Anda di halaman 1dari 37

RESUME PBL

SKENARIO
“Perut Mulas”

NAMA : RIZKI IMAM FATHURROHMAN


NPM : 117170059
KELOMPOK : 8
BLOK/SEMESTER : 6.1 / 6

FAKULTAS KEDOKTERAN

UGJ

CIIREBON

2020
Skenario 2
“Perut Mules”

STEP 1

1. Leopold : Pemeriksaan palpasi untuk mengetahui posisi janin. Leopold terbagi atas 4
tahap.
2. Intrapartum : Proses janin turun kedalm jalan lahir.
3. Partograf : Alat bantu untuk memantau kala persalinan dan keputusan klinik.

STEP 2

1. Mengapa pasien mengalami mulas, beserta perut kencang, dan mengeluarkan darah?
2. Bagaimana cara pemeriksaan Leopold? Beserta interpretasi nya
3. Bagaimana proses persalinan normal?
4. Bagaimana derajat patograf dan kapan digunakannya? Dan bagaimana pengisian
patograf?
5. Apa saja tanda-tanda dari persalinan?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan?

STEP 3

1. Pasien mengalami mulas, beserta perut kencang, dan mengeluarkan darah karena
kontraksi. Kontraksi dipengaruhi Hormon (progestron, estrogen, eksitokin). Dimana
seharusnya hormon ini di dalam tubuh seimbang.
Lendir karena efek hormon progesteron, pergerakan serviks yang menyebabkan
keluarnya lendir.
2. Leopold 1 -> untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan mengidentifikasi bagian janin
yang terdapat di fundus uteri. Interpretasi bisa bokong atau kepala.
Leopold 2 -> untuk mengetahui bagian kanan dan kiri janin Interpretasinya bisa
punggung atau ekstremitas.
Leopold 3 -> untuk mengetahui bagian apa yang di bawah
Leopold 4 -> untuk menentukan sudah masuk ke pintu atas tunggal. Interpretasinya
divergen dan konvergen
Tahap pemeriksaan : tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi, kedudukan tangan dapat
diatas kepala atau membujur disamping badan, kaki di tekuk sedikit sehingga dinding
perut lemas, bagian perut dibuka seluruhnya, pada pemeriksaan leopold 1 menghadap
muka penderita, sedangkan leopold 2-4 menghadap ke kaki
3. Persalinan : bayi dan plasenta keluar dari perut ibu. (harus mencapai cukup bulan)
Persalinan terjadi spontan. Berlangsung tidak lebih dari 18 jam dan dilihat tidak adanya
komplikasi pada ibu dan janin.
Fase persalinan ada 3.
1). Pematangan uterus dan pergerakan serviks
2). Perdarahan endometrium
3). Menggunakan kala 1-3. Kala 1 ada 2 fase, Kala 2 7movement, kala 3 nya observasi
-Engagement
-Disense
-Fleksi
-Rotasi interna
-Ekstensi
-Rotasi eksterna
-Ekspulsi
4. Pencatatan di partograf

-Informasi tentang ibu

-Kondisi Bayi (DJJ, warna dan air ketuban, molase tulang kepala, kemajuan persalinan
seperti pembukaan serviks dan turunnya janin)

-Volume urin dan aseton

Patograf boleh digunakan pada fase aktif. Patograf dibagi menjadi 3. Pertama memantau
kesejahteraan si janin, kedua menilai persalinan, dan ketiga memantau kesejahteraan si
ibu.

5. Tanda tanda persalinan, ada 4


Nyeri kontraksi yang kuat, keluar lendir dan darah, ketuban pecah, ketika pemeriksaan
dalam serviksnya mulai mendatar. Ada juga kepala janin turun ke rongga panggul, dan
adanya nyeri panggul dan punggung
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan.
5P -> Power, passage, passenger, position, psikologis
Fase anatomis dan fisiologis pada endometrium

