Disfungsi Bladder dapat terjadi akibat dari kerusakan saraf yang terjadi pada sistem persarafan manusia. Sistem saraf pada pada manusia terdapat sistem saraf pusat dan tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (saraf parasimpatis dan simpatis) sedangkan sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan otonom. Proses berkemih membutuhkan sistem persarafan yang cukup komplek, pada sistem saraf pusat terdapat Pusat miksi Pons yang mengatur miksi melalui refleks pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kemih dan daerah kortikal serta daerah subkortikal di lobus frontal otak yang memberikan rangsang yang akan berpengaruh pada sfingter eksternal uretra. Sedangkan pada sistem persarafan perifer terdapat persarafan otonom yang akan mengatur refleks berkemih secara volunter. Lebih spesifik lagi, sistem saraf pusat yang mengatur reflek berkemih terdapat pada saraf parasimpatik dan saraf simpatik. Pada saraf parasimpatik terdapat pada kolumna medula spinalis antara S2 dan S4, terdapat 2 bentuk persarafan yaitu serabut saraf sensorik dan serabut saraf motorik, pada serabut sensorik akan mendeteksi peregangan kandung kemih sehingga akan memicu refleks pengosongan kandung kemih, sedangkan pada serabut motorik akan memicu kontraksi otot detrusor pada kandung kemih. Pada saraf simpatik terletak pada L2 medula spinalis, serabut saraf simpatis ini merangsang pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap kontraksi kandung kemih. Sehingga apabila terjadi cidera atau lesi pada lobus frontal otak, pons, medula spinalis dan saraf perifer maka akan mengakibatkan gangguang persarafan pada proses miksi sehingga menimbulkan gangguan perkemihan yang kita sebut Disfungsi Bladder. Sebuah kondisis disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut hingga overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya. Karena terdapat beberpa daerah atau organ yang terlibat dalam persarafan proses bermiksi maka ditentukan klasifikasi yang berdasarkan pada letak cidera atau lesi yang akan membantu menuntun terapis untuk memberikan penatalaksanan, klasifikasinya dan patofisiologinya adalah sebagai berikut: 1. Lesi di otak Contoh penyebab lesi otak adalah, stroke, tumor otak, parkinson, hidrosepahlus, cerebal palsy, dan Shy-Drager syndrome (progressive dan degeneratif system). Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol dan menyebabkan hilangnya kontrol ekskresi secara keseluruhan akan tetapi refleks ekskresi masih tetap utuh atau ada. Klien memiliki sensasi terbatas terhadap distensi kandung kemih, tetapi tidakmemiliki kemampuan untuk menghambat buang air kecil. Individu hanya mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan ekskresi yang parah karena pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat dengan jumlah urin yang sedikit. Biasanya, orang dengan masalah lesi otak akan berlari cepat ke kamar mandi akan tetapi urin keluar sebelum mereka mencapai kamar mandi. 2. Lesi di antara pons hingga sakral medula spinalis (Upper Motor Neuron) Contoh penyebab lesi diantara pons hingga sakral (di atas T12 – L1) ini adalah spinal cord injury, multiple sclerosis, myelomeningocele / spina bifida. Lesi di Upper Motor Neuron ini memiliki karakteristik Disinergia Detrussor – Spingter (DDS), pada keadaan fisiologis miksi, sfingter eksterna akan berelaksasi mendahului kontraksi destrusor, akan tetapi pada DDS ini terjadi kontraksi bersamaan antara sfingter eksterna dan otot detrusor, hail ini mengakibatkan miksi terhambat sehingga meningkatkan tekanan intravesikal dan dapat mengakibatkan vesikoureteral reflux yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Pengosongan kandung kemih sangat cepat dan sering begitu juga kontraksi sfingter eksterna yang bersamaan dengan kontraksi otot detrussor mengakibatkan klien merakan ingin berkemih akan tetapi urin yang dikeluarkan sangat sedikit, karena kandung kemih ingin mengeluarkan urinnya akan tetapi kontraksinya sfingter eksterna membuat terhalangnya urin keluar sehingga pengosongan kandung kemih tidak efisien dan tidak menimbulkan kepuasaan karena terdapat sisa urin yang tinggi pada kandung kemih. 