara otomatis kegiatan “pengenalan” ini akan berjalan dengan
sendirinya. Pada tingkat paling sederhana, ketika bertemu pertama kali, orang seseringnya
menanyakan nama. Bahkan, ketika bersalaman pertama kali, orang biasanya menyebut nama
masing-masing.

 Karakteristik program induksi

Tujuan umum program induksi adalah mentranformasikan guru-guru baru menjadi guru yang
mampu dan meniti karier secara kompeten.Sejak pertama kali mulai menginjakkan kaki
dikampus atau sekolah, guru pemula atau guru baru menjalani proses bimbingan dan
pembinaan secara khusus.

 Fokus pengenalan

Program yang ada harus dikemas sedemikian rupa, sehingga lebih mengarah pada bagaimana
membantu guru pemula belajar dan mengevaluasi kemajuan profesionalnya ketimbang selalu
berkutat pada indicator kompetensi guru pemula. Program induksi lebih menekankan kepada
proses ketimbang hasil dan lebih mengutamakan orientasi akademik ketimbang administratif.

8
BAB VI. MODE DAN TEKNIK PROGRAM INDUKSI
Pengembangan dan implementasi program induksi (development and implementation
induction programs) secara menyeluruh harus terdokumentasi, macakup semua layanan yang
akan diberikan kepada guru pemula, mulai ari persiapan hingga asessment dan pelaporan,
bahkan rekomendasi jika memang diperlukan. Program ini dapat diorganisasika dengan aneka
metode. Karenannya, dalam kerangk program induksi ini, diluar program yang distrukturkan
di ingkat sekolah, guru-guru pemula dapa juga mengembangkan diri melaui seminar resmi
( formal seminar) atau musyawarah kerja tidak resmi ( informal workshop), seperti halnya
pertemuan di keompok kerja guru atau musyawarah guru mata pelajaran.

Dalam Digest on Current Developments in Teacher Induction Programs (2009),


disajikan deskripsi ringkas mengenai metode prevalensi paling lazim dari komponen program
induksi antara lain :

1. Internship Status, dimana seorang guru melaksanakan tugas-tugas pemebljaran sbagai


“guru intern” dengan standar gaji yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan
guru-guru yang telah teregistrasi atau full-time teachers.
2. The Mentor, dimana guru pemula bertugas dengan dipandu oleh guru senior
menyediakan informasi dan mengamati kematangan guru pemula dalam mengajar dan
mengelola kelas kesehariannya ( teh senior teacher supplies information, and oversees
the maturation of the beginner’s teching and classroom managements skills daily.)
3. The Committee, dimana seorag guru pemula melaksanakan program induksi dibawah
binaan komisi nduks (induction Committee).
4. The Committee, plus or minus, dimana pada banyak program ejenis, komisi induksi
yidak hanya melayani satu orang guru pemula ( inductee), melainkan melayani
banyak peserta. Pada kondisi ini, komisi dibantu oleh keompok tepisah.
5. Orientation Seminars, dimana seminar digunakan untuk membelajarakan guru
pemula (inductees).

BAB VII. DAMPAK PROGRAM INDUKSI

Sebuah studi koprehensif mengenai dampak program induksi setelah tahun pertama,
kedua, dan ketiga pernah dilakukan di Amerika Serikat. Program ini disebut komprehensif,
karena mengombinasikan sesi orientasi sekolah dan distrik, pelatha khusu dalam jabatan atau

9
pengembangan profesional, mentoring dengan menggunakan guru yag berpengalaman
(exprerienced teacher), observasi kelas, dan assessment formatif.

Secara spesifik, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berkut:

1. Apa dampak induksi komprehensif terhadap tipe-tipe dan intensitas layanan induksi
yang diberikan kepada guru dibandigkan dengan program sejenis yang dilakukan di
tingkat distrik?
2. Apa dampak program induksi komprehensif bagi praktik pembelaran guru di kelas ?
3. Apa dampak program induksi komprehensif terhadap prestasi belajar siswa?
4. Apa dampak program itu bagi bertahannya guru pada profesi nya ?
5. Apa dampak program itu bagi komposisi ketersediaan guru yang pofesional ditingkat
distrik ?

Tim peneliti ingin mengetahui dampak signifikan model induksi dengan intensitas tinggi (
high intensit induction model) terhadap kebertahanan guru-guru pada profesinya (rates of
teacher retention), peneingkatan kemmapuan praktis guru dalam mengajar (improvements
in teachers, instructional practice), dan peningkatan prestasi belajar siswa.

BAB VIII. TIPE HUBUNGAN DAN KRITERIA IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI

Dalam Report to the New Hampshire State Board of Education (2002), dijelaskan
bahwa istilah pendidik (educator ) bermakna guru, administrator, spesialis, dan
paraprofesional (educators are teachers, administrators, specialist and paraprofesionals)

Istilah “guru” dalam kerangka ini, juga digunakan untuk kepala sekolah, inspektur,
dan semua yang membantu guru dalam pekerjaan mereka melalui nasehat atau tindakan
langsung. Akan tetapi dlam definisi ini tida berlaku untuk guru dalam cabang pendidikan
diatas jenjang pendidikan menegah alias pendidikan tersier. Dengan demikian, program
induki mestinya berlaku juga bagi semua komunitas sekolah, termasuk staf tat usaha, satuan
pengeman sekolah, tenaga kebersihan, dan tenaga teknisi. Setidaknya kesemuannya harus
dilibatkan dalam rangka program induksi dengan peran yang sama atau berbeda. Progam
induksi memerlukan inventasi. Program ini membantu guru atau pendidik baru tetap bertahan
pada profesinya dalam rangka memberikan layanan pembelajaran pada siswa.

10
Hubungan Mentor-Menti.

Ada dua tipe hubungan mentoring, yaitu formal dan nonformal. Hubungan informal
berkembang sendiri dalam proses interaksi antara mentor dan menti. Mentoring fomal
merujuk pada proses yang distrukturkan yang memperoleh dukungan kuat dari organisasi
untuk target menti atau sekelompok menti. Pada mentoring formal, memasangkan anatar
mentor dan menti (matching of mentor and mentee) dilakukan dengan memilih pasangan
untuk menghindari aksi-aksi kreatif yang menyimpang dan hubungan yang tidak autentik
(inauthentic relationship). Ada program mentoring formal yang menegarah pada oroentasi
nilai (value oriented), sementara mentoring sosial dan tipe fokus lainnya secara spesifik
mengerah pada pengembangan karier (career developmets). Beberapa program mentoring
terkait dengan dukungan sosial dan vokasional.

Oleh karena mentor dan menti terlibat dalam hubungan yang intensif, baik formal
maupun nonformal, ada bebrapa hal yang harus diperhatiakn oleh keduannya untuk
membangun hubungan yang efektif, termasuk sejawat dan anggota komunitas lainnya di
sekolah, anatar lain:

1. Aktif mendengarkan.
2. Berikan kesemptan kepada masing-masing pihak, mentor dan menti, untuk berbicara.
3. Dorong pembicaraan menjadi tindakan
4. Lakukan peninjaauan bersama.
5. Kesan pertama sangat penting.
6. Kebersamaan sangat esensial dalam hubungan mentor dan menti sebagai penyandang
atau calon penyandang profesi.

