Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN PALIATIF- MENJELANG AJAL

“KEBIJAKAN INTERNASIONAL KEPERAWATAN PALIATIF-


MENJELANG AJAL”

Disusun Oleh :
Kelompok 7

1. Atiq Tri Kesumadewi (11171050)


2. Dinda Putri Purwandani (11171057)
3. Indah Yulistiani (11171064)
4. Nur Indah Utami (11171072)
5. Rizka Fauziyah (11171079)
6. Wulan Nurhayati (11171087)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER X-B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA BINA MEDIKA
JL. Bintaro Raya No.10, Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara, Kota
Jakarta Selatan 12240
Tahun Ajaran 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT


karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya dengan judul KEBIJAKAN
INTERNASIONAL KEPERAWATAN PALIATIF-MENJELANG AJAL.
Banyak kesulitan yang penulis hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi
dengan semangat dan kegigihan serta arahan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Penulis menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna,


oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas
makalah ini dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 5 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................4

A. Pengertian Perawatan Paliatif.......................................................................4

B. Tujuan Perawatan Paliatif.............................................................................5

C. Prinsip Perawatan Paliatif.............................................................................6

D. Kebijakan-Kebijakan Internasional Pada Perawatan Paliatif........................6

E. Kualitas Hidup Pasien...................................................................................7

F. Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif...........................................................7

G. Aspek Medikolegal dalam Perawatan Paliatif..............................................8

H. Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif.................................................10

I. Pembinaan Dan Pengawasan......................................................................11

J. Pengembangan Dan Peningkatan Mutu Perawatan Paliatif........................11

K. Pendanaan...................................................................................................11

BAB III ANALISA LATAR BELAKANG DAN TEORI....................................13

A. Perkembangan Kebijakan Paliatif pada Masa Sekarang.............................13

B. Kebijakan Perawatan Paliatif dalam Konteks Global.................................14

C. Kebijakan Perawatan Paliatif dalam Konteks Regional Asia Tenggara.....20

ii
BAB IVPENUTUP................................................................................................23

A. Kesimpulan.................................................................................................23

B. Saran............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif merupakan topik penting dalam ilmu kesehatan
masyarakat (public health) yang peduli terhadap penderitaan (suffering),
harkat martabat diri (dignity), kebutuhan perawatan yang baik, dan hidup
yang kualitas bagi orang-orang di akhir masa kehidupan mereka.
Kepedulian akan perawatan tersebut juga diberikan kepada keluarga dan
sahabat mereka, hal yang sering diabaikan.

Umumnya pasien-pasien kanker telah mendapatkan perawatan


paliatif walaupun sekarang terdapat perubahan pola sosial epidemiologi
yang memberikan dampak terhadap jenis perawatan ini. Saat ini, kasus-
kasus neurodegeneratif dan kegagalan organ stadium lanjut merupakan
indikasi non-onkologik paling sering mendapatkan perawatan paliatif.

Perawatan paliatif adalah spesialisasi yang relatif baru yang


berkembang selama lima dekade terakhir. Tujuan dari spesialisasi ini
adalah untuk memberikan perawatan di akhir hayat bagi pasien kanker
stadium lanjut dan keluarganya. Ini berkembang sebagai hasil dari
meningkatnya keprihatinan dan ketidakpuasan publik terhadap perawatan
pasien yang sekarat di tahun 1960-an dan 1970-an. Pada saat itu, ahli
onkologi disibukkan dengan intervensi kuratif dan tidak terlalu peduli
tentang perawatan akhir hayat. Studi yang dilakukan pada saat itu
menunjukkan bahwa perawatan medis yang diberikan kepada pasien yang
sakit parah tidak ada atau tidak optimal. Dame Cicely Saunders, yang
dikenal luas sebagai pendiri perawatan paliatif, melaporkan pengalaman
serupa. Dia mendirikan rumah sakit modern pertama, Rumah Sakit St.
Christopher, di Inggris pada tahun 1967. Pendirian rumah sakit ini
merupakan titik balik utama yang menginspirasi para dokter di seluruh

1
dunia untuk dilatih di bidang baru ini dan membangun perawatan paliatif
di negara mereka sendiri.

