Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa terimakasih
ucapan kepada dosen Gawat Darurat dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun bertujuan agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang Perawatan Di Lapangan yang kami sajikan berdasarkan berbagai sumber.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik an saran yang membangun. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk
saran dan kritiknya.
Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................2
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN.................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................................................3
2.1 PELAYANAN KESEHATAN DI PENGUNGSIAN.........................................................................3
2.2 ASSESMENT....................................................................................................................................31
2.3 DESAIGN SHELTERING................................................................................................................43
2.4 IMPLEMENTASI.............................................................................................................................51
2.5 MONEY.............................................................................................................................................52
2.6 EXIT STRATEGI..............................................................................................................................55
BAB III........................................................................................................................................................57
PENUTUP...................................................................................................................................................57
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................................................57
3.2 SARAN..............................................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................59
BAB I
PENDAHULUAN
Apapun pola pengungsian yang ada akibat bencana tetap menimbulkan masalah
kesehatan. Masalah kesehatan berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya
kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menyebabkan perkembangan beberapa penyakit
menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga memengaruhi pemenuhan kebutuhan
gizi seseorang serta akan memperberat proses terjadinya penurunan daya tahan tubuh terhadap
berbagai penyakit.
Pengambilan keputusan yang efektif dan efisien dalam merespon bencana mutlak
ditopang oleh informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak
benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat (tidak
efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan sumberdaya dan sumberdana (tidak
efisien). Selain kebenaran dan ketepatan, informasi harus up to date. Pengambil keputusan harus
menggunakan informasi terbaru dan real-time. Jika informasinya using, juga bisa dipastikan
keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat (tidak efektif), juga sangat
dimungkinkan menghambur-hamburkan sumberdaya dan sumberdana (tidak efisien). Oleh
karena itu diperlukan system penggalian informasi (assessment) yang baku dan efektif bagi
LPB/MDMC sebagai salah satu pengambil keputusan saat tanggap darurat bencana.
Sebagai profesional yang terlibat dalam penyediaan shelter bagi masyarakat terdampak
bencana, penting untuk menjelaskan makna shelter dalam konteks kemanusiaan. Istilah ‘shelter'
memang sangat luas, mencakup semuanya dari tempat berlindung sementara dari badai, misalnya
di bawah pohon, hingga ke tenda, gubuk, gedung publik, atau rumah. Hampir semua objek fisik
yang dapat digunakan untuk berlindung dari marabahaya dapat disebut sebagai shelter. Yang
paling penting juga, shelter adalah sebuah proses, dan seringnya disebut sebagai proses
penyediaan 'shelter' (sheltering), hal ini sama pentingnya dengan objek shelter itu sendiri.
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
Apapun pola pengungsian yang ada akibat bencana tetap menimbulkan masalah
kesehatan. Masalah kesehatan berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada
buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menyebabkan perkembangan
beberapa penyakit menular.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga memengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi
seseorang serta akan memperberat proses terjadinya penurunan daya tahan tubuh terhadap
berbagai penyakit.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan di pengungsian sering tidak memadai akibat dari
tidak memadainya fasilitas kesehatan, jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan,
terbatasnya tenaga kesehatan. Kondisi ini makin memperburuk masalah kesehatan yang
akan timbul. Penanggulangan masalah kesehatan di pengungsian merupakan kegiatan
yang harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu serta terkoordinasi baik secara
lintasprogram maupun lintas-sektor.
1. Pelayanan pengobatan
2. Pelayanan imunisasi
Bagi pengungsi khususnya anak-anak, dilakukan vaksinasi campak tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya. Adapun kegiatan vaksinasi lainnya tetap
dilakukan sesuai program untuk melindungi kelompokkelompok rentan dalam
pengungsian.
Kesehatan Ibu dan Anak (pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan pasca-
keguguran)
Keluarga berencana (KB)
Deteksi dini dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS
Kesehatan reproduksi remaja
4. Pelayanan gizi
Tujuannya meningkatkan status gizi bagi ibu hamil dan balita melalui pemberian
makanan optimal. Setelah dilakukan identifikasi terhadap kelompok bumil dan balita,
petugas kesehatan menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi.Pada
bayi tidak diperkenan diberikan susu formula, kecuali bayi piatu, bayi terpisah dari
ibunya, ibu bayi dalam keadaan sakit berat.
Kegiatan promosi kesehatan dilakukan melekat pada kegiatan kesehatan lainnya. Standar
minimal mencakup:
1. Pelayanan kesehatan
a) Pelayanan kesehatan masyarakat Berfungsi untuk mencegah pertambahan
(menurunkan) tingkat kematian dan jatuhnya korban akibat penyakit
1. Menggunakan standar pelayanan puskesmas
2. 1 (satu) Pusat Kesehatan Pengungsi untuk 20.000 orang
3. 1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang
b) Kesehatan reproduksi Kegiatan yang harus dilaksanakan mencakup:
1. Keluarga Berencana (KB)
2. Kesehatan Ibu dan Anak: pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan
pasca keguguran
3. Deteksi dini dan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS
4. Kesehatan reproduksi remaja
c) Kesehatan jiwa
1) Vaksinasi
Sebagai prioritas pada situasi pengungsian, bagi semua anak usia 6 bulan – 15
tahun menerima vaksin campak dan vitamin A dengan dosis yang tepat.
3) Manajemen kasus
4) Surveilans
Dilakukan terhadap beberapa penyakit menular dan bila menemukan kasus
penyakit menular, semua pihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian,
harus melaporkan kepada Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten sebagai penanggung jawab pemantauan dan pengendalian.
Apabila kamp penampungan diatur dengan baik dan memiliki sanitasi, air dan
suplai makanan standar yang cukup, kondisi kesehatan dapat disamakan dengan populasi
pada umumnya. Namun, penyediaan standar kesehatan yang lebih tinggi bagi penduduk
di pengungsian dibandingkan dengan populasi secara umum harus dihindari, kecuali
terdapat alasan medis yang jelas.
Apabila pengungsi dalam jumlah besar dikondisikan untuk tetap tinggal di penampungan
sementara untuk jangka panjang, terutama di daerah yang tidak terlayani dengan baik
oleh fasilitas kesehatan yang ada, maka pengaturan khusus harus diadakan.
Potensi munculnya penyakit menular yang sangat erat kaitannya dengan faktor risiko,
khususnya di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi,
adalah:
Penyakit Campak
Penyakit Diare
Penyakit Pnemonia
Penyakit Malaria
Pencegahan penyakit diare dapat dilakukan sendiri oleh para pengungsi, antara
lain:
3. Mencari masalah lain, seperti, kurang gizi, adanya darah dalam tinja diare
lebih dari 14 hari. Selain diperiksa status dehidrasinya harus pula diperiksa
gejala lainnya untuk menentukan adanya penyakit lain seperti adanya
darah dalam tinja, panas, kurang gizi dan lain sebagainya. (Lihat Lampiran
15.)
Bila tinja penderita mengandung darah berarti penderita mengalami
disentri yang memerlukan pengobatan antibiotik.
Bila penderita diare 14 hari atau lebih berarti menderita diare persisten
dan perlu diobati.
Bila penderita panas (>38°C) dan berumur >2 bulan dapat diberikan
obat penurun panas.
Bila didaerah tersebut endemik malaria dan anak ada riwayat panas
sebelumnya dapat diberikan pengobatan sesuai program malaria.
Keterangan lengkap tentang masalah lain lihat pada gambar tatalaksana
penderita diare.
B. Pertolongan penderita Diare di rumah tangga dan tempat pengungsian
1. Berikan segera oralit atau cairan yang tersedia di rumah dan tempat
pengungsian, seperti air teh, tajin, kuah sayur dan air sup.
2. Teruskan pemberian makanan seperti biasa, tidak pedas dan tidak
mengandung serat.