3. Lesi di akar ventral di S2 – S4 (the Mixed Type A Bladder) Lesi di tempat ini mengakibatkan kelumpuhan motorik, klien memiliki sensasi utuh untuk berkemih akan tetapi mengalami hilangnya sebagian atau seluruhnya fungsi motorik yaitu klien tidak bisa mengeluarkan urinnya sehingga meninmbulkan retensi urin. Adanya retensi urin ini akan mengakibatkan volume urin residual meingkat pada kandung kemih sehingga memungkinkan terjadinya inkontinensia overflow 4. Lesi di akar dorsal di S2 – S4 (the Mixed Type B Bladder) Lesi ditempat ini mengakibatkan kelumpuhan sensorik, klien tidak memiliki sensasi untuk berkemih akan tetapi fungsi motoriknya masih bagus sehingga klien mengeluarkan urin tanpa didahului rasa ingin berkemih.. hal ini akan menimbulkan inkontinensia urin pada umumnya. 5. Lesi di Lower Motor Neuron (dibawah T12 – L1) dan saraf perifer Lesi di Lower Motor Neuron mengakibatkan klien merasa ada sensasi sadar untuk membatalkan akan tetapi tidak memiliki refleks untuk berkemih karena hilangnya sensibilitas kandung kemih. Proses miksi secara volunter juga menghilang dan mekanisme untuk kontraksi detrusor hilang dan hal ini mengakibatkan hipokontraktil pada kandung kemih. Compliance kandung kemih juga hilang. Pada saraf perifer, Diabetes melitus dan AIDS adalah 2 kondisi yang mengakibatkan periferal neuropathy yang menyebabkan retensi urin. Penyakit ini merusak saraf kandung kemih, distensi kandung kemih akan tetapi terasa tidak nyeri. Pada pasien diabetes kronis akan kehilangan sensasi dari kandung kemih. PATHWAY DISFUNGSI BLADDER Kelainan serebral : stroke, tumor Penyakit/trauma : Spinal Cord Gangguan metabolic : Penyakit infeksi : mielitis otak, Parkinson, hidrosepalus, injury, multiple sclerosis, Hipotiroidisme, uremia, DM, transversal, Herpes Zooster cerebrsl palsy, Shy-Drager myelomeningocele, spina bifida AIDS
Lesi lower motor Peripheral
neuron (dibawah T12- neurophaty Lesi otak/supra pons Lesi upper motor neuron Lesi pada sacral S2-S4 kandung kemih (diatas T12-L1) Hilangnya control Ventral S2-S4 (the Dorso S2-S4 (the ekskresi Disinergia distrussor dan sfingter mixed Type A) mixed type B) MK : RETENSI URINE Kontraksi bersamaan antar sfingter Kelumpuhan motorik Kelumpuhan sensorik Hiperrefleksi otot destrusor eksterna dan otot destrussor Terdapat sensasi Memiliki sensasi berkemih Klien idak memiliki berkemih akan tetapi Pengosongan kandung kemih Miksi tetapi tdk dapat sensasi berkemih akan fungsi volunter yang terlalu cepat terhambat tetapi reflek motorinya mnehilang Tekanan intravesikal meningkat masih bagus Urin keluar sedikit, keluar MK : RETENSI URINE sebelum mencapai kamar mandi Sensasi berkemih ada tetapi Volume residu Mengeluarkan urin tanpa urin yang dikeluarkan sedikit uriun meningkat didahului rasa berkemih MK : INKONTINENSIA URGENSI MK : INKOTINENSIA OVERFLOW MK : INKOTINENSIA URINE MK : RETENSI URINE Berkemih disituasi yang tidak tepat DISFUNGSI BLADDER Distensi abdomen Pemasangan kateter MK : RESIKO INFEKSI MK : HARGA DIRI RENDAH MK : NYERI AKUT (NIC) (NIC) Manajemen Eliminasi Urin Pencegahan Infeksi (NIC) (NIC) Latihan Otot Dasar Panggul Control Infeksi Self esteem enchancement Monitor Ttv Manajemen Cairan Monitor TTV self awareness Manajemen Nyeri Latihan Bak Teratur enchancement Pemberian Anagelsik Urinary Retention Care