Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

Oleh Kelompok 1:
1. AZNANI, S.Kep Ns0621009
2. ATENTI FEBRIA, S.Kep Ns0621007
3. ELEN DIT RESOK FAR-FAR, S.Kep Ns0621014
4. GABRYELA CICILYA APONNO, S.Kep Ns0621016
5. IKA RAHASTI, S.Kep Ns0621019
6. NUR INDAH LESTARI Z, S.Kep Ns0621029
7. YOSEFINA APRILIA KALKOY, S.Kep Ns0621045

CI Lahan CI Institusi

( ) (Irmayani,S.Kep.,Ns.,M.Kes)
NIP/NIDN: NIDN:

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2021

A. Konsep Medis
1. Definisi DM
DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskuler, dan neuropati (Raharjo, 2018). DM
merupakan suatu gejala klinis yang ditandai dengan peningkatan glukosa
darah plasma (hiperglikemia) (Ii , 2018). DM merupakan penyakit yang
tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar haus
dan sering buang air kecil (Letuna, 2019). Gejala tersebut seringkali
disadari ketika penderita sudah merasakan keluhan, sehingga disebut
dengan the silent killer (Ii , 2018).
DM merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik
dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin,
kerja insulin, atau kedua - duanya (Suryati, 2019). DM merupakan suatu
kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan karakteristik
hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau
kedua – duanya (Varena, 2019). Tubuh tidak dapat mengubah karbohidrat
atau glukosa menjadi energi disebabkan tubuh tidak mampu memproduksi
atau produksi insulin kurang bahkan tidak mampu menggunakan insulin
yang dihasilkan, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk
diubah menjadi energi dan menyebabkan kadar glukosa di dalam darah
meningkat (Simamora, 2020). Kondisi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan di berbagai jaringan dalam tubuh mulai dari pembuluh darah,
mata , ginjal, jantung dan syaraf yang disebut dengan komplikasi dari DM
(Simamora, 2020).
2. Definisi Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari
rentang kadar gluksa puasa normal 80-90 mg/dl atau kadar gluko sewaktu
140-160 mg/dl (Corwin, 2001)
Menurut World Health Organization (WHO) hiperglikemia adalah kadar
glukosa darah >126 mg/dl, dimana kadar glukosa darah antara 100-126
mg/dl dianggap suatu keadaan toleransi abnormal glukosa. (Raharjo, M.
2018)
3. Definisi Debdridement
Debdridement adalah proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan
mati dari suatu luka. Jaringan avital dapat berwarna lebih pucat, coklat
mudah atau hitam dan dapat kering atau basah.
 Tujuan Debdridement
Membuang jaringan mati serta mempercepat penyembuhan luka
 Prosedur Debdridement
a. Alat-alat
-Pinset
-Gunting
b. Bahan-bahan
-NaCL 0,9%
c. Langkah-langkah
1) Tindakan dan antiseptic
2) Anestesi infiltrasi sekitar luka
3) Luka di cuci sampai bersih
4) Identifikasi jaringan nekrotik dan struktur neurovaskuler
5) Jepit jaringan nekrotik dengan pinset, gunting
6) Ulangi langkah 5 sampai semua/sebagian besar jaringan
terbuang. Sampai jaringan sehat terlihat (sudah ada
perdarahan normal)
7) Jika luka tertututp darah,cuci kembali dengan NaCL
0,9%, lalu kembali identifikasi jaringan nekrotik
8) Selanjutnya tergantung tipe luka dapat dijahit primer atau
dilakukan perawatan luka terbuka atau tindakan
definitive lainnya

4. Klasifikasi DM berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1 DM tipe I, DM tipe II (Simamora, 2020).

a. DM tipe 1 DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di


pancreas kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut.

Gambar 1.2 Pulau Langerhans (Raharjo, 2018)


Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik
(Simamora, 2020).
DM tipe 2 penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi
insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja
secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam
tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita
DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut
(Raharjo, 2018).
DM Gestasional adalah DM yang muncul pada saat hamil. Keadaan ini
terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin (Raharjo, 2018).

