Gabungan Gastro
Gabungan Gastro
Pendahuluan : Pemberian oral adalah cara yang paling nyaman dan disukai dari setiap
pengiriman obat ke sirkulasi sistematis. Pemberian obat pelepasan terkontrol oral baru-baru
ini telah meningkatkan minat dalam bidang farmasi untuk mencapai keuntungan terapeutik
yang ditingkatkan, seperti kemudahan pemberian dosis, kepatuhan pasien dan fleksibilitas
dalam formulasi. Obat yang mudah diserap dari saluran gastrointestinal (GIT) dan memiliki
setengah pendek nyawa dihilangkan dengan cepat dari sirkulasi sistemik. Dosis obat yang
sering diperlukan untuk mencapai aktivitas terapi yang sesuai. Untuk menghindari
pembatasan ini, pengembangan formulasi pelepasan terkontrol oral yang berkelanjutan adalah
upaya untuk melepaskan obat secara perlahan ke dalam saluran pencernaan (GIT) dan
mempertahankan konsentrasi obat yang efektif dalam sirkulasi sistemik untuk waktu yang
lama. Setelah pemberian oral, pemberian obat seperti itu akan dipertahankan di dalam
lambung dan melepaskan obat dengan cara yang terkontrol, sehingga obat tersebut dapat
disuplai terus menerus ke tempat penyerapannya di saluran pencernaan (GIT) . Sistem
pengiriman obat ini menderita terutama dua kesulitan: waktu retensi lambung pendek (GRT)
dan waktu pengosongan lambung pendek (GET) yang tidak dapat diprediksi, yang dapat
mengakibatkan pelepasan obat yang tidak lengkap dari bentuk sediaan di zona penyerapan
(lambung atau bagian atas usus kecil) yang mengarah ke berkurangnya kemanjuran dosis
yang diberikan . Untuk memformulasikan bentuk sediaan rilis terkontrol yang diberikan
secara oral, diinginkan untuk mencapai waktu tinggal lambung yang lama dengan pemberian
obat. Retensi lambung yang lama meningkatkan ketersediaan hayati, meningkatkan durasi
pelepasan obat, mengurangi limbah obat, dan meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut
dalam lingkungan pH tinggi.Juga waktu retensi lambung yang lama (GRT) dalam perut dapat
bermanfaat bagi aksi lokal di bagian atas usus kecil mis pengobatan tukak lambung, dll.
Faktor-faktor yang mengontrol retensi gastrik dari bentuk dosis : Anatomi dan fisiologi
lambung mengandung parameter yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan bentuk
sediaan gastroretentif. Untuk melewati katup pilorik ke usus kecil ukuran partikel harus
dalam kisaran 1 hingga 2 mm. Parameter paling penting yang mengontrol waktu retensi
lambung (GRT) dari bentuk sediaan oral meliputi: kepadatan, ukuran dan bentuk sediaan,
asupan makanan dan sifatnya, kandungan kalori dan frekuensi asupan, postur, jenis kelamin,
usia, jenis kelamin, tidur , indeks massa tubuh, aktivitas fisik dan keadaan orang yang sakit
(misalnya penyakit kronis, diabetes dll) dan pemberian obat dengan dampak pada waktu
transit gastrointestinal misalnya obat yang bertindak sebagai agen antikolinergik (misalnya
atropin, propantheline), opiat (misalnya kodein ) dan agen prokinetik (misalnya
metclopramide, cisapride.).Berat molekul dan lipofilisitas obat tergantung pada keadaan
ionisasi juga merupakan parameter penting.
Hasil dan pembahasan :
1)Obat-obatan yang aktif secara lokal di perut, mis. misroprostol, antasida, dll.
2) Obat yang memiliki jendela serapan sempit di saluran pencernaan (GIT) mis. L-DOPA,
asam para aminobenzoic, furosemide, riboflavin, dll.