Pada tahun 2014, WHO mengadopsi resolusi (WHA67.19) yang


mendesak negara-negara anggota WHO untuk bekerja mengintegrasikan
perawatan paliatif ke dalam sistem perawatan kesehatan nasional, di
semua tingkatan, dengan penekanan pada perawatan primer, komunitas,
dan berbasis rumah. Lebih lanjut, resolusi tersebut menyerukan untuk
memastikan bahwa perawatan paliatif merupakan komponen integral dari
semua rencana sistem pengendalian penyakit dan kesehatan global yang
relevan, termasuk yang berkaitan dengan penyakit tidak menular. Patut
dicatat bahwa memastikan ketersediaan layanan perawatan paliatif
merupakan kewajiban sistem perawatan kesehatan di bawah hukum hak
asasi manusia internasional. Setiap tahun diperkirakan 40 juta orang
membutuhkan perawatan paliatif, 78% di antaranya tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Untuk anak-anak, 98% dari mereka
yang membutuhkan perawatan paliatif tinggal di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Di negara-negara berpenghasilan tinggi,
diperkirakan bahwa 69–82% dari mereka yang meninggal membutuhkan
perawatan paliatif. 17 Permintaan tersebut diperkirakan akan lebih besar
lagi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah karena
kurangnya sumber daya yang tersedia. Dihabiskan untuk pilihan terapi
yang memodifikasi penyakit, dengan demikian, membatasi pilihan hanya
untuk pengobatan paliatif. Selain itu, sebagai akibat dari peningkatan
harapan hidup dan penuaan, orang lebih rentan terhadap kanker dan
penyakit kronis daripada sebelumnya. Selain itu, kebutuhan individu akan
perawatan medis biasanya lebih besar pada tahap kritis siklus hidup ini
selama akhir periode kehidupan ketika orang tersebut menjadi paling
rentan.

Berdasarkan uraian masalah diatas, penulis akan membahas


tentang kebijakan internasional terkait perkembangan perawatan paliatif di
berbagai negara.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan kebijakan paliatif pada masa sekarang?

2. Bagaimana kebijakan perawatan paliatif dalam konteks global?

3. Bagaimana kebijakan perawatan paliatif dalam konteks regional


Asia Tenggara?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perkembangan kebijakan paliatif pada masa
sekarang

2. Untuk mengetahui kebijakan perawatan paliatif dalam konteks


global

3. Untuk mengetahui kebijakan perawatan paliatif dalam konteks


regional Asia Tenggara

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif
pada penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat
penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap
terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini
mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, &
Rasjidi, 2008).

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan


kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna,
dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan pada pasien
dengan penyakit yang dapat membatasi hidup mereka atau penyakit
terminal dimana penyakit ini sudah tidak lagi merespon terhadap
pengobatan yang dapat memperpanjang hidup(Robert, 2003).Perawatan
paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah,
dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh
rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses
informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).
Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai
sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang

4
harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang
bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan
perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial,
konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual
(Campbell, 2013). Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien
yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan
hidupselama mungkin.
Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala
lainnya, membuat pasien menganggap kematias sebagai prosesyang
normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati
& Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien
terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan
baik dan tenang (Bertens, 2009).
Prinsip perawatan paliatif yaitu menghormati dan menghargai
martabat serta harga diri pasien dan keluarganya (Ferrel & Coyle, 2007).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES,
2013)dan Aziz,Witjaksono dan Rasjidi (2008) prisinsip pelayanan
perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya
gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai
kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak
bertujuan mempercepat atau menghambat kematian, memberikan
dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar
pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada
keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.

D. Tujuan Perawatan Paliatif


Untuk memberikan dukungan dan perhatian yang membuat hidup
pasien menyenangkan selama masa sakit, sehingga mereka bisa menikmati
betul sisa hidup mereka. Tujuan nya adalah untuk mencegah dan
mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang

5
menghadapi yag serius, penyakit yang kompleks. Non-rumah sakit
perawatan paliatif tidak tergantung pada prognosis dan ditawarkan dalam
hubungannya degan kuratif dan semua bentuk lain yang sesuai perawatan
medis.

E. Prinsip Perawatan Paliatif


Prinsip-prinsip penting yang harus diperhatikan :
1. Gejala yang ditimbulkan
2. Dukungan moril
3. Kerjasama dari lingkungan
4. Saran-saran yang harus dipertimbangkan
5. Memberikan harapan untuk mencapai tujuan yang realitis

F. Kebijakan-Kebijakan Internasional Pada Perawatan Paliatif


Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat
disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit
degenerative, penyakit paru obsrtuktif kronis, cystic fibrosis, stroke,
Parkinson, gagal jantung/heart failure,penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit
yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana
prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan
agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan
berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan gangguan
psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
kleuarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit
tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang

6
dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan
paliatif.
Masyarakat mengaggap perawatan paliatif hanya untuk pasien
dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru
perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif
lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik. Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik
dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah
bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir
hayatnya.