BAB IX. TEKNIK KOMUNIKASI DALAM MENTORING

Ketik program sedang berjalan mentor induksi berkomunikasi secara edukatif,


kesejawatan, dan itensif dengan menti. Komunikasi merupakan proses penyampaian

11
informasi dari mentor kepada menti, di mana pesan itu disampaikan melalui media atau
tanda-tanda dengan menggunakan bahsa tertentu yang saling dimengerti untuk mencapai
suatu tujuan induksi yang telah disepakati bersama. Dalam konteks komunikasi untuk
program mentoring, kedudukan mentor dan menti sebagai pengirim dan penerima pesan itu
saling berganti. Karena memang, pada kegiatan mentoring dalam kerangka induksi, dialog
terbuka antara mentor dan menti menjadi sangat penting.

Ada tiga tinjauan untuk memahami konsep dasar komunikasi antara mentor dan
menti. Pertama, bahwa komunikasi itu dipandang sebagai proses penyaman menti terletak
pada penguasaan materi atau fakta dan pengaturan cara-cara penyampaiannya. Kedua,
komunikasi merupakan suatu proses penyampaian gagasan dari mentor kepada menti. Dalam
proses ini terkandung makna bahwa menti dianggap sebagai bagian dari proses komunikasi,
namun penekanan terletak kepada mentor atau message formulator. Ketiga, komunikasi
dipandang sebagai suatu proses menciptakan arti, ide , gagasan atau konsep. Pesan mentor
kepada menti dapat diciptakan melalui orang, televisi, rado, memo papan pengumuman, dan
surat.

SIKAP MENTOR

Kunci keberhasilan komunikasi anatara mentor dan menti adalah saling percaya,
sejalan dengan substansi informasi yang dapat diandalkan. Berhasil atau tidaknya komunikasi
anataar mentor dan menti turut ditentukan oleh keiinginan mendengar antarsesama mereka.

Dua sikap mentor yang menghambat dan membantu proes komunikasi disajikan sebagai
berikut:

1. Evaluasi-Deskripsi
2. Penguasaan- Permasalahan
3. Manipulasi-Spontanitas
4. Tidak memperhatikan-Memberi Perhatian
5. Bersikap Super- Menyamakan Diri
6. Kaku-Luwes

12
BAB X. PROFESIONALISASI GURU BERBASI KELEMBAGAAN

DUA ORIENTASI

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi siswa pada jalur pendidikan
formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang
tercermin dari kualifikasi dan kompetensi, disertai dengan taatasasan pada norma etik
tertentu. Secara formal untuk menjadi profesional guru dipersyaratkan memenuhi kualifikasi
S1/D4 dan bersertifikat pendidik. Guru-guru yag memenuhi kriteria profesional inilah yang
akan mampu menjalankan fungsi utamanya secra efektif dan efesien untuk meweujudkan
proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasoanal, yakni
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.

Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum


memenuhi kualifikasi minimum dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau
progrm D-4 pada perguruan tinggi yang menyelenggarkan program pendidikan tenaga
kependidikan dan/atau program pendidikan non-kependidikan yang terakreditasi.
Pengembanagan dan peningkatan kopetensi bagi guru yang telah memilikiseryifikat pendidik
dilakukan alam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta budaya dan/atau olahraga.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi


pedagogis, kepribadian, profesional dan sosial sejalan dengan jabatan fungsionalnya.
Pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Upaya pembinaan dan pengembangan karier guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan
fungsional mereka.

FOKUS PENGEMBANGAN

13
Guru dituntut menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Pada fase awal,
idelanya institusilah yang mengambil peran utama. Alasan esensial lain di perlukannnya
pembinaan dan pengembangan guru ialah karakteristik tugas yang terus berkembang seirama
dengan perkembangan ipteks, disamping refirmsi internal pendidikan itu sendiri. Fokus
pengembangan keprofesionalan guru terkait dengan empat kompetensi utama yang harus
dimilkinya.

KEGIATAN DAN PERSYARATAN

Kegiatan pengembangan profesi guru terkait langusng dengan tugas utamnya. Tugas
dan fungsi guru yaitu: menyusun kurikulum dengan mengacu pada rambu-rambu kurikulum,
membuat silabus pembelajaran/bimbingan dan konseling;membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran/ bimbingan dan kosneling; melakukam kegiatan pembelajaran/bimbingan dan
konseling, membuat alat ukur sesuai mata pelajaran atau program bimbingan dan konseling;
menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampunya atau
progran bimbingan konseling dikelasnya, memjadi pengawas dalam penilaian dan evaluasi
terhadap proses dan hasil belajar atau program atau program bimbingan dan konseling,
menganalisis hasil penilaian pembelajara/ bimbingan dan konseling, melakukan perbaikan
dan pengayaan atau tindak lanjut bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi, merencanakan dan melakasanakan bimbingan dan konseling,
membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakulikuler pada tingkat sekolah/madrasah., serta
melaksanakan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah sesuai jenjangnya.

BAB XI. MENGEMBANGKAN DIRI SENDIRI

1. Makna Pengembangan Diri

GPM adalah pengembangan diri yang cerdas dan kontinu. Dia menyadari bahwa
tanpa tumbuh secara professional akan ditelan oleh sejarah peradaban pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. GPM memiliki rasa kuriositas ekstratinggi, menjadi pembelajar
sejati, dan haus akan informasi baru yang bermanfaat baginya dalam menjalankan tugas-tugas
professional.

14
Kegiatan pembinaan dan pengembangan kemampuan professional guru itu ada yang
dilembagakan, ada pula yang bersifat individual. Kegiatan pembinaan dan pengembangan
professional guru yang melembaga biasa dilakukan oleh pemerintah atau organisasi
masyarakat.

Seorang guru tidak akan berkembang kemampuan profesionalnya hingga dia


berkemauan untuk melakukan pengembangan diri secara kontinu. Tidak ada apa pun yang
akan berhasil meningkatkan kemampuan professional guru, hingga guru yang bersangkutan
ingin mengembangkan diri.

Pengembangan diri adalah penyamaian potensi diri sendiri. Pengembangan diri ibarat
bibit yang perlu disemaikan dahulu baru dapat ditanam. GPM, selayaknya manusia
kebanyakan, memiliki potensi dasar untuk dikembangkan dan yang lebih utama
mengembangkan diri, seperti potensi fisik, intelektual, emosional, empati, spiritual, moral,
kata hati. Pengembangan diri yang konsisten merupakan alur catatan yang benar untuk
mencapai prestasi dan pemenuhan (path to note- worthy achievement and fulfillment) aspek
personal dan professional dalam kehidupan.

