Anda di halaman 1dari 19

Design balok beton 

bertulang
Alhamdulillah, saya ucapkan kepada Allah SWT dan junjungan nabi besarnya Muhammad saw, saya
telah mendapatkan ilmu ini, dari dosen saya Ir. H. Sumirin MS, dan kandidat doktor, terima kasih
banyak saya haturkan pada beliau melalui blog saya ini, karena beliau menurut saya adalah salah
satu dosen yang cerdas dan juga cerdas dalam transfer ilmu kepada mahasiswanya. matur nuwun
pak dosen, sip kita mulai design balok beton bertulangnya. ,

b = lebar balok (cm)

h = tinggi balok (cm)

d = tinggi efektif balok (dari atas sampai titik berat tulangan bawah)

notasi “d” atau tinggi efektif umumnya adalah 0,9 h

As = luas tulangan tarik (cm2)

T = gaya tarik tulangan = As . fy

Cc = Gaya tekan beton = 0,85 . fc’ . b.d

a = tinggi blok tegangan beton


Rumus perhitungannya ada dibawah, 

kalo yang baru lihat pertama rumus di atas pasti membingungkan, tapi yang sudah pernah lihat
dan mendesign pasti sudah nggak asing lagi, memang saya tidak sepandai dosen saya dalam
menyampaikan, mungkin kita bisa langsung dalam contoh soalnya saja ya . . 🙂
Pertama-tama Cari Momen maksimal dulu la ditengah bentangnya ., q = 1000 kgcm  dikalikan
bentang 40 cm. = 40000 kgcm . jadi Q = 40000 kg.

Reaksi A dan B adalah 20000 kg atau 20 ton. jadi Mmax = 20000.20 – 20000.10 = 20000 kgcm.

atau bila langsung dengan rumus, 1/8*q*L^2 = 200000 kgcm

ini adalah luas tampang besi dari bermacam2 diameter, dari rumus 1/4*3,14*D^2 , yang sudah
dihitung dengan menggunakan excel.,

lalu perhitungan dengan menggunakan rumus diatas saya gunakan excel hingga bertemu dengan
jumlah tulangan yang diperlukan, pada bagian terakhir luas tulangan tarik (As) dibagi dengan luas
tampang besi yang akan digunakan, sehingga kebutuhan untuk besi tulangan 8,10,12 dan 16 akan
berbeda2., silahkan mencoba 🙂
NB = rumus omega (ω) itu sebenarnya = 1- (1-2Rn)^0.5

Share this:
Cara Mudah Menghitung Besi Tulangan

Setelah sebelumnya saya menjelaskan tentang perhitungan portal dengan menggunakan program


SAP 2000 Versi 10, kali ini saya akan menjelaskan tentang bagaimana menghitung jumlah
tulangan yang akan dipasang pada balok (beam). Jumlah tulangan ini tentu memperhatikan nilai Mu
(Momen Ultimate) yang didapat dari perhitungan struktur portal. 

Perhitungan struktur portal bisa dihitung menggunakan beberapa metode baik manual maupun dengan
program. Jika dihitung dengan manual maka dapat dihitung dengan metode Takabeya, Cross, Matrix dan
lain-lainnya. sedangkan jika menggunakan program bisa menggunakan program SAP 2000, SANS Pro,
Stad Pro, Etabs, Risa 2d dan 3d dan masih banyak lainnya. Untuk mendownload berbagai macam
program tersebut silahkan klik disini.

Baik, simak baik-baik dan dengan cermat langkah langkah dibawah ini.

sebelumnya kita harus terlebih dahulu mengetahui nilai Mu di daerah tumpuan maupun Nilai Mu didaerah
lapangan

1)      Tulangan PadaTumpuan

            Dimensi Balok 25 x 50 cm

Mu = 217,61 Knm

setelah itu cari nilai K


    

    Dari tabel ρ dengan melihat nilai k yaitu 5,198 didapat nilai ρ = 0,0196

    Maka

    As        = ρ. b. d

                 = 0,0196 . 250. 457,5

                 = 2241,75  mm2

Jumlah tulangannya adalah = As / (1/4πd2) = 2241,75/(1/4.π. 252)

                                              = 4,566 dibulatkan 5 bh

Sehingga tulangan tumpuan yang dipakai adalah 5D25

Kontrol Lebar Balok

Kontrol 1 lapis

     2 x p                            = 2 x 20 mm    = 40 mm

     2 x Ǿsengkang            = 2 x 10 mm    = 20 mm

     5 x ǾTulangan Pokok = 5 x 25 mm    = 125 mm

     Jarak antar tulangan    = 4 x 25 mm    = 100 mm

                                         Jumlah             =  285 mm > 250 mm (Tidak Ok)