3) Obat-obatan yang tidak stabil di lingkungan usus atau kolon mis. kaptopril, ranitidin HCl,
metronidazole.
4) Obat-obatan yang mengganggu mikroba kolon normal misalnya antibiotik terhadap
Helicobacter pylori.
5) Obat-obatan yang menunjukkan kelarutan rendah pada nilai pH tinggi mis. diazepam,
chlordiazepoxide, verapamil HCl.
1)Obat-obatan yang memiliki kelarutan asam yang sangat terbatas, mis. fenitoin, dll.
2) Obat-obatan yang mengalami ketidakstabilan di lingkungan lambung mis. erythromycin
dll.
3) Obat-obatan yang ditujukan untuk pelepasan selektif di usus besar mis. 5- asam salisilat
amino dan kortikosteroid dll.
1)Ketersediaan hayati agen terapeutik dapat ditingkatkan secara signifikan terutama bagi
mereka yang dimetabolisme di GIT atas dengan pendekatan pemberian obat gastroretentif ini
dibandingkan dengan pemberian pengiriman obat non-gastroretentif. Ada beberapa faktor
yang berbeda terkait dengan penyerapan dan transit obat dalam saluran gastrointestinal (GIT)
yang bertindak bersamaan untuk mempengaruhi besarnya penyerapan obat [54] .
2) Untuk obat dengan waktu paruh yang relatif singkat, pelepasan berkelanjutan dapat
mengakibatkan flip - gagal farmakokinetik dan juga memungkinkan pengurangan frekuensi
dosis dengan peningkatan kepatuhan pasien.
3) Mereka juga memiliki keunggulan dibandingkan sistem konvensional mereka karena
dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan waktu retensi lambung (GRT) serta waktu
pengosongan lambung (GET). Karena sistem ini diharapkan tetap apung pada cairan lambung
tanpa mempengaruhi tingkat penggunaan intrinsik karena kepadatan curahnya lebih rendah
daripada cairan lambung.
4) Pemberian obat gastroretentif dapat menghasilkan pelepasan obat yang berkepanjangan
dan berkelanjutan dari bentuk sediaan yang memanfaatkan terapi lokal di lambung dan usus
kecil. Karena itu mereka berguna dalam pengobatan gangguan yang berhubungan dengan
lambung dan usus kecil.
5) Pengiriman obat dalam bentuk dosis gastroretentif yang terkontrol dan lambat memberikan
aksi lokal yang cukup di tempat yang sakit, sehingga meminimalkan atau menghilangkan
paparan sistemik obat-obatan. Pemberian obat spesifik situs ini mengurangi efek samping
yang tidak diinginkan.
6) Bentuk sediaan gastroretentif meminimalkan fluktuasi konsentrasi dan efek obat. Oleh
karena itu, efek samping tergantung konsentrasi yang berhubungan dengan konsentrasi
puncak dapat disajikan. Fitur ini sangat penting untuk obat dengan indeks terapeutik yang
sempit [55].
7) Pemberian obat gastroretentif dapat meminimalkan aktivitas kontra dari tubuh yang
mengarah pada efisiensi obat yang lebih tinggi.
8) Pengurangan fluktuasi konsentrasi obat memungkinkan untuk mendapatkan peningkatan
selektivitas dalam aktivasi reseptor.
9) Mode berkelanjutan pelepasan obat dari bentuk dosis Gastroretentive memungkinkan
perpanjangan waktu selama konsentrasi kritis dan dengan demikian meningkatkan efek
farmakologis dan meningkatkan hasil kimia.