2. Otak Tidak Penuh

GPM menyadari bahwa setiap saat otaknya dapat diisi dengan pengetahuan dan
pengalaman. Dia menyadari bahwa otak bukan laksana gentong atau ember kosong, yang ada
batas maksimum volumenya. GPM dan semua orang tidak pernah akan sampai pada usaha
untuk memenuhi otaknya, sehingga proses belajar dianggap memiliki batas-batas yang
normal. Dalam kata-kata Ptah Hotep ditulis, “The limits of knowledge in any field have never
been set and no one has ever rached them.” Pengembangan diri harus menjadi pross yang
tiada henti (perpetual process), sepanjang hayat, dan tidak mengenal ruang dan waktu yang
rigid.

GPM adalah guru yang dari hari ke hari terus menumbuhkan dan mengembangkan
diri, mengubah perilaku, mencari pemikiran alternative, merenofasi mental, dan melakukan
perenungan. Guru yang buruk dan merugi “berjalan di tempat”, bekerja dengan modal
intelektual, kemampuan, dan keterampilan yang statis.

15
3. Orbit Pengembangan Diri

GPM selalu berada pada orbit agresif. Sebagai manusia biasa, memang dai hidup pada
persepsial tertentu. Namun demikian, orbit persepsial manusia berbeda satu dengan yang
lainnya.

Salah satu tugas GPM adalah membangun kesadaran kritis itu, baik untuk diri pribadi
maupun siswanya. Produknya adalah terbentuknya massa kritis (critical mass) sebagai salah
satu syarat keberhasilan pembangunan bangsa dan good governance alias sistem
pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

4. Kiat Pengembangan Diri

GPM memahami dan mengimplementasikan kit bagi pengembangan dirinya. Bagi


GPM, kit pengembangan diri banyak telah terbukti efektif dan telah teruji secara ilmiah.

Bagi GPM, pengembangan diri adalah mengambil tanggung jawab pribadi untuk
belajar dan mengembangkan diri sendiri melalui proses assessment, refleksi, dan mengambil
tindakan. Pertama, untuk secara kontinu melakukan pemutakhiran keterampilan yang
dibutuhkan ditempat kerja. Kedua, untuk menentukan arah karier masa depan.

5. Strategi Individual

GPM memiliki strategi individual untuk mengembangkan dirinya. Secara umum,


psikolog memiliki kemampuan khusus membantu klien (helping clients) mengembangkan
diri secara penuh sesuai dengan potensinya dan menemukan tujuan yang disuarakannya.
Psikolog pun memiliki kemampuan mengali potensi diri, motivasi, ketekunan, ketabahan,
kestabilan emosi, kepemimpinan, dan kerja sama seseorang. Dia pun memiliki kemampuan
khusus membantu seseorang klien untuk keluar dari kemelut psikologi, kurang percaya diri,
terlalu ukuran, berpikir cenderung negatif, mengalami ketegangan. Kata kunci yang

16
diperankan oleh psikolog adalah “membantu”, sedangkan pengembangan diri, keluar dari
masalah psikologis, dan sebaliknya untuk sebagian besar ditentukan oleh kliennya sendiri.

6. Meningkatkan Mutu Diri

GPM secara kontinu meningkatkan mutu dirinya. Secara umum, memang tidak ada
salahnya jika seseorang menginvestasikan uang dalam jumlah besar untuk membangun
rumah, membeli kendaraan mewah, perabot yang serba mahal, dan aksesoris lainnya, agar
rumah layak ditempati, menarik, dan bonafid dilihat tamu. Semangat smacam ini semestinya
juga tampak pada GPM untuk mengembangkan dirinya. Dia menginvestasikan uangnya
untuk menumbuhkan dirinya, misalnya membeli buku, berlangganan majalah, berlangganan
jurnal atau harian, mengakses internet untuk memperoleh informasi kekinian.

GPM memilih aktivitas kesehariannya untuk meningkatkan mutu pribadi pada area-
area kunci secara intelektual, fisikal, rasional, emosional, dan spiritual ( intellectually,
physically, relationally, emonniotally, and spiritually). Masing-masing orang memiliki
potensi dasar dan pengembangannya berbeda antara satu dan yang lainnya.

7. Tahap Pengembangan Diri

GPM memahami secara sungguh-sungguh tahap perkembangan diri. Upaya


pengembangan diri tidak instan. Perlu tindakan bertahap dan kontinu bagi GPM untuk
mengoptimasi pengembangan dirinya.

Dengan mengenal diri sendiri, GPM akan memosisikan dirinya, sehingga dalam
bekerja tidak “lebih besar pasak dari pada tiang”, atau bekerja “ibarat pungguk merindukan
bulan.” Tentu saja guru tidak boleh pasrah pada keadaan, ketika dia mengetahui bahwa
sejawatnya secara relatif lebih naik dibandingkan dengan dirinya. Kelemahan daya tangkap,
misalnya, dapat diatasi dengan memperpanjang waktu belajar.

17
8. Aktivitas Pengembangan Diri

GPM melakukan aktivitas pengembangan diri nyaris tanpa henti. Pengembangan diri
secara kontinu merupakan ciri manusia normal, lahi sukses. Manusia yang mampu mengukir
prestasi besar memiliki kemauan mengembangkan diri yang luar biasa. Pengembangan diri
merupakan proses pembaruan dan produknya memiliki nilai kebaruan. Oleh Stephen R.
Covey dalam The 7Habits of Highly Effective People (1993) proses ini disebut sebagai
konsep asah gergaji.

BAB XII. MENJADI PEMBELAJAR SEJATI

1) Guru Pembelajar

GPM menjadi pembelajar sejati. Untuk menajadi GPM, seorang guru harus menjadi
pembelajar sejati. GPM menjadi pembelajar agar benar-benar tumbuh sebagai tenaga
professional. Sebagai agen sejati. Guru yang sampai pada kondisi professional sungguhan
itulah yang kelak akan menjadi GPM. GPM secara alami adalah mesin pembelajar, dan dia
belajar sepanjang waktu. Menjadi pembelajar dan perubahan perilaku selalu berjalan
bergandengan tangan.

Ketika guru menjadi pembelajar, siswa pun akan relative mudah didorong menjadi
pembelajar. Asumsinya, upaya guru mengubah perilaku siswa akan jauh lebih mudah dengan
memberi contoh ketimbang menyuruh.

2) Kemampuan Dasar

GPM mengenali kemampuan dasarnya untuk menjadi pembelajar sejati. Untuk


menjadi pembelajar sejati, GPM memiliki kemampuan dasar yang disebut dengan alat
pembelajaran. Alat-alay dimaksud disajikan berikut ini. Pertama, kemampuan guru berpikir
persepsional-rasional, yaitu mengerti fakta-fakta, relasi antarfakta, dan hukum-hukum yang

18
mengaturnya. Kedua, kemampuan berpikir kreatif-imajinatif, yaitu menggagas hal-hal baru
untuk solusi cerdas dan menciptakan konteks belajar yang dikehendaki. Ketiga, kemampuan
berpikir kritikal-argumentatif, yaitu menilai secara kritis fakta-fakta, mengambil sikap, dan
membuat keputusan terbaik. Keempat, kemampuan memilih dari sejumlah alternative yang
ada, yaitu memilih baik vs buruk, berguna vs merugikan, suci vs najis, baik dan lebih baik,
atau buruk dan lebih buruk. Kelima, kemampuan berkehendak secara bebas, yaitu
mengerahkan energy bio-psiko-spiritual untuk merealisasi keinginan.