5. Etiologi
1) DM tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pancreas.
Proses ini terjadi pada orang yang rentang secara genetik dan (mungkin)
dipicu oleh faktor lingkungan (Simamora, 2020). DM tipe 1 disebabkan
oleh interaksi genetika dan lingkungan, dan ada beberapa faktor genetik
dan lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan
penyakit (Raharjo, 2018).
2) DM tipe 2
Terdapat hubungan yang kuat antara faktor genetik dan gaya hidup DM
tipe 2 dengan kelebihan berat badan dan obesitas dan dengan
bertambahnya usia serta dengan etnis dan riwayat keluarga (Wisman,
2016). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin dan penurunan
progresif dalam produksi insulin sel β pancreas (Simamora, 2020).
Resistensi insulin adalah kondisi dimana insulin diproduksi, tetapi tidak
digunakan dengan benar jumlah insulin yang diberikan tidak
menghasilkan hasil yang diharapkan (Letuna, 2019). Penurunan
progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena penurunan massa
sel β yang disebabkan oleh apoptosis ini mungkin merupakan
konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik, dan resistensi insulin itu
sendiri (Ii, 2018).
3) DM gestasional
DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolisme glukosa
(hiperglikemi akibat sekresi hormon-hormon plasenta) (Suryati et al.,
2019). DM gestasional dapat merupakan kelainan genetik dengan carain
sufisiensi atau berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah,
berkurangnya glikogenesis, dan konsentrasi gula darah tinggi (Varena,
2019).

6. Patofisiologi
1) DM tipe 1
Perjalanan DM tipe 1 dimulai pada gangguan katabolik dimana
insulin yang bersirkulasi sangat rendah atau tidak ada, glukagon
plasma meningkat, dan sel beta pancreas gagal untuk merespon
semua rangsangan sekresi insulin (Simamora, 2020). Pancreas
menunjukkan infiltrasi limfositik dan penghancuran sel-sel yang
mensekresi insulin dari pulau langerhans, menyebabkan kekurangan
insulin (Varena, 2019). Defisiensi insulin absolut memiliki banyak
konsekuensi fisiologis, termasuk gangguan pengambilan glukosa
kedalam sel otot dan adiposa dan tidak adanya efek penghambatan
pada produksi glukosa di hepar, lipolisis, dan ketogenesis (Simamora,
2020). Defisiensi insulin yang ekstrim menyebabkan diuresis osmotik
dan dehidrasi serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan DM
ketoasidosis (DKA), yang dapat mengancam jiwa (Wisman et al.,
2016). Ketika massa sel beta menurun, sekresi insulin menurun
sampai insulin yang tersedia tidak lagi cukup untuk mempertahankan
kadar glukosa darah normal setelah 80-90% sel-sel beta dihancurkan,
hiperglikemia berkembang dan DM dapat didiagnosis (Suryati et al.,
2019). Saat ini autoimunitas dianggap sebagai faktor utama dalam
patofisiologi DM tipe 1 pada individu yang rentan secara genetik,
infeksi virus dapat menstimulasi produksi antibodi terhadap protein
virus yang memicu respons autoimun terhadap molekul sel beta
antigen yang serupa (Varena, 2019).
2) DM tipe 2
DM tipe 2 adalah kondisi heterogen yang dihasilkan dari kombinasi
sekresi insulin yang berkurang dan peningkatan kebutuhan insulin
(Varena, 2019). Glukagon adalah hormon pasangan insulin yang
mengatur pelepasan glukosa hati, dan peningkatan pelepasan
glukagon memainkan peran penting dalam patofisiologi DM tipe 2
(Letuna, 2019). Kapasitas untuk regenerasi sel beta berkurang atau
hilang pada orang dewasa, dan penurunan massa sel beta terlihat
dengan bertambahnya usia secara paralel dengan meningkatnya risiko
DM (Varena, 2019). Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh gen
terkait DM yang memainkan peran dalam pemeliharaan dan fungsi
sel beta (Simamora, 2020). Penyebab langsung hiperglikemia adalah
kelebihan produksi glukosa oleh hati dan mengurangi pengambilan
glukosa dalam jaringan perifer karena resistensi insulin, dalam
pelepasan sitokin terjadi inflamasi dimana inflamasi ini terjadi
sebagai konsekuensi dari obesitas, yang dapat juga menyebabkan
peradangan jaringan (Ii, 2018). Terdapat distribusi lemak tubuh dan
penumpukan lemak intramuskular yang juga berkaitan dengan tingkat
resistensi insulin dimana individu akan rentan mengakumulasi
trigliserida (Varena, 2019).
3) DM gestasional
Mayoritas wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan atau
obesitas, dan banyak yang memiliki sindrom metabolik laten,
predisposisi genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup yang tidak aktif
secara fisik dan kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum kehamilan
(Simamora, 2020). Perubahan metabolik lainnya seperti peningkatan
pelepasan fraksional amylin dan proinsulin relatif terhadap sekresi
insulin dapat menjadi penyebab atau konsekuensi dari sekresi dan
aksi insulin yang disfungsional (Varena, 2019).