G. Kualitas Hidup Pasien


Keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai
konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup,
harapan, dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer
J.Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999) adalah :
1. Gejala fisik
2. Kemampuan fungsional (aktivitas)
3. Kesejahteraan keluarga
4. Spiritual
5. Fungsi sosial
6. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
7. Orientasi masa depan
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9. Fungsi dalam bekerja

H. Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif


1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
a. Penatalaksanaan nyeri
b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain
c. Asuhan keperawatan

7
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan sosial
f. Dukungan kultural
g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement)
2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah

I. Aspek Medikolegal dalam Perawatan Paliatif


1. Peretujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif
a. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan
berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan
pasien dan keluarganya
b. Pelaksanaan informed consent atau persetujuantindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan
c. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran
(medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada
perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang beresiko
dilakukan informed consent
d. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan
diutamakan pasien sendiri apabila ia masih kompeten,
dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang
cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi
dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas
nama pasien
e. Tim perawat paliatif sebaiknya mengusahakan untuk
memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia
sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau
tidakboleh dialakukan terhadapnya apabila kompetensinya
kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat

8
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang
yang nantinya akan mewakilinya membuat keputusan pada
saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis
dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan
paliatif
f. Pada keadaan darurat untuk kepentingan terbaik pasien, tim
perawat paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang
diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan
pertama

2. Resisutasi/Tidak Resisutasi Pada Pasien Paliatif


a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan
resisutasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh
Tim perawat paliatif
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan
pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak
menghendaki resisutasi, sepanjang informasi adekuat yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan telah dipahaminya.
Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan
(advanced directive) atau dalam informed consent
menjelang ia kehilangan kompetensinya
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat
keputusan tidak resisutasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam
keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak
dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk
pengesahannya
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk
tidak melakukan resisutasi sesuai dengan pedoman klinis

9
dibidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap
terminal dan tindakan resisutasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya
berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut

3. Perawatan Pasien ICU


a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien ICU mengikuti
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagimana
diuraikan diats
b. Dalam menghadapi tahap terminal, tim perawatan paliatif
harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak
dan pengehentian peralatan life-supporting

4. Masalah Medikolegal lainnya pada Perawatan Pasien Paliatif


a. Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan
yang diberikan oleh Pemimpin Rumah Sakit, termasuk pada
saat melakukan perawatan dirumah pasien
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus
dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan
yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan
tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non
medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan
pembuat kebijakan harus dipelihara

J. Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif


Tempat untuk Melakukan Perawatan Paliatif
1. Rumah Sakit : Untuk pasien yang harus mendapakan perawatan
yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralata
khusus
2. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan

10
3. Rumah Pasien : Untuk paisen yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus atau keterampilan
perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga

Organisasi Perawatan Paliatif, menurut tempat pelayanan/sasaran


kesehatannya :

1. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah Sakit Kelas D, kelas C,


dan kelas B non Pendidikan
2. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah Sakit kelas B
Pendidikan dan kelas A
3. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan
melibatkan semua unsur terkait

K. Pembinaan Dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang
dengan melibatkan perhimpunan profesi/keseminatan terkait. Pembinaan
dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan

L. Pengembangan Dan Peningkatan Mutu Perawatan Paliatif


Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif
diperlukan :
1. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non
kesehatan
2. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan Continuing
Professional Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk
jumlah, jenis, dan kualitas pelayanan
3. Menjalankan program keselamatan pasien/patient safety

M. Pendanaan
Pendanaan yang diperlukan untuk :
1. Pengembangan sarana dan prasarana

11
2. Peningkatan kualitas SDM/pelatihan
3. Pembinaan dan pengawasan
4. Peningkatan mutu pelayanan

Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD dan


sumber-sumber lain yang tidak mengikat.untuk perawatan pasien miskin
dapat dimasukkan dalam skema Askes.

Untuk pelaksanaan kebijakan ini masih diperlukan Petunjuk


Pelaksanaan Perawatan Paliatif. Untuk pelaksanaan pelatihan-pelatihan
diperlukan Model Pelatihan Paliatif. Langkah-langkah ini akan dilakukan
oleh para ahli dan Departemen Kesehatan.

12
BAB III

ANALISA LATAR BELAKANG DAN TEORI

A. Perkembangan Kebijakan Paliatif pada Masa Sekarang


Palliative medicine menjadi sub-spesialisasi medis yang diakui di
Australia, Selandia Baru, Inggris, Irlandia, Amerika Serikat, dan beberapa
negara lain. Pelatihan menjadi terstruktur dengan pembentukan program
pelatihan persekutuan. Selain itu, beberapa asosiasi profesi paliatif telah
didirikan dan banyak jurnal ilmiah yang mengkhususkan diri pada bidang
ini telah diterbitkan. Ada seruan untuk memperluas filosofi dan
keterampilan dokter perawatan paliatif untuk memasukkan pasien dengan
kondisi tidak ganas seperti penyakit ginjal stadium akhir, HIV / AIDS,
penyakit saraf progresif, kardiovaskular, dan penyakit pernapasan.