3) Lima Pilar

GPM menjunjung tinggi pilar-pilar pembelajar dalam keseharian hidupnya.


Membangun guru menjadi pembelajar mungkin merupakan pekerjaan guru itu sendiri yang
paling khas

GPM pembelajar adalah guru-guru yang menjadikan kegiatan belajar sebagi bagian
kehidupannya. Belajar merupakan proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih
baik, sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidup. Lima Pilar utama yang mutlak ada
untuk menjadi GPM pembelajar antara lain:

 Rasa ingin tahu


 Optimisme
 Keikhlasan
 Konsistensi
 Pandangan visioner

Tugas utama guru sebagai pembelajar ialah mendidik dan mengajar, serta belajar
untuk meningkatkan mutu dirinya. Peningkatan mutu secara kontinu akan muncul, jika guru
benar-benar menjadi pembelajar sejati.

4) Berpikir Kritis

19
GPM merupakan pemikiran yang kritis. Di luar kerangka deskripsi yang disebutkan di
atas, khusus di lembaga sekolah, inisiatif membangun pembelajar sekaligus berpikir kritis,
menjadi keharusan. Bahkan hal itu pun harus tumbuh pada kalangan siswa. Kemampuan
berpikir kritis, idealnya, merupakan satu ciri guru yang berkualitas dan hal itu antara lain
akan ditumbuhkan dan dihasilkan melalui transformasi pemanuasiaan pada institusi
pendidikan formal.

Menurut Deborah Court, upaya membangun siswa yang dapat berpikir kritis menuntut
kemampuan guru-guru dalam membantu mereka mengembangkan visi dan kapasitas untuk
memecahkan masalah dan menghadapi tantangan tersebut.

Mutiara yang dapat dipetik dari pendapat di atas adalah perlunya pelembagaan
berpikir kritis dalam praksis proses pendidikan dan pembelajaran pada banyak organisasi
pembelajaran, seperti sekolah, universitas, lembaga-lembaga pelatihan, dan pusat-pusat
pendidikan luar sekolah, dan sebagainya.

5) Kolaborasi dan Kolegialitas

GPM selalu membangun kolaborasi dan menjunjung nilai kolegialitas. Kolaborasi dan
kolegialitas harus dicandra sebagai konsep-konsep yang berbeda dalam kultur organisasi
pembelajaran pada umumnya. Barangkali kolaborasi dan kolegialitas ini tidak dapat
dipisahkan dengan kultur organisasi pembelajaran dalam makna luas, meski tetap harus
dibedakan titik tekannya.

Kolaborasi mencakup semua aktivitas yang membawa anggota komunitas sekolah dan
pelayanan pendukung eksternalnya bersama-sama berbagi informasi dan ide, merencanakan
bersama, dan bersama-sama pula membuat keputusan dan berpartisipasi dalam kehidupan
professional institusi.

Kolegialitas merujuk pada tingkat interaksi interpersonal, di mana hal itu dibangun
melalui keterbukaan dan kepercayaan atau keyakinan, penghargaan, kesadaran untuk
menerima resiko, saling mengisi dan membopong kea rah pencapaian tujuan bersama secara
tanggung jawab dan menyenangkan.

20
Di lembaga persekolahan, kolegialitas dan kolaborasi itu mencakup interaksi yang
produktif antara guru-guru dan siswa pada tingkat ruang kelas, antarsesama guru, antar orang
tua murid dan kepala sekolah dalam komunitas sekolah, dan antara guru-guru dan kolega
seprofesi yang tergabung pada kelompok kerja guru (KKG).

BAB XIII. BERKOMUNIKASI SECARA EFEKTIF

1) Komunikasi dan Pembelajaran

GPM merupakan komunikator pembelajaran yang efektif. Dai menyadari bahwa inti
proses pembelajaran adalah komunikasi interaktif antara guru dan siswa. Substansi
pembelajaran merupakan focus konsentrasi interaksi mereka.

GPM dan siswa sama-sama dapat memainkan peran sebagai komunikator sekaligus
pendengar yang baik. GPM menjadi komunikator yang baik dan pada saat yang sama siswa
menjadi pendengar yang baik. Pada saat tertentu mereka berdialog, pada saat yang lain sama-
sama diam untuk berpikir. Ketika siswa mengerjakan soal-soal, mereka diam, demikian juga
guru.

2) Perilaku Keliru

GPM tidak menoleransi perilaku keliru dalam melakukan komunikasi pembelajaran.


Di sekolah, hubungan antar subjek, seperti guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah,
guru dengan siswa, dan guru dengan staf tat usaha sering kali dirasakan sebagai barang-
barang yang gampang pecah.

Demikian juga hubungan guru dengan siswa. Apa pun yang dilakukan guru, idealnya
bermuara pada bagaimana siswa dapat belajar dengan baik. Namun demikian, masih

21
ditemukan perilaku guru yang hanya dimaksudkan memudahkan dirinya bekerja, bukan
menyederhanakan tindakan untuk membuat siswa dapat belajar efektif.

3) Membangun Hubungan Efektif

GPM merupakan penghubung yang efektif. GPM menghindarkan diri dari perilau
soliter. Hubungan antarmanusia merupakan perilaku normal, demikian juga hubungan guru
dengan kolega dan komunitas lainna. Sebaliknya, tidak menjalin hubungan dengan
antarmanusia merupakan perilaku abnormal.

Kadang kala hubungan itu menjadi supernormal atau abnormal, ketika jalinan antara
sesama mereka berlebihan atau nyaris terputus sama sekali.

Hubungan yang efektif dapat dibangun dan GPM merupakan penghubung yang
efektif. Ini harus diyakini oleh siapa pun, termasuk oleh guru, dosen, kepala sekolah,
widyaiswara, pengawas, atau pelatih.

4) Menjaga Hubungan Baik

GPM menjaga hubungan baik dengan kolega, ,asyarakat, dan siswa. Komunitas
sekolah adalah jaringan hubungan (web of relation), meniscayakan semua anggota bekerja
bersama dalam tatanan untuk mengkreasi sesuatu yang baik, yaitu pelaksanaan proses
pendidikan dan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Jagalah hubungan baik dengan sejawat. Buahnya adalah kebahagiaan. High-quality


relationship make your happy (Hubungan yang berkualitas tinggi membuat Anda bahagia).
Demikian kata orang bijak bestari. Konon, terjadi pada kasus tertentu, di mana orang yang
paling bahagia dalam menjalani kehidupan justru muncul pada komunitas sekolah termiskin.