7. Pathway

DM tipe 1 DM tipe 2

Reaksi autoimun Ideopatik, usia, genetik, dll

Sel β pankreas hancur Jumlah sel pangkreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat
Fleksibilitas darah Penurunan BB
Pembatasan diet
merah

Intake tidak Defisit nutrisi


Pelepasan O2
adekuat

Hipoksia perifer Poliuria Hipovolemia

Nyeri akut Perfusi perifer tidak


efektif
8. Manifestasi Klinik
Penyakit DM ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita
(Letuna, 2019). Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga urine sering dilebung
atau dikerubuti semut (Wisman et al., 2016).
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala
apapun sampai saat tertentu (Wisman et al., 2016). Permulaan gejala yang ditunjukan
meliputi:
a. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada DM, karena insulin bermasalah pemasukan gula kedalam sel-sel tubuh kurang
sehingga energi yang dibentuk pun kurang itu sebabnya orang menjadi lemas. Oleh
karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan
rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan (Raharjo, 2018).
b. Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urine keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untuk
mengatasi hal tersebut timbullah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan
ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar
gula semakin tinggi (Suryati et al., 2019).
c. Jumlah urine yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar bersama urine
yang mengandung gula, tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin
kedalam urine sehingga volume urine yang keluar banyak dan kencing pun sering
(Raharjo, 2018). Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-
10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan
timbul rasa mual (Letuna, 2019).
2) Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kaca mata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
k. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Letuna, 2019).

9. Komplikasi
Komplikasi dari DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Decroli, 2019).
1) komplikasi akut adalah :
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
b. KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan) (Decroli, 2019). Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%
tanpa ketosis yang berarti osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini
jarang mengenai anak anak, usia muda atau diabetes DM tipe non insulin dependen
karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM
tipe 2 dimana kadar insulin darahnya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi
tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
(Letuna, 2019).
c. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis
atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis (Decroli, 2019). Dimulai dari stadium
parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan :
lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara (Ii,, 2018). Stadium simpatik,
gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-
debar (Simamora, 2020). Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang (Decroli, 2019).
2) Komplikasi kronik dari DM sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler.
a. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari
a) Retinopati diabetic
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein
serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke
bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi
maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan
mendadak. Hal tersebut pada penderita DM bisa menyebabkan kebutaan
(Decroli, 2019).
b) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang paling sering
terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari (Simamora,
2020).
c) Nefropati diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria
akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat
glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan
menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis
nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan
bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan
berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang
menjadi chronic kidney disease (Decroli, 2019).
b. Komplikasi makrovaskular yang sering terjadi biasanya merupakan makroangiopati.
Penyakit yang termasuk dalam komplikasi makrovaskular
adalah
a) Penyakit pembuluh darah jantung atau otak
b) Penyakit pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang DM, biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul
(Decroli, 2019).