Karena jika tulangan disusun 1 lapis penampang beton tidak mencukupi, maka tulangan akan disusun 2
Lapis ( Lapis 1 ditaruh 3 Tulangan dan Lapis 2 Ditaruh 2 Tulanagn )

Kontrol 2 lapis

     2 x p                            = 2 x 20 mm    = 40 mm

     2 x Ǿsengkang            = 2 x 10 mm    = 20 mm

     3 x ǾTulangan Pokok = 3 x 25 mm    = 75 mm


     Jarak antar tulangan    = 2 x 25 mm    = 50 mm

                                         Jumlah             = 185 mm < 250 mm ( Ok)

Cek lapisan tulangan :

d1            = h – p - Ǿsengkang – ½ Ǿ tulangan utama

                = 500 – 20 – 10 – ½ . 25                     = 457,5 mm

d2            = h - p - Ǿsengkang - Ǿtulangan utama lapis 1 – 25 – ½ Ǿtulangan lapis 2

                = 500 – 20 -10 – 25 – 25 – ½ .25        = 407,5 mm

As1 = 3. ¼.π. Ǿ2  = 3. ¼.π. 252   = 1472,62 mm2

As2 = 2. ¼ .π. Ǿ2 = 2. ¼ .π. 252 = 981,75 mm2

Setelah itu cari nilai d' dengan rumus (as1.d1 +as2.d2) / (as1+as2)

setelah dapat nilai d' maka nilai d' dimasukkan kedalam rumus untuk mencari nilai k

 
Dari tabel ρ dengan melihat nilai k yaitu 5,684 didapat nilai ρ = 0,0218

Maka

As             = ρ. b. d

                 = 0,0218 . 250. 437,49

                 = 2384,32  mm2

Jumlah tulangannya adalah = As / (1/4πd2) = 2384,32 / (1/4.π. 252)

                                         = 4,85 ≈ 5 bh (Aman dipasang Tul. Rangkap)

Sedangkan untuk perhitungan tulangan lapangan, dihitung menggunakan balok T.


Cara mencarinya sedikit berbeda dengan perhitungan tulangan pada tumpuan.
BALOK TERHADAP LENTUR DENGAN TULANGANTARIK TUNGGAL
Dalam merencanakan struktur sebuah konstruksi bangunan (semisal : rumah tinggal dengan 2-3
lantai / kategori rumah mewah), kadangkala karena beberapa pertimbangan tertentu dari segi
arsitektural, dimensi balok struktur telah ditentukan sedemikian rupa dan tidak boleh untuk
diperbesar, padahal mungkin saja balok tersebut mempunyai bentang cukup besar atau mungkin
mengalami kondisi seperti gambar dibawah ini

Keadaan seperti ini bisa saja terjadi, karena kalau kita berbicara mengenai 'konstruksi rumah
tinggal’, mengharap kolom bisa sentris/lurus dari lantai bawah ke lantai atas jelas tidak mungkin
sekali, karena posisi kolom didesain mengikuti pola tata ruang dari rumah tersebut

Seperti kita ketahui bersama bahwasanya balok dengan kondisi tubuh “ramping” sangat riskan
terhadap bahaya lentur dan memiliki resiko lendutan yang besar, sehingga dikhawatirkan balok tidak
dapat memberikan kemampuan layan yang memadai untuk menahan beban-beban diatasnya.

Sebenarnya ada beberapa cara untuk mengatasi masalah diatas, diantaranya adalah dengan
memberikan kolom tambahan pada bentang balok tersebut yang berfungsi sebagai penyangga
sekaligus untuk memperkecil bentang balok tersebut sehingga otomatis dapat mengurangi lendutan
yang terjadi. Cara berikutnya adalah dengan memperbanyak jumlah tulangan balok yang
merupakan konsekuensi dari pembatasan ukuran dimensi balok tersebut. lihat ilustrasi dibawah ini.