3. Bawalah segera ke pos kesehatan terdekat atau ke Puskesmas terdekat, bila
ada suatu tanda sebagai berikut:
Diare bertambah banyak/sering
Muntah berulang-ulang
Ada demam
Tidak bisa minum dan makan
Kelihatan haus sekali
Ada darah dalam tinja
Tidak membaik sampai 2 hari
C. Pertolongan penderita Diare di sarana kesehatan atau pos kesehatan
Pada fase ini Tim Reaksi Cepat melakukan kesipasiagaan yang berupa
kegiatan yang dilakukan terus menerus dengan kegiatan utamanya:
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
utama kematian bayi dan anak balita. Kematian tersebut diakibatkan oleh penyakit
Pneumonia berat yang tidak sempat terdeteksi secara dini dan mendapat
pertolongan tepat dari petugas kesehatan.
Klasifikasi penyakit ISPA pada anak usia 2 bulan sampai belum dilanjutkan.
Anak yang mempunyai salah satu ‘tanda bahaya’, harus segera dirujuk ke
Puskesmas/Rumah Sakit secepat mungkin:
Catatan: Bila anak tidak mungkin diberi antibiotika oral (misalnya anak tidak
bisa minum atau tidak sadar), harus dipakai antibiotika perenteral (suntikan).
Kalau tidak ada petugas yang bisa memberikan suntikan, rujuklah secepat
mungkin tanpa pemberian antibiotika dosis pertama.
Pengeringan
Pengaliran
Pembersihan lumut
Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah perkembangan larva nyamuk
Anopheles sundaicus, yang merupakan vektor utama malaria di daerah
pantai. Larva nyamuk ini suka hidup pada lumut di lagun-lagun daerah
pantai. Dengan pembersihan lumut ini, maka dapat mencegah
perkembangan nyamuk An. sundaicus.
1. Anamnesa
Pada anamnesa sangat penting diperhatikan, adalah:
Keluhan utama, adanya:
a. Demam
b. Menggigil
c. Berkeringat
d. Dapat disertai oleh sakit kepala, mual atau muntah atau disertai
oleh gejala khas daerah, seperti diare pada balita dan nyeri otot
atau pegal-pegal pada orang dewasa
Riwayat bepergian 1 – 2 minggu yang lalu kedaerah malaria
Riwayat tinggal didaerah malaria
Pernah menderita malaria (untuk mengetahui imunitas)
Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria (untuk mengetahui
pernah mendapat obat pencegahan atau pengobatan terapeutik)
2. Pemeriksaan fisik
Suhu 38ºC
Adanya pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hati (hepatomegaly)
Anemia
3. Pengambilan sediaan darah
Puskesmas Pembantu dapat melakukan pengambilan sediaan darah dan
dikirim ke Puskesmas untuk pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa malaria
Secara klinis (tanpa pemeriksaan laboratorium): malaria klinis
ringan/tanpa komplikasi dan malaria klinis berat/dengan komplikasi.
Secara Laboratorium (Dengan pemeriksaan sediaan darah):
a. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi
o Malaria Falciparum (Tropika), disebabkan oleh parasit
plasmodium falciparum
o Malaria Vivax/Ovale (Tertiana, disebabkan oleh parasit
plasmodium vivax/ovale)
o Malaria Malariae, disebabkan oleh parasit plasmodium
falciparum
b. Malaria berat/komplikasi, disebabkan oleh parasit plasmodium
falciparum.
5. Diagnosa banding
Diagnosis banding untuk penyakit malaria, antara lain:
Demam tifoid
Demam terus menerus 5 – 7 hari dengan keluhan abdominal (diare,
obstipasi) lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia,
limfositosis relatif.
Demam dengue
Demam lebih 5 hari, disertai manifestasi sakit kepala, nyeri tulang,
perdarahan pada kulit (patehai, purpura, hematom).
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut)
Penyakit yang disertai dengan gejala batuk, beringus, dan sakit
menelan.
6. Pengobatan malaria klinis
a. Anamnesa
Adanya gejala malaria ringan disertai dengan gejala malaria
berat/dengan komplikasi di atas.
Riwayat bepergian/tinggal didaerah malaria 1 – 2 minggu yang
lalu.
Riwayat pernah dapat pengobatan malaria.
Riwayat pernah menderita malaria.
Pernah dikunjungi oleh orang yang datang dari daerah malaria.
b. Pemeriksaan Fisik
Temperatur 40º C.
Nadi cepat dan lemah / kecil
Frekuensi nafas 35 x per menit pada orang dewasa atau >40 x per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 x per menit.
Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas berkurang,
lidah kering, produksi urine berkurang).
Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan
pucat, lidah pucat dan lain-lain).
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguri sampai dengan uria.
Terlihat mata kuning.
Tanda-tanda perdarahan di kulit (peteki, purpura, hematom).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilaksanakan di Pustu, petugas Pustu mengambil sediaan
darah untuk diperiksa di Puskesmas.
d. Diagnosa Malaria Berat
Ditemukan Plamodium falciparum asexual dengan salah satu
manifestasi malaria berat, tanpa penyakit lain yang tidak
menyebabkan manifestasi diatas.
e. Diagnosa Banding
Meningitis/ensefalitis
Stroke (gangguan cerebro vaskuler)
Hepatitis
Leptospirosis
Tipoid ensefalitis
Adanya gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran
dan tanda-tanda tifoid lainnya.
Sepsis Adanya demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan
kesadaran, gangguan sirkulasi, lekositosis dengan toksik granula
didukung hasil biakan mikrobiologi.
Gagal ginjal
f. Pengobatan
1. Tindakan Umum
Persiapan penderita malaria berat sebelum dirujuk ke Puskesmas
atau Rumah Sakit.
o Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan, nutrisi dan
perawatan umum).
o Ukur suhu, nadi, nafas dan tekanan darah/tensi setiap 30 menit..
2. Pemberian obat anti-malaria
Sebelum penderita dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit
bila memungkinkan dilakukan pengobatan sebagai berikut: Kina
HCl 25% (1 ampul berisi 500ml/2cc) Sebelum dirujuk, 1 ampul
Kina HCl, dosis 10 mg/kg BB dilarutkan dalam 500 ml dektrose
5% diberikan selama 8 jam diulang dengan cairan yang sama
setiap 8 jam sampai penderita sadar atau dapat minum obat.
Apabila tidak dapat dilakukan infus, Kina HCL dapat juga
diberikan secara intramuskuler tiap 8 jam pada dosis yang sama
dengan pemberian intravena (infus).
3. Tindakan komplikasi organ umum
Apabila ada kejang-kejang, tindakan Phenobarbital (luminal) 100
mg intramuskuler 1 kali atau Diazepam 10 – 20 mg
(intramuskuler/intravenus).
g. Prognosa
o Prognosa malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan
ketepatan dan kecepatan pengobatan.
o Prognosa malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih
baik daripada kegagalan 2 fungsi organ.
o Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah >50%.
o Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ adalah
>75%.
o Kepadatan parasit lebih 100.000 mortalitas >1%, kepadatan
500.000 mortalitas lebih 50%.
h. . Rujukan Penderita
1. Tingkat rujukan
Semua penderita malaria berat dirujuk ke Puskesmas atau RS
Kabupaten/Kota
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk ke Rumah Sakit
paling kurang maupun dirujuk ke Puskesmas rawat inap.
2. Cara merujuk
Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang
berisi tentang diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang
telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
Apabila dibuat preparat sediaan darah malaria harus
diikutsertakan.
1.4.4. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Campak
a. Pencegahan penyakit Campak pada bencana
Pada dasarnya upaya pencegahan penyakit campak adalah
pemberian imunisasi pada usia yang tepat. Pada saat bencana,
kerawanan terhadap penyakit ini meningkat karena:
1) Memburuknya status kesehatan, terutama status gizi anak-anak.
2) Konsentrasi penduduk pada suatu tempat/ruang (pengungsi).
