Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN STASE GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GASTRITIS

Disusun oleh :
Waode Raniati
NIM : 21219084

PEMBIMBING AKADEMIK
Apriyani., S.Kep., Ns., M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PALEMBANG
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTRITIS

A. Definisi Gastritis
Gastritis adalah peradangan lambung baik lokal atau menyebar pada mukosa
lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain (Reeves. J. Charlene, 2016).
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu
gastra yaitu berarti perut / lambung dan it is berarti inflamasi / peradangan,
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemua itu mengakibatkan peradangan pada lambung (Herdman,
2011).
Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung yang dapat bersifat akut dan kronis (Bararah, T dan Jauhar, 2013).

B. Etiologi Gastritis
Menurut Ehrlich, S.D. (2011) adapun penyebab dari penyakit gastritisa, yaitu:
1. Infeksi bakteri
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri
Helocobakter Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya di mengerti
bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan
penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. Pylori
sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup
jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. Pylori ini sekarang diketahui
sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering
terjadinya gastritis (Bararah, T dan Jauhar, 2013).
Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada
lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah
atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung secara perlahan rusak.2
2. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin,
ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung
dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding
lambung. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
3. Penggunaan alkohol secara berlebihan
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding
lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam
lambung walaupun pada kondisi normal.
4. Penggunaan kokain
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan
gastritis.
5. Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan
pada lambung.
6. Kelainan autoimmune
  

Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh


menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding
lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
7. Crohn’s disease
Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis
pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga
menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena
penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare
dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala
gastritis.
8. Radiasi and kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena
sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi
permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung.
9. Penyakit bile reflux
Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak
dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu
akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin
(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung.
Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.

C. Klasifikasi Gastritis
Menurut Hermawan dan Tutik (2011), Gastritis menurut jenisnya terbagi
menjadi 2, yaitu:
a. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut
dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
1. Gastritis Eksogen akut (biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari
luar, seperti bahan kimiamisal: lisol, alkohol, merokok, kafein lada,
steroid, mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi
terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan
erosi mukosa lambung).
2. Gastritis Endogen akut
b. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H.
Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan
tipe B. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun
sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan
penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi
produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini. 
Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi
helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

D. Anatomi Fisiologi Pencernaan


Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur panjang (panjang totalnya 23 –
26 kaki) yang berjalan melalui mulut melalui esofagus, lambung dan usus
sampai anus. Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior
terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang
yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi
distensi bila makanan melewatinya.
Bagian sisa dari gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal.
Lambung ditempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah
tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang
dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Inlet ke lambung disebut
pertemuan esofago-gastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus,
disebut sfingter esofagus bawah (atau sfingter kardia), yang pada saat
kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam
empat bagian anatomis : kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilorus
(outlet). Lambung terdiri dari empat lapisan :
a. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
b. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis, (a) serabut longitudinal, yang
tidak dalam dan bersambung dengan otot usofagus, (b) serabut sirkuler
yang paling tebal dan terletak dipilorus serta membentuk otot sfingter dan
berada di bawah lapisan pertama dan (c) serabutoblik yang terutama
dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium
kardiak,kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung
kecil).
c. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal dan terdiri atas
banyak kerutan atau rugae yang hilang bila organ itu mengembang karena
berisi makanan. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi
banyak saluran limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus.
Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar
lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang
bercabang-cabang dan lubang-lubang yang salurannya dilapisi oleh
epitelium silinder. Epitelium ini bersambung dengan permukaan mukosa
dari lambung. Epitelium dari bagian kelenjar yang mengeluarkan sekret
berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung. Kelenjar
kardia terletak paling dekat lubang yang ada di sebelah usofagus. Kelenjar
di sini berbentuk tubuler, baik sederhana maupun bercabang dan
mengeluarkan sekret mukus alkali. Kelenjar dari fundus terdahulu bekerja;
kelenjarnya tubuler dan berisi berbagai jenis sel. Beberapa sel, yaitu sel
asam atau sel oxintik, menghasilkan asam yang terdapat dalam getah
lambung. Dan yang lain lagi menghasilkan musin. Kelenjar pilorik kelenjar
dalam saluran pilorik juga berbentuk tubuler. Terutama menghasilkan
mukus alkali. Otot halus sirkuler di dinding pilorus membentuk sfingter
piloris dan mengontrol lubang  diantara lambung dan usus halus. Secara
ringkas, fungsi lambung antara lain :
a. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk
jangka waktu pendek.
b. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam
hidrokhlorida,dan dengan caraini disiapkan untuk dicernakan oleh usus.
c.    Protein diubah menjadi pepton.
d.   Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
e.    Pencernaan lemak dimulai dari lambung.
f.    Faktor antianemi dibentuk.
g.   Chime, yaitu isi lambung yang cair, disalurkan masuk duodenum.
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini
membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area
permukaan untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi ke dalam tiga
bagian anatomik : bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut
jejenum dan bagian bawah disebut ileum. Duktus koledukus yang
memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi pankreas,
mengosongkan diri ke dalam duodenum pada ampula vater. Pertemuan
antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan duodenum. Ini
disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi
untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks
veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan
abdomen, segmen tranversum yang memanjang dari abdomen atas kanan
ke kiri dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari
usus besar terdiri dari dua bagian : kolon sigmoid dan rektum. Tektum
berlanjut pada anus. Jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang
membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
E. Pathway
F. Patofisiologi
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus)
yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung.
Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual,
muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,
mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi
mukosa lambung agar tidak ikut tercerna.
Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.Lapisan mukosa gaster terdapat sel
yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri.Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh
karena kontak HCl dengan mukosa gaster.Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel
mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel
mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi
dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena
proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah
perdarahan.
Sedangkan Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang
sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel
chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya
akanmenurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan
metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap
iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel
desquamosa yang lebih kuat.Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang.
Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik
tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang
pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan
hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini
akan menimbulkan perdarahan.