Pada masa sekarang telah terjadi perubahan yang dinamis dalam


penyediaan perawatan paliatif terutama di Negara Inggris. Dimana
depertemen kesehatan memperkenalkan program dan panduan baru yang
di kenal dengan sebutan “End of Life Care Strategy” dan “the Gold
Standards Framework”. Program dan panduan tersebut menitik beratkan
akan pentingnya menggunakan standard pelayanan di saat memberikan
pelayanan perawatan paliatif pada pasien dan keluarganya terutama di saat
kondisi pasien menjelang ajal/kematian. lebih lanjut, pasien diberi otonomi
untuk memilih tempat selama menjalani proses perawatan, seperti rumah
sendiri, rumah sakit, rumah perawatan, atau rumah hospis. Sebagai
petugas perawatan paliatif, memaksimal sisa waktu atau umur pasien
selama masa perawatan merupakan hal yang penting. untuk
memaksimalkan hal tersebut, kordinasi dengan anggota tim, dan
memberikan pelayanan yang berkualitas menjadi hal yang sangat
dibutuhkan.

Saat ini telah banyak panduan atau guideline diterbitkan oleh


lembaga bereputasi yang memberikan penjelasan bagaimana memberikan

13
pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas baik secara umum maupun
untuk kelompok pasien dengan penyakit tertentu seperti panduan
perawatan paliatif untuk pasien kanker paru. Di panduan tersebut,
dijelaskan secara detail mengenai peran masing-masing anggota tim
interprofesional, komunikasi secara efektif pada pasien, keluarga dan
sesama anggota tim.

Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan


pengetahuan para petugas kesehatan masih sangat minim mengenai
perawatan pasien di area paliatif. WHO memperkirakan sekitar 19 juta
orang di dunia saat ini membutuhkan pelayanan perawatan paliatif, dimana
69% dari mereka adalah pasien usia lanjut yaitu usia diatas 65 tahun.
Sehingga hal ini menjadi tantangan para petugas kesehatan terutama
tenaga professional yang bekerja di area paliatif untuk dapat memahami
dengan baik cara memberikan pelayanan yang berkualitas pada kelompok
lanjut usia tersebut dengan mengacu pada pilosofi dan standart pelayanan
perawatan paliatif.

Strategi kesehatan masyarakat WHO untuk perawatan paliatif


memerlukan kebijakan yang memungkinkan sebagai salah satu dari tiga
pilar utamanya (di samping ketersediaan obat dan pendidikan)
(Departemen Kesehatan 2003). Penggerak utama perawatan paliatif baru-
baru ini sebagai komponen inti dari sistem kesehatan di seluruh dunia
adalah Resolusi Majelis Kesehatan Dunia tentang Perawatan Paliatif
(Departemen Kesehatan 2008a). Perluasan akses ke perawatan paliatif
yang sesuai dan berkualitas tinggi untuk orang dewasa dan anak-anak
terlepas dari negaranya akan membutuhkan di bidang penelitian perawatan
paliatif kesehatan global (Departemen Kesehatan 2008b) untuk
menginformasikan strategi kesehatan masyarakat WHO. Dalam beberapa
tahun terakhir, juga telah meningkatkan basis bukti yang mendukung dan
mendukung kebijakan yang tepat (Economist Intelligence Unit 2015).

14
N. Kebijakan Perawatan Paliatif dalam Konteks Global
Secara global pergerakan dan pengembangan perawatan paliatif di
mulai di Inggris dan Irlandia yang pada saat itu lebih dikenal dengan
istilah hospis. Lalu disusul oleh beberapa Negara Eropa, Amerika Utara,
dan Australia. Kanada merupakan Negara yang pertama
mengimplementasikan perawatan paliatif di rumah sakit yaitu di the Royal
Victoria Hospital, Montreal pada tahun 1976. Setahun kemudian
perawatan paliatif juga di buka di salah satu rumah sakit di Inggris, the St
Thomas Hospital London. Hingga saat ini belum semua Negara
menyediakan pelayanan perawatan paliatif, hal ini terjadi dengan berbagai
macam kendala. Sehingga pada tahun 2011 pemetaan Negara berdasarkan
tingkat ketersediaan pelayanan dan fasilitas perawatan paliatif di
perbaharui. dari mapping tersebut di ketahui Negara dengan fasilitas dan
penyediaan layanan yang telah terintegrasi dengan seluruh system
kesehatan, layanan dan fasilitas yang masih terbatas, dan Negara yang
fasilitas dan pelayanannya belum tersedia. Namun beberapa Negara
dengan kategori Negara berkembang telah berhasil mengimplemtasikan
pelayanan perawatan paliatif yang terintegrasi dengan system pelayanan
kesehatan seperti Uganda dan India. kedua Negara tersebut berhasil
mengembangkan pelayanan perawatan paliatif komuniti dengan
melibatkan masyarakat sebagai relawan paliatif.