Step 4

1. Timbul akibat dari kontaksi serviks.


 Awalnya dari plasenta -> mengahasilkan CrH di hipofisis akan membuat estrogen
di janin naik, konekson akan tersebar di membran plasma ,
Hormon oksitoksin akan mempengaruhi kontraksi uterus, kontraksi akan
meregang si perut dan membuat perut terasa kencang, dan terjadi robekan-
robekan kecil dan menimbulkan keluarnya darah.
 Adanya penurunan hormon estrogen dan progesteron, penurunan aliran darah,
meningkatnya konsentrasi reseptor oksitoksin di miometrium -> meningkatnya
respon uterus thdp oksitoksin -> memicu persalinan.
Lonjakan estrogen -> mendorongnya pembetukan prostaglandin lokal ->
merangsang enzim2 serviks -> mengurai serat kolagen -> pelunakan/pematangan
serviks
 Dari hipotalamus janin -> menghasilkan Crh -> menghasilkan Acth -> dan
mempengaruhi plasenta. Setelah adanya sekresi kortisol, akan terjadi lonjakan
estrogen setelah persalinan, menyebabkan terjadinya persalinan.
 Estrogen lebih meningkat dari progesteron. Menghasilkan adanya kontraksi yang
membantu persalinan.
 Oksitoksin di ekskresi oleh neurohipofisis, membantu estrogen dalam kontraksi di
uterus.
2. Pada L1 -> Jika terdapat betuk kepala teraba bulat dan keras, jika terdapat bokong maka
terba bulat, lunak, dapat digerakan dan tidak beraturan. Bertujuan utuk mengetahui umur
kehamilan , dari TFU
Pada L2 -> Jika teraba punggung maka teraba rata, jelas, cembung, kaku dan tidak dapat
di gerakkan, jika teraba ekstremitas dan teraba bagian bagian kecil yang bentuk dan
posisinya tidak jelas, dan menonjol. Bertujuan untuk mengetahui letak punggung janin
Pada L3 -> jika kepla terba bulan dan keras, jika bokong akan teraba bagian setengah
bulan dan lunak. Tujuan untuk mengetahui posisi uterus bagian bawah
Pada L4 -> divergent-> sudah masuk pintu panggul, konvergent->belum masuk pintu
panggul. Tujuan untuk mengetahui kepala janin apakah sudah masuk pintu panggul atau
belum
Prosedur :
L2 -> letakkan kedua tangan disisi abdomen
L3 -> letakkan ujung ketiga jari di bagian atas, minta pasien untuk menarik nafas dan
menghembuskan lalu memegang menggunakan ketiga jari kebagian bawah
L4 -> menghadap ke kaki pasien, kemudian kedua telapak tangan di sisi kanan dan kiri
terendah dari posisi janin
3. Kala 1 -> Pembukaan, fase pertama adalah fase laten (0-13cm), fase kedua adalah fase
aktif, kontraksi begitu kuat (4-10cm)
Cardinal movement (KALA 2)
Engagement terjadi ketika diameter kepala melewati pintu atas panggul
Desensus gerakan janin ke bawah
Fleksi gerakan kepala janin
Rotasi Interna gerakan rotasi kepaa melewati spina ischiadica
Ekstensi gerakan oksiput langsung pada marga inferior simfisis pubis
Rotasi eksterna gerakan rotasi dan posisi PA
Ekspulsi : kelahiran
Kala 3 -> Peregangan tak terkendali, Ketika plasenta keluar maka diputar searah jarum
jam
Kala 4 -> observasi selama 2 jam, dipantau dari ibu ada TTV , perdarahan atau tidak
4. Terlihat DJJ, Air ketuban, Penyusupan kepala janin, kontraksi setiap 10 menit, Obat dan
cairan, tekanan darah, suhu, Pembukaan serviks
Pembukaan serviks selanjutya tiap 4jam, untuk pemeriksaan TTV tiap nadi dan tekanan
darah 10 menit, untuk pemeriksaan suhu 2jam sekali
Garis waspada -> Bayi belum keluar2, dan dilihat apakah ada kemajuan persalinan atau
gangguan molase
5. Kepala turun berada di pintu atas panggul (terdapat pada wanita yg pertama kali hamil),
terdapat perubahan pada perut dan lebih melebar, Fundus uteri turun, Polisuria, nyeri
perut dan pinggang, perubahan pada serviks akibat dari kontraksi uterus, bila selaput
ketuban pecah janin akan mendesak uterus.
6. -Power : kekuatan atau tenaga dari kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu
-Passage : Jalan lahir. Ada yang lunak dan keras.
-Passenger : Penumpang, dimana isi didalam perut si ibu yakni janin , plasenta, dan air
ketuban
-Psikologi : kondisi psikis si ibu dimana mempengarhui kelangsungan hidupnya seperti
ada rasa cemas, takut dan kesakitan. Lebih baik didampingi oleh suami
-Penolong : seseorang yang membantu persalinan. Dokter obgyn, bidan, perawat.

MIND MAP

PERSALINAN
Faktor2 yg
mempengaruhipersalin
an

Pemeriksaan
Obstetric
Mekanisme
persalinan
Tanda-tanda
persalinan
Leopold !-!V
Partograf
STEP 5
1. Pemeriksaan Obstetric
2. Proses persalinan normal dikaitkan dengan fisiologi dan biokimia (Kala I-IV)
3. Proses peran Fetus dalam persalinan dikaitkan dengan fisiologis dan biokimia

REFLEKSI DIRI

Allahddulilah ya Allah semoga di pertemuan kedua berjalan lebih lancar

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. ANAMNESA & PEMERIKSAAN OBSTETRI


Keluhan utama yang pada umumnya menyebabkan ibu hamil mengunjungi sarana pelayanan
kesehatan IBU dan ANAK adalah:

1. Berhubungan dengan masalah kehamilan


1. Memastikan adanya dugaan kehamilan.
2. Ingin mengetahui usia kehamilan.
3. Mual, muntah dan atau nyeri kepala.
4. Perdarahan pervaginam.
5. Keluar cairan pervaginam (air ketuban, leukorea?)
6. Merasakan gerakan anak yang kurang atau bahkan tidak bergerak.
7. Merasa akan melahirkan (inpartu).
2. Berhubungan dengan penyakit yang menyertai kehamilan
1. Penyakit infeksi.
2. Penyakit sistemik atau penyakit kronis yang sudah dirasakan sebelum kehamilan
ini.
Berdasarkan atas keluhan utama diatas, dokter harus dapat mengembangkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik lanjutan untuk menentukan status kesehatan
penderita dalam rangka perencanaan pengelolaan kasus lebih lanjut.
Sebelum memberikan pelayanan, klien harus dimintai persetujuannya ( “informed
consent” ) untuk mencegah terjadinya konflik masalah etik pada kemudian hari.
Pelayanan antenatal bertujuan untuk mengetahui status kesehatan ibu hamil,
konseling persiapan persalinan, penyuluhan kesehatan, pengambilan keputusan
dalam rujukan dan membimbing usaha untuk membangun keluarga sejahtera.
Kunjungan pertama merupakan kesempatan untuk menumbuhkan rasa percaya ibu
sehingga dia merasa nyaman untuk membicarakan masalah dirinya kepada dokter.
Rasa nyaman dapat ditumbuhkan pada diri pasien bila :

1. Pemeriksaan dilakukan ditempat yang tertutup, bersifat pribadi dengan


kerahasiaan yang terjaga dengan baik.
2. Apa yang dikatakan oleh ibu didengar dan diperhatikan secara baik.
3. Pasien diperlakukan dengan penuh rasa hormat.

1. ANAMNESA

1. Identitas pasien
1. Nama , alamat dan usia pasien dan suami pasien.
2. Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien.
3. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.
2. Anamnesa obstetri
1. Kehamilan yang ke …..
2. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode”-LMP )
3. Riwayat obstetri:
1. Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ).
2. Proses persalinan ( spontan, tindakan, penolong persalinan ).
3. Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
4. Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).
4. Pada primigravida :
1. Lama kawin, pernikahan yang ke ….
2. Perkawinan terakhir ini sudah berlangsung …. Tahun.
3. Anamnesa tambahan:

o Anamnesa mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai dengan hal-hal


yang berkaitan dengan kehamilan (kebiasaan buang air kecil / buang air besar,
kebiasaan merokok, hewan piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan
selama kehamilan).

2. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan fisik umum


1. Kesan umum (nampak sakit berat, sedang), anemia konjungtiva, ikterus,
kesadaran, komunikasi personal.
2. Tinggi dan berat badan.
3. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh.
4. Pemeriksaan fisik lain yang dipandang perlu.
2. Pemeriksaan khusus obstetri
1. Inspeksi :
1. Chloasma gravidarum.
2. Keadaan kelenjar thyroid.
3. Dinding abdomen ( varises, jaringan parut, gerakan janin).
4. Keadaan vulva dan perineum.
2. Palpasi
1. Maksud untuk melakukan palpasi adalah untuk :
1. Memperkirakan adanya kehamilan.
2. Memperkirakan usia kehamilan.
3. Presentasi - posisi dan taksiran berat badan janin.
4. Mengikuti proses penurunan kepala pada persalinan.
5. Mencari penyulit kehamilan atau persalinan.
PALPASI ABDOMEN PADA KEHAMILAN
Tehnik :

1. Jelaskan maksud dan tujuan serta cara pemeriksaan palpasi yang akan saudara
lakukan pada ibu.
2. Ibu dipersilahkan berbaring telentang dengan sendi lutut semi fleksi untuk
mengurangi kontraksi otot dinding abdomen.
3. Leopold I s/d III, pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan berdiri disamping
kanan ibu dengan menghadap kearah muka ibu ; pada pemeriksaan Leopold IV,
pemeriksa berbalik arah sehingga menghadap kearah kaki ibu.

Leopold I

1. Leopold I :

o Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus uteri.


o Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan.
o Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus ( bokong atau kepala atau
kosong ).
Leopold II

1. Leopold II :

o Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai disamping kiri
dan kanan umbilikus.
o Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi denyut
jantung janin nantinya.
o Tentukan bagian-bagian kecil janin.

Leopold III

1. Leopold III :

o Pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati oleh karena dapat menyebabkan


perasaan tak nyaman bagi pasien.
o Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.
o Ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan ditentukan apakah sudah
mengalami engagemen atau belum.

Leopold IV

1. Leopold IV :

o Pemeriksa merubah posisinya sehingga menghadap ke arah kaki pasien.


o Kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan kanan bagian terendah janin.
o Digunakan untuk menentukan sampai berapa jauh derajat desensus janin.

Menentukan tinggi fundus uteri untuk memperkirakan usia kehamilan


berdasarkan parameter tertentu ( umbilikus, prosesus xyphoideus dan tepi atas
simfisis pubis)
VAGINAL TOUCHER PADA KASUS OBSTETRI

Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:

1. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.


2. Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk
melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah
ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya
proses persalinan pervaginam.
3. Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan
diagnosa letak janin.
4. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan
sesuai dengan yang diharapkan.
5. Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus
bagian kecil janin atau talipusat.
6. Pada saat inpartu, ibu nampak ingin meneran dan digunakan untuk memastikan
apakah fase persalinan sudah masuk pada persalinan kala II.

Tehnik
Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan persalinan:

1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna.


2. Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan lahir.
3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan
kiri dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum.)

4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat
dimasukkan kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada servik.

1. Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase).


2. Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, bila sudah
pecah tentukan :
1. Warna
2. Bau
3. Jumlah air ketuban yang mengalir keluar
3. Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi (berdasarkan denominator)
serta derajat penurunan janin berdasarkan stasion.

4. Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil janin lain atau talipusat yang
berada disamping bagian terendah janin (presentasi rangkap – compound
presentation).
5. Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan pelvimetri klinik :
1. Pemeriksaan bentuk sacrum
2. Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak.
3. Menentukan apakah spina ischiadica menonjol atau tidak.
4. Mengukur distansia interspinarum.
5. Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul.
6. Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga adanya kesempitan
panggul (mengukur conjugata diagonalis).
7. Menentukan jarak antara kedua tuber ischiadica.
Auskultasi

 Auskultasi detik jantung janin dengan menggunakan fetoskop de Lee.


 Detik jantung janin terdengar paling keras didaerah punggung janin.
 Detik jantung janin dihitung selama 5 detik dilakukan 3 kali berurutan selang 5
detik sebanyak 3 kali.
 Hasil pemeriksaan detik jantung janin 10 – 12 – 10 berarti frekuensi detik jantung
janin 32 x 4 = 128 kali per menit.
 Frekuensi detik jantung janin normal 120 – 160 kali per menit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan laboratorium rutin (Hb dan urinalisis serta protein urine).

 Pemeriksaan laboratorium khusus.


 Pemeriksaan ultrasonografi.
 Pemantauan janin dengan kardiotokografi.
 Amniosentesis dan Kariotiping.

2. PROSES PERSALINAN

Sebelum suatu persalinan yang sebenarnya terjadi, terdapat beberapa fenomena


yang menunjukkan bahwa tidak lama lagi true labor akan segera terjadi. Fenomena-
fenomena tersebut adalah : 1
a) Lightening, perasaan subyektif si ibu yang terjadi karena bagian bawah janin sudah
lebih mapan dalam SBR dan pelvis. Ibu akan merasakan janin turun dan sesak nafas
yang dirasakannya akan berkurang, tetapi timbul rasa sakit pinggang dan sering
kencing serta lebih sulit untuk bepergian. Hal ini terjadi pada 2-3 minggu sebelum
aterm.
b) Engagement adalah perasaan masuknya kepala ke dalam panggul. Pada primigravida
terjadi 2-3 minggu sebelum aterm. Lightening berbeda dengan engagement meskipun
keduanya dapat berlangsung bersamaan.
c) Sekresi vagina bersamaan.
d) Berat badan turun.
e) Bloody show yaitu keluarnya lender bercampur darah melalui serviks.
f) Serviks menjadi lunak dan mendatar
g) Sakit pinggang yang terus-terusan
h) Ada gejala fals labor yang kemudian akan diikuti dengan true labor.1
A. Kala I
Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan
adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebakan perubahan pada serviks
hingga mencapai pembukaan lengkap. Kala 1 terdiri dari : 1

a. Fase Laten
Dimulai dari awal kontraksi hingga pembukaan mendekati 4cm, kontraksi mulai
teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik, his tidak terlalu kuat. Fase ini terjadi
selama 8 jam. 1
b. Fase aktif
Dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau
lebih. Terjadi pembukaan 4cm hingga lengkap. Fase aktif terbagi mennjadi:
1) fase akselerasi lamanya 2 jam dengan pembukaan 3 menjadi 4 cm.
2) fase dilatasi 9 maksimal lamanya 2 jam dengan pembukaan 4 menjadi 9 cm.
3) fase deselerasi lamanya 2 jam pembukaan dari 9 sampai pembukaan lengkap. 1
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam dengan pembukaan 1 cm per
jam, pada multigravida 8 jam dengan pembukaan 2 cm per jam. Komplikasi yang
dapat timbul pada kala I yaitu : ketuban pecah dini, tali pusat menumbung, obstrupsi
plasenta, gawat janin, inersia uteri. 1

Pada kala I ini penolong harus memberikan perhatian penuh (empathy) pada
parturient. Selain kondisi pasien, juga harus dievaluasi his setiap 2 jam dan DJJ. Pada
KPD pemeriksaan dalam dilakukan tiap 4 jam (tergantung penilaian penolong). Secara
klinis, suatu proses partus dikatakan telah mulai apabila telah timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lender yang bersemu darah (bloody show). Lender yang
bersemu darah ini

berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks sudah mulai membuka atau
mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh kapiler yang ada di dinding serviks
yang pecah akibat pembukaan serviks. 1

