Anda di halaman 1dari 5

Tugas : Makalah system Perkemihan

Dosen pembimbing : Edy Supriadi, S.Kep.Ns.,M.Kep.

DISFUNGSI BLEDDER

KELOMPOK : 5

1. NOVA ARIANTI TAPI


2. MEYTA CARLA SIRIWA
3. SUNARTI
4. MIFTAHUL FAJAR

PROGRAM STUDI S1 B KEPERAWATAN

STIKES NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2020

Patofisiologis Disfungsi Bladder


Disfungsi Bladder dapat terjadi akibat dari kerusakan saraf yang terjadi pada sistem
persarafan manusia. Sistem saraf pada pada manusia terdapat sistem saraf pusat dan tepi.
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (saraf parasimpatis dan
simpatis) sedangkan sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan otonom.
Proses berkemih membutuhkan sistem persarafan yang cukup komplek, pada sistem
saraf pusat terdapat Pusat miksi Pons yang mengatur miksi melalui refleks pengaturan
pengisian atau pengosongan kandung kemih dan daerah kortikal serta daerah subkortikal di
lobus frontal otak yang memberikan rangsang yang akan berpengaruh pada sfingter eksternal
uretra. Sedangkan pada sistem persarafan perifer terdapat persarafan otonom yang akan
mengatur refleks berkemih secara volunter.
Lebih spesifik lagi, sistem saraf pusat yang mengatur reflek berkemih terdapat pada
saraf parasimpatik dan saraf simpatik. Pada saraf parasimpatik terdapat pada kolumna medula
spinalis antara S2 dan S4, terdapat 2 bentuk persarafan yaitu serabut saraf sensorik dan
serabut saraf motorik, pada serabut sensorik akan mendeteksi peregangan kandung kemih
sehingga akan memicu refleks pengosongan kandung kemih, sedangkan pada serabut
motorik  akan memicu kontraksi otot detrusor pada kandung kemih. Pada saraf simpatik
terletak pada L2 medula spinalis, serabut saraf simpatis ini merangsang pembuluh darah dan
memberi sedikit efek terhadap kontraksi kandung kemih.
Sehingga apabila terjadi cidera atau lesi pada lobus frontal otak, pons, medula spinalis
dan saraf perifer maka akan mengakibatkan gangguang persarafan pada proses miksi
sehingga menimbulkan gangguan perkemihan yang kita sebut Disfungsi Bladder. Sebuah
kondisis disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut hingga
overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya.
Karena terdapat beberpa daerah atau organ yang terlibat dalam persarafan proses
bermiksi maka ditentukan klasifikasi yang berdasarkan pada letak cidera atau lesi  yang akan
membantu menuntun terapis untuk memberikan penatalaksanan, klasifikasinya dan
patofisiologinya adalah sebagai berikut:
1. Lesi di otak
Contoh penyebab lesi otak adalah, stroke, tumor otak, parkinson, hidrosepahlus,
cerebal palsy, dan Shy-Drager syndrome (progressive dan degeneratif system). Lesi otak
diatas pons merusak pusat kontrol dan menyebabkan hilangnya kontrol ekskresi secara
keseluruhan akan tetapi refleks ekskresi masih tetap utuh atau ada. Klien memiliki sensasi
terbatas terhadap distensi kandung kemih, tetapi tidakmemiliki kemampuan untuk
menghambat buang air kecil. Individu hanya mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan
ekskresi yang parah karena pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat  dengan jumlah
urin yang sedikit. Biasanya, orang dengan masalah lesi otak akan berlari cepat ke kamar
mandi akan tetapi urin keluar sebelum mereka mencapai kamar mandi.
2. Lesi di antara pons hingga sakral medula spinalis (Upper Motor Neuron)
Contoh penyebab lesi diantara pons hingga sakral (di atas T12 – L1) ini adalah spinal
cord injury, multiple sclerosis, myelomeningocele / spina bifida.  Lesi di Upper Motor
Neuron  ini memiliki karakteristik Disinergia Detrussor – Spingter (DDS), pada keadaan
fisiologis miksi, sfingter eksterna akan berelaksasi mendahului kontraksi destrusor, akan
tetapi pada DDS ini terjadi kontraksi bersamaan antara sfingter eksterna dan otot detrusor,
hail ini mengakibatkan miksi terhambat sehingga meningkatkan tekanan intravesikal dan
dapat mengakibatkan vesikoureteral reflux yang dapat mengakibatkan  kerusakan ginjal.
Pengosongan kandung kemih sangat cepat dan sering begitu juga kontraksi sfingter
eksterna yang bersamaan dengan kontraksi otot detrussor mengakibatkan klien merakan ingin
berkemih akan tetapi urin yang dikeluarkan sangat sedikit, karena kandung kemih ingin
mengeluarkan urinnya akan tetapi kontraksinya sfingter eksterna membuat terhalangnya urin
keluar sehingga pengosongan kandung kemih tidak efisien dan tidak menimbulkan kepuasaan
karena terdapat sisa urin yang tinggi pada kandung kemih.
3. Lesi di akar ventral di S2 – S4 (the Mixed Type A Bladder)
Lesi di tempat ini mengakibatkan kelumpuhan motorik, klien memiliki sensasi utuh
untuk berkemih akan tetapi mengalami hilangnya sebagian atau seluruhnya fungsi motorik
yaitu klien tidak bisa mengeluarkan urinnya sehingga meninmbulkan retensi urin. Adanya
retensi urin ini akan mengakibatkan volume urin residual meingkat pada kandung kemih 
sehingga memungkinkan terjadinya inkontinensia overflow
4. Lesi di akar dorsal di S2 – S4 (the Mixed Type B Bladder)
Lesi ditempat ini mengakibatkan kelumpuhan sensorik, klien tidak memiliki sensasi
untuk berkemih akan tetapi fungsi motoriknya masih bagus sehingga klien mengeluarkan urin
tanpa didahului rasa ingin berkemih.. hal ini akan menimbulkan inkontinensia urin pada
umumnya.
5. Lesi di Lower Motor Neuron  (dibawah T12 – L1) dan saraf perifer
Lesi di Lower Motor Neuron mengakibatkan klien merasa ada sensasi sadar untuk
membatalkan akan tetapi tidak memiliki refleks untuk berkemih karena hilangnya sensibilitas
kandung kemih. Proses miksi secara volunter juga menghilang dan mekanisme untuk
kontraksi detrusor hilang dan hal ini mengakibatkan hipokontraktil pada kandung kemih.
Compliance kandung kemih juga hilang.
Pada saraf perifer, Diabetes melitus dan AIDS adalah 2 kondisi yang mengakibatkan
periferal neuropathy yang menyebabkan retensi urin. Penyakit ini merusak saraf kandung
kemih, distensi kandung kemih akan tetapi terasa tidak nyeri. Pada pasien diabetes kronis
akan kehilangan sensasi dari kandung kemih.
PATHWAY DISFUNGSI BLADDER
Kelainan serebral : stroke, tumor Penyakit/trauma : Spinal Cord Gangguan metabolic :
Penyakit infeksi : mielitis
otak, Parkinson, hidrosepalus, injury, multiple sclerosis, Hipotiroidisme, uremia, DM,
transversal, Herpes Zooster
cerebrsl palsy, Shy-Drager myelomeningocele, spina bifida AIDS