Kesimpulan :
Berdasarkan literatur yang disurvei, dapat disimpulkan bahwa pemberian obat gastroretentif
menawarkan berbagai potensi keuntungan untuk obat dengan bioavailabilitas yang buruk
karena penyerapannya terbatas pada saluran pencernaan bagian atas (GIT) dan dapat
diberikan secara efisien sehingga memaksimalkan penyerapannya dan meningkatkan
ketersediaan hayati absolut. Karena kompleksitas parameter farmakokinetik dan
farmakodinamik, studi in vivo diperlukan untuk menetapkan bentuk dosis opsional untuk
obat tertentu
Daftar pustaka :
Garg R, Gupta GD. Progress in controlled gastroretentive delivery systems. Trop. J Pharm
Res 2008; 7(3): 1055-66.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu farmasi dalam bidang teknologi sediaan farmasi semakin
pesat. Penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan formula dan bentuk
sediaan baru untuk dapat mengatasi keterbatasan absorbsi dan bioavaibilitas di
dalam tubuh.
Diltiazem merupakan golongan benzoatiazepin penghambat kanal kalsium
dan termasuk antiaritmia kelas IV. Diltiazem HCl diberikan secara oral untuk
pengobatan angina pektoris dan hipertensi. Pemerian serbuk hablur atau hablur
kecil putih; tidak berbau; melebur pada suhu 210oC disertai peruraian.
Kelarutannya mudah larut dalam kloroform, dalam metanol, dan dalam air;
agak sukar larut dalam etanol mutlak; tidak larut dalam eter (Depkes RI, 1995).
Tablet diltiazem HCl diabsorbsi baik di dalam lambung dan mengalami first
pass metabolism di hati. Diltiazem HCl memiliki waktu paruh yang pendek yakni
3-4 jam dan perlu dikonsumsi 3-4x sehari untuk tetap mempertahankan tekanan.
Suatu sediaan lepas lambat dirancang untuk melepaskan obat secara lambat
dan memberi suatu cadangan obat selama terus-menerus dalam waktu yang lama
(Shargel and Yu, 2005). Bentuk sediaan ini bertujuan untuk mencegah absorbsi
obat yang sangat cepat, yang dapat mengakibatkan konsentrasi puncak obat dalam
plasma sangat tinggi (Remington, 2006).
sekitar 40% dengan konsentrasi plasma yang berbeda antar individu. Senyawa ini
dikeluarkan dalam bentuk metabolit melalui urin (35 %) dan feses (60 %)
(sweetman, 2009).
9. antibakteri.
Menurut USP XXXII tahun 2009 sediaan dengan pelepasan yang dimodifikasi
(modified release dosage form) dibedakan atas pelepasan yang diperpanjang
(extended release) dan lepas tunda (delayed release). Sediaan dengan pelepasan
yang diperpanjang adalah bentuk sediaan yang memungkinkan frekuensi
pemberiannya dapat dikurangi paling sedikit dua kali dibandingkan terhadap
pemberian bentuk sediaan konvensional. Sediaan lepas tunda adalah sediaan yang
melepaskan zat aktifnya pada waktu yang tertunda. Sediaan lepas tunda ditujukan
untuk mendapatkan efek lokal di usus atau untuk melindungi lambung dari efek
yang tidak diinginkan.
Sediaan pelepasan diperpanjang terdiri dari dua jenis, yaitu sustained release
(sustained action = prolong action) atau sediaan lepas lambat dan controlled
release (time release) atau pelepasan terkendali. Pelepasan terkendali adalah
sediaan yang dapat memberikan kendali terhadap pelepasan zat aktif dalam tubuh.
Sistem ini berusaha mengendalikan konsentrasi zat aktif dalam jaringan atau sel
target (Robinson, 1976).
Persyaratan utama agar sediaan dapat mengapung adalah bobot jenis sediaan
harus lebih kecil dari bobot jenis kandungan lambung (Hanum, 2011).
Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut
(Hanum, 2011) :
1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghalang gel
kohesif.
2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung (1,004-
1,010).
3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.