5) Hubungan dan Kerja Sama

22
GPM yakin bahwa kemampuan menciptakan hubungan yang baik melahirkan kerja
sama dan respek satu sama lain. Keduanya termanifestasi dalam pekerjaan dan mendorong
komunitas lembaga bekerja lebih baik. Di kelas, guru respek pada siswa, dan siswa respek
kepada gurunya.

Respek adalah kunci GPM untuk banyak hubungan. Pada tantangan untuk mengkreasi
hubungan yang lebih efektif, GPM sebagai anggota sekolah harus bertindak dengan respek.

Respek adalah prasyarat dasar untuk sebuah hubungan yang bermakna (great
relation). GPM respek pada diri pribadinya, selayaknya dia respek pada siswa dan koleganya.
Kunci lain dari respek adalah membentuk hubungan yang efektif, dengan cara mengelola
perbedaan persepsi atau pendapat dengan anggota komunitas sekolah yang lain secara
langsung.

6) Kegagalan Hubungan

GPM secara konsisten menghindari hal-hal yang menjadi penyebab kegagalan


hubungan. Bekerjasama dan menjalin hubungan dengan format menang/menang bermaka
saling menguntungkan antarpihak atau saling menanggung resiko buruk yang muncul.

Ketika anggota komunitas sekolah gagal mengekspresikan ide atau harapannya, atau
isu-isu yang digagas tidak selaras dengan alam pikiran mereka, upaya membangun hubungan
yang efektif sulit diwujudkan. Beberapa dimensi negatif yang kerap muncul dan
menghasilkan kegagalan dalam membangun hubungan menang/menang merupakan tindakan
menyamaratakan atau ketidakpercayaan. Tidak ada toleransi, tindakan egois atau maunya
sendiri merupakan kontraproduktif skema hubungan menang/menang. Masing-masing harus
memandang diri sama-sama penting. Manusia, bukan juga laksana sebuah pulau. “No man is
an island”. Penyebab dari kegagalan membangun hubungan menang/menang antara lain:

 Tidak toleran atas kesalahan orang lain


 Tugas-tugas tidak didefenisikan secara jelas
 Peran dan harapan yang kabur

23
 Tindakan menghindari tanggung jawab
 Isu-isu yang dikedepankan tidak menarik

BAB XIV. BEREMPATI DENGAN SEMUA ORANG

1) Keanekaragama Komunitas

GPM memiliki kemampuan berempati tingkat tinggi, khususnya kepada siswa


komunitas sekolah. Dia menyadari secara mendalam atas kehidupannya dalam sistem sosial,
baik di sekolah maupun luar sekolah.Kata empati umumnya didefenisikan sebagai
kemampuan GPM menerima, mempersepsi, dan merasakan secara langsung emosi orang lain.
Inti empati, karenanya, adalah kemampuan seseorang memosisikan diri ke dalam diri orang
lain tanpa larut dengan keadaan.

Nancy Eisenberg, memaknai empati sebagai sebuah respons afektif yang muncul atas
dasar keprihatinan atau pemahaman suasana emosional atau kondisi orang lain, dan dengan
itu muncul kesamaan rasa terhadap apa yang orang lain sedang rasakan atau akan diharapkan
untuk merasakan.

Empati berkaitan dengan banyak hal, seperti pikiran, kepercayaan, dan keinginan
seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu
mengetahui pikiran dan keadaan jiwa atau suasana hati (mood) orang lain. Karenanya empati
dianggap sebagai semacam resonansi perasaan. Para penulis lain mendefenisikan: (1) empati
adalah kemampuan menyelami perasaan orang lain tanpa harus tenggelam; (2) empati adalah
kemampuan dalam mendengarkan perasaan orang lain tanpa harus larut; (3) empati adalah
kemampuan dalam melakukan respons atas keinginan orang lain yang tidak terucap.

24
2) Empati Kepada Siswa

GPM berempati kuat pada siswanya, dalam keadaan apa pun. Dalam konteks
hubungan guru dan siswa, empati bermakna afeksi fisikal atau parsialitas guru terhadap
siswanya. Afeksi fisikal bermakna penampakan fisik atau aura guru terkait langsung atau
tidak langsung dengan fenomena yang dihadapi oleh siswanya. Empati dikonsepsikan sebagai
kemampuan guru dalam “membaca” siswa. Secara harfiah, empati bermakna kemampuan
seorang guru merasakan emosi siswa atau pribadi-pribadi di luar dirinya, khususnya
komunitas sekolah.

Tanpa kemampuan berempati, guru hanya akan memandang siswanya sebagai robot,
tidak manusiawi, antisosial, tidak medidik, dan kontrapedagogis. GPM hati-hati agar tidak
bingung memaknai empati dalam kaitannya dengan makna yang terkandung dalam
terminology lain, seperti sympathy pity, emotional contagion, apathy, atau telepathy.

3) Perkembangan Empati

GPM mematurisasi empatinya secara terus-menerus. Selayaknya dinamika psikologis


yang normal, rasa empati berkembang terus-menerus pada diri seseorang, termasuk guru.
Pakar psikologi sependapat bahwa empati berkembang melalui penahapan tertentu menuju
kematangan yang tertentu pula.

Maturitas empatik berarti dapat mengkonseptualisasikan pengalaman apakah


seseorang “seperti saya” atau “berbeda dengan saya”. Ini penting, jangan sampai seorang
guru “mau” berempati dengan siswa, tetapi salah persepsi, malah melahirkan
ketersinggungan. Memang ada orang yang gampang kegelian, tertawa, sedih, dan gembira.
Ada juga persoalan tertentu yang dianggap kecil oleh diri sendiri, sebaliknya malah besar
bagi yang lain.

4) Empati dan Simpati

25
GPM tampil dengan empati dan simpati. Kata empati dan simpati telah mendapat
tempat khusus dalam literatur psikologi, dalam proses interaksi antarmanusia organisasi,
bahkan di masyarakat.

Realitas di sekitar membuktikan, kebanyakan orang lebih mengenal kata simpati


ketimbang empati. Ini memang belum dibuktikan dengan penelitian, meski agaknya dapat
dipastikan fenomenanya seperti itu.

Rasa empati harus ditumbuhkan. Menurut Sholehhuddin (2006), rasa empati dapat
kita lakukan asalkan kita memiliki kemauan untuk itu, kapan saja, dan di mana saja kita
berada. Empati berhubungan dengan kepedulian terhadap orang lain, tidak heran kalau
empati selalu berkonotasi sosial seperti menyumbang, memberikan sesuatu kepada orang
yang kurang mampu. Berempati pada orang nyaris tidak perlu modal. Tetapi, saying banyak
orang yang tidak peduli akan maknanya.

5) Empati Mendengarkan

GPM memiliki kemampuan mendengarkan untuk kemudian berempati. Karena


memang, empati berkaitan erat dengan aksi komunikasi. Komunikasi merupakan instrument
berhubungan yang diniscayakan bagi praktik berempati kepada orang lain.

Secara khusus, Covey menaruh kemampuan untuk mendengar kan (ability to hear)
sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti
terlebih dahulu, baru dimengerti ( seek first to understand- understand then be understood to
build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust.)