G. Manifestasi Klinik
Menurut Padila (2012), adapun manifestasi klinis dari penderita gastritis,
yaitu:
1. Gastritis akut meliputi: ulserasi superficial yang dapat menimbulkan
hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (sakit kepala, malaise, mual dan
anoreksia), muntah, cekukan, beberapa pasien asimtomatik, kolik dan
diare dapat terjadi bila makanan pengiritan tidak dimuntahkan tapi
mencapai usus besar. Pasien biasanya sembuh dalam sehari walau nafsu
makan mungkin menurun selama 2-3 hari.
2. Gastritis kronik meliputi: Tipe A (gastritis autoimun) biasanya
asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B12 dan pada gastritis Tipe B
(gastritis H. pylori) pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah
makan, bersendawa, rasa pahit dalam mulut, atau mual dan muntah.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita gastritis
(Hermawan, D & Tutik Rahayuningsih, 2011) , yaitu:
1. Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian
biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
2. Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan
mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa
muskularis.
3. Pemeriksaan radiology.
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL,
sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
6. Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000
Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia
megalostatik.
7. Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan
  

albumin.
8. Gastroscopy.Untuk mengetahui permukaan mukosa
(perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan
mengambil jaringan untuk biopsi.
9. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk
perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat
ulkus jaringan / cedera.
10. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat
disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera
dan kemungkinan isi perdarahan.
11. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis.

I. Komplikasi Gastritis
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gastritis (Ehrlich, S.D,
2011), yaitu:
1. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk
perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis
yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab
utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-
90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
endoskopi.

2. Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B12, akibat kurang pencerapan, B12 menyebabkan anemia
pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum
pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis
akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung.
Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker
lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada
dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor
utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta
Obat-obatan (Rona, dkk, 2011). Namun secara spesifik dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Gastritis Akut
a. Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala  menghilang;
ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
b. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
c. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan
netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida,
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan
sukralfat (untuk sitoprotektor).
d. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk
yang encer atau cuka yang di encerkan.
e. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya
perforasi.
f. Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan
atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi
gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat
menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
g. Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi
rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat
seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi
jumlah asam lambung yang diproduksi.
2. Gastritis Kronis
a. Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
b. Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk
melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil.
Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika
meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter
biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini.
Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang
juga menghambat aktivitas H. Pylori.
c. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau
amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory.
d. Terapi terhadap H. Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi
infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari
antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula
bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit,
mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas
antibiotik.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) b/d agen cidera biologis
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d agen cidera biologis
3. Intoleransi Aktivitas tirah baring

L. Asuhan keperawatan teoritis


Asuhan Keperawatan Teoritis Menurut NANDA fase pengkajian merupakan
sebuah komponen utama untuk mengumpulkan informasi ,data, memvalidasi
data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikann data. Pengumpulan
data ,antara lain meliputi
1. Biodata
a. Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan diangnosa medis).
b. Identitas penanggung jawab (Nama, umur, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien).

