Anda di halaman 1dari 12

Katakanlah saya akan menganalisa sebuah pemodelan struktur portal dengan bentuk geometri

seperti berikut ini (file „structure1.std)

 Element/member balok = 7

Dimensi element/member balok

R2 = 20/35, member : 10, 11, 12, 13

R3 = 20/30, member :2, 5, 8

 Element/member kolom = 6

R1 = 30/30, member : 1, 3, 4, 6, 7, 9

Frame portal terdiri dari balok – kolom dengan ukuran seperti diatas. Lebar antar kolom arah – X = 4
m, arah – Y = 5 m, dan tinggi portal = 4 m, diatasnya terdapat pelat setebal t = 12 cm yang
menyangga beban hidup sebesar 100 kg/m2.

Untuk mencari gaya-gaya dalam yang terjadi, maka saya menggunakan STAAD Pro sebagai
program bantu untuk menganalisanya.

Lhooo,… kenapa yang dipakai STAAD Pro? bukan SAP, ETABS atau yang lainnya ?…
ya sebenarnya pakai SAP, ETABS ataupun yang lainnya tidak jadi masalah, hanya saja EBC yang
saya buat lembar input data untuk memasukan data gaya dalam sudah disesuaikan dengan
settingan lembar output gaya dalam dari STAAD, jadi tinggal di copy paste aja gitu,… hehehe ^_^

Yup,.. kembali ke topik.

1. Dari analisa STAAD didapat gaya2 dalam (momen, geser dan torsi) sebagai berikut :

Catatan :

1. Untuk mengakses output gaya axial, momen, geser dan torsi seperti diatas, bisa didapat melalui
menu Post Procesing. (lihat gambar bawah)
2. Setting ‘Force Units” agar ouput satuan untuk distance, axial forces, shear forces dan bending
moment berturut-turut yaitu mm, N, N, dan KNm. Untuk keperluan ini, sobat bisa mengaksesnya di
tools „Change Graphical Display Units’

3. Saya tidak akan membahas lagi dasar-dasar operasi STAAD, karena saya anggap sobat sudah
paham. Bagi sobat yang belum paham silahkan sobat pelajari di posting “Perencanaan Ruko Dua
Lantai Dengan Program Bantu STAAD Pro Part 1 – 4”

2. Hasil output tersebut diatas kemudian di copy dengan cara mengklik kiri 2x di pojok kiri
atas (tepatnya ditulisan “beam”) sehingga semua data terselect dengan blok berwarna hitam,
kemudian dilanjutkan dengan meng klik kanan dan pilih Copy
3. Buka program Excel, kemudian Paste – kan hasil copy tersebut (hasilnya seperti gambar
dibawah ini).
4. Sekarang seleksi dan copy kembali data hasil paste tersebut, tapi hanya pada bagian distance
dan gaya dalamnya saja. (lihat gambar dibawah)
5. Buka EBC – kemudian klik pada tab sheet “OUTPUT STAAD” kemudian Paste kan hasil Copy
tadi ke sheet ini.
sehingga hasilnya seperti ini :

6. Klik tab sheet “Rencana Balok”, kemudian inputkan data rencana balok sesuai dengan data yang
telah kita masukan pada STAAD, yaitu TYPE 2 =R2 = 20/35 dan TYPE =R3 = 20/30.

Ketik di cell (A,2) = 2

Ketik di cell (B,2) dan (C,2) masing-masing = 200 dan 350

Ketik di cell (A,3) = 3

Ketik di cell (B,3) dan (C,3) masing-masing = 200 dan 300

Catatan :
R1 = 30/30 tidak usah dimasukan karena R1 adalah type kolom. EBC hanya untuk desain
balok bukan desain kolom, jadi R1 tidak dianalisa)

Okey!, sampai step ini kita telah selesai menginput semua data yang diperlukan, yaitu data gaya
dalam dan data balok rencana. Sekarang saatnya untukmengetahui hasil desain tulangan dari
masing2 element balok.

7. Klik sheet “TulanganLentur”. Select atau blok cell (A,16-18) sampai dengan (BD,16-
18)kemudian copy lah sampai 7x kebawah (cat : karena jumlah baloknya ada 7, jadi ngopy nya
harus 7). Lihat gambar bawah.

Hasilnya seperti ini,


8. Ganti atau isi membernya dengan nomor element balok yang akan dianalisa yaitu element 2, 5, 8,
10, 11, 12, 13. Kemudian ganti typenya sesuai dengan type element/member dari STAAD,
yaitu type 2 (20/35) untuk member10, 11, 12, 13 dan type 3 (20/30) untuk member 2, 5, 8 (Lihat
gambar dibawah).
Sekarang anda perhatikan kolom yang saya beri kotak memanjang kebawah berwarna hijau. Kolom
tersebut adalah kolom untuk input data ds dan reinf.

ds adalah Jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton beton bagian tarik.
Sedangkan reinf adalah ukuran diameter tulangan rencana.

reinf = 13, maksudnya :

Tulangan utama yang saya rencanakan berdiameter 13 mm

ds = 44.5, maksudnya :

selimut beton + diameter begel +1/2 (diameter tulangan utama)

= 30 mm + 8mm + 1/2 (13)

= 44.5 mm
9. Untuk melihat hasil desain tulangan, geser slider ke kekanan. Hasilnya seperti gambar dibawah.

Catatan :

Dari tabel diatas, terlihat bahwa balok member 2 didesain dengan tulangan tumpuan 2 D 13 atas-
bawah dan lapangan 2 D 13 atas-bawah. Sedangkan lebar ukuran balok member ini adalah 20 cm,
jadi jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar sangat mencukupi sekali (9.6-1 SNI 03-2847-
2002).

Nah,… kalau seandainya (ini misalkan saja lho ya), balok member 2 ini menerima momen yang
lebih besar lagi (ingat : ini hanya misal), sehingga desain tulangan yang didapat didaerah lapangan
adalah 6 D 13 (bawah), maka ds seperti yang saya jelaskan dilangkah no 8 harus di cek ulang

mengapa dicek ulang :

Karena space balok tidak cukup untuk 6 tulangan jika dipasang dalam 1 lapis. Sehingga beberapa
tulangan harus dipasang satu lapis lagi diatasnya, untuk menghindari jarak antar tulangan yang
terlalu rapat pada arah mendatar

Dengan dipasangnya 1 lapis tulangan diatasnya maka jarak titik berat tulangan tarik ke serat tepi
beton bagian tarik (ds) otomatis akan
berubah. (coba lihat gambar bawah)
ds = selimut beton + diameter sengkang + diameter tulangan utama + 1/2 (jarak antar tulangan arah
vertikal)

ds = 30 mm + 8 mm + 13 mm + 1/2 (25mm)

ds = 64 mm

Jadi nilai ds nya tidak 44.5 mm lagi sob,… tapi 64 mm (Bila seandainya desain tulangan balok 6 D
13,…)

Sekedar sebagai catatan, bahwa jarak minimal antar tulangan mendatar harus lebih besar dari 25
mm dan disarankan lebih besar dari 40 mm. (9.6-2 SNI 03-2847-2002). Sedangkan untuk arah yang
vertical minimal sejarak 25 mm

Dengan berubahnya ds, maka beberapa variabel yang lain akan terpengaruh, sobat harus cek
lagi. Kemudian perhatikan lagi regangan bajanya saat beban ultimate, apakah semua tulangan
sudah leleh (cek yang lapis atas), jika yang atas sudah leleh maka yang bawah sudah pasti leleh.

Nah,.. selesai, mudahkan sob,...

Anda mungkin juga menyukai