10. Pemeriksaan Penunjang


1) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus >
140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala
klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi
pengobatan bukan diagnostic
3) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
4) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200
mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi
atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
6) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison
menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula
darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
7) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
8) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
9) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan
dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian DM (Raharjo, 2018).

11. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita(Ii , 2018).
Prinsip diet DM,adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/ tidak (Simamora, 2020).
Dalam melaksanakan diet DM sehari hari hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu:
a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau ditambah
b) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c) Jenis makanan yang manis harus dihindari (Ii , 2018).
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penetuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of relative body weight
(Suryati et al., 2019).
(BPR=berat badan normal) dengan rumus
BB ( kg ) x 100 %
TB ( cm ) −100
Keterangan :
a) Kurus (underweight) :BPR<90%
b) Normal (ideal) :BPR 90% -110%
c) Gemuk (overweight) :BPR >110%
d) Obesitas apabila :BPR> 120%
e) Obesitas ringan :BPR 120% -130%
f) Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
g) Obesitas berat :BPR 140 – 200%
h) Morbid :BPR > 200%.
b. Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik (Decroli, 2019).
c. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai DM dan pencegahannya. Misalnya
mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel mengenai DM
(Suryati et al., 2019).
d. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dilakukan apabila pencegahan dengan cara (edukasi,
pengaturan makan, aktivitas fisik) belum berhasil, berarti harus diberikan obat-
obatan (Decroli, 2019).
e. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk mengevaluasi
pemberian obat pada DM. Jika dengan melakukan lima pilar diatas mencapai
target,tidak akan terjadi komplikasi (Suryati et al., 2019).
f. Melakukan perawatan luka (Decroli, 2019).
g. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital(Suryati et al., 2019).
h. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
(Suryati et al., 2019).
i. Mengelola pemberian obat sesuai program (Decroli, 2019).
2) Penatalaksanaan Medis
a. Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien DM geriatri tidak berbeda dengan pasien dewasa
sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang
digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral
gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap
harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda
dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan
risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita DM pasien lanjut
usia (Varena, 2019).
b. Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua
yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-
binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga
resiko hiponatremi dan hipoglikemia (Raharjo, 2018).
b) Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena
dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan (Varena, 2019).
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat
kompleks. Sehingga mengurangi absorbsi karbohidrat dan menghasilkan
penurunan peningkatan glukosa postprandial (Raharjo, 2018).
d) Thiazolidinediones Thiazolidinediones
Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek
insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor (Anonim, 2017).
12. Prognosis
1) Harapan hidup orang yang terkena DM pada usia 40 tahun, 5-10 tahun kurang dari
rata-rata populasi.
2) Serangan jantung adalah komplikasi paling bahaya yang sering menjadi pembunuh
pasien DM.
3) Dengan kontrol gula yang teratur dan menjaga gaya hidup serta menjaga kadar
lemak dalam darah secara ketat dapat meningkatkan harapan hidup lebih tinggi
(Varena, 2019).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian (Simamora, 2020).
1) Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, No rekam medis
2) Keluhan utama (Varena, 2019).
a. Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir,
pelo, perubahan emosional penurunan kesadaran
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri
perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria
d. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
f. Pemeriksaan Fisik (Decroli, 2019).
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi
menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung
c) Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda : ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : urine encer,
pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare
e) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang
g) Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j) Gastrointestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k) Muskuloskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen pencedera fisiologis
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penuruan aliran arteri
dan atau vena
3) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
(PPNI, 2017).
3. Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL TINDAKAN