Cara I ( dengan menambahkan kolom untuk menyangga balok) 


Cara diatas adalah cara yang paling ideal, namun jika cara tersebut tidak memungkinkan untuk
diterapkan semisal dikarenakan alasan kebutuhan ruang, maka mau tidak mau kita harus
memperbesar dimensi balok dan atau memperbanyak jumlah tulangan

Cara II (memperbesar dimensi balok dan memperbanyak jumlah tulangan)

Dari dua cara yang telah diungkapkan diatas, secara pribadi saya lebih suka dengan cara yang
pertama, karena apa?,

1. Berbicara tentang struktur rumah tinggal (rumah mewah) maka mengharapkan posisi kolom
sentris/lurus dari bawah sampai atas sangat tidak mungkin sekali, malah kenyataan yang kita jumpai
adalah ada kolom yang bertengger dibalok (lihat gb diatas). hal ini mengakibatkan transfer
pembebananya tidak efektif atau dengan kata lain beban yang seharusnya berakhir pada kolom
untuk segera diteruskan ke pondasi masih harus puter-puter dulu ke balok – ke kolom – ke balok
lagi, sehingga praktis hal ini harus dihindari. Selain itu kolom yang bertengger/menumpu pada balok
sangat tidak ideal karena bisa menimbulkan beban titik/ terpusat yang cukup besar serta momen
lentur dan puntir yang besar pula, sehingga dengan penambahan kolom dan dengan penempatan
posisi yang tepat (dalam kaitannya menyangga balok) diharapkan dapat mengekonomiskan hasil
desain struktur dari balok tersebut.

2. Balok dengan tulangan banyak dengan kondisi badan ramping (dimensi balok dibatasi), space
ruang tempat masuk material menjadi berkurang/terbatas (sempit), sehingga dikhawatirkan pada
waktu pengecoran, material pembentuk beton tidak bisa masuk secara sempurna, sehingga
mengakibatkan betonnya kurang padat. Selain itu, proses pengikatan dan perakitan tulangan tentu
saja juga jadi merepotkan, belum lagi pembengkokan, pengangangkutan material dan lain
sebagainya.

Ulasan yang saya utarakan diatas adalah sebuah introduksi sebelum pembahasan secara teknis
mengenai prosedur perencanaan balok terhadap lentur dengan tulangan tunggal, dan tentu saja
untuk posting kali ini saya batasi untuk tulangan tarik saja, sedangkan untuk prosedur perencanaan
balok dengan penulangan rangkap akan saya bahas pada posting berikutnya. 

Secara garis besar diposting kali ini akan saya jelaskan bagaimana cara mendesain tulangan tarik
dari balok jika dimensinya belum diketahui (tidak ditentukan/dibatasi secara arsitektural) dan
bagaimana cara mendimensi balok yang dimensinya sudah ditetapkan berdasarkan pertimbangan
secara arsitektural.

Baik! mari kita lanjutkan, sekarang perhatikan gambar berikut :

            (1)                              (2)                         (3)

indeks T menyatakan tension, sedangkan C menyatakan Compression

Keterangan :

Gb (1)   :   Gambar Balok, yang berwarna biru adalah bagian balok yang mengalami tegangan
tekan, sedangkan warna putih dibawahnya adalah bagian serat tarik dari balok.

Gb (2)   :   Gambar diagram tegangan tekan aktual

Gb (3)   :   Gambar diagram tegangan tekan efektif


Penurunan perumusan untuk perencanaan balok dengan tulangan tunggal adalah sebagai berikut

Ok! sekarang kita akan menginjak pada contoh kasus.

Kasus (1)

Dimensi (b, h) pada balok sudah diketahui atau ditentukan

(misal : karena adanya persyaratan arsitektural) maka prosedur perencanaannya adalah sebagai
berikut :

1. Hitung besarnya momen ultimate (Mu) akibat beban berfaktor

2. Hitung besarnya momen nominal yang dibutuhkan (Mn)

    ØMn  ≥ Mu
      Mn = Mu/Ø
3. Hitung m,       m = fy/(0.85 . fc’)

4. Hitung Rn,      Rn = Mn/ (b.d2)

5. Hitung rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

Jika ρ> 0,75 ρb maka harus memakai tulangan tekan (karena dimensi sudah ditetapkan / tidak
boleh diperbesar). Bila dimensi boleh diperbesar, maka sebaiknya dimensi diperbesar karena akan
lebih ekonomis bila dibandingkan memakai tulangan tekan.

6. Hitung luas tulangan yang diperlukan (As)

    As = ρ .b.d

2. Bila diperlukan, kontrol agar dipenuhi syarat :

   ØMn  ≥ Mu,    Ø = 0.80


Contoh Soal

Balok menahan Beban mati gD = 10,6 Kn/m (sudah termasuk berat sendiri) dan beban hidup g L = 22
Kn/m = 2,2 t/m, mutu beton (fc’) = 20 Mpa, mutu baja tulangan (fy) = 400 Mpa. Karena pertimbangan
arsitektural, maka dimensi balok telah ditentukan sebesar (25x65)cm 2

Pertanyaan : hitung penulangan balok tersebut !