Dalam observasi :
a) His perlu dinilai, frekuensi, durasi dan kekuatannya
b) DJJ perlu dinilai: frekuensi maksimal, minimal, normal (144-160 kali per menit).
Sekarang observasi DJJ dilakukan dengan stetoskop monoaural Laenec, sudah ada
doppler bahkan CTG (cardio toco graft). 1
B. Kala II
Gejala dan tanda kala II, telah terjadi pembukaan lengkap tampak bagian
kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada rasa ingin meneran saat
kontraksi, ada dorongan pada rektum atau vagina, perinium terlihat menonjol, vulva
dan springter ani membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah. Dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. 1
Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan, karena tekanan pada rectum ibu merasa seperti mau buang air besar dengan
tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka,
perinium membuka, perinium 10 meregang. Dengan adanya his ibu dan dipimpin
untuk mengedan, maka lahir kepala diikuti oleh seluruh badan janin. 1
Komplikasi yang dapat timbul pada kala II yaitu : eklamsi, kegawatdaruratan
janin, tali pusat menumbung, penurunan kepala terhenti, kelelahan ibu, persalinan
lama, ruptur uteri, distosia karena kelainan letak, infeksi intra partum, inersia uteri,
tanda-tanda lilitan tali pusat. 1
Teori inisiasi persalinan
Sampai sekarang sebab apa yang memulai terjadinya persalinan belum diketahui
secara pasti. Namun beberapa teori telah dikemukakan yaitu prostagiandin. Zat ini
dibentuk dari asam aracnoid yang dengan biosintesis prostagiandin menjadi PGE 2.

Prostaglandin ini membuat Miometrium berkontraksi. Selain itu melalui proses


neurohipofisis yang membuat miometrium kontraksi efektif dan makin kuat. 3
Mekanisme Persalinan dengan Presentasi Oksiput Anterior
Pada sebagian besar kasus, verteks memasuki pelvis dengan sutura sagitalis
terletak di diameter transversal pelvis. Janin memasuki pelvis dalam posisi oksiput
transversal kiri (left occiput transverse-LOT) pada 40 persen persalinan dan dalam
posisi oksiput transversal kanan (right occiput transverse-ROT) pada 20 persen. Pada
posisi oksiput anterior-LOA atau ROA-kepala memasuki pelvis baik melalui rotasi
oksiput sebanyak 45 derajat anterior dari posisi transversal, atau baru melakukan rotasi
sesudahnya. Mekanisme persalinan pada semua presentasi ini biasanya sama. 3
Perubahan posisi bagian terendah janin yang diperlukan untuk melalui kanal
pelvis disebut mekanisme persalinan. Gerakan utama persalinan adalah engagement,
desensus, fleksi, rotasi internal, ekstensi, rotasi eksternal, dan ekspulsi. Selama
persalinan, gerakan-gerakan tersebut tidak hanya terjadi secara sekuensial tetapi juga
menunjukkan tumpang tindih waktu. Sebagai contoh, sebagai bagian dari engagement,
terjadi fleksi sekaligus desensus kepala. Gerakan tersebut tidak dapat selesai kecuali
bagian terendah janin berjalan turun secara simultan. Secara bersamaan, kontraksi
uterus memengaruhi modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah
kepala turun ke dalam pelvis. Perubahan ini terutama terdiri dari pelurusan janin,
dengan menghilangnya konveksitas bagian dorsal dan pendekatan ekstremitas ke arah
tubuh. Akibanya, bentuk ovoid janin berubah menjadi bentuk silinder, dengan garis
tengah terkecil yang mungkin untuk melewati jalan lahir. 3
a) Engagement
Mekanisme ketika diameter biparietal-diameter transversal terbesar pada
presentasi oksiput-melewati apertura pelvis superior disebut engagement. Kepala janin
dapat mengalami engage selama beberapa minggu terakhir kehamilan atau tidak
mengalami engage hingga setelah permulaan persalinan. Pada banyak perempuan
multipara dan beberapa perempuan sutura sagitalis yang mengarah ke anteroposterior.
Namun, kepala janin biasanya memasuki apertura pelvis superior baik secara
transversal atau oblik. 3
Asinklitismus. Meskipun kepala janin cenderung berakomodasi dengan aksis
transversal apertura pelvis superior, sutura sagitalis, yang tetap paralel terhadap aksis
tersebut, tidak terletak tepat di garis tengah antara simfisis dan promontorium ossis
sakri. Sutura sagitalis umumnya mengalami defleksi baik ke arah posterior menuju
promontorium atau ke arah anterior menuju simfisis. Defleksi lateral ke arah posisi
anterior atau posterior pelvis disebut asinklitisme. Jika sutura sagitalis mendekati
promontorium ossis sacri, sebagian besar os parietalis anterior dapat teraba saat
pemeriksaan dengan jari, dan kondisi ini disebut asinklitismus anterior. Namun, jika
sutura sagitalis terletak di dekat simfisis, sebagian besar os parietalis posterior yang
akan terpresentasi, dan kondisi ini disebut asinklitismus posterior. Pada asinklitismus
posterior yang ekstrim, telinga bagian posterior mudah terpalpasi. 3