Ada beberapa cara membuat sediaan dengan sistem mengapung yaitu :
Disolusi
Disolusi merupakan proses melarutnya zat padat dalam medium pelarut
yang akan dipengaruhi oleh zat padat tersebut dan medium pelarutnya. Disolusi
dilakukan untuk meramalkan ketersediaan biologis obat di dalam tubuh. Prinsip
disolusi adalah menentukan jumlah bahan obat yang terlarut dalam selang waktu
tertentu (Abdou, 1989; Banakar, 1992).
Bila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, ada dua
kemungkinan yang akan berfungsi sebagai pembatas kecepatan yaitu kelarutan
bahan berkhasiat dari sediaan padat dan kecepatan disolusi. Obat yang larut dalam
air akan melarut dengan cepat, kemudian akan berdifusi secara pasif ataupun
dengan transpor aktif yang merupakan penentu kecepatan absorbsi obat melalui
saluran cerna. Obat yang kelarutannya kecil, kecepatan disolusi merupakan
penentu absorbsi obat melalui saluran cerna (Abdou, 1989).
Dalam menentukan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat
berbagai macam proses yaitu karakteristik fisika sediaan, proses pembasahan
sediaan, kemampuan penetrasi medium disolusi ke dalam sediaan, proses
pengembangan, proses desintegrasi, deagregasi sediaan, dan lain-lain (Sinko,
2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi (Abdou, 1989)
a. Kecepatan pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi, jika
pengadukan cepat maka lapisan difusi kecil sehingga kecepatan disolusi
bertambah.
b. Viskositas medium
Viskositas medium yang besar akan memberikan koefisien difusi yang kecil
sehingga laju disolusi menurun.
c. pH medium
sLaju disolusi senyawa yang bersifat asam lemah akan meningkat dengan
naiknya pH medium dan laju disolusi basa lemah turun dengan meningkatnya
pH. Untuk zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium
tidak mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percovaan invitro
sangat penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di
sepanjang saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju
disolusi.
d. Suhu medium
Kelarutan obat sangat tergantung pada suhu medium sehingga pengontrolan
suhu proses disolusi sangat penting. Biasanya suhu 37 ± 0,50C dipertahankan
selama proses disolusi sediaan padat dan supositoria. Jika suhu naik maka
viskositas akan menurun sehingga koefisien difusi akan naik dan laju disolusi
akan semakin meningkat.
atau bahan lain yang inert dan transparan, bagian bawah bundar, tinggi 160-
175 mm, diameter 98-100 mm, bervolume 1000 ml dilengkapi tutup,
dicelupkan ke dalam penangas air, keranjang logam berbentuk selinder, motor
penggerak yang memutar keranjang dengan kecepatan yang dapat diatur.
Tablet atau kapsul yang di uji dimasukkan ke dalam keranjang.
2. Metoda Dayung (metoda II)
Metoda ini dapat menanggulangi beberapa kerugian dari metoda basket, tetapi
membutuhkan ketelitian yang tinggi dalam hal geometri pendayungnya.
Peralatan pada metoda ini sama dengan metoda basket, kecuali keranjang
diganti dengan pengaduk yang berbentuk pendayung, dan cara pelaksanaannya
sama dengan metoda basket.
W mg
BJ nyata =
V(ml)
W
BJ tablet=
V
Amoksisilin dalam bentuk sediaan konvensional memiliki waktu tinggal yang singkat di
lambung sehingga konsentrasinya lebih rendah di dalam ambung. Waktu tinggal yang
diperpanjang dari bahan antimikroba merupakan hal yang diinginkan untuk memberikan
pemberantasan yang lebih efektif terhadap Helicobacter pylori (Pandit, 2010). Untuk
mengatasi masalah tersebut dan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat, sistem
penghantaran obat yang diperlambat dengan waktu tinggal yang diperpanjang di dalam
lambung dapat digunakan. Bentuk sediaan gastroretentive (GRDFs) dirancang untuk
dipertahankan di lambung untuk waktu yang diperpanjang dan untuk melepaskan zat
aktifnya, sehingga memungkinkan obat dipertahankan dan diperpanjang pada bagian atas
saluran pencernaan (Lakshmi, 2012).
Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS) merupakan sediaan lepas lambat. Salah satu
bentuk Gastroretentive Drug Delivery System adalah sistem mukoadhesif, sediaan dapat
terikat padapermukaan sel epitel lambung atau mukosa dan menyebabkan waktu tinggal obat
lebih lama di tempat absorbsi (Irawan, 2011).Sediaan mukoadhesif dapat dibuat
menggunakan polimer alam, semi sintesis maupun sintesis.
Adapun jenis evaluasi yang akan dilakukan pada sediaan granul gastroretentive mukoadhesif
ini adalah uji wash off. Di mana uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul
melekat pada mukosa lambung selama 2 jam.
PELAKSANAAN PENELITIAN:
Dari hasil uji kadar air diperoleh persentase kadar air dari kesepuluh formula granul
mukoadhesif yakni antara 3,00%-9,55%. Dari sepuluh formula, hanya formula IV yang
memenuhi persyaratan uji kadar air, yakni tidak lebih dari 3%. Kadar air terendah dimiliki
oleh granul FIV, sedangkan kadar air tertinggi dimiliki oleh granul FIIC. Dimana kadar air
yang kecil menandakan formula tersebut cenderung akan lebih stabil dalam penyimpanan.
Sedangkan kadar air yang besar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
Tinggi rendahnya kadar air dipengaruhi oleh lama pengeringan. Lama pengeringan
dipengaruhi oleh kebasahan granul saat dikeringkan. Pada penelitian ini granul dikeringkan
dalam oven selama 4 jam pada suhu 60oC. Selain itu, kondisi alat pengering (oven) yang
sering dibuka juga mempengaruhi hasil.
Uji daya mukoadhesif granul dilakukan dengan metode uji wash off, di mana uji wash
off inidilakukan untuk melihat kemampuan granul melekat pada mukosa selama 2 jam. Uji
tersebut dilakukan dengan menggunakan jaringan mukosa lambung dan HCl 0,1 N sebagai
medium karena granul yang dibuat ditujukan sebagai sediaan mukoadhesif di lambung.
Dari hasil uji wash off, tidak ada satupun formula yang melekat pada mukosa
lambung sampai 2 jam, hanya ada beberapa formula yang melekat sampai 90 menit.
Perlekatan tertinggi sampai pada menit 90 dimiliki oleh Formula IB yakni 20%, kemudian
Formula IC 7,5%, Formula IA 5% dan Formula IIB dan Formula IIC 2,5%. Seluruh formula
yang dibuat dengan menggunakan polimer mukoadhesif memiliki perlekatan yang lebih baik
dibanding dengan formula yang dibuat tanpa menggunakan polimer mukoadhesif. Ini
menunjukkan bahwa hidroksi propel metil selulosa (HPMC), metil selulosa (MC) dan etil
selulosa (EC) merupakan bahan polimer yang memiliki daya mukoadhesif.
Formula granul yang dibuat dengan menggunakan HPMC sebagai polimer memiliki
daya mukoadhesif yang lebih baik dibanding dengan formula granul yang dibuat dengan
menggunakan metil selulosa dan etil selulosa sebagai polimer. Hal itu disebabkan HPMC
memiliki kecepatan hidrasi yang lebih terkontrol sehingga hidrasi yang berlebihan dan
pembentukan mucilago licin yang dapat dengan formula yang dibuat tanpa menggunakan
polimer mukoadhesif. Ini menunjukkan bahwa hidroksi propel metil selulosa (HPMC), metil
selulosa (MC) dan etil selulosa (EC) merupakan bahan polimer yang memiliki daya
mukoadhesif.
Formula granul yang dibuat dengan menggunakan HPMC sebagai polimer memiliki
daya mukoadhesif yang lebih baik dibanding dengan formula granul yang dibuat dengan
menggunakan metil selulosa dan etil selulosa sebagai polimer.