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Nyeri akut berhubungan
tindakan keperawatan, Observasi
dengan adanya agen
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi 1. Mengetahui lokasi,
pecedera fisiolgis
menurun dengan kriteria lokasi,karakteristik,durasi,fre karakteristi, durasi,

hasil sebagai berikut : kuensi, kualitas dan intensitas frekuensi, kualitas dan

1. Keluhan nyeri nyeri intensitas nyeri

menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui tingkat

2. Meringis menurun keparahan rasa sakit yang

3. Frekuensi nadi dirasakan pasien

membaik 3. Identifikasi respon nyeri 3. Mengetahui respon tingkah

4. Tekanan darah laku pada nyeri

membaik (PPNI , 4. Identifikasi faktor yang 4. Memberikan penangan

2019) memperberat dan agar nyeri lebih ringan


memperingan nyeri
5. Monitor keberhasilan terapi 5. Mengajarkan tehnik tanpa
komplementer yang sudah menggunakan obat
diberikan
Terapeutik
1. Berikan teknik farmakologis 1. Mengurangi rasa nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Pertimbangkan jenis dan 2. Mengidentikasi sumber

sumber nyeri dalam dan jenis nyeri

pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
1. Mengetahui akibat
1. Jelaskan penyebab, periode,
timbulnya nyeri
dan pemicu nyeri

2. Memberikan penangan
2. Jelaskan strategi meredahkan
apabila nyeri datang secara
nyeri
tiba-tiba

3. Anjurkan memonitor nyeri 3. Memudahkan pasien atau


secara mandiri keluarga mengontrol nyeri

4. Ajarkan teknik 4. Mengalihkan perhatian

nonfarmakologis untuk pasien dalam menghadapi

mengurangi rasa nyeri nyeri

Kolaborasi
Memberikan efek
Kolaborasi pemberian analgetik
pengurangan rasa nyeri
secara farmakologis
2. Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
1) Perfusi perifer tidak efektif
tindakan keperawatan, Observasi
berhubungan dengan
diharapkan perfusi 1 Periksa sirkulasiperifer 1. Mengetahui status
penuruan aliran arteri dan
perifer meningkat (mis., nadi perifer, oedema, sirkulasi klien
atau vena
dengan kriteria hasil pengisian kapiler, warna,
2)
sebagai berikut : suhu, anklebrachial index)
2. Meminimalisir terjadinya
1. Fungsi sensori baik 2 Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi
2. Mobilitas fisik baik gangguan sirkulasi
3. Mengetahui tanda dan
3. Status sirkulasi 3 Monitor panas, kemerahan,
gejala adanya gangguan
meningkat nyeri, atau bengkak pada
sirkulasi perifer
ekstremitas
Terapeutik
1. Mencegah bertambah
1. Hindari pemasangan infus
parahnya gangguan
atau pengambilan darah
sirkulasi yang dialami
diarea keterbatasan perfusi
2. Meminimalkan terjadinya
2. Hindari pengukuran tekanan
gangguan sirkulasi yang
darah pada ekstremitas
semakin parah
dengan gangguan perfusi
3. Mencegah terejadinya
3. Hindari penekanan dan
cederah yang lebih parah
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
4. Mencegah terjadinya
4. Lakukan pencegahan infeksi
infeksi nosokomial
5. Membantu
5. Lakukan perawatan kaki dan mempertahankan sirkulasi
kuku 6. Membantu dalam
6. Lakukan hidrasi memperlancar sirkulasi
7. Meminimalisir
7. Anjurkan berhenti merokok terganggunya sirkulasi
yang lebih parah
8. Membantu dalam
8. Anjurkan berolahraga rutin
melancarkan sirkulasi
pada peredaran darah
9. Meminimalisir terjadinya
9. Anjurkan mengecek air
resiko kuli terbakar pada
mandi untuk menghindari
klien
kulit terbakar
10. Memberikan reaksi
10. Anjurkan menggunakan obat
farmaklogis pada
penurun tekanan darah,
penurunan penyebab
antikoagulan, dan penurunan
terjadinya gangguan
kolesterol
sirkulasi
11. Menurunkan resiko
11. Anjurkan minum obat
terjadinya kmplikasi yang
pengontrol tekanan darah
semakin parah
secara teratur
12. Mecegah terjadinya gejala
12. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat gangguan perfusi perifer
13. Ajarkan program diet untuk 13. Menambah pengetahuan
memperbaiki sirkulasi (mis., klien mengenai program
rendah minyak jenuh, diet yang baik
minyak ikan, omega 3
14. Informasikan tanda dan 14. Mencegah terjadinya
gejala darurat yang harus komplikasi yang lebih
dilaporkan (mis., rasa sakit parah
yang tidak hilang saat .
istrahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
3. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
dengan kekurangan intake tindakan keperawatan, Observasi
cairan diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala 4. Meminimalisir terjadinya
klien meningkat dengan hipovolemia (mis., syok
kriteria hasil sebagai frekuensi nadi meningkat,
berikut : nadi teraba lemah, tekanan
1. Integritas kulit dan darah menurun, tekanan
jaringan baik nadi menyempit, turgor
2. Perfusi perifer kulit menurun, membrane
membaik mukosa kering, volume
3. Status nutrisi urine menurun, hematokrit
membaik meningkat, haus, lemah) 5. Mengetahui jumlah cairan
2. Monitor intake dan output yang masuk dan keluar
cairan
Terapeutik 1. Mengetahui balance cairan
1. Hitung kebutuhan cairan klien
2. Memberikan rasa nyaman
2. Berikan posisi modified kepada klien
trendelenburg 3. Memenuhi kebutuhan
3. Berikan asupan cairan oral cairan tubuh klien