3) Mobilitas penduduk antar wilayah meningkat (kunjungan
keluarga).
4) Cakupan imunisasi rendah yang akan meningkatkan kerawanan
yang berat.
Oleh karena itu pada saat bencana tindakan pencegahan terhadap
penyakit campak ini dilakukan dengan melaksanakan imunisasi,
dengan kriteria:
3. Langkah-Langkah Penyelidika
Penetapan diagnosa.
Mencari kasus tambahan dengan pelacakan lapangan, informasi
semua kepala desa, ketua kelompok pengungsi dan keluarga di
daerah bencana.
Membuat grafik penderita berdasarkan waktu kejadian kasus.
Membuat pemetaan kasus.
Menetapkan daerah dan kelompok yang banyak penderita.
Menetapkan daerah atau kelompok yang terancam penularan,
karena alasan kemudahan hubungan dan alasan rendahnya
cakupan imunisasi.
Melaksanakan upaya pencegahan dan melaksanakan sistem
tatalaksana penderita campak.
Seperti diketahui air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan, demikian juga
dengan masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air bersih yang
memadai untuk memelihara kesehatannya. Bilamana air bersih dan sarana sanitasi telah
tersedia, perlu dilakukan upaya pengawasan dan perbaikan kualitas air bersih dan sarana
sanitasi.
Tujuan utama perbaikan dan pengawasan kualitas air adalah untuk mencegah
timbulnya risiko kesehatan aki-bat penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan.
Pada tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih bagi
pengungsi perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh
terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare,
typhus, scabies dan penyakit lainnya.
Bila sumber air bersih yang digunakan untuk pengungsi berasal dari
sumber air permukaan (sungai, danau, laut, dan lain-lain), sumur gali,
sumur bor, mata air dan sebagainya, perlu segera dilakukan pengamanan
terhadap sumber-sumber air tersebut dari kemungkinan terjadinya pence-
maran, misalnya dengan melakukan pemagaran ataupun pemasangan
papan pengumuman dan dilakukan perbaikan kualitasnya.
Bila sumber air diperoleh dari PDAM atau sumber lain yang cukup jauh
dengan tempat pengung-sian, harus dilakukan pengangkutan dengan mobil
tangki air.
Mata Air
Tempat penampungan air di lokasi pengungsi dapat berupa tangki air yang
dilengkapi dengan kran air. Untuk mencegah terjadinya antrian yang panjang dari
pengungsi yang akan mengambil air, perlu diperhatikan jarak tangki air dari tenda
pengungsi minimum 30 meter dan maksimum 500 meter.
Untuk keperluan penampungan air bagi kepentingan sehari hari keluarga
pengungsi, sebaiknya setiap keluarga pengungsi disediakan tempat penampungan
air keluarga dalam bentuk ember atau jerigen volume 20 liter.
Bilamana air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik
maupun bakteriologis dapat dilakukan upaya perbaikan mutu air seprti
berikut:
Cara Penggunaan:
Cara Penggunaan:
2. Desinfeksi Air
Kaporit (Ca(OCl)2)
1) Air yang telah dijernihkan dengan tawas atau PAC perlu dilakukan
desinfeksi agar tidak mengandung kuman patogen. Bahan
desinfektan untuk air yang umum digunakan adalah kaporit (70%
klor aktif).
2) Kaporit adalah bahan kimia yang banyak digunakan untuk
desinfeksi air karena murah, mudah didapat dan mudah dalam
penggunaanya.
3) Banyaknya kaporit yang dibutuhkan untuk desinfeksi 100 liter air
untuk 1 KK (5 orang) dengan sisa klor 0,2 mg/liter adalah sebesar
71,43 mg/hari (72 mg/hari).
Kadar klor harus tetap dipertahankan agar tetap 2 kali pada kadar
klor di kran terakhir (rantai akhir), yaitu 0,6 – 1 mg/liter air.
2. Pada distribusi air (tahap penyaluran air), seperti di mobil tangki air
perlu dilakukan pemeriksaan kadar sisa klor.
3. Pada akhir distribusi air, seperti di tangki penampungan air, bila air
tidak mengandung sisa klor lagi perlu dilakukan pemeriksaan bakteri
Coliform.
a) Sisa klor
Pemeriksaan dilakukan beberapa kali sehari pada setiap tahapan
distribusi untuk air yang melewati pengolahan
b) Kekeruhan dan pH
Pemeriksaan dilakukan mingguan atau bilamana terjadi perubahan
cuaca, misalkan hujan.
c) Bakteri E. coli tinja
Pemeriksaan dilakukan mingguan disaat KLB diare dan periode
emergency dan pemeriksaan dilakukan bulanan pada situasi yang
sudah stabil dan pada periode paska bencana.
1. Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat
menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh jamban yang sederhana
dan dapat disediakan dengan cepat adalah jamban kolektif (jamban jamak).
Pada awal pengungsian:
1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 orang
Pemeliharaan terhadap jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan
lakukan desinfeksi di area sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol
dan lain-lain.
2. Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan
jamban darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai
tidak lebih dari 20 orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang
Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi disarankan:
o Ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita
o Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30 meter dari
sumber air.
o Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang
jamban agar tidak menjadi tempat berkembang biak lalat
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya sanitasi pengelolaan sampah, antara lain:
1) Pengumpulan Sampah
o Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah keluarga
atau sekelompok keluarga
o Disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah
dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau, untuk itu dapat
digunakan potongan drum atau kantung plastik sampah ukuran 1 m x 0,6
m untuk 1 – 3 keluarga
o Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat hunian
o Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3(tiga) hari harus sudah
diangkut ke tempat pembuangan akhir atau tempat pengumpulan
sementara.
2) Pengangkutan Sampah Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan gerobak
sampah atau dengan truk pengangkut sampah untuk diangkut ke tempat
pembuangan akhir.
3) Pembuangan Akhir Sampah Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan
dengan beberapa cara, seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian
atau parit dengan ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan panjang 1 meter
untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi pembuangan
akhir harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air 10
meter.
4) Pengawasan dan Pengendalian Vektor
Jenis vektor yang perlu mendapatkan perhatian di lokasi pengungsi adalah
lalat, tikus serta nyamuk. Upaya yang dilakukan berupa:
Pembuangan sampah/sisa makanan dengan baik
Bilamana diperlukan dapat menggunakan insektisida
Tetap menjaga kebersihan individu selama berada di lokasi pengungsi
Penyediaan sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan pembuangan
sampah yang baik
Kebiasaan penanganan makanan secara higienis
1) Pengelolaan Lingkungan
Menghilangkan tempat perindukan vektor seperti genangan air,
tumpukan sampah
Bersama sama pengungsi melakukan :
1) Memberi tutup pada tempat sampah
2) Menimbun sampah yang dapat menjadi sarang nyamuk
3) Membuat saluran air limbah
4) Menjaga kebersihan lingkungan
5) Membersihkan dan menjaga kebersihan jamban
2) Pengendalian dengan bahan kimia
Dilakukan dengan cara penyemprotan, pengasapan/pengkabutan
diluar tenda pengungsi dengan menggunakan insektisida
Penyemprotan dengan insektisida sedapat mungkin dihindari dan
hanya dilakukan untuk menurunkan populasi vektor secara drastis
apabila dengan cara lain tidak memungkinkan
Frekuensi penyemprotan, pengasapan/peng-kabutan serta jenis
insektisida yang digunakan sesuai dengan rekomendari dari Dinas
Kesehatan setempat
1. Pengumpulan data
B. Kegiatan di Puskesmas
Adanya rekomendasi dari hasil kajian analisis data oleh tim epidemiologi
diharapkan dapat menetapkan rencana kegiatan korektif yang efektif dan efisien
sesuai dengan kebutuhan. Rencana kegiatan korektif ini tentunya dapat menekan
peningkatan penyakit khususnya penyakit menular di lokasi bencana yang
akhirnya menekan angka kematian akibat penyakit pada pasca bencana.