Konsep hospis diperkenalkan di Asia oleh para perawat katolik


dengan membuka klinik di kota Seoul, Korea Selatan pada awal 1965.
pada tahun 1996 di perkirakan sekitar 90 % sekolah keperawatan telah
mengajarkan perawatan paliatif, hingga 2003 sebuah program inisiasi
model pelayanan perawatan paliatif di lakukan dan sekaligus menjadi dasr
kebijakan nasional. Namun dalam konteks regional Asia, Jepang
merupakan Negara yang telah menyediakan dan mengintegrasikan
pelayanan perawatan paliatif secara nasional. berdasarkan laporan akhir
tahun 2013, jumlah perawatan paliatif di rumah sakit sekitar 250 unit, 409
klinik paliatif rawat jalan, dan jumlah tim paliatif rumah sakit sebanyak
541. Namun bila membandingkan jumlah tempat tidur perawatan paliatif

15
dengan populasi per satu juta penduduk, Hong Kong merupakan Negara
yang menyediakan fasilitas pelayanan perawatan paliatif terbanyak di
banding Negara lainnya di regional Asia, yaitu 59 tempat tidur/ 1 juta
penduduk.

Dalam bab ini, kami mengacu pada perkembangan kebijakan


terkini dari berbagai belahan dunia: dari tempat kelahiran gerakan
perawatan paliatif modern, Inggris; dari Afrika Selatan yang telah
mempromosikan model advokasi yang kuat, jaringan penyedia, dan
akademisi; dari Afrika Selatan dan Timur, yang memiliki kebijakan dan
ketentuan yang maju dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir.

1. Kebijakan keperawatan paliatif di Inggris

Pada tahun 2003, sebuah buku putih diterbitkan oleh


Departemen Kesehatan (Building on the Best Department of
Health 2003) yang ditetapkan untuk meningkatkan pilihan dalam
NHS. Ini termasuk komitmen untuk menghabiskan £12 juta selama
3 tahun untuk meningkatkan perawatan akhir hidup (The End of
Life Care Program 2004 - 2007), melalui penerapan alat dan
metode di luar perawatan paliatif spesialis, termasuk “ Jalur
Perawatan Liverpool untuk Pasien Sekarat, (Liverpool Care
Pathway for the Dying Patient) ” yang telah dikembangkan dalam
pengaturan rumah sakit dan diterjemahkan untuk rumah sakit; itu “
Kerangka Standar Emas (Gold Standards Framework)” bagi dokter
umum untuk mengidentifikasi dan mendukung mereka yang
membutuhkan perawatan paliatif; dan inisiatif untuk mendukung
panti jompo dalam memberikan perawatan di akhir hayat.

Pada tahun 2008, review dari NHS dipimpin oleh Lord


Darzi (High Quality Care for All Department of Health 2008a)
menyadari kebutuhan untuk meningkatkan kualitas perawatan,
sebagaimana dibuktikan melalui hasil dan pengalaman pasien,
keamanan, dan efektivitas. Dalam tinjauan tersebut, perawatan
akhir hidup diidentifikasi sebagai salah satu dari delapan bidang

16
prioritas. Pada tahun yang sama, “Strategi Perawatan Akhir
Kehidupan (End of Life Care Strategy),” (Departemen Kesehatan
2008b) kebijakan perawatan akhir hidup utama pertama,
diluncurkan. Strategi ini mengenali jarak kematian dari masyarakat
Inggris, dengan mayoritas orang meninggal di rumah sakit dan
banyak orang gagal untuk mempertimbangkan terlebih dahulu
preferensi dan prioritas mereka untuk akhir hidup dan oleh karena
itu tidak meninggal di tempat yang mereka pilih atau terima
kualitasnya. perawatan yang mereka butuhkan. Strategi
mengkomunikasikan kebutuhan akan pendekatan sistem
keseluruhan untuk meningkatkan perawatan akhir hidup dengan
perbaikan dalam identifikasi mereka yang mendekati akhir hidup,
perencanaan perawatan dan diskusi tentang preferensi dan
prioritas, koordinasi perawatan, perawatan berkualitas tinggi di
mana pun diberikan, manajemen yang cermat di hari-hari terakhir,
dan dukungan untuk pengasuh selama sakit dan saat berduka.

Inisiatif lain dari “Strategi Perawatan Akhir Kehidupan


(End of Life Care Strategy)” adalah “Dying Matters,” diluncurkan
pada tahun 2009, yang berfokus pada perubahan sikap di tingkat
populasi dengan secara aktif mendorong orang untuk
mempertimbangkan preferensi dan prioritas mereka untuk akhir
hayat, sebelum akhir hidup. Dalam “ Dying Matters ” Inisiatif, ada
juga kampanye yang ditujukan kepada dokter umum yang disebut “
Temukan 1% Anda (Find your 1%)” yang mendorong dokter untuk
mengidentifikasi pasien yang mungkin berada di tahun terakhir
kehidupan (perkiraan menunjukkan bahwa 1% dari populasi), dan
secara proaktif memulai diskusi tentang preferensi dan prioritas.