Asinklitismus derajat sedang merupakan persyaratan persalinan normal. Namun,


jika berat, kondisi ini merupakan penyebab disproporsi sefalopelvik bahkan pada
pelvis berukuran normal. Perubahan secara bertahap dari asinklitismus posterior ke
anterior membantu proses desensus. 3
b) Desensus
Gerakan ini merupakan persyaratan pertama pelahiran neonatus. Pada nulipara,
engagement dapat berlangsung sebelum awitan persalinan, dan proses desensus
selanjutnya dapat tidak terjadi hingga awitan kala dua. Pada perempuan multipara,
desensus biasanya dimulai dengan proses engagement. Desensus ditimbulkan oleh satu
atau beberapa dari empat kekuatan: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung
fundus pada bokong saat kontraksi, (3) tekanan ke bawah otot-otot abdomen maternal,
dan (4) ekstensi dan pelurusan tubuh janin. 3
c) Fleksi
Segera setelah kepala yang sedang desensus mengalami hambatan, baik dari serviks,
dinding pelvis, atau dasar pelvis, normalnya kemudian terjadi fleksi kepala. Pada
gerakan ini, dagu mengalami kontak lebih dekat dengan dada janin, dan diameter
suboksipitobregmatikum yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontalis
yang lebih panjang. 3
d) Rotasi Internal
Gerakan ini terdiri dari perputaran kepala sedemikian rupa sehingga oksiput
secara bertahap bergerak ke arah simfisis pubis di bagian anterior dari posisi awal atau
yang lebih jarang, ke arah posterior menuju lengkung sakrum. Rotasi internal penting
untiik penuntasan persalinan, kecuali bila ukuran janin abnormal kecil. 3
Calkins (1939) mempelajari lebih dari 5.000 perempuan yang sedang bersalin
pada saat rotasi internal. la menyimpulkan bahwa sekitar dua-pertiganya, rotasi
internal selesai saat kepala mencapai dasar pelvis; sekitar seperempat lainnya, rotasi
internal selesai segera setelah kepala mencapai dasar pelvis; dan sekitar 5 persen
sisanya, tidak terjadi rotasi anterior. Ketika tidak dapat berputnr hingga mencapal
dasar pelvis, biasanya kepala berotasi pada satu atau dua kontraksi berikutnya pada
multipara. Pada nulipara, rotasi biasanya terjadi pada tiga sampai lima kontraksi
berikutnya. 3
e) Ekstensi
Setelah rotasi internal, kepala yang berada pada posisi fleksi maksimal mencapai
vulva dan mengalami ekstensi. Jika kepala yang mengalami fleksi maksimal, saat
mencapai dasar pelvis, tidak mengalami ekstensi tetapi melanjutkan berjalan turun,
dapat merusak bagian posterior perineum dan akhirnya tertahan oleh jaringan
perineum. Namun ketika kepala menekan dasar pelvis, terdapat dua kekuatan.
Kekuatan pertama, ditimbulkan oleh uterus, bekerja lebih ke arah posterior, dan
kekuatan kedua, ditimbulkan oleh daya resistensi dasar pelvis dan simflsis, bekerja
lebih ke arah anterior. Vektor resultan terarah pada pembukaan Vulva, sehingga
menimbulkan ekstensi kepala. Keadaan ini menyebabkan dasar Oksiput berkontak
langsung dengan batas inferior simfrsis pubis. Dengan distensi progresif perineum dan
pembukaan Vagina, bagian Oksiput perlahan-lahan akan semakin terlihat Kepala lahir
dengan urutan Oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu melewati tepi
anterior perineum. Segera setelah lahir, kepala menghadap ke bawah sehingga dagu
terletak di atas anus maternal. 3
f) Rotasi eksternal
Setelah kepala lahir, dilakukan restitusi. Jika pada awalnya terarah ke kiri,
Oksiput berotasi menuju tuber iskiadikum kiri. Jika awalnya terarah ke kanan, Oksiput
berotasi ke kanan. Restitusi kepala ke posisi oblik diikuti dengan penyelesaian rotasi
eksternal ke posisi transversal. Gerakan ini sesuai dengan rotasi tubuh janin dan
membuat diameter bisakrominal berkorelasi dengan diameter anteroposterior apertura
pelvis inferior. Sehingga, salah satu bahu terletak anterior di belakang simfisis pubis,
sedangkan bahu lainnya terletak di posterior. Gerakan ini tampaknya ditimbulkan oleh
faktor pelvis yang sama dengan terjadinya rotasi internal kepala. 3
g) Ekspulsi
Hampir segera setelah rotasi eksternal, bahu anterior terlihat di bawah simfisis
pubis, dan perioneum segera terdistensi oleh bahu posterior. Setelah pelahiran bahu,
bagian tubuh lainnya lahir dengan cepat. 3