Data yang dikumpulkan adalah data antropometri yang meliputi, berat badan,
tinggi badan dan umur untuk menentukan status gizi, dikumpulkan melalui survei
dengan metodologi surveilans atau survei cepat.
Disamping itu diperlukan data penunjang lainnya seperti, diare, ISPA, Pneumonia,
campak, malaria, angka kematian kasar dan kematian balita. Data penunjang ini
diperoleh dari sumber terkait lainnya, seperti survei penyakit dari P2PL. Data ini
digunakan untuk menentukan tingkat kedaruratan gizi dan jenis intervensi yang
diperlukan.
4.7.3. Penapisan
Penapisan dilakukan apabila diperlukan intervensi PMT darurat terbatas dan PMT
terapi. Untuk itu dilakukan pengukuran antropometri (BB/TB) semua anak untuk
menentukan sasaran intervensi. Pada kelompok rentan lainnya seperti bumil,
buteki dan usila, penapisan dilakukan dengan melakukan pengukuran Lingkar
Lengan Atas/LILA.
Untuk keperluan surveilans gizi pengungsi, beberapa hal yang perlu disiapkan
adalah:
a. Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atau tenaga pelaksana gizi)
yang sudah mendapat latihan khusus penanggulangan gizi dalam keadaan
darurat. Jumlah petugas pelaksana gizi minimal tiga orang tenaga gizi terlatih,
agar surveilans dapat dilakukan secepat mungkin. Tenaga pelaksana gizi ini
akan bekerja secara tim dengan surveilans penyakit atau tenaga kedaruratan
lainnya.
b. Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar, pemantauan dan evaluasi:
o Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulan data dasar dan
screening/penapisan; dan juga formulir untuk pemantauan dan evaluasi
secara periodik.
o Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompok umur golongan rawan
lainnya. Untuk balita diperlukan timbangan berat badan (dacin/salter), alat
ukur panjang badan (portable), dan medline (meteran).
o Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).
o Jika memungkinkan disiapkan komputer yang dilengkapi dengan sistem
aplikasi untuk pemantauan setiap individu.
3. Melakukan kajian data surveilans gizi dengan mengintegrasikan informasi dari
surveilans lainnya (penyakit dan kematian).
2. ASSASEMENT
Asesmen adalah identifikasi atas sebuah analisis dari situasi tertentu yang menjadi
landasan bagi sebuah proyek, program, atau kegiatan.
Periode asesmen
o Situasi normal.
o Situasi bencana/konflik.
Catatan Penting
Asesmen bertujuan mencari tahu apakah suatu intervensi diperlukan atau tidak, bukan
mengidentifikasi (sebuah) intervensi.Di setiap fase bencana, proses asesmen dapat
dilakukan dengan sarana dan tujuan yang berbeda.Hal yang sering terjadi, asesmen
diberikan saat akan dilakukan intervensi. Tujuannya adalah agar pemberian bantuan yang
bermanfaat, tepat sasaran dan tepat manfaat.
Asesmen dilakukan setelah terjadi perubahan besar, seperti gempa bumi atau
terjadi pengungsian mendadak. Asesmen memberikan informasi tentang kebutuhan,
jenis intervensi/bantuan yang memungkinkan, dan sumber daya yang dibutuhkan.
Asesmen cepat (rapid assessment) biasanya hanya berlangsung seminggu atau kurang,
dilanjutkan dengan detail assessment.Informasi yang dibutuhkan, antara lain lokasi,
jumlah penduduk sebelum bencana alam/konflik, jumlah korban (yang meninggal,
terluka, dan mengungsi), tingkat keparahan wilayah, pihak terkait yang akan/sudah
memberikan bantuan, situasi keamanan dan keselamatan, kebutuhan yang paling
mendesak per lokasi, fasilitas yang tersedia (air bersih dan pengadaan pangan) dan
lokasinya, serta narahubung (contact person).
B. Detail Assessment
C. Continual Assessment
Normalnya, asesmen pada saat tanggap darurat mengikuti siklus yang ada (lihat
gambar di bawah).
2.4. Ringkasan Dari Pendekatan yang Digunakan Dalam Setiap Jenis Asesmen
secara reguler
melalui
periode operasi.
Mengulas
1) Informasi Sekunder
Data yang merupakan informasi yang telah dikumpulkan, baik itu dari komponen
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maupun organisasi lain. Data
sekunder dapat berupa informasi mengenai keadaan pada waktu yang telah lalu maupun
saat ini. Data ini bisa dalam bentuk tulisan (laporan dan lainnya) ataupun lisan (diskusi
dan lainnya). Buatlah ulasan dan analisis dari data sekunder yang ada untuk membantu
Anda memutuskan sebuah asesmen perlu dilaksanakan atau tidak. Periksa laporan media,
hubungi agensi kemanusiaan lainnya dan pemerintah, tanyakan pula orang-orang yang
baru saja kembali dari lokasi yang terkena dampak. Kemudian rumuskan beberapa hal di
bawah ini.
Kondisi alami dari bencana (atau saat bencana cenderung akan terjadi).
Keadaan yang mendesak.
Ketidakjelasan informasi.
Anda bisa memutuskan melakukan asesmen dengan beragam alasan sebagai berikut ;
Di sebuah perubahan mendadak terjadi bencana, seperti banjir bandang atau tanah
longsor.
Anda merasakan kondisi darurat akan terjadi pada masa yang akan datang, contohnya
meningkatnya ketidakstabilan politik atau timbul kekeringan.
Anda membutuhkan informasi lengkap mengenai kondisi darurat yang ada.
Anda bahkan harus dapat memutuskan untuk tidak melaksanakan asesmen dengan
beragam alasan, seperti berikut ini ;
Jika kebutuhan terhadap asesmen telah diputuskan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
sebelum turun ke lapangan, antara lain sebagai berikut ;
Jika diperlukan, buatlah kerangka acuan. Jelaskan dengan tepat hal yang diharapkan dari
tim asesmen dalam melaksanakan tugas.
b. Tentukan tipe asesmen yang akan digunakan, asesmen cepat (rapid), detail (detailed),
atau lanjutan (continual).
c. Putuskan Perlu atau Tidaknya Melibatkan Mitra dari Luar
Putuskan asesmen akan dilakukan sendiri atau melibatkan PMI dengan mitra dari luar
(asesmen gabungan). Akan ada kemungkinan terjadi pelaksanaan asesmen gabungan
dengan organisasi lain (pemerintah atau NGO) atau dengan perusahaan dalam satu
grup perusahaan. Ini mengingat kerja sama tersebut memiliki manfaat sebagai berikut.
Terciptanya kerja sama dan koordinasi dalam perencanaan dan implementasi proyek.
Efisiensi sumber daya, termasuk pembagian tugas dan jumlah orang yang dibutuhkan
dalam asesmen.
Pengurangan kelelahan dalam asesmen. Ada berbagai cara membagi tugas selama
melakukan asesmen gabungan, yakni.
Agensi/pihak organisasi kemanusiaan, seperti PMI atau lainnya, yang memiliki
spesialisasi tertentu akan membagi tugasnya. Sebagai contoh, asesmen lapangan dan
koordinasi tim dari agensi tersebut menilai persediaan air dan akses kesehatan,
sementara UNICEF (Badan Internasional PBB yang menangani anak-anak) menilai
kebutuhan pendidikan dari pengungsi anak-anak.
Agensi dengan spesialisasi yang sama membagi wilayah secara geografis. Sebagai
contoh, perusahaan distribusi makanan A dan perusahaan logistik B telah membagi
area asesmen dengan tujuan menilai kebutuhan pangan. Asesmen gabungan akan
sesuai apabila.
• Setiap organisasi yang berpartisipasi berbagi hal tentang nilai yang ada dan prinsip
operasional.
