Nim : 201804066 / 2B
1. Gangguan jiwa adalah Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang
ditunjukkan pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan
disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari
penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat
A. Kelompok gejala atau perilaku (yang bermakna) dan dapat ditemukan secara klinis
B. Disertai dengan penderita (distress) pada kebanyakan kasus
C. Berkaitan dengan terganggunya fungsi (disfungsi)
D. Gangguan jiwa tidak berdiri sendiri berkaitan dengan tubuh dan kondisi tubuh atau
fisik
E. Pemeriksaan fisik-psikis
F. Evaluasi secara komprehensif
2. Diagnosa pasien berupa diagnosis multiaksial sesuai dengan PPDGJ III yaitu :
Aksis V : Global Assesment of functioning (GAF) dengan rentang 40-31 dengan arti adanya
disabilitas dalam hubungan realita dan komunikasi serta disabilitas berat dalam beberapa
fungsi.
Pembahasan :
Berdasarkan riwayat gangguan pasien, ditemukan adanya riwayat pola perilaku dengan
gejala yang menimbulkan penderitaan (distress) dan menimbulkan disabilitas (disability) dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian berdasarkan PPDGJj III dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita gangguan jiwa
Diagnosis gangguan mental organik (F00-F09) dapat disimpulkan karena dari anamnesis
tidak didapatkan adanya riwayat pasien dengan kejang atau epilepsy serta riwayat penyakit
serta DM, asma, dll. Yang disangkal oleh keluarga. Berdasarkan hasil pemeriksaan juga tidak
dapat ditemukan adanya gejala kelainan organik.
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) disingkirkan
karena disangkal oleh keluarga pasien.
Berdasarkan gejala yang diamati diagnosis mengarah pada gangguan skizofrenia (S20).
Tetapi untuk menegakkan harus memenuhi kriteria berdasarkan diagnostic and statisical
manual of mental disorders 4 th edition (DSM - IV)
b. penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi
c. pernah mengalami psikotrik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut.
d. tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoaktid, gangguan mood mayor,
autism, atau gangguan organic.
Pada kasus ini pasien di diagnosiskan sebagai gangguan skizofrenia paranoid (F20.0). hal
ini harus dibedakan dengan kondisi gangguan waham lain seperti gangguan skizoafektif (F25).
Untuk pelaksanaan pasien diberikan obat-obatan yang masuk dalam antipsikotik 2 risperidone
2x2 mg tablet dan olanzapine 2x5mg tablet untuk menekan gejala psikotik yang timbul obat-obatan
yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol
halusinasi, delusi, dan perubahan pola pikir yang terjadi pada skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien. Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini yaitu
antipsikotik konfensional atau tipikal dan antipsikotik antipikal.
Dalam melakukan observasi dan wawancara terhadap pasien skizofrenia ditemui kesulitan
terkait ketidakpatuhan pasien dalam meminum obatnya terutama setelah pasien rawat jalan. Hal ini
terlihat dari kembalinya pasien untuk dirawat inap kembali ke rumah sakit jiwa dalam rentang waktu
yang sigkat setelah sebelumnya pasien dibolehkan untu pulang / rawat jalan. Selain itu, dari keterangan
keluarga pasieen yang mengatakan bahwa pasien tidak meminum obatnya disebabkan penyangkalan
pasien terhadap penyakitnya.untuk penanganan pasien skizofrenia dibutuhkan tidak hanya berupa
terapi yang berupa obat-obatan melainkan juga harus disertai pemberian terapi psikologis untu
mempercepat pemulihan kondisi pasien.