Empati dapat juga berarti kemampuan untuk guru mendengar dan bersikap perseptif
atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apa pun dari siswanya dengan sikap yang
positif.

6) Menghindari Apatis

26
GPM menghindari sikap apatis secara taat asas. Guru yang berempati, guru yang
bersimpati, guru yang apatis, sangat mungkin ada di mana- mana. Dalam WikipediaBahasa
Indonesia apatis (apathy) bermakna kurangnya emosi, motivasi, atau antusiasme. Apatis
adalah istilah psikologikal untuk keadaan cuek atau tak acuh; tidak peduli.

Apatis dapat berpusat terhadap objek tertentu, kepada seseorang, ativitas atau
lingkungan. Dia merupakan reaksi umum terhadap stress di mana diterapkan sebagai “belajar
tak berdaya” dan sering kali dihubungkan dengan depresi. Dia dapat juga merfleksikan
sebuah kekurangan minat nonpatologi dalam hal yang dianggap tidak penting. Beberapa obat
diketahui dapat menyebabkan gejala berhubungan dengan atau menyebabkan kepada apatis.

BAB XV. MENJUNJUNG TINGGI KODE ETIK

1) Esensi Kode Etik

GPM menjunjung tinggi kode etik gruu. Menjunjung tinggi kode etik guru menjadi
bagian integral dari upaya GPM untuk memberdayakan diri. Dalam UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa pemberdayaan profesi gur di selenggarakan
melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Sebagai pedoman sikap dan perilaku, Kode Etik ini bertujuan menempatkan guru
sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang, bagi
GPM, Kode Etik dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang
melandasi pelaksanaan tugas dan layanan professional guru dalam hubungannya dengan
siswa, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah
sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.

2) Komitmen Atas Kode Etik

27
GPM memiliki komitmen kuat pada Kode Etik Guru. GPM bekerja dan berinteraksi
dengan komunitas selalu dipandu oleh Kode Etik Guru. Di Indonesia, guru dan organisasi
profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.

Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau menurut aturan Negara. Jenis
pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.

Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi


sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia
merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Pemberian sanksi oleh Dewan
Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak
bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

1.

28
A. Buku Pembanding
BUKU II PENINGKATAN PROFESONALISME GURU SEKOLAH DASAR

I.     IDENTITAS BUKU

Judul                 : Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar

Penulis               : Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd.

Penerbit             : PT Bumi Aksara

Kota terbit         : Jakarta

Tahun terbit       : 2006

Tebal halaman  : 112 halaman

ISBN                 : 979-526-863-5

Ukuran               : - cm

Bahasa Teks       : Bahasa Indonesia

II.  DESKRIPSI BUKU

Buku ini sebagai buku pembanding saya dalam menyelesaikan tugas Critical Book Report
Profesi Kependidikan. Dalam buku Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. ini
terdiri dari 6 bab yang masing-masing bab membahas tentang hal yang berbeda-beda.
Masing-masing judul bab buku ini, yakni:

Bab I                  : Profesionalisme Guru Sekolah Dasar

29
Bab II                : Jenis dan Kualifikasi Guru Sekolah Dasar

Bab III               : Rekrutmen Guru Sekolah Dasar

Bab IV               : Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar

Bab V                : Supervisi Klinik Bagi Guru Sekolah Dasar

Bab VI : Pembinaan Moral Kerja Guru Sekolah Dasar


Pada kajian ini, saya akan membahas semua bab yang terdapat di dalam buku
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar oleh Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd.

III.    RINGKASAN ISI BUKU

BAB I. PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR

Sekolah dasar, sebagai sebuah sistem, tepatnya sistem pendidikan, memilki beberapa
komponen. Komponen yang dimaksud antara lain berupa progam kegiatan belajar, sisw,
sarana dan prasarana pendidikan, uang, lingkungan masyarakat, dan personel atau guru.
Semua komponen dalam sistem pendidikan sekolah dasar tersebut sangat penting dan
menetukan keberhasilan pencapaian tujuan institusional. Namun, semua komponen tersebut
tidak akan berguna secara maksimal bagi penyelenggaraan pendidikan disekolah dasar tanpa
adanya guru, tentunya guru yang profesional, yaitu guru yang memiliki pengetahuan yang
luas dalam bidang pndidikan, memiliki kematangan yang tinggi, memiliki kemandirian,
memiliki komitmen yang tingi, visioner, kreatif, dan inovatif.

Untuk memiliki pegawai yang berprofesional dapat ditempuh dengan menjawab dua
pertanyaan pokok, yaitu how to have dan how to empower tenaga pegawai profesional,
sehingga dimilikinya guru profesional oleh sekolah daar sangat bergantung kepada
bagaimana kita menjawab kedua pertanyaan tersebut. Sebagai jawabannya, ada kegitan-
kegiatan esensal untuk mendapatkan dan mendayagunakan guru di sekolah dasar yang
merupakan misi utama dari pengelolaan guru meliputi (1)kualifikasi guru sekolah dasar: (2)
rekrutmen guru, mulai dari perencanaan guru, seleksi guru, dan pengangkatan guru; (3)

30
peningkatan kemampuan guru; (4) peningkatan motivasi kerja guru; dan (5) pengawasan
kinerja guru.

BAB II. JENIS DAN KUALIFIKASI GURU SEKOLAH DASAR

Tenaga kependidikan, bilamana merujuk kepada peraturan pemerintah Nomor 38


tahun 1992 tentang tenaga kependidikan, terdiri atas pendidik, pengelola satuan pendidikan,
pengawas, peneliti, pengembang,pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Pendidik
meliputi pengajar (guru), pembimbing (konselor/penyuluh), pelatih (instruktur, tutor,
pamong, dan widyaiswara). Dengan demikian, guru merupakan tenaga kependidikan yang
tergolong sebgai pendidik. Guru sekolah dasar perlu dipersiapkan dengan baik melalui
pendidikan guru yang baik, diseleksi dan ditempatkan dengan tepat di seluruh indonesia.
Kualifiasi guru sekolah dasar selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuna dan teknologi pendidikan, mulai masa penjajahan, era kemerdekan sampai era
sekolah atau era 1990-an.

BAB III. REKRUTMEN GURU SEKOLAH DASAR

Kualitas sekolah dasar, lebih-lebih dalam kerangka manajemen peningkatan mutu


berbasis sekolah sangat tergantung kepada kualitas pegawainya, terutama guru yang dimiliki
sekolah, baik itu guru kelas, guru mata pelajaran pendidikan agama, maupun guru mata
pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Dalam rangka memiliki guru yang berkualitas
sangat tergantung pada kualitas proses rekrutmennya. Semakin baik prosesnya, semakin besar
pula kemungkinan didapatkannya individu-individu yang sangat memenuhi kualifikasi (most
qualifed and outstanding individuals).