Edukasi 1. Memberikan pemahaman


1. Anjurkan memperbanyak pada klien pentingnya
asupan cairan oral keadekuatan cairan
2. Meminimalisir terjadinya
2. Anjurkan menghindari pusing pada klien
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi 1. Memenuhi kebutuhan
1. Kolaborasi pemberian cairan klien secara
cairan IV isotonis (mis. parenteral
NACl, RL) 2. Memenuhi kebutuhan
2. Kolaborasi cairan IV energi yang diperlukan
hipotonis (mis. Glukosa 2,5 oleh klien
%, NACl 0,4 %.
3. Kolaborasi pemberian 3. Mecegah terjadinya syok
produk darah akibat kekurangan cairan
4. Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi
tindakan keperawatan, Observasi
berhubungan dengan
diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui kebutuhan
peningkatan kebutuhan
meningkat dengan nutrisi klien
metabolisme
kriteria hasil sebagai 2. Identifikasi alergi dan 2. Mengetahui penyebab
berikut : intoleransi makan masalah status nutrisi
1. Nafsuh makan klien
meningkat 3. Identifikasi makan yang 3. Membantu dalam
2. Status menelan baik disukai pemenuhan nutrisi klien
3. Tingkat nyeri 4. Identifikasi kebutuhan 4. Mengetahui jenis
menurun kalori dan jenis nutrient kebutuhan nutrient yang
diperlukan klien
5. Identifikasi perlunya 5. Memberikan pemenuhan
penggunaan selang makanan secara parenteral
nasogastrik
6. Monitor asupan makanan 6. Mengetahui porsi
makanan yang dihabiskan
klien
7. Monitor berat badan
7. Mengetahui apakah
adanya penurunan BB
8. Monitor hasil pemeriksaan secara signifikan
laboratorium 8. Mengetahui kadar enzim
atau zat lainnya yang
mempengaruhi status
Terapeutik nutrisi klien.
1. Lakukan oral hygiene
sebelu makan 1. Memberikan rasa nyaman
kepada klien saat akan
2. Fasilitasi menentukan makan
pedoman diet (mis. 2. Mebantu klien dalam
Piramida makanan) memunuhi kebutuhan
3. Sajikan makanan secara nutrisi
menarik dan suhu yang 3. Memberikan rasa
sesuai peningkatan untuk makan
4. Berikan makanan yang
tinggi serat untuk mencegah 4. Meminimalisir terjadinya
konstipasi konstipasi
5. Berikan makanan yang
tinggi kalori dan protein 5. Membantu dalam
pemenuhan kebutuhan
6. Berikan suplemen makanan, energi klien
jika perlu 6. Membantu dalam
pemenuhan vitamin yang
diperlukan klien
7. Hentikan pemberian makan 7. Memberikan respon
melalui selang nasogastrik, nyaman dalam proses
jika asupan oral dapat makan
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika 1. Membantu dalam proses
mampu mencernah makanan
2. Ajarkan diet yang 2. Membantu dalam
diprogramkan pemahanan diet yang
dianjurkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Mencegah terjadinya
medikasi sebelum makan gejala penyakit yang
dialami klien
2. Kolaborasi dengan ahli gizi 2. Memenuhi kebutuhan
untuk menentukan jumlah klien dalam pemenuhan
kalori dan jenis nutrient gizi
yang dibutuhkan, jika perlu
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam
proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi
pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Varena,
2019).