Mekanisme Persalinan dengan Presentasi Oksiput Posterior


Pada sekitar 20 persen persalinan, janin memasuki pelvis dalam posisi Oksiput
posterior (OP). Oksiput posterior kanan (ROP) sedikit lebih sering dibandingkan
Oksiput posterior kiri (LOP). Berdasarkan temuan radiografik tampaknya posisi
posterior lebih sering berkaitan dengan pelvis bagian depan yang sempit. Posisi ini
juga lebih sering berkaitan dengan letak plasenta anterior. 3
Pada sebagian besar presentasi oksiput posterior, mekanisme persalinan identik
dengan mekanisme yang terjadi pada variasi transversal dan anterior, kecuali bahwa
oksiput telah mengalami rotasi internal terhadap simfisis pubis hingga mencapai 135
derajat, bukan 90 derajat pada variasi transvesal dan 45 derajat pada variasi anterior. 3
Dengan kontraksi. yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan ukuran janin rata-
rata, sebagian besar oksiput yang berada pada posisi posterior berotasi sempurna
segera setelah mencapai dasar pelvis, dan proses persalinan tidak memanjang secara
bermakna. Namun, pada sekitar 5 sampai 10 persen kasus, rotasi dapat tidak sempurna
atau tidak terjadi sama sekali, terutama jika ukuran janin besar. Kontraksi yang buruk,
fleksi kepala yang salah, atau analgesia epidural, yang mengbilangkan tekanan
muskular abdomen dan merelaksasikan otot-otot dasar pelvis, dapat menjadi
predisposisi terjadinya rotasi inkomplet. Jika rotasi tidak komplet, dapat terjadi
transverse arrest. Jika tidak terjadi rotasi ke arah simfisis pubis, oksiput dapat tetap
berada dalam posisi oksiput posterior langsung, suatu kondisi yang dikenal sebagai
oksiput posterior persisten. Baik oksiput posterior persisten dan transverse arrest
menunjukkan deviasi dari mekanisme persalinan normal. 3
Gambar 1.1 Mekanisme Persalinan3,5
Penatalaksanaan Kala II
a) Kekuatan pada kala II adalah his dan hejan perut. Pasien disuruh mengejan kalau
hanya ada his supaya lebih efisien dan tidak kelelahan.
b) Bila kepala sudah membuka pintu, pengeluaran jangan terlalu cepat. Bila oksiput janin
sudah keluar di bawah symphisis, ekstensi kepala di atur dengan perasat Ridgen agar
tidak terlalu cepat karena bila terlalu cepat dapat merobek perineum. Tangan kanan
operator memegang perineum dengan bantalan kain steril, jari-jari di belakang anus
ibu. Ekstensi kepala diatur dengan menekan muka bayi ke arah simphisis, sedangkan
tangan yang lain mengontrol kecepatan lahirnya kepala.
c) Episiotomy dilakukan pada wanita primigravida atau pada wanita yang kaku
perineumnya. Dilakukan pada saat kepala tampak dengan diameter 3-4 cm di introitus.
d) Setelah kepala lahir, ia ditahan sambil mengadakan putar paksi luar.
e) Muka diusap dengan kain steril, lendir di hidung, rongga mulut dan tenggorokan
dihisap dengan halus.
f) Bila terdapat lilitan tali pusat, segera kendorkan, klem atau dipotong.
g) Bahu dilahirkan dengan cara kepala dipegang pada kedua os parietal, atau tangan satu
di muka dan tangan lain dioksiput. Kepala ditekan ke bawah untuk melahirkan bahu
depan, lalu diangkat untuk melahirkan bahu belakang. Perlu ditekankan bahwa
operator hanya menekan dan mengangkat kepala untuk memudahkan lahirnya bahu. Ia
tidak boleh melakukan tarikan ke atas karena dapat merusak plektus brachialis.
Kekuatan yang mendorong keluarnya janin selain tenaga dari si ibu juga dengan
bantuan dorongan ringan tangan asistem dari arah fundus.
h) Bila bahu telah lahir dengan mangait pada ketiak janin, badan dan kedua tungkai dapat
dikeluarkan dengan mudah.
i) Usahakan resusitasi di lanjutkan, sementara operator memotong tali pusat caranya :
klem di dua tempat kira-kira dengan jarak 10 cm kemudian potong tali pusat diantara
kedua klem tersebut. 1
C. Kala III
Segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitudo yang kira-kira sama
tingginya, hanya frekuensinya berkurang. Akibat his ini, uterus akan mengecil
sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya
plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari (1) tengah (sentral menurut
Schultze); (2) pinggir (marginal Mathew - Duncan); (3) kombinasi 1 dan 2.Yang
terbanyak ialah yang menurut Schultze. Umumnya kala III berlangsung selama 6
sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat. 1
Penatalaksanaan kala III
Kandungan kencing harus segera dikosongkan setelah janin keluar. Pada kala
III terjadi dua proses penting yaitu lepasnya plasenta dari dinding uterus dan keluarnya
plasenta. Tanda-tanda plasenta telah lepas:
a) Keluar darah syor dari vagina
b) Tali pusat memanjang
c) Uterus menjadi globuler dan teraba lebih keras.
d) Pada saat plasenta memasuki vagina, fundus uteri meninggi
e) Perasat Kutzner : tali pusat ditegangkan, fundus uteri diketok. Bila terasa getaran pada
tali pusat, plasenta belum lepas dan sebaiknya berarti plasenta telah lepas.
f) Perasat Dtrassman: tali pusat ditegangkan, fundus uteri diketok. Bila terasa getaran
pada tali pusat, plasenta belum lepasdan sebaiknya berarti plasenta plasenta telah
lepas.
g) Perasat klien : ibu disuruh mengejan supaya tali pusat turun. Bila setelah mengejan,
tali pusat masuk lagi berarti plasenta belum lepas. 1
Mekanisme lepasnya plasenta ada 2 : 2
a) Mekanisme Duncan yaitu lepas dari tepi
b) Mekanisme Schuitze yaitu lepas dari tengah. 2
Kedua cara tersebut tidak memiliki kepentingan medis yang berarti teknik
pengeluaran plasenta yang baik adalah dengan menggunakan perasat Brandt Andrews
yaitu setelah terdapat tanda-tanda terlepasnya plasenta, tali pusat ditarik pelan-pelan
sambil tangan lain menekan korpus uterus ke atas di atas symphisis. Kemudian
tekanlah ke arah dorsal supaya plasenta terdorong ke kaudal dan fundus ke cranial.
Sementara tarikan tali pusat tetap dilakukan. Segera setelah plasenta lahir, uterus harus
segera dipalpasi untuk melihat apakah kontraksinya baik atau tidak. Dengan
melakukan message ringan kontraksi uterus biasanya kembali baik. Bila kontraksi
uterus jelek, dapat dilakukan dengan pemberian metilergonovinmaleat 0,2 mg im atau
iv. 2
Perasat crede yaitu dengan dorongan pada fundus uteri. Akan tetapi cara ini
sudah banyak ditinggalkan karena dapat menyebabkan inversion uteri. Setelah
plasenta lahir, harus diperiksa apakah kotiledon dan selaput ketuban lengkap apa tidak.
Bila tidak dapat menimbulkan perdarahan yang baik. Dalam hal ini perlu dilakukan
eksplorasi kavum uteri secara manual. Indikasi eksplorasi secara manual adalah: 2
a) Bila plasenta dicurigai tidak lengkap keluar semua
b) Setelah persalinan traumatik (Forseps, versi ekstraksi, dll)
c) Bila terjadi perdarahan postpartum
d) Bila dicurigai ada kelainan kongenital. 2
Perdarahan kala III
Jumlah darah yang keluar setelah janin lahir rata-rata berkisar 200-400 ml. bila
lebih dari 500 ml dapat dianggap perdarahan patologis dan dikenakan dengan
perdarahan postpartum. Sebab terbanyak timbulnya perdarahan postpartum adalah
atonia uteri, robekan jalan lahir dan sisa-sisa plasenta. Kelainan pembekuan darah juga
bisa sebagai kausa tetapi jarang. Penderita dengan atonia uteri disebut dengan potential
bleeders yang meliputi: partus lama grandemultipara, hidramnion, kehamilan ganda,
anemia, hamil dengan mioma uteri, persalinan dengan pacuan dan lain-lain. Pada
keadaan-keadaan ini perlu diberikan uterotonika profilaksi berupa 2,5 unit oksitosin
pada saat kepala membuka pintu dan 0,2 mg metal ergonovin segera setelah plasenta
lahir. Lebih bagus lagi bila pasien sudah dalam keadaan diinfus dan tersedia
persediaan darah bila sewaktu-waktu dibutuhkan. 2
D. Kala IV
Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 2 jam, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan
melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan. 2
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai dua jam
pertama setelah melahirkan. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus
sampai uterus kembali dalam bentuk normal. Hal ini dapat dilakukan dengan
rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. Perlu
juga dipastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang tersisa dalam
uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut. 2
Jalan lahir (Passage)
Jalan lahir memang peranan penting di dalam proses persalinan. Kondisi jalan
lahir juga menentukan tindakan yang harus diambil oleh dokter atau bidan penolong
persalinan. Apabila jalan lahir tidak memungkinkan untuk dilewati bayi,maka operasi
caesar menjadi pilihan yang dapat diambil untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan janin.
2