• Setiap organisasi yang berpartisipasi menggunakan metodologi yang sama atau
sesuai. Dalam kondisi bencana, beberapa hal akan membuat asesmen gabungan tidak
berjalan baik. Sebagai contoh,
• Asesmen tersebut merupakan mandat khusus, seperti penanganan korban konflik
agama/SARA.
• Nilai-nilai organisasi dan prinsip tidak sama.
• Kolaborasi merusak prinsip-prinsip netralitas dan imparsial.
• Setiap organisasi bahkan individu merasakan kecurigaan.
Salah satu tugas ketua tim adalah mempelajari laporan dari data sekunder untuk mencari
informasi tentang
• Latar belakang informasi dari area yang dikunjungi.
• Informasi secara langsung yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan dalam
kerangka acuan.
• Informasi tentang penyebab dan dampak dari bencana yang terjadi. Data sekunder dapat
membantu membuat ide awal atas dugaan permasalahan. Data ini juga berguna
merencanakan wawancara untuk pertama kali di lapangan. Sebagai contoh, jika lahan
pertanian terkena kekeringan, hendaknya Anda mendiskusikan kerugian tanam dengan
petani.
Ini bergantung pada informasi yang telah ada (yang dapat dipercaya dan objektif) dari
asesmen.
Asesmen seharusnya memilih daerah yang bisa mewakili lokasi yang terkena bencana.
Namun, kemungkinan ini sangat jarang dapat dilakukan dalam kondisi darurat. Hal
tersebut dapat menyebabkan metode statistik menjadi tidak layak dilakukan karena alasan
waktu dan akses. Oleh karena itu, gunakan data sekunder untuk mengidentifikasi area dan
populasi yang cocok dengan kriteria di bawah ini.
• Prioritas 1
Area dan populasi yang terkena dampak langsung. Sebagai contoh, pilihlah sebuah lokasi
gempa atau area konflik militer, atau bahkan populasi yang terpaksa meninggalkan
rumah.
• Prioritas 2
Area dan populasi yang secara tidak langsung terkena bencana. Contohnya adalah sebuah
wilayah yang berdampak secara ekonomis dari konflik yang ditimbulkan wilayah
sekitarnya.
• Prioritas 3
Area dan populasi yang tidak terkena dampak atau berdampak kecil. Kondisi darurat di
tempat tersebut tidak memiliki dampak nyata terhadap masyarakat dan mata
pencahariannya (sangat berguna sebagai perbandingan dengan daerah yang terkena
bencana).
Dalam asesmen cepat (rapid) biasanya hanya dimungkinkan mengunjungi suatu wilayah
dan populasi dalam Prioritas 1, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pada asesmen
detail atau lanjutan, ketiga kategori proritas tersebut seharusnya dilakukan. Terkadang
saat melaksanakan asesmen cepat, perolehan akses pada area di Prioritas 1 tidak
memungkinkan. Jika ini masalahnya, cobalah menggali informasi dan bertanyalah kepada
orang-orang yang baru saja mengunjungi daerah tersebut.
Jelaskan alasan Anda memilih suatu area dalam laporan asesmen. Daftar area yang akan
dikunjungi mungkin berubah setelah kunjungan pertama ke lapangan. Dengan melakukan
kegiatan dan kunjungan ke lapangan, Anda akan mendapatkan gambaran tentang
permasalahan penting yang dihadapi pada beberapa daerah yang terkena dampak.
Mungkin bisa dilakukan kunjungan ke daerah lainnya. Apabila Anda telah memiliki
kerangka waktu yang jelas, berarti beberapa area lain dapat diabaikan dari daftar
kunjungan.
Jika rumah berada di beberapa jalan, tentukan jalan yang hendak dijadikan
sampel, kemudian hitung rumah-rumah seperti yang dijelaskan pada Langkah 2.
Jika memiliki data populasi, rumah tangga dapat dipilih secara acak dari nama-
nama yang ada di daftar data. Penyampelan Berdasarkan KebutuhanGunakan
penyampelan ini jika ada perbedaan signifikan di antara rumah tangga-rumah
tangga. Sebagai contoh, Anda ingin mewawancarai beberapa rumah tangga karena
ada yang berada di daerah pinggiran atau karena mereka memiliki mata
pencaharian yang berbeda. Ada dua cara pengambilan contoh untuk kasus
demikian.
Kelompok rumah tangga yang dituju berada di daerah tertentu dalam lingkungan
pedesaan atau perkotaan. Lakukan penyampelan acak, seperti yang dijelaskan
sebelumnya.
Kelompok rumah tangga yang dituju terpisah dengan desa atau kota. Dengan
memakai hasil sensus desa atau kota, Anda dapat mengidentifikasi rumah tangga-
rumah tangga yang dituju. Lakukan penyampelan acak dari data sensus tersebut.
Jika tidak ada data sensus, tanyakan informasi dari masyarakat setempat untuk
membantu mengidentifikasi jumlah rumah tangga berdasarkan kelompoknya.
9) Mengorganisir Data yang Ada
Tim asesmen menyusun sebuah daftar (checklist) informasi dan sumber daya yang
dibutuhkan sebelum pergi ke lapangan. Hal ini merupakan bagian penting dari asesmen,
yang berfungsi mengarahkan diskusi tim. Daftar berkaitan dengan spesifik asesmen.
Sebuah daftar standar asesmen tidak dibutuhkan karena beberapa hal di bawah ini ;
Tunjuk seseorang menjadi ketua dan tentukan formasi tim. Dapat juga mengikuti formasi
berikut.
• Generalis; satu orang atau lebih yang berpengalaman, tetapi tidak memiliki spesialisasi
teknis tertentu.
• Spesialis; satu orang atau lebih yang memiliki pengalaman spesifik dan keahlian.
• Multidisiplin; sekelompok spesialis mewakili seluruh sektor dalam tugas PMI (insinyur,
pekerja kesehatan, dan lain-lain).
Manfaat dan kelemahan tiga jenis formasi tim di atas dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini.
Spesialis Dapat mengidentifikasi masalah Bisa jadi hanya fokus pada isu
dengan cepat pada bidang yang yang diketahuinya saja sehingga
ditekuninya. mengabaikan hal lain secara
umum.
Masalah teknis dapat diketahui
dengan detail, sehingga Sulit untuk mengumpulkan
kebutuhan akan tindakan orangorangnya; sebab itu asesmen
lanjutan bisa dihindari. tidak sering dilakukan dengan
susunan tim ini.
Pengalaman yang beragam
memberikan dasar yang luas Mungkin tidak membutuhkan
untuk sebuah analisa banyak spesialis.
Pilihlah formasi tim yang sesuai berdasarkan situasi dan kondisi lapangan, terutama
kebutuhan jenis informasi apa saja yang ingin dikumpulkan. Setelah itu, pikirkan hal-hal
berikut.
• Jika memungkinkan, libatkan orang setempat. Libatkan seorang penerjemah untuk
setiap anggota tim yang tidak dapat berbahasa setempat.
• Usahakan melibatkan pria dan wanita di dalam tim.
• Terkadang sangat berguna jika melibatkan wakil populasi yang berasal dari area yang
terkena dampak.
• Semua orang bias; persepsi mereka berdasarkan latar belakang budaya, pengalaman,
pelatihan profesional, dan banyak lagi faktor lainnya. Waspada terhadap hal ini dan
cobalah meyakinkan perspektif tiap individu dalam tim untuk berimbang.Apabila
memungkinkan, sangat baik melibatkan staf yang berasal dari kantor setempat atau area
yang akan diasesmen. Artinya, asesmen dapat dilakukan lebih sering, hemat biaya (biaya
perjalanan dan lainnya), dan meningkatkan hubungan dalam melakukan asesmen,
mematangkan perencanaan proyek dan implementasi.
Prinsip-prinsip ini seharusnya diikuti selama bekerja di lapangan, yakni sebagai berikut.