(Catatan : Besi tulangan yang tersedia dilapangan D19,D25, dan D29)

Jawab :
1. Hitung besarnya momen ultimate (Mu) akibat beban berfaktor

    Md = 1/8 (qd) L2 = 1/8 (10.6) (7)2 =  65 KNm

    Ml  = 1/8 (ql) L2  = 1/8 (22) (7)2    =  135 KNm

    Mu = 1.2 (Md) + 1.6 (Ml) = 1.2 (65) + 1.6 (135)

         = 78 + 216 = 294 KNm = 294.106 Nmm

2. Hitung momen nominal yang dibutuhkan (Mn)

    Mn = Mu / Ø = 294.106 / 0.8 = 367,5 . 106 Nmm

3. Hitung m,  dimana m = fy / (0.85 fc’)

    m = 400 / (0.85 x 20)  = 23.53

4. Hitung Rn, dimana Rn = Mn / (b.d2)

    

    - tebal selimut beton direncanakan = 30 mm

    - diameter sengkang direncanakan = 12 mm

    - tulangan utama direncanakan      = 25 mm (D25)

a = tebal selimut beton

b = diameter sengkang/begel

c = setengah diameter tulangan utama

d=h–a–b–c
    = 650 – 30 – 12 – 1/2(25)

    = 595.5 mm  diambil =  595 mm

    Rn = 367,5 . 106 / (250 x 5952) = 4.15

5. Hitung rasio penulangan yang diperlukan

    ρ  min = 1.4 / fy  =  1.4 / (400) = 0.0035 = 0.35%

   ρ max = 0.75  ρb = 0.75 ( 0.85 fc’ β1 600)/(fy (600 + fy))


                                = 0.75 (0.85x20x0,85x600 )/(400(600+400))

                                = 0.0613  = 1.63 %

     ρ  min < ρ < ρ  max

        0.0035 < 0.0121 < 0.0163

6. Hitung luas tulangan yang diperlukan

    As = ρ . b. d  =  0.0121 x 250 x 595 = 1800 mm2

    besi tulangan yang ada : D19, D25 dan D29

    Luas penampang D19 = 1/4(3.14)(192) =  283.385 mm2

    Luas penampang D25 = 1/4(3.14)(252) =  490.625 mm2

    Luas penampang D29 = 1/4(3.14)(292) =  660.185 mm2

    Jadi :

    1. Kalau memakai D19 butuh = 7 buah = 7D19 = 7(283.385)

        = 1983.695 mm2 > 1800 mm2 ( memenuhi)

    2. Kalau memakai D25 butuh = 4 buah = 4D25 = 4(490.625 )

        = 1962.5 mm2    > 1800 mm2 ( memenuhi)


    3. Kalau memakai D29 butuh = 3 buah = 3D29 = 7(660.185 )

        = 1980.55 mm2  > 1800 mm2 ( memenuhi)

    nah… dari beberapa pilihan tersebut terserah anda mau pilih yang mana. tapi kalau saya pribadi
lebih suka memilih yang no.3 yaitu besi dengan ukuran 29 berjumlah 3 buah tulangan atau 3D29,
karena biar gak ribet dalam pembengkokan dan perakitan tulangan (biar ngirit kawat bendratnya
he..he..he), selain itu biar space ruangnya jadi  lebar sehingga lebih mudah pada waktu pengecoran
dan pemadatan beton.

Ok, sekarang saya pilih 3D29.

- Cek lebar perlu : 2(30) + 2(12) + 3(29) + 2(29) = 229 < 250…...(OK!)

- Cek d sebenarnya : 650 – 30 – 12 – (29/2) = 593 ≈ 595……(OK!)

Selesai.

Contoh yang saya lampirkan diatas adalah suatu cara atau prosedur perhitungan menghitung
tulangan balok jika dimensinya sudah ditentukan sebelumnya, Nah sekarang bagaimana cara
perhitungan tulangan dari sebuah balok jika dimensinya belum diketahui atau belum ditentukan ?….