2. Kebijakan keperawatan paliatif di Afrika Selatan

Perawatan paliatif belum diartikulasikan dalam kebijakan


pemerintah Afrika Selatan hingga saat ini. Namun, pada tahun
2014, Afrika Selatan adalah bagian dari komite eksekutif WHO

17
yang mensponsori resolusi WHA 67.19 tentang perawatan paliatif
yang diadopsi dengan suara bulat dan diakui oleh semua negara
anggota. Menteri Kesehatan SA, Dr. Aaron Motsoaledi, mengakui
tanggung jawab Departemen Kesehatan untuk memastikan
implementasi resolusi WHA di Afrika Selatan. Untuk tujuan ini, ia
menunjuk Komite Pengarah Nasional untuk Perawatan Paliatif dan
memberikan kerangka acuan yang jelas untuk memandu kerja
komite. Dia menugaskan panitia untuk membuat “sebuah revolusi
dalam perawatan kesehatan melalui perawatan paliatif.” (Komite
Pengarah Nasional Perawatan Paliatif 2017) Tindakan pertama dari
komite pengarah adalah mengembangkan Kerangka Kebijakan
Nasional dan Strategi Perawatan Paliatif.

Kerangka kebijakan didasarkan pada tiga tujuan


menyeluruh yang mencakup penguatan sistem kesehatan,
memastikan jumlah yang memadai dari penyedia layanan
kesehatan yang terlatih dalam perawatan paliatif serta tata kelola
dan kepemimpinan yang efektif untuk mendukung implementasi
kebijakan. Kerangka kerja pemantauan dan evaluasi dengan
indikator untuk setiap tujuan disediakan serta rencana
implementasi yang disarankan untuk provinsi Afrika Selatan.

Sementara komite pengarah yang membantu


pengembangan kebijakan perawatan paliatif untuk Afrika Selatan
menyadari bahwa integrasi ini tidak akan dicapai dalam semalam,
mereka benar-benar percaya bahwa realisasi progresif hak
masyarakat atas perawatan paliatif berpotensi merevolusi
perawatan kesehatan di negara tersebut.

3. Kebijakan keperawatan paliatif di Afrika Timur dan Selatan

Sebagai hasil dari berbagai kerangka kebijakan yang


dikembangkan di beberapa negara Afrika, sistem kesehatan terkena
dampak positif.

18
Sumber daya manusia sedang dikembangkan, dan beberapa
kursus perawatan paliatif sedang berjalan di benua itu termasuk
Bachelor of Science dalam Gelar Perawatan Paliatif dan Diploma
Perawatan Paliatif untuk Afrika (Pembelajaran Jarak Jauh),
Hospice Africa Uganda; Kursus Perawatan Paliatif Klinis untuk
perawat dan petugas klinis di Hospice Africa Uganda; Diploma
Perawatan Paliatif di Nairobi Hospice bekerja sama dengan
Universitas Oxford Brookes (Inggris); MPhil di Kedokteran
Paliatif, Universitas Cape Town (Asosiasi Perawatan Paliatif
Afrika 2017); serta ijazah perawatan paliatif pediatrik di Mildmay
Uganda. Hal ini telah menghasilkan pengembangan tim awal
penyedia perawatan paliatif spesialis di Afrika yang menjalankan
program.

Pemberian dan cakupan layanan perawatan paliatif juga


meningkat mengingat kerangka kerja kebijakan yang semakin baik
dan terdapat sejumlah lembaga penyedia. Atlas Global Perawatan
Paliatif di Akhir Kehidupan 2014 juga menyoroti perbaikan dengan
salah satu negara di kawasan ini mendekati integrasi perawatan
paliatif penuh ke dalam sistem kesehatan (Connor dan Sepulveda
Bermedo 2014).

Obat-obatan dan teknologi penting adalah aspek lain dari


pemberian perawatan paliatif yang meningkat di benua ini
meskipun dari basis yang sangat rendah. Peningkatan akses ke
opioid di Afrika telah didokumentasikan oleh UICC dengan
negara-negara seperti Malawi, Uganda, dan Ethiopia menggunakan
model berbeda untuk melakukan ini (UICC).

Pembiayaan perawatan paliatif merupakan tantangan utama


di benua ini, tetapi dengan meningkatnya cakupan di berbagai
kebijakan di negara-negara, beberapa tingkat komitmen pemerintah
muncul dan ditambah dengan dukungan donor terutama melalui
penyedia perawatan paliatif nonpemerintah. Dalam tesis oleh

19
Amandua Jacinta, sebagian besar penyedia perawatan paliatif di
Uganda menarik dana mereka sebagian besar dari donor, dana yang
dihasilkan sendiri dengan beberapa dukungan pemerintah
(Amandua 2013).