Lesi lower motor Peripheral


neuron (dibawah T12- neurophaty
Lesi otak/supra pons Lesi upper motor neuron Lesi pada sacral S2-S4 kandung kemih
(diatas T12-L1)
Hilangnya control Ventral S2-S4 (the Dorso S2-S4 (the
ekskresi Disinergia distrussor dan sfingter mixed Type A) mixed type B) MK : RETENSI
URINE
Kontraksi bersamaan antar sfingter Kelumpuhan motorik Kelumpuhan sensorik
Hiperrefleksi otot destrusor
eksterna dan otot destrussor
Terdapat sensasi
Memiliki sensasi berkemih Klien idak memiliki berkemih akan tetapi
Pengosongan kandung kemih Miksi
tetapi tdk dapat sensasi berkemih akan fungsi volunter
yang terlalu cepat terhambat tetapi reflek motorinya mnehilang
Tekanan intravesikal meningkat masih bagus
Urin keluar sedikit, keluar MK : RETENSI URINE
sebelum mencapai kamar mandi
Sensasi berkemih ada tetapi Volume residu Mengeluarkan urin tanpa
urin yang dikeluarkan sedikit uriun meningkat didahului rasa berkemih
MK : INKONTINENSIA URGENSI
MK : INKOTINENSIA OVERFLOW MK : INKOTINENSIA URINE
MK : RETENSI URINE
Berkemih disituasi yang tidak
tepat DISFUNGSI BLADDER
Distensi abdomen
Pemasangan kateter MK : RESIKO INFEKSI
MK : HARGA DIRI RENDAH
MK : NYERI AKUT (NIC) (NIC)
Manajemen Eliminasi Urin Pencegahan Infeksi
(NIC) (NIC) Latihan Otot Dasar Panggul Control Infeksi
Self esteem enchancement Monitor Ttv Manajemen Cairan Monitor TTV
self awareness Manajemen Nyeri Latihan Bak Teratur
enchancement Pemberian Anagelsik Urinary Retention Care

Anda mungkin juga menyukai