Setiap hari kondisi di lapangan berbeda dan harus direncanakan dengan baik. Langkah-
langkah yang telah ditentukan tidak selamanya harus sesuai seperti rencana. Beberapa
langkah bisa dilakukan pada saat yang bersamaan jika jumlah tim asesmen cukup banyak.
Terkadang perlu mengulang beberapa langkah apabila terdapat hal yang bertentangan dan
tidak konsisten.
Berikut Langkah-Langkah Yang Biasa Dilakukan
1. Langkah 1
Rencana harian
Kegiatan di lapangan seharusnya direncanakan dengan hati-hati setiap hari. Tim
asesmen sebaiknya membuat persiapan (biasanya dilakukan pada malam hari).
Persiapan tersebut antara lain menyangkut.
• Lokasi yang dikunjungi;
• Daftar informasi yang dibutuhkan;
• Kesepakatan terhadap metode wawancara dan sumber informasi (dapat dilakukan
pada saat kegiatan berlangsung);
• Pembagian tanggung jawab (siapa yang melakukan wawancara).
2. Langkah 2
Bicara dengan pemerintah setempat
Dapatkan informasi melalui pemerintah setempat dan beberapa orang penting ketika
tiba di lokasi. Jelaskan siapa Anda, alasan kunjungan, dan metodologi yang akan
dilakukan. Akan sangat berguna apabila Anda memberikan kartu nama organisasi
kepada mereka karena ini memberikan bentuk transparansi dan pertanggungjawaban.
3. Langkah 3
Pengamatan
4. Langkah 4
Wawancara
Pilih individu (dari rumah tangga, sektor informal, dan lainnya) atau kelompok
(umum, mata pencaharian, sektor, dan lainnya) dengan tujuan mendapatkan informasi
yang dibutuhkan.
5. Langkah 5
Pertemuan tim
Tim asesmen harus bertemu secara reguler di lapangan selama melakukan asesmen
(saat siang atau sore hari). Ini untuk memberikan kesempatan berbagi pengalaman dan
kesepakatan apabila terjadi perubahan jadwal asesmen.
6. Langkah 6
Pertemuan dengan komunitas
Pada saat yang memungkinkan, buatlah pertemuan dengan perwakilan masyarakat di
akhir kegiatan asesmen. Jelaskan yang telah Anda kerjakan dan kesimpulan yang
dibuat. Namun, jangan membuat komitmen atau janji yang berkaitan dengan
pemberian bantuan.
a. Analisis
Analisis merupakan proses saat seluruh informasi yang diperoleh dari segala sumber
yang berbeda disatukan dan dipelajari. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan Anda
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam asesmen, antara lain sebagai berikut. Analisis
1. Apa Masalah Utamanya?
No. Masalah Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 dst.
2. Siapa yang Terkena Dampaknya?
No. Terdampak Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 dst.
3. Apa Kapasitas Dari Masyarakat yang Terkena Dampaknya?
No. Kapasitas Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 dst.
4. Apakah Ada Bantuan yang Tersedia?
No. Jenis Bantuan Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 dst.
5. Apakah Memerlukan Intervensi Dari Pemerintah/Organisasi/Perusahaan? Jika Ya,
Intervensi Seperti Apa yang Diminta?
No. Masalah Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 dst.
Satu pengecualian pada hal penting di atas, yakni perhatikan analisis informasi di
sektor-sektor tertentu. Jika sebuah tim asesmen tidak memiliki spesialis, informasi
yang ada dianalisis setelah asesmen selesai oleh seorang spesialis.
Generalis/nonspesialis sebaiknya tidak mencoba menganalis informasi yang spesifik
selama di lapangan karena akan menyebabkan kesalahan yang nyata dalam pemberian
informasi.Hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses analisis, antara lain
• Perbaikan kesalahan pada informasi yang diperoleh;
• Ringkasan dari informasi;
• Penyatuan informasi dari berbagai sumber untuk mencapai suatu kesimpulan;
Pembuatan proposal program.
b. Ketidaktepatan Informasi
• Apakah informasi yang diperoleh berbeda dengan yang didapat anggota tim asesmen
lain?
• Apakah informasi tersebut masuk akal, misalnya saat seseorang mengatakan kepada
Anda bahwa hasil panen gagal, sementara Anda melihat dengan jelas ada jagung hasil
panen di desa. Ini adalah kesalahan.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan di langkah pertama menuntun Anda untuk memikirkan
pertanyaan-pertanyaan baru guna dijawab atau mencari sumber informasi yang lain untuk
mengklarifikasinya. Dalam hal ini, pengamatan sering kali sangat dibutuhkan.
B. Langkah Kedua
Diskusikan temuan secara reguler dengan anggota tim, menyangkut hal-hal di bawah
ini.
• Selama di lapangan, bicarakan sekurang-kurangnya sekali selama berada di
lapangan (biasanya malam hari). Bandingkan informasi yang ada, diskusikan yang
tidak tepat dan kesepakatan untuk mengubah jadwal wawancara.
• Setiap hari setelah kerja di lapangan, diskusikan informasi yang ada dan berikan
kesimpulan.
• Setelah bekerja di lapangan, semua anggota tim bertemu guna membuat kesimpulan
akhir.
Langkah Ketiga
Memperhatikan alasan ketidaktepatan. Ada tiga hal yang biasa dan memungkinkan
hal ini terjadi, yakni
• Persepsi; selalu tidak ada jawaban yang benar. Interpretasi orangorang pada suatu
kejadian tergantung kondisi yang dialaminya.
• Akses mendapatkan informasi; beberapa orang lebih paham mengenai suatu hal
ketimbang orang lain.
• Kesalahpahaman; terkadang seseorang sengaja memberikan informasi yang tidak
sesuai. Tentukan apakah ketidaktepatan informasi akan berdampak pada kesimpulan
asesmen dan proposal untuk program-program selanjutnya atau tidak. Jika
ketidaktepatan bukan hal yang kritis untuk programprogram selanjutnya, cobalah
memperbaikinya, tetapi jangan membuang waktu terlalu lama. Jika tidak dapat
memperbaikinya, Anda seharusnya menempatkan sebuah catatan penjelasan di
laporan akhir.
Bagian ini menghadirkan sebuah format untuk rapid dan detail assessment. Untuk setiap
asesmen, susunlah sebuah laporan berdasarkan informasi yang diberikan. Angka yang
detail dari setiap informasi akan bergantung keadaan yang ada dari setiap
asesmen.Penting untuk menghadirkan kesimpulan dari sebuah asesmen sejelas mungkin.
Penggunaan format standar membantu pembaca mengetahui dengan cepat informasi,
sebagaimana mereka terbiasa dengan tampilannya.
Bagian 2
1. Latar belakang informasi
2. Tim asesmen: nama, organisasi, profesi/keahlian/jabatan setiap tim.
3. Lokasi yang dikunjungi: nama daerah dan jelaskan alasan dipilihnya.
3. DESIGN SHELTER
3.1 PENGERTIAN
Sebagai profesional yang terlibat dalam penyediaan shelter bagi masyarakat terdampak
bencana, penting untuk menjelaskan makna shelter dalam konteks kemanusiaan.
Istilah ‘shelter' memang sangat luas, mencakup semuanya dari tempat berlindung
sementara dari badai, misalnya di bawah pohon, hingga ke tenda, gubuk, gedung publik, atau
rumah. Hampir semua objek fisik yang dapat digunakan untuk berlindung dari marabahaya dapat
disebut sebagai shelter. Yang paling penting juga, shelter adalah sebuah proses, dan seringnya
disebut sebagai proses penyediaan 'shelter' (sheltering), hal ini sama pentingnya dengan objek
shelter itu sendiri.
Dalam konteks kemanusiaan istilah shelter merujuk secara khusus pada ruang fisik yang
dapat ditinggali oleh orang yang menjadi pengungsi akibat bencana. Ruang fisik yang digunakan
untuk shelter kemanusiaan sangat beragam bergantung pada faktor-faktor seperti konteks budaya
dan politik, ketersediaan struktur dan bahan, serta profil bencana.