Informasi kesehatan termasuk pengumpulan dan


penggunaan data merupakan aspek kunci dari pengembangan
layanan perawatan paliatif. Di Afrika, hal ini masih menjadi
masalah besar yang belum sepenuhnya dipengaruhi oleh kebijakan.

Kepemimpinan dan pemerintahan telah ditunjukkan oleh


beberapa pemerintah Afrika yang telah mengembangkan kebijakan
yang mencakup perawatan paliatif.

O. Kebijakan Perawatan Paliatif dalam Konteks Regional Asia Tenggara


Sebelum pelayanan hospis dan perawatan paliatif tersedia di
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, pelayanan tersebut telah
dimulai di Negara asia timur dan oceania.

Di Malaysia setidaknya sekitar 90 organisasi yang telah


menyediakan pelayanan perawtan paliatif dimana sekitar 33 pelayanan
perawatan paliatif merupakan layanan yang di sediakan oleh lembaga
swadaya nonpemerintah, 20 layanan merupakan program perawatan
paliatif dirumah dan selebihnya disediakan oleh lembaga pemerintah.
Sekitar 20 rumah sakit milik pemerintah telah membuka layanan
perawatan paliatif rawat inap dengan jumlah tempat tidur yang tersedia
sekitar 6-12 tempat tidur pada setiap rumah sakit tersebut. Hingga tahun
2001, sekitar 48 rumah sakit milik pemerintah membentuk tim perawatan
paliatif dan menyediakan layanan perawatan paliatif rawat inap dengan
kapasitas tempat tidur sekitar 2 sampai 4. Selain itu, beberapa organisasi
juga membentuk layanan hospis khusus untuk penderita HIV/AIDS.
pelayanan perawatan paliatif di Malaysia dimulai pada tahun 1990an,
sekitar 1992. Namun dengan dukungan dari pemerintah sehingga sehingga

20
dalam sau decade beberapa rumah sakit telah menyediakan layanan
perawatan paliatif rawat inap. Pada tahun 2006, paliatif medicine telah
dinyatakan sebagai spesialisasi dalam bidang kedokteran oleh kementerian
kesehatan Malaysia.

Saat ini, sekitar 13 organissi yang menyediakan 40 layanan


perawatan paliatif dan hospis, kebayakan dari layanan tersebut merupakan
layanan rawat inap. Sekitar 8 dari organisasi tersebut merupakan lembaga
pemerintah berupa rumah sakit rujukan dan pusat layanan kanker. Satu
rumah sakit swastan dan 2 lainnya merupakan institusi milik lembaga
keagamaan. Perkembangan awal perawatan paliatif di Thailand telah
dimulai sejak tahun 1980an, dimana saat itu fokus utama layanan adalah
penanganan nyeri dan mayoritas tenaga professional saat itu adalah ahi
anaestesi. Lalu pada tahun 1990an pemerintah menyediakan fasilitas untuk
pengembangan dan pelayanan paliatif serta di bentuknya grup komunitas
untuk membantu mendukung program tersebut. dimana pada saat itu
kebutuhan akan layanan perawatan paliatif menjadi urgen akibat
menigkatnya kasus HIV/AIDS. Selain itu salah satu organisasi yang
berbasis keagamaan juga menyediakan layanan hospis di Pura Wat Phrabat
Nampu dengan kapasitas 400 tempat tidur. Layanan tersebut merupakan
layanan rawat inap yang didukung oleh tenaga kesehatan profesional, dan
fokus layanan pada pasien dengan HIV/AIDS baik dewasa maupun anak-
anak.

Di Filipina sekitar 34 organisasi yang menyediakan 108 layanan


perawatan paliatif dan hospis. Gerakan pelayanan perawatan paliatif dan
hospis dimulai pada tahuan 1980an, dan layanan tersebut semakin
berkembang saat program manajemen nyeri menjadi bagian integral dari
program layanan dan pengontrolan penyakit kanker yang di tetapkan oleh
pemerintah pada tahun 1990 sehingga morpin tersedia di berbagai rumah
yang terakreditasi. Setahun kemudian Perhimpunan Kanker Filipina
mendirikan program rumah perawatan dan memberikan dukungan
terhadap grup atau kelompok yang tertarik dalam perawatan paliatif.
Selain itu, perawatan paliatif dan hospis telah diajarkan sebagai bagian

21
dari kedokteran keluarga di tingkat universitas. Pada tahun 1998 sekitar 30
organisasi perawatn paliatif dan hospis yang menyediakan layanan pada
pasien kanker dengan kondisi terminal dan menjelang ajal. Dimana
layanan tersebut didukung oleh tim multidisiplin yang terdiri dari dokter,
perawat dan pekerja social medic.