Hal itu disebabkan HPMC memiliki kecepatan hidrasi yang lebih terkontrol sehingga
hidrasi yang berlebihan dan pembentukan mucilago licin yang dapat membuat granul mudah
lepas dari mukosa dapat dicegah (Majithya, et al, 2008).
Uji disolusi dilakukan untuk semua formula mengunakan alat disolusi tipe 2 (tipe
dayung) dengan kecepatan 50 rpm. Medium yang digunakan adalah larutan HCl 0,1 N,
karena uji in vitro yang dilakukan disesuaikan dengan pH di mana obat tersebut diharapkan
terlepas dengan suhu medium yang dipertahankan pada 37 ± 0,5o C, disesuaikan dengan suhu
tubuh manusia.
Untuk menghitung jumlah amoksisilin yang terdisolusi, dibuat kurva baku amoksisilin
dalam medium disolusi yang digunakan. Larutan amoksisilin yang dibuat dalam medium
disolusi memberikan nilai panjang gelombang maksimum yakni 272 nm. Persamaan kurva
baku yang diperoleh yakni y = 0,0032x - 0,0039 dengan nilai r = 0,998.
Hasil uji disolusi memperlihatkan bahwa dari kesepuluh formula yang dibuat hanya
ada tiga formula yang menunjukkan pelepasan obat secara lambat (yakni FIA, FIB dan FIC),
sementara tujuh formula lainnya (yakni FIIA, FIIB, FIIC, FIIIA, FIIIB, FIIIC dan FIV) tidak
memperlihatkan pelepasan obat secara lambat karena pada menit 15 obat yang terlepas
berkisar antara 92% - 105%, di mana pada kisaran konsentrasi tersebut obat hampir terlepas
semua atau bahkan sudah terlepas semua.
Tiga formula yang menunjukkan pelepasan obat secara lambat (yakni FIA, FIB dan
FIC), merupakan formula yang dibuat dengan menggunakan HPMC 40%, 50% dan 60%
secara berturut-turut. Formula IA melepaskan obat sebanyak 66,02 % pada menit 15 dan
110,40% pada 3 jam atau 180 menit. Formula IB melepaskan obat sebanyak 55,77 % pada
menit 15 dan 104,01% pada 3 jam atau 180 menit. Formula IC melepaskan obat sebanyak
58,65 % pada menit 15 dan 108,14% pada 3 jam atau 180 menit. Formula IB merupakan
formula yang paling lambat melepaskan obat dibanding formula IC dan formula IA.
1. Berdasarkan daya mukoadhesif melalui uji wash off, tidak ada formula granul yang
melekat sampai 2 jam, hanya formula IA, IB, IC dan IIC yang masih melekat sampai pada
menit 90.
2. Formula IB dibuat dengan HPMC 50% sebagai polimer merupakan formula dengan daya
mukoadhesif yang paling baik dibanding formula yang lain.
3. Berdasarkan hasil uji disolusi, hanya formula IA, IB dan IC yang menunjukkan pelepasan
obat yang lambat.
4. Formula yang paling lambat dalam melepaskan obat adalah formula IB dengan HPMC
50% sebagai polimer, di mana obat terlepas sebanyak 55,76 % dalam 15 menit dan 104,01%
pada 3 jam atau 180 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, E.D, dan Farhana. Optimasi Chitosan dan Natrium Karboksimetilselulosa sebagai
Sistem Mucoadhesive pada Tablet Teofilin. Majalah Farmasi Indonesia: Fakultas Farmasi
Universitas Jember. 2001
Pandit, Vinay, et al. Gastroretentive Drug Delivery System of Amoxicillin: Formulation and
In Vitro Evaluation. Dept. of Pharmaceutics, Al- Ameen College of Pharmacy, Bengalooru:
India. 2010
I. PENDAHULUAN
Pemberian oral adalah metode yang paling nyaman dari pemberian obat dan
berhubungan dengan kepatuhan pasien lebih baik dibandingkan dengan mode lainnya
(Hofman A et al; 2004). Sekitar 50% dari sistem pengiriman obat yang tersedia di pasar
adalah sistem pemberian obat oral. Suatu penyerapan oral obat sering terbatas karena
singkat waktu retensi lambung (GRT), yaitu waktu yang dibutuhkan untuk isi perut
memasuki usus kecil (Shargel dan Andrew, 1999).