Komunitas yang mencari shelter sesudah terjadi bencana mungkin akan ditampung oleh
keluarga dan teman, mungkin akan mengungsi ke bangunan publik, dalam tenda-tenda yang
tersebar atau kompleks penampungan, atau bahkan di puing-puing rumahnya sendiri. Bantuan
shelter dapat berbentuk aneka ragam, termasuk: shelter sementara, pusat penampungan kolektif,
rumah sewa, intervensi pasar, pelatihan, bahan bangunan, dll.
Yang tetap sama adalah hak atas shelter yang layak dan memadai, memastikan keluarga
terdampak dapat hidup dengan bermartabat dan selamat semenjak rumah/shelter mereka tidak
dapat dihuni hingga saat mereka dapat kembali atau berpindah ke rumah yang permanen dan
aman.
Hampir semua struktur fisik dapat digunakan untuk shelter, tetapi apa yang membuat
sebuah struktur dianggap sesuai untuk ditinggali manusia sementara yang lain dianggap tidak
sesuai atau tidak layak? Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat terdampak? Jawaban atas
pertanyaanpertanyaan tersebut dapat memberikan panduan bagi upaya penyediaan yang kita
lakukan.
Hal penting dalam shelter: Yang dibutuhkan oleh komunitas dari shelter
Keselamatan dari • Cuaca buruk - misalnya badai, banjir, kekeringan, gelombang panas
dan
gelombang dingin
• Bahaya sekunder - gempa susulan, penyakit menular
• Konflik sosial atau kerusuhan
• Pengusiran dan penggusuran (keamanan kepemilikan)
• Pelecehan, kekerasan atau ancaman kekerasan kepada individu,
termasuk
Kekerasan Berdasar Gender (GBV)
Dari tabel di atas, sudah jelas bahwa tugas penyediaan shelter untuk masyarakat
terdampak bukan sekadar penyediaan ruang fisik, akan tetapi lebih pada kerja bersama dengan
komunitas terdampak untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Hal ini berlaku bagi shelter perorangan dan keluarga, seiring dengan lingkungan dan
komunitasnya (pertimbangan permukiman). Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. tidak
selalu dapat dipenuhi sebuah program shelter itu sendiri, sehingga program shelter yang efektif
harus selalu dirancang sebagai komponen yang terintegrasi dalam tindak tanggap kemanusiaan
yang lebih luas. Kebutuhan khusus dapat didukung oleh sektor atau aktor yang berbeda. Ketika
kebutuhan-kebutuhan di atas tidak terpenuhi, masyarakat tetap membutuhkan bantuan shelter.
Sesuai kebudayaan
Fasilitas yang layak setempat
Sesuai iklim
2. Ramah Lingkungan
Ketika membantu komunitas dengan kebutuhan shelter mendesak, salah satu
pertimbangan penting adalah dampak tindakan kita terhadap lingkungan jangka pendek
dan jangka panjang. Dampak negatif terhadap lingkungan mungkin memiliki konsekuensi
yang tidak disangka-sangka, meletakkan mata pencaharian dalam risiko, atau
meningkatkan risiko bahaya di masa mendatang (misalnya risiko longsor akibat
pembalakan hutan).
Program shelter berukuran besar dengan skala masif dan kerangka waktu pendek
memiliki potensi dampak negatif yang besar juga terhadap lingkungan. Yang nampak
seperti solusi ramah lingkungan bagi satu rumah perorangan, misalnya atap rumbia atau
penggunaan kayu setempat, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan saat diterapkan
pada puluhan ribu shelter. Mendorong penggunaan solusi shelter yang beragam dapat
mengurangi dampak terhadap lingkungan. Jika shelter dapat menggunakan material yang
sumbernya ramah
lingkungan, lihat isu lingkungan - lintas sektoral untuk rincian lebih lanjut. Jika
memungkinkan, bantuan shelter harus dapat digunakan kembali, dapat dikemas kembali,
dapat didaur ulang atau mudah terurai secara alamiah.
Kualitas material
Pilihan kualitas material akan memastikan bahwa bantuan shelter yang
diberikan mempertahankan integritas struktur yang cukup untuk perkiraan jangka
waktu huni dari shelter tersebut. Distribusi produk yang lebih tahan lama dan dapat
digunakan kembali, dijual, atau dipindahkan, dapat membantu sebuah keluarga dalam
masa peralihan ke shelter permanen meskipun harus diimbangi kecepatan
implementasi dan biaya keseluruhan.
Untuk memastikan kelayakan kualitas material, sangat baik untuk bekerja
sama dengan komunitas dan ahli teknik setempat dalam mendefinisikan spesifikasi
minimum dan pemeriksaan kontrol kualitas sederhana. Pada kasus saat pengadaan
berbasis komunitas diterapkan (lihat hal. 73 untuk informasi tambahan mengenai
implementasi berbasis komunitas), mungkin akan dibutuhkan pelatihan rumah tangga
mengenai kualitas material
atau bekerja dengan pemasok untuk memastikan standar minimum dipatuhi.
Daya Tahan
Dalam penyediaan bantuan shelter, daya tahan material harus dipertimbangkan
daya tahan bergantung pada pilihan material, kualitas material, pertimbangan
rancangan, dan kualitas konstruksi. Bantuan yang diberikan harus dirancang untuk
bertahan selama yang diperlukan oleh keluarga terdampak sebelum mereka bisa
memperoleh perumahan permanen yang aman. Jika ini tidak memungkinkan,
beberapa tahapan bantuan mungkin akan dibutuhkan selama proses shelter berjalan.
Strategi pemeliharaan
Jika shelter diperkirakan akan dihuni untuk waktu yang cukup lama, penting untuk
bekerja
sama dengan anggota komunitas dan para ahli di bidang teknis untuk merancang
strategi pemeliharaan. Agar efektif, strategi seperti ini menggunakan material dan
keahlian setempat, berbiaya rendah, didokumentasikan dengan baik dan
didistribusikan dalam komunitas.
5. Sesuai Iklim
Satu pertimbangan penting dalam memastikan bahwa shelter layak dan nyaman
adalah efek iklim terhadap pilihan material dan rancangan. Variasi berdasarkan
wilayah dapat sangat berpengaruh dan dapat berdampak besar pada kenyamanan
penghuni shelter pascabencana sehingga menimbulkan kebutuhan akan bantuan
shelter. Karena beberapa keluarga mungkin harus tinggal dalam shelter selama lebih
dari satu tahun, pastikan shelter sesuai dengan perubahan iklim yang terjadi sepanjang
tahun.
a. Jarak dan ketinggian dari permukaan air laut
Laut berfungsi sebagai penyeimbang yang mengurangi fluktuasi suhu antara
siang dan malam. Semakin jauh suatu daerah dari laut baik dalam hal jarak maupun
ketinggian akan meningkatkan fluktuasi/perubahan suhu antara siang dan malam.
Komunitas yang tinggal di lereng pegunungan mengalami malam yang dingin dan
siang hari yang panas dibandingkan iklim pantai yang lebih stabil.
b. Jarak dari garis khatulistiwa
Jarak sebuah lokasi dari garis khatulistiwa atau kutub bumi akan memengaruhi
variasi suhu dari musim ke musim. Variasi berdasar musim, fluktuasi suhu dan pola
cuaca dapat secara drastis mengubah kebutuhan shelter dan harus dipertimbangkan
dalam menentukan jenis bantuan dan modalitas implementasi yang sesuai
Design Program
1 Kaji kebutuhan shelter saat ini dan tujuan shelter di masa mendatang bagi
masyarakat terdampak bencana
10 Berdasarkan jumlah rumah tangga yang dituju untuk dibantu, dan modalitas
implementasi, perekrutan tim lengkap beserta transportasi dan sumber daya lain
yang diperlukan
1) pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk "ayo gotong royong resik-resik;
2) Posyandu (darurat) lansia di lokasi pengungsian dengan kegiatan pendataan lansia
pengukuranbberat badan lansia, pengisian KMS Lansia, pemeriksaan tekanan darah
lansia, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan kadar kolesterol;
3) Senam lansia;
4) Pembekalan "Pesan Sehat" perorangan, keluarga dan lingkungan pasca bencana;
5) Advokasi Pelaksanaan Posyandu Balita;
6) Melakukan kemitraan
Kesimpulan :
Promosi kesehatan dalam keadaan bencana sangat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan
kesehatan para penyintas di barak pengungsian. Pelibatan pengunsi dalam kegiatan promosi
kesehatan sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program.