T beam atau dalam bahasa Indonesianya adalah balok T, adalah balok yang pengecorannya
dilaksanakan bersamaan dengan pengecoran pelat lantai atau sering disebut (monolit). Sehingga
plat beton diperhitungkan sebagai sayap dari balok, dengan lebar sayap tertentu. Secara umum
balok T dibagi menjadi 2 yaitu balok pinggir (exterior) dan balok tengah (interior) .

ya gambar di atas saya ambil dari salah satu website teknik sipil di Indonesia, dan kita akan
menentukan jumlah tulangan untuk balok T tersebut dapat menahan beban yang bekerja padanya.
sebelumnya perilaku balok T apabila terkena momen yang bekerja padanya adalah sebagai berikut
:
LEBAR EFEKTIF SAYAP

Pada saat balok menahan beban, tidak semua bagian pelat yang berada diatasnya berdeformasi.
Semakin jauh pelat dari sumbu balok semakin kecil konstruksi pelat itu mempengaruhi deformasi
balok yang dihasilkan. SNI 2002 pasal 10, 10 mengatur besaran bagian pelat yang dapat diambil
sebagai bagian dari balok (atau lebih dikenal dengan lebar efektiv pelat), yaitu :

1. Lebar efektiv pelat lantai adalah ≤ 1/4 bentang balok


2. Lebar efektiv pelat yang diukur dari masing-masing tepi badan balok tidak boleh melebihi nilai
terkecil dari :
 8 kali tebal pelat
 1/2 jarak bersih antara badan – badan yang bersebelahan

Untuk balok dengan pelat hanya pada satu sisinya saja (balok eksterior), lebar sayap efektiv diukur
dari sisi balok tidak boleh melebihi dari :

 1/12 panjang batang balok


 6 kali tebal pelat
 1/2 jarak bersih antara badan-badan balok yang berdekatan
ANALISIS BALOK “T”

Pada umumnya, zona tekan balok “T” berbentuk persegi seperti terlihat pada gambar 4.2b
(diatas). Untuk kasus seperti ini, balok “T” tersebut dapat dianalisa sebagai balok persegi dengan
lebar “b”. Untk kasus dimana zona tekan berbentuk “T” seperti pada gambar 4.2d (diatas) analisis
dapat dilakukan dengan memperhitungkan secara terpisah kontribusi sayap dan badan penampang
dalam menahan momen. (gambar dibawah)

Analisis dilakukan secara terpisah sebagai berikut :

BALOK SAYAP

Luas zona tekan = (b – bw) hf

Gaya tekan Cf = 0,85. fc’. (b – bw) hf

Syarat keseimbangan , Tf = Cf

Sehingga dengan asumsi fs = fy maka :


Asf. fy = 0,85. fc’. (b-bw) hf

sehingga Asf dapat dicari dari persamaan di atas

Lengan momen = (d-hf/2)

Mnf = 0,85. fc’. (b-bw) hf (d-hf/2)

atau, Mnf = Asf. fy (d-hf/2)

BALOK BADAN

Luas tulangan tarik badan –>  Asw = As – Asf

Gaya tekan , Cw = 0,85. fc’. bw. a

Syarat keseimbangan –> Cw = Tw = Asw . fy

sehingga, a = Asw.fy / 0,85. fc’. bw

Lengan momennya adalah (d-a/2), sehingga :

Mnw = 0,85. fc’. bw. a (d-a/2),  atau

Mnw = Asw. fy (d-a/2)

Maka Momen pada balok T adalah  =  Momen pada balok sayap + Momen pada balok badan

Momen balok T = Mnf + Mnw

PERHITUNGAN APAKAH fs=fy

Pada langkah analisis di depan, fs diasumsikan = fy (tulangan leleh). Asusmsi ini harus dicek,
seperti yang pernah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan membandingkan nilai (a/d) hasil
perhitungan terhadap nilai(ab/d) yaitu

ab/d  =  β1.  (600/600+fy)

Jika a/d  ≤  ab/d  , , , maka fs = fy

BATASAN TULANGAN MAXIMUM UNTUK BALOK T

Untuk menjamin perilaku yang daktail, SNI 2002 pasal 12.3 butir 3 mensyaratkan :

ρ ≤ 0,75 ρb
Untuk balok T yang berperilaku seperti balok persegi, perhitungan ρb dapat dihitung menggunakan
rumus yang diberikan pada bab sebelumnya. Jika zona kompresi pada balok T berbentuk “T” maka
perlu dihitung luas tarik yang berhubungan dengan keruntuhan seimbang (balanced), yaitu :

Asb = Cb/fy  –> Cb = 0,85.fc’. [(b-bw)hf+bw.a]

sehingga, A max ≤ Asb

TULANGAN MINIMUM BALOK T

SNI 2002 pasal 12.5 butir 2 mensyaratkan batasan tulangan minimum untuk balok T yaitu

Asmin = (√f’c / 2.fy) bw.d

atau

Asmin = (√f’c / 4.fy) bf.d

Rujukan : Bahan Ajar Struktur berton Dr.Ir Antonius, MT (Dosen Unissula Semarang)

Ditulis dalam perhitungan balok

Anda mungkin juga menyukai