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Adanya keluhan rasa kesemutan pada kaki/
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh- sembuh dan berbau , adanya nyeri pada luka.
b. Riwayat kesehatan sekarang Data diambil saat pengkajian berisi
tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum masuk rumah sakit
sampai sudah dirawat dibangsal rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan dahulu Data diambil saat pengkajian pasien tidak
ada riwayat penyakit terdahulu.
d. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga tidak terdapat
salah satu anggota keluarga yang yang menderita diabetes melitus atau
penyakit keturunan lainnya.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola promosi kesehatan Kaji adalah riwayat infeksi sebelumnya,
persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi
anggota keluarganya.
b. Pola nutrisi Kaji pola makan dan minum sehari-hari , jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman,
frekuensi makan dan minum perhari, nafsu makan menurun atau tidak,
jenis makanan yang disukai ,penurunan berat badan.
c. Pola eliminasi dan pertukaran Kaji pola BAB dan BAK sebelum dan
setelah sakit , mencatat konsistensi, warna, bau, frekeunsi sehari,
konstipasi.
d. Pola aktivitas/ istirahat Kaji reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin/ tidak, kelelahan dan keletihan) , perubahan pola nafas
setelah aktivitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
Kaji berapa jam tidur dalam sehari ,kebiasaan tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak dan nyaman
e. Pola persepsi kognitif Kaji konsentrasi, daya ingat dan kemampuan
mengetahui penyebab penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri Kaji aadalah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakit yang diderita.
g. Pola hubungan peran Kaji hubungan antar keluarga, interaksi dan
komunikasi.
h. Pola seksualitas.
i. Pola koping/toleransi stres Kaji pengendalian emosi, kecemasan yang
muncul tanpa alasan yang jelas, takut terhadap penyakitnya.
j. Pola prinsip hidup Kaji pengambilan keputusan dalam keluarga,
gnagguan beribadah salam, kataatan berdoa dan beribadah
k. Pola keamanan/perlindungan Kaji adanya cedera fisik, resiko jatuh,
suhu tubuh hipertermi/hipotermi
l. Pola kenyamanan Kaji ada kelihan nyeri/tidak, mual, muntah

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum Meliputi keadaan pasien, kesadaran, tinggi badan,
berat badan dan tanda tanda vital.
b. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah
pembesaran pada leher, telinga kadang-kdang berdenging, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kemerahan bekas luka
post operasi, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar operasi,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku
d. Sistem pernafasan Tidak ada sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
e. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah
atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi dan aritmia.
f. Sistem pencernaan Terdapat poliphagia, polidipsia, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen.
g. Sistem perkemihan Poliuria, retensi urine, inkontinensia unrie, rasa
panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, adanya ganggren di ektremitas
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensori, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi.
K. Asuhan keperawatan
NO Dx. Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Nyeri Akut NOC: NIC :
Batasan karakteristik Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri 1. Informasi data dasar untuk
1. Ekspresi wajah nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
mengevaluasi kebutuhan atau
2. Fokus menyempit misal keperawatan selama …. Pasien tidak secara komprehensif termasuk
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, durasi, keefektifan intervensi
interaksi dengan orang dan
lingkungan Kriteria Awal Tujuan frekuensi, kualitas dan faktor 2. Menunjukkan skala nyeri
3. Keluhan tentang karakteristik presipitasi
Mengenali kapan 3. Untuk mengetahui
nyeri 5 2. Observasi adanya petunjuk
nyeri pengalaman nyeri
4. Mengekspresikan perilaku non-verbal
Menggunakan
5. perilaku distraksi tindakan 5 3. Gunakan strategi komunikasi 4. Untuk dapat menurunkan dan
6. sikap melindungi area nyeri pencegahan terapeutik untuk mengetahui
memperberat nyeri
7. focus pada diri sendiri Menggunakan apa pengalaman nyeri
yang terkait 4. Gali bersama pasien faktor- 5. Untuk memberikan
faktor yang berhubungan 5
dengan gejala faktor yang dapat menurunkan dan pengetahuan pasien tentang
1. agen cedera biologis
nyeri memperberat nyeri
(misalnya infeksi, iskemia, Panjang episode nyeri
neoplasma) 5 5. Berikan informasi mengenai
nyeri 6. Untuk mengurangi nyeri
2. agen cedera fisik( misalnya nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
Ekspresi wajah
5 lama nyeri akan dirasakan, dan secara non farmakologi
abses, amputasi,luka bakar, nyeri
terpotong, mwngangkat berat, Indikator antisipasi dari ketidaknyamanan 7. Nyeri dapat terjadi
prosedur bedah, trauma, 1. Gangguan ekstrem akibat prosedur
peningkatan TTV
olahraga berlebihan) 2. Berat 6. Ajarkan penggunaan teknik
3. Sedang non farmakologi Ajarkan metode 8. Untuk menurunkan nyeri
3. agen cedera kimiawi (misal
luka bakar, kapsainsin, 4. Ringan farmakologi untuk menurunkan 9. Untuk mengatasi nyeri
mitelen klorida, agen 5. Tidak ada gangguan nyeri
mustard) 7. Monitor TTV
8. Anjurkan klien untuk
meningkatkan istirahat untuk
menurunkan nyeri
9. Kolaborasi dalam pemberian
obat analgesik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC: NIC :
dari kebutuhan tubuh berhubungan Status nutrisi Monitor Nutrisi
dengan kurang asupan makanan Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor mual dan muntah 1. Untuk memantau output klien
Batasan karakteristik: keperawatan selama ….. jam, klien
1. Berat badan 20 % atau lebih menunjukkan perbaikan nutrisi, dengan 2. Monitor turgor kulit 2. Untuk mengetahui tanda-
dibawah rentan berat badan kriteria hasil: 3. Monitor masukan makanan klien tanda kekurangan cairan dan
ideal
4. Monitor jaringan konjungtiva nutrisi
2. Bising usus hiperaktif
3. Diare Indikator : Kriteria 5. Tujuan
Awal Monitor BB klien 3. Memberikan informasi status
4. Kelemahan otot untuk 1. 6. Monitor pucat, kemerahan dan gizi klien
menelan Gangguan Intake nutrisi 5
kekeringan 4. Untuk mengetahui apakah
5. Kesalahan informasi
Kelemahan 5 kekurangan cairan atau tidak
6. Ketidakmampuan memakan
makanan 5. Penurunan BB merupakan
Tonus Otot 5
7. Kurang minat pada makanan hubungan yang penting
8. Membran mukosa pucat Berat badan ideal 5
9. Penurunan berat badan apakah klien terjadi
ekstrem
Faktor yang berhubungan 2. Berat penurunan status gizi
1. Asupan diet kurang 3. Sedang 6. Untuk mengetahui keadaan
Populasi beresiko 4. Ringan status gizi klien
1. Faktor biologis 5. Tidak ada gangguan
2. Faktor ekonomi
Kondisi Terkait
1. Gangguan psikososial
2. Ketidakmampuan makanan
3. Ketidakmampuan mencerna
makanan
4. Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
5. Kurang asupan makanan