Pelayanan perawatan paliatif dan hospis dimulai sejak tahun 1986


dimana rumah hospis St Joseph menyediakan 16 tempat tidur. Rumah
hospis tersebut awalnya di peruntukkan untuk pasien lanjut usia yang
dikelola oleh para biarawati katolik sekte kanosian. Pada tahun 1987
terbentuk grup relawan yang dikenal dengan nama “Hospice Care group”
yang menyediakan layanan hospis di bawah pengelolaan himpunan kanker
Singapura. Pada tahun 1988 Rumah Asisi merupakan rumah hospis
didirikan dengan kapasitas 50 tempat tidur, hospis tersebut melayani
pasien dengan penyakit kronis dan 12 tempat tidur di antaranya di
peruntukkan pada pasien kondisi terminal dan menjelang ajal. Saat ini
layanan perawatan paliatif dan hospis tersedia di berbagai fasilitas seperti
perawatan rumah hospis, rumah hospis rawat inap, rumah hospis day care,
perawatan paliatif di rumah sakit. Awal pelayanan perawatan paliatif
berupa layanan swadaya oleh beberapa relawan yang kemudian
berkembangan menjadi layanan professional. Lebih lanjut, pendidikan
mengenai perawatan paliatif telah dimulai sejak tahun 1987, dimana saat
itu kegiatannya diadakan dalam bentuk kursus untuk dokter dan perawat.

A.

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa strategi kesehatan masyarakat WHO
untuk perawatan paliatif memerlukan kebijakan yang memungkinkan
sebagai salah satu dari tiga pilar utamanya (di samping ketersediaan obat
dan pendidikan) (Departemen Kesehatan 2003). Penggerak utama
perawatan paliatif baru-baru ini sebagai komponen inti dari sistem
kesehatan di seluruh dunia adalah Resolusi Majelis Kesehatan Dunia
tentang Perawatan Paliatif (Departemen Kesehatan 2008a). Perluasan
akses ke perawatan paliatif yang sesuai dan berkualitas tinggi untuk orang
dewasa dan anak-anak terlepas dari negaranya akan membutuhkan di
bidang penelitian perawatan paliatif kesehatan global (Departemen
Kesehatan 2008b) untuk menginformasikan strategi kesehatan masyarakat
WHO. Dalam beberapa tahun terakhir, juga telah meningkatkan basis
bukti yang mendukung dan mendukung kebijakan yang tepat (Economist
Intelligence Unit 2015).

Pada perkembangan kebijakan terkini dari berbagai belahan dunia:


dari tempat kelahiran gerakan perawatan paliatif modern, Inggris; dari
Afrika Selatan yang telah mempromosikan model advokasi yang kuat,
jaringan penyedia, dan akademisi; dari Afrika Selatan dan Timur, yang
memiliki kebijakan dan ketentuan yang maju dengan cepat dalam beberapa
tahun terakhir; dan beberapa negara asia tenggara, yang mulai
mengembangkan kebijakan perawatan paliatif.

Dengan demikian, ada jalur berbeda yang mengarah pada


pengembangan kebijakan tentang perawatan paliatif di berbagai negara.
Terlepas dari jalan menuju perkembangan, penekanan utamanya adalah
bahwa ada beberapa bentuk kebijakan, strategi, atau kerangka kerja yang

23
akan membantu membentuk pengembangan dan implementasi pengasuhan
paliatif di berbagai negara dan secara global.

P. Saran
Saatnya untuk memperkuat gerakan perawatan paliatif dengan
mengerahkan lebih banyak upaya dalam pembuatan kebijakan tentang
manfaat yang sangat besar dari perawatan paliatif bagi sistem perawatan
kesehatan secara keseluruhan, dan menyusun upaya untuk
mengintegrasikan paliatif disetiap tingkat perawatan diseluruh dunia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahrezi, Abdulaziz and Zahid Al-Mandhari. 2016. Oman Medical Journal


[2016], Vol. 31, No. 3: 161–163; Palliative Care: Time for Action.
Oman: Department of Family Medicine & Public Health, Sultan Qaboos
University. (Dalam
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4852088/ diakses pada
23 September 2020).

Harding, Richard, dkk. 2018. Policies on Palliative Care in Different Parts of the
World. London. (Dalam
https://www.researchgate.net/publication/328691736 diakses pada 23
September 2020).

Surdasa, I Wayan . 2020. PERAWATAN KOMPREHENSIF PALIATIF. Surabaya:


Airlangga Unvercity Press.

WHO. 2018. Integrating palliative care and symptom relief into primary health
care: a WHO guide for planners, implementers and Managers; ISBN
978-92-4-151447-7.

Yodang. 2015. Konsep Perawatan Paliatif. Sulawesi: Universitas Sembilanbelas


November Kolaka, Indonesia. (Dalam
https://www.academia.edu/37614527/KONSEP_PERAWATAN_PALIA
TIF diakses pada 18 Oktober 2020).

25

Anda mungkin juga menyukai