Obat-obatan yang mudah diserap dari GIT dan memiliki paruh pendek
dieliminasi cepat dari sirkulasi darah, sehingga mereka memerlukan dosis yang
berulang. Untuk menghindari kelemahan ini, formulasi pelepasan berkelanjutan yang
dikendalikan telah dikembangkan dalam upaya untuk melepaskan obat secara perlahan
ke dalam GIT dan menjaga konsentrasi obat yang efektif dalam serum untuk jangka
waktu yang lama (Ma et al., 2008).
Ketika obat diformulasikan dengan polimer gel membentuk seperti derivatif
semisintetik dari selulosa, akan mengembang dalam cairan lambung dengan bulk
density kurang dari satu dan mengapung dalam cairan lambung, dan memperpanjang
GRT (Patel et al., 2006). Selain itu, karena setiap dosis terdiri dari banyak sub-unit,
risiko dosis dumping berkurang (Gadadet al., 2009). Waktu pengosongan adalah aset
berharga untuk bentuk sediaan, yang berada di perut untuk jangka waktu yang panjang
daripada dosis konvensional dengan merancang obat yang pelepasannya terkendali
untuk penyerapan yang lebih baik dan meningkatkan bio-avabilitas.Bentuk sediaan
meningkatkan bio-ketersediaan, memiliki masalah stabilitas pembubaran dan / atau di
kecil Distribusi seragam bentuk-bentuk beberapa dosis satuan sepanjang GIT bisa
mengakibatkan penyerapan obat lebih direproduksi dan mengurangi risiko iritasi lokal;
ini menjadikan pelepasan obat dikontrol dan menyebabkan gastro dapat menyimpan
microspheres, meningkatkan bio-avabilitas , memiliki masalah stabilitas pembubaran
dan / atau di kecil
cairan usus, menjadi lokal efektif dalam perut, diserap hanya di perut dan / atau bagian
atas dari usus (Sharma dan Pawar, 2006).
Pengosongan lambung dari bentuk sediaan adalah proses yang sangat variabel
dan kemampuannya untuk memperpanjang dan mengontrol waktu pengosongan adalah
aset berharga untuk bentuk sediaan, yang berada di perut untuk jangka waktu yang
panjang daripada dosis konvensional kesulitan forms. Distribusi seragam bentuk-bentuk
beberapa dosis satuan sepanjang GIT bisa mengakibatkan penyerapan obat lebih
direproduksi dan mengurangi risiko iritasi lokal; ini melahirkan pengiriman obat
dikontrol lisan dan menyebabkan pengembangan gastro dpt menyimpan
microspheres.This mengambang mengambang bentuk sediaan meningkatkan bio-
ketersediaan, memiliki masalah stabilitas pembubaran dan atau dalam cairan usus
kecil, yang secara lokal efektif dalam perut, yang diserap hanya di perut dan atau
bagian atas dari usus (Sharma dan Pawar, 2006).
lambung memiliki empat fungsi utama regions. utama fundus dan tubuh
penyimpanan, sedangkan dari cardia adalah mencampur atau grinding. Lambung
berfungsi untuk menyimpan makanan, mencerna makanan dan memberikan makanan
ke usus kecil dan selanjutnya diolah oleh usus kecil.
Kedua mekanisme saraf dan hormon mengontrol sekresi asam lambung dan
kontraksi otot polos di dinding lambung. Acara di sekresi lambung terjadi dalam tiga
fase tumpang tindih; fase cephalic, fase lambung dan fase usus.