3. Intorelaransi aktivitas NOC NIC


Batasan karakteristik 1. Toleransi aktivitas 1. Observasi adanya pembatasan 1. Untuk melihat adakah factor
1. Dispnea setelah beraktivitas Setelah dilakukan tinfakan klien dalam melakukan penghambat saat beraktivitas
2. Keletihan keperawatan selama …. Pasien tidak aktivitas
2. Mengetahui aktivitas yang
3. Ketidaknyaman setelah mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Bantu klien untuk
beraktivitas Kriteria Awal Tujuan mengindentifikasi aktivitas dapat dilaukan pasien sesuia
4. Kelemahan umum yang diinginkan dengan kondisi
Kecepatan berjalan 5
5. Respon tekanan darah 3. Bantu klien untuk memilih
Jarak berjalan 5 3. Mencegah aktivitas
abnormal terhadap aktivitas aktivitas konsisten yang seseuai
6. Respon frekuensi jantung Kemudahan dlm 5 dengan kemampuan berlebihan sesuai dengan
abnormal melakukan Adl 4. Bantu pasien/keluarga untuk kinerja jantung
7. Perubahan elektrokardogram Kemampuan untuk 5 mengindentifikasi kekurangan 4. Aktivitas berlebih dapat
Faktor yang berhubungan berbicara ketika dalam beraktivitas
melakukan memperburuk keadaan klien
1. Gaya hidup kurang gerak 5. Bantu pasien untuk
2. imobilitas aktivitas fisik mengembangkan motivasi diri
3. ketidakseimbangan antara dalam penguatan
suplai dan kebutuhan oksigen Indikator
4. Tirah baring 1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Ehrlich, S.D. (2011). Gastritis. http://www.umm.edu/altmed/articles/gastritis-


000067.htm#ixzz1xjJUAWU2

Herdman, Heather. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran.

Hermawan, D & Tutik Rahayuningsih. (2011). Keperawatan Medikal bedah


Sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
IOWA Intervention Project: Mosby

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med

Priharjo. (2013). Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Rona, dkk. 2011. Hubungan Pola Makan dengan Timbulnya Gastritis pada
Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center (UMC).
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Tribhuwana Tunggadewi, Malang.

Anda mungkin juga menyukai