4. Evaluasi
Menurut Nursalam 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai (Varena, 2019).
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP (Varena, 2019).
DM merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik
dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja
insulin, atau kedua - duanya

Pengertian Manifestasi klinik

Etiologi 1. Gejala akut


Lapar yang berlebihan
disebabkan oleh interaksi genetika dan DIABETES MELITUS atau makan
lingkungan, penghancuran autoimun banyak ,Sering merasa
(DM)
sel β pancreas, serta gaya hidup yang haus, poliuri
kurang baik, dan perubahan hormone 2. Kram, kesemutal,mata
kabur,kulit teasa tertusuk-
tusuk
DAFTAR PUSTAKA

Decroli, E. (2019). Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2. Diabetes Melitus Tipe 2,


(Dm), 11–21.

Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2018).


Penatalaksanaan the Silent Killer Diabetes. Diabetes Mellitus,
Komplikasi
Diet, (Dm), 5–29.
Olahraga,Edukasi,
Neuropati diabetic, Retinopati Pemeriksaan Penunjang
Pemberian obat-obatan,
Letuna, P. (2019). Asuhan
diabetic,KeperawatanPada
Hipoglikemia, Ny.N Dengan Diabetes Melitus
GDO, GulaTipe II sewaktu,
darah
Koma
Pemantauan gula darah, Gula darah from
2 jam post
Diruangan Teratai RSUD. Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang. 1–77. Retrieved
Hiperosmolar Non Ketotik,
Melakukan perawatan luka, prandial, Tes toleransi
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1480/1/PRIMUS FIX.pdf
Ketoasidosis diabetik (KAD) glukosa intravena, Insulin
Observasi TTV, Menjaga
serum puasa:
PPNI. (2017).
intake cairan elektrolit dan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta Selatan:
nutrisi Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
diagnosa
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b/d adanya agen
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
pencedera fisiologis
2. Perfusi
Raharjo, M. (2018). Asuhan perifer Ny
Keperawatan tidak
. N efektif b/d
Dengan Diabetes Melitus Di Ruang
penuruan aliran
Kirana Rumah Sakit. (Doctoral arteri dan
Dissertation, atau vena
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
3. Hipovolemia b/d kekurangan intake
Simamora, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn “A” Di Wilayah
cairan
Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru. 1–190. Retrieved from
4. Defisit nutrisi b/d peningkatan
http://repository.pkr.ac.id/455/1/KTI-Renika Simamora-P031714401064-DIII
kebutuhan metabolisme
Keperawatan.pdf

Suryati, I., Primal, D., & Pordiati, D. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan
Lama Menderita Diabetes Mellitus (Dm) Dengan Kejadian Ulkus Diabetikum
Pada Pasien Dm Tipe 2. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal), 6(1), 1–8. https://doi.org/10.33653/jkp.v6i1.214

Varena, M. (2019). Karya Tulis Ilmia Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus. 121.

Wisman, W., Siregar, C. D., & Deliana, M. (2016). Pemberian Insulin pada Diabetes
Melitus Tipe-1. Sari Pediatri, 9(1), 48. https://doi.org/10.14238/sp9.1.2007.48-
53

Anda mungkin juga menyukai