5. MONEY
Dalam Pasal 5 UU No. 24/2007 ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bertanggung jawab dalam penyelengaraan penanggulangan bencana. Tangungjawab ini antara
lain diwujudkan dan ditegaskan dalam Pasal 6 huruf (e) dan (f), yaitu dalam bentuk
pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang memadai, dan pengalokasian anggaran belanja dalam bentuk dana siap
pakai. Pendanaan dalam RENAS PB ini hanya terkait untuk penyelenggaraaan PB yang menjadi
tanggung jawab Pemerintah di tingkat nasional. Penjabaran secara operasional tentang pendanaan
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bantuan Bencana (PP No. 22/2008). Selanjutnya, PP tersebut dilengkapi dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
Penanggulangan Bencana (PMK No. 105/2013). Uraian dibawah ini merupakan subtansi dari PP
No. 22/2008.
Selanjutnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal ayat
(2) huruf c PP No. 22/2008, mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana yang
bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber masyarakat yang diterima oleh pemerintah
dicatat dalam APBN, dan yang diterima oleh Pemerintah Daerah dicatat dalam APBD.
Pemerintah Daerah hanya dapat menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri,
hal ini ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 4 PP No. 22/2008. Dalam mendorong partisipasi
masyarakat,Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat (1) memfasilitasi masyarakat yang akan
memberikan bantuan dana penanggulangan bencana, (2) memfasilitasi masyarakat yang akan
melakukan pengumpulan dana Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019
penanggulangan bencana, dan (3) meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi
dalam penyediaan dana. Setiap pengumpulan dana penangulangan bencana wajib mendapat izin
dari instansi/lembaga yang berwenang. Setiap izin yang diberikan oleh instansi/lembaga, maka
salinannnya disampaikan kepada BNPB atau BPBD.
Penggunaan dana yang bersumber dari APBN atau APBD pada tahap bencana
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan
yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Dana
penanggulangan pada tahap prabencana dialokasikan untuk kegiatan dalam situasi:
1. Tidak terjadi bencana, maka penggunaan dananya meliputi (1) fasilitasi penyusunan
rencana penanggulangan bencana, (2) program pengurangan risiko bencana, (3) program
pencegahan bencana, (4) penyusunan analisis risiko bencana, (5) fasilitasi pelaksanaan
penegakan rencana tataruang, (6) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
penanggulangan bencana dan, (7) penyusunan standar teknis penanggulangan bencana.
Dana penanggulangan bencana yang digunakan pada saat tanggap darurat meliputi: (1)
dana penanggulangan bencana yang telah dialokasikan dalam APBN atau APBD untuk
masing-masing instansi/lembaga terkait; (2) dana siap pakai yang dialokasikan dalam
anggaran BNPB; dan (3) dana siap pakai yang telah dialokasikan pemerintah daerah dalam
anggaran BPBD.
Dana Siap Pakai adalah dana yang selalu tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah
untuk digunakan pada Status Keadaan Darurat Bencana yang dimulai dari status Siaga
Darurat, Tanggap Darurat dan Transisi Darurat ke Pemulihan.
Penggunaan dana penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, meliputi: (1)
pelaksanaan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
(2) kegiatan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; (3) pemberian
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana; (4) pelaksanaan perlindungan
terhadap kelompok rentan; dan (5) kegiatan pemulihan darurat prasarana dan sarana.
Dana siap pakai digunakan sesuai dengan kebutuhan tanggap darurat bencana.
Penggunaan dana siap pakai terbatas pada pengadaan barang dan/atau jasa untuk (1)
pencarian dan penyelamatan korban bencana; (2) pertolongan darurat; (3) evakuasi korban
bencana; (4) kebutuhan air bersih dan sanitasi; (5) pangan; (6) sandang; (7) pelayanan
kesehatan; dan (8) penampungan serta tempat hunian sementara. Penggunaan dana siap
pakai dilaksanakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB nomor
6A/2012 tentang Penggunaan Dana Siap Pakai (DSP).
Dalam hal pemerintah daerah mengalokasikan dana siap pakai dalam anggaran BPBD,
pengaturan penggunaan dana siap pakai berlaku mutatis mutandis Pasal 17 PP No. 22/2008.
1. Kegiatan Rehabilitasi, meliputi: (1) perbaikan lingkungan daerah bencana; (2) perbaikan
prasarana dan sarana umum; (3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; (4)
pemulihan sosial psikologis; (5) pelayanan kesehatan; (6) rekonsiliasi dan resolusi konflik;
(7) pemulihan sosial ekonomi budaya; (8) pemulihan keamanan dan ketertiban; (9)
pemulihan fungsi pemerintahan; atau (10) pemulihan fungsi pelayanan publik.
2. Kegiatan rekonstruksi, meliputi: (1) pembangunan kembali prasarana dan sarana; (2)
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; (3) membangkitan kembali kehidupan sosial
budaya masyarakat; (4) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan
yang lebih baik dan tahan bencana; (4) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, lembaga usaha dan masyarakat; (5) peningkatan kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya; (6) peningkatan fungsi pelayanan public; atau (7) peningkatan pelayanan utama
dalam masyarakat.
6. STRATEGI EXIT
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asesmen adalah identifikasi atas sebuah analisis dari situasi tertentu yang menjadi
landasan bagi sebuah proyek, program, atau kegiatan. Asesmen dilakukan setelah terjadi
perubahan besar, seperti gempa bumi atau terjadi pengungsian mendadak. Asesmen memberikan
informasi tentang kebutuhan, jenis intervensi/bantuan yang memungkinkan, dan sumber daya
yang dibutuhkan. Asesmen cepat (rapid assessment) biasanya hanya berlangsung seminggu atau
kurang, dilanjutkan dengan detail assessment.Informasi yang dibutuhkan, antara lain lokasi,
jumlah penduduk sebelum bencana alam/konflik, jumlah korban (yang meninggal, terluka, dan
mengungsi), tingkat keparahan wilayah, pihak terkait yang akan/sudah memberikan bantuan,
situasi keamanan dan keselamatan, kebutuhan yang paling mendesak per lokasi, fasilitas yang
tersedia (air bersih dan pengadaan pangan) dan lokasinya, serta narahubung (contact person).
Sebagai profesional yang terlibat dalam penyediaan shelter bagi masyarakat terdampak
bencana, penting untuk menjelaskan makna shelter dalam konteks kemanusiaan. Istilah ‘shelter'
memang sangat luas, mencakup semuanya dari tempat berlindung sementara dari badai, misalnya
di bawah pohon, hingga ke tenda, gubuk, gedung publik, atau rumah. Hampir semua objek fisik
yang dapat digunakan untuk berlindung dari marabahaya dapat disebut sebagai shelter. Yang
paling penting juga, shelter adalah sebuah proses, dan seringnya disebut sebagai proses
penyediaan 'shelter' (sheltering), hal ini sama pentingnya dengan objek shelter itu sendiri.
Promosi kesehatan dalam keadaan bencana sangat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan
kesehatan para penyintas di barak pengungsian. Pelibatan pengunsi dalam kegiatan promosi
kesehatan sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program.
3.2 SARAN