Bilamana diaplikasikan dalam proses rekrutmen guru sekolah dasar, maka tujuan
rekrutmen guru sekolah dasar adalah dodapatkannya calon guru yang paling menjanjikan

31
dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya sebagai guru di sekolah dasar. Dalam
kerangka manajemen di sini adalah tidak saja secara rutin mengelola proses pembelajaran,
seperti merancangpmbelajaran, melainkan juga melakukan pengembangan-pengembangan
yang secara kontinu, kreatif, dan mandiri serta mampu mengembangkan dan
mengimplementasikan inovasi dalam peningkatan mutu proses belajar mengajar.

Salah satu prinsip dalam rekrutmen pegawai sebagaimana ditegaskan di muka adalah
bahwa rekrutmen pegawai harus dirancang sedemikian rupa sehingga mendapatkan calon
pegawai sesuia dengan kebutuhan. Prinsip tersebut menginsyaratkan bahwa sebelum dilakuka
rekrutmen, sebaiknya terlebiih dahulu dilakukan analisis kebutuhan dalam rangka
menetapkan formasi pegawai. Ada empat langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah
dasar dalam melakukan analisis kebutuhan guru disekolahnya masing-masing yaitu (a)
menetapkan beban kerja, (b) menetapkan kapasitas kerja guru, (c) menginventarisasi guru
yang ada, dan (d) menetapkan jumlah dan jenis guru yang dibutuhkan.

BAB IV. PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR

Semua guru sekolah dasar harus profesional. Pentingnya peningkatan kemampuan


profesional guu sekolah dasar dapat ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pendidikan kepuasan dan moral kerja, keselamatan kerja guru, dan pernannya yang
demikian penting dalam rangka implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
di sekolah dasar. Peningkatan kemmapuan profesional gru dapat diartikan sebagai upaya
membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri
menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi
kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Peningkatan kemampuan
profesional guru dapat juga diartikan sebgai upaya membantu guru yang belum profesional
menjadi profesional. Jadi peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan bantuan
profesional. Oleh karena sekedar bantuan, yang lebih beperan aktif dalam upaya pembinaan
itu adalah guru itu sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada
yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Alaupun sekedar bantuan, yang berwenang

32
harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara profesioanl. Itulah yang disebut
dengan bantuan profesional.

Tujuan akhir peningkatan kemampuan profesional guru adalah bertumbuh


kembangnya profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan profesional
guru sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus
pembinaan komitmennya. Konsisten dengan uraian atas pembinaan pegawai di sekolah dasar
dapat dikelompokkan menjadi dua macam pembinaan. Pertama, peningkatan kemampuan
profesioanl guru sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi, dan tugas
belajar. Kedua pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan
kesejahteraannya. Program peningkatan kemampuan profesional guru do sekolah dasar,
sebaiknya melalui langkah-langkah sistematis, seperti (1) mengindentifikasi kekurangan,
kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami pegawai,
(2) menetapkan program pengembangan yang sekiranya diperlukan untuk mengatasi
kekurangan, kelemahan, kesulitan, dan masalah-masalah yang seringkali dimilki atau dialami
guru, (3) meruuskan tujuan program pengembangan yang diharapkan dapat dicapai ada akhir
program pengembangan, (4) menetapkan dan merancang materi dan media yang akan
digunakan dalam pengembangan, (5) menetapkan dan merancang metode dan media yang
akan digunakan dalam pengembangan, (6) menetapkan bentuk dan mengembangkan
instrumen penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program
pengembangan pengembangan, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program
pengembangan, (8) melaksanakan program pengembangan dengan materi, metode, dan media
yang telah ditetapkan dan dirancang, (9) mengukur keberhasilan program pengembangan dan
(10) menetapkan program tindak lanut pengembangan pegwai pada masa yang akan datang.

BAB V. SUPERVISI KLINIK BAGI GURU SEKOLAH DASAR

Supervisi klinik merupakan satu strategi yang sangat berguna dalam supervisi,
sebagai pengembangan pengajaran guru. Supervisi klinik ini diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richat Weller di Universitas
Harvad. Pada mulanya supervisi klinik ini dirancang sebagai salah satu model atau

33
pendekatan dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang
berpraktik mengajar. Selanjutnya digunakan sebgai satu model supervisi pengajaran.

Dalam melaksanakan supervisi klinik ini diperlukan iklom kerja yang baik. Faktor
yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik adalah kepercayaan guru bahwa tugas
supervisi semata-mata untuk membantu guru mengembangkan pengajarannya. Upaya
memperoleh kepercyaan dari guru ini memerlukan satu iklim kerja yang disebut dengan
istilah kolegial. Ada tiga macam orientasi perilaku supervisi pengajaran, yaitu orientasi
langsung, orientasi kaloboratif, dan orientasi tidak langsung. Setiap orientasi ini memiliki
makna tertentu, yaitu bagaimana supervisor melayani guru. Ada dua variabel yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran, yaitu tingkat
komitmen guru dan tingkat abstraksi guru. Berangkat dari kedua variabel ini muncul empat
kuadran kategori guru. Pertama, guru berkategori drop out. Orientasi perilaku supervisi
pengajaran yang sesuai untuk guru ini adalah orientasi langsung. Kedua, guru berkategori
pekerja tidak berfokus.

BAB VI. PEMBINAAN MORAL KERJA GURU SEKOLAH DASAR.

Moral kerja yang tinggi akan mempertinggi produktivitas kerja seseorang. Ada
hubungan antara moral kerja dengn produktivitas. Moral kerja dapat diartikan sebagai suatu
sikap a tingkah laku terwujud dalam bentuk semangat seseorang dalam kerjanya. Oleh karena
moral kerja merupakan semangat kerja, maka moral kerja sangat berpengaruh terhadap
produktivitas sseorang. Seseorang yang memiliki moral kerja tinggi kemungkinan besar kan
menghasilkan sesuatu yanglebih banyak dan lebih baik.

Moral itu suatu keadaan yang berhubungan dengan kondisi emosi dan mental
seseorang. Mora kerja seorang guru bisa rendah dan bisa pula tinggi. Tujuan pembinaan
moral kerja guru adalah agar guru-guru memiliki moral kerja guru yang tinggi. Pembinaan
moral kerja guru harus dilakukan secara manajerial yang dapat diterima apabila dikaji secara
keilmuan. Oleh sebab itu, dalam menetapkan strategi pembinaan moralkerja guru, harus
didasarkan pada pemahaman terhadap tiga hal. Pertama, harus memahami apa sebenarnya

34
hakikat moral kerja konseptual, sebagaimana telah dibahas dimuka. Kedua, harus mampu
menanalisis kebutuhan manusia umumnya dan guru pada khususnya. Ketiga, harus
memahami langkah-langkah manajerial dalam upaya mengindentifikasi alternatif strategi
pembinaan moral kerja guru.