PENGOSONGAN LAMBUNG
1. Tahap I (fase basal) berlangsung 40-60 menit dengan kontraksi langka.
2. Tahap II (fase preburst) berlangsung selama 40 sampai 60 menit dengan potensial
aksi intermiten dan kontraksi. Sebagai fase berlangsung intensitas dan frekuensi
juga meningkatkan secara bertahap.
3. Tahap III (meledak fase) berlangsung selama 4 sampai 6 menit. Ini termasuk
kontraksi intens dan teratur untuk waktu yang singkat. Hal ini karena gelombang
ini bahwa semua bahan tercerna adalah menyapu keluar dari perut ke usus kecil.
Hal ini juga dikenal sebagai gelombang pembantu rumah tangga.
4. Tahap IV berlangsung selama 0-5 menit dan terjadi antara fase III dan I dari 2
siklus berturut-turut.
PRODUK GRDDS
Bilayer tablet
Sebuah tablet bilayer dapat disiapkan mengandung satu lapisan segera-release
dan satu berkelanjutan-release lapisan. Setelah dosis awal yang disampaikan oleh
pelepasan lapisan segera, rilis lapisan berkelanjutan menyerap cairan lambung dan
membentuk penghalang gel koloid di permukaannya. Ini menghasilkan bulk density
kurang dari cairan lambung dan sisa-sisa apung dalam perut untuk jangka waktu
(Altaf et al., 2008) Bilayer tablet ditunjukkan pada Gambar 6.
Sebuah sistem pengiriman obat gastrointestinal (Gids) dapat dibuat untuk mengapung
di perut dengan memasukkan ruang pengapungan, yang mungkin menjadi vakum atau
diisi dengan gas berbahaya (Rahman et al., 2006) .Sebuah waduk obat dirumuskan
dalam mikro yang kompartemen dengan lubang di bagian atas dan dinding bawah.
Dinding perifer dari kompartemen waduk obat benar-benar disegel untuk mencegah
kontak langsung dari permukaan mukosa lambung dengan obat larut. Dalam perut
ruang pengapungan menyebabkan Gids untuk mengapung dalam cairan lambung.
Cairan masuk melalui lubang, melarutkan obat, dan carry dan zat terlarut obat dari
sistem pengiriman obat untuk transportasi dikendalikan untuk usus untuk penyerapan
(Bolourtchian et al., 2008).
9. Lebih baik efek terapi obat paruh pendek dapat dicapai (Reymond et al., 1986).
mikro berongga disusun oleh pelarut difusi dan penguapan metode untuk
menciptakan inti berongga. Polimer dilarutkan dalam pelarut organik dan obat ini baik
dilarutkan atau didispersikan dalam larutan polimer. Larutan yang mengandung obat
tersebut kemudian emulsi ke dalam fase berair yang mengandung polivinil alkohol
untuk minyak bentuk dalam emulsi air. Setelah pembentukan emulsi yang stabil,
pelarut organik diuapkan baik dengan meningkatkan suhu di bawah tekanan atau
dengan pengadukan terus menerus. Penghapusan mengarah pelarut curah hujan
polimer di o / w antarmuka tetesan, membentuk rongga dan dengan demikian
membuat mereka berongga untuk memberikan sifat mengambang (Basavaraj et al.,
2008).
KESIMPULAN
Tujuan dari setiap sistem pengiriman obat adalah untuk memberikan sejumlah
terapi obat ke situs yang tepat dalam tubuh dan juga untuk mencapai dan
mempertahankan konsentrasi plasma yang diinginkan dari obat untuk jangka waktu
tertentu. Namun, rilis lengkap dari obat, lebih pendek waktu tinggal dari bentuk sediaan
di lead GIT atas ke bawah lisan bio-ketersediaan. keterbatasan seperti bentuk sediaan
konvensional harus membuka jalan ke era sistem pengiriman obat dikontrol dan novel.