35
BAB III

PENILAIAN
A. Buku Utama

BUKU I PENGEMBANGAN PROFESI GURU OLEH Prof. Dr. Sudarwan Danim

 KELEBIHAN

1. Tampilan pada sampul (face) buku ini cukup menarik. Sehingga dengan begitu
pembaca dapat dengan tertarik untuk membacanya.
2.  Dalam buku ini juga banyak menggunakan kutipan-kutipan yang kalimatnya
berbahasa inggris.
3. Pembahasan yang tekaji pada buku ini cukup bagus. Karena semuanya dibahas
dimulai dari pengertian profesi, profesional, serta kode etik guru yang ada dindonesia.
Selain itu juga pada buku ini ada dibahas mengenai penguasaan diri dalam
membimbing peserta didik.
4. Kertas yang digunakan dalam pembuatan buku ini juga sangat bagus dan memiliki
backgroud yang indah.
5. Pada buku ini juga terdapat sinopsis dibagian belakang. Hal ini dapat membantu bagi
orang yang ingin membacanya untuk mengetahui lebih banyaknya materi yang
terdapat pada buku ini serta penulis juga memberikan informasi yang membangun
motivasi.
6. Jika dibandingkan dengan buku pembanding ukuran huruf pada buku ini juga sudah
cocok  sehingga siapa saja yang membaca buku ini tidak mudah merasa bosan
daripada buku pembanding yang ukuran hurufnya kecil dan pembaca mudah cepat
merasa bosan.
7. Buku ini secara umum menggunakan bahasa yang  sederhana dan mudah untuk
dimengerti oleh pembaca. Sehingga materi ataupun ide yang ingin disampaikan oleh
penulis kepada pembaca dapat tersampaikan secara maksimal.

36
8. Dalam penulisan buku ini susunan penulisan buku sudah tersaji secara sistematis. dan
isi pada buku ini juga disajikan informasi-informasi yang cukup penting yang
berhubungan dengan materi yang sudah diuraikan.
9. Selain itu kelebihan pada buku ini yaitu disetiap awal pembahasan hal yang selalu
disajikan yaitu pengertian dari pembahasan tersebut lalu kepada pembahasan lainnya.
10. Pada buku ini juga dibagian pembahasan terakhir ada dijelaskan mengenai rumusan
Kode Etik Guru Indonesia hasil rumusan Konferensi Pusat PGRI 2006. Selain itu juga
ada dijelaskan poin-poin “Sumpah Guru Indonesia”.
11. Pada buku ini juga terdapat biografi penulis yang dijabarkan dibagian akhir buku ini.
12. Selain itu desain buku ini juga cukup bagus karena dibagian atas setiap bab ada ditulis
catatan kakinya.

 KEKURANGAN
 Pada buku ini tidak terdapat rangkuman dan glosarium. Seharusnya penulis membuat
glosarium dan rangkuman tersebut agar jika setiap orang yang sudah membacanya
tidak mengerti dapat membaca ulang dari rangkuman yang sudah disediakan dan jika
ada kata yang sudah dapat dilihat artinya dari glosarium. 
 Pada buku ini ada beberapa terdapat penulisan kata yang salah. Misalnya pada
halaman 21 terdapat kesalahan dalam penulisan kata “dihsilkan” seharusnya penulisan
kata benar adalah “dihasilkan”.
 Pada bagian daftar pustaka atau referenci buku ini juga ada beberapa referenci yang
diambil dari tahun lama sejak dicetak sehingga referencinya masih kurang dapat
dipertanggungjawabkan karena dalam daftar bacaan ini lebih banyak menggunakan
reference dari tahun buku lebih dari 5 tahun sesudah penerbitanya. Seharusnya penulis
harus mengambil daftar reference yang tahun terbitnya lebih update dari tahun
terbitnya dan masih banyak juga mengambil sumber dari internet.
 Pada buku ini juga sedikit yang mengutip dari definisi-defenisi para ahli. Seharusnya
penulis buku ini harus banyak mengambil pengertian-pengertian dari para ahli agar
dapat memperbanyak referenci-referenci tentang materi ini.
 Dalam buku ini juga terdapat pengulangan informasi yang terjadi berulang-ulang pada
bab-bab berikutnya.

37
 Jika dibandingkan dengan buku lain buku ini banyak materi yang belum dibahas
seperti pada materi mengenai “Ciri-ciri guru profesional, Kompetensi guru, dan
mengenai Keterampilan guru dalam mengajar”
 Pada buku ini ada beberapa bagian disetiap bab yang sistematika penggunaan tanda
baca yang kurang tepat.

B. Buku Pembanding

BUKU II PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU SEKOLA DASAR OLEH Dr.


Ibrahim Bafadal, M.Pd.
 KELEBIHAN
1) Kelebihan buku ini terdapat dalam susunan atau skema penulisan yang teratur dan
saling berhubungan.
2) bahasa yang digunakan tidak berbelit – belit, dan dengan bahasa resmi yang mudah
dipahami oleh pembaca.
3) Meskipun tidak tebal, namun buku ini cukup lengkap dalam membahas masalah
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar.
4) Buku ini, mengandung sebuah pembelajaran yang berguna bagi para pendidik (guru),
mahasiswa calon guru. Orang tua, atau semua pihak yang terkait dengan pendidikan
dalam memahami konsep profesionalisme guru.

 KEKURANGAN
1) Terdapat beberapa  kata yang susah dipahami oleh pembaca, sehingga harus mencari
arti tersebut dahulu.
2) buku ini lebih sering membahas tentang remaja padahal judul nya peserta didik,
( walaupun hampir sama, tetapi alangkah baik nya dibuat menjadi peserta didik).

38
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

39
Adapun simpulan berdasarkan pembahasan dari Critical Book Report di atas, yakni:
Secara etimologi, profesi berasal dari bahasa inggris profesion atau bahasa
Latin profecus. Artinya, mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu. Profesional merupakan proses peningkatan kualifikasi atau
kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal
dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesi guru merupakan
teladan bagi siswa yang memerlukan penampilan berwibawa, yang tidak mungkin
dilakukannya apabila tidak ditunjang dengan penghasilan yang memadai.

Kode Etik Guru merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. Guru yang melanggar Kode Etik Guru
Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi
profesi atau menurut aturan negara.

B. SARAN

Saran saya untuk buku Pengembangan Profesi Guru penulis Prof. Dr. Sudarwan
Danim dalam materinya sudah bagus dan sudah jelas serta mudah dipahami, namun ada
baiknya  penulis  menambahkan gambar guna untuk membuat pembaca tertarik untuk
membaca buku tersebut.

Bagi pengajar disarankan untuk terus menggali potensi mengajarnya, hingga dapat menjadi
pendidik yang profesional.

Dan saran untuk buku Peningkatan ProfesionalismeGuru Sekolah Dasar penulis Dr.
Ibrahim Bafadal, M.Pd., yang saya berikan haruslah lebih mengembangkan isi materi serta
meningkatkan kreatifitas terhadap isi buku tersebut misalnya penulis  menambahkan gambar
guna untuk membuat pembaca tertarik untuk membaca buku tersebut.

40
DAFTAR PUSTAKA

Danim Sudarwan.2011. Pengembangan profesi Guru. Jakarta: Rineka Cipta

Bafadal Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakart: PT Bhumi
Aksara.

41

Anda mungkin juga menyukai