Jalan lahir terdiri atas jalan lahir keras berupa pelvis atau panggul dan jalan
lahir lunak berupa serviks uteri, vagina, introitus vagina dan vulva. Variasi bentuk
pelvis harus benar-benar dimengerti oleh dokter penolong persalinan. Menurut
Caldwell dan Molley, ada 4 tipe pelvis manusia yaitu : android, Ginekoid, antropoid,
dan platipelloid. 2
a. Android
Pelvis android berbentuk hampir segitiga, panjang diameter anteroposterior
hampir sama dengan diameter transversal. Akan tetapi diameter ini agak mendekati
sakrum sehingga bagian belakang akan pendek dan gepeng, sedangkan depannya
menyempit ke muka. Tipe pelvis ini banyak terdapat pada laki-laki. 2
b. Ginekoid
Bentuk pelvis hampir bulat, panjang diameter AP hampir sama dengan
diameter transversal. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling umum pada wanita
sesuai perannya untuk melahirkan anak. 2
c. Antropoid
Panjang diameter AP lebih panjang daripada diameter transversal. Bentuk
pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. 2
d. Platipelloid
Tipe ini bisa untuk jalan lahir pervagina. Segmen dorsal panggul lebih luas
sehingga janin selalu berada di belakang dan tidak bisa ke arah depan (persisten pada
posisi oksitoposterior). Secara fungsional, pelvis dibagi menjadi pelvis mayor dan
pelvis minor. Pelvis mayor adalah pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut
juga sebagai false pelvis. Sedangkan dalam ilmu kebidanan yang dimaksud dengan
pelvis adalah pelvis minor, yaitu pelvis yang terletakdi bawah linea terminalis. Pelvis
minor terdiri atas pintu atas panggul PAP (inlet), pintu tengah panggul PTP
(midpelvis) dan pintu bawah panggul PBP (outlet). 2
a) Pintu atas panggul : pintu atas panggul merupakan bidang yang terletak miring

o
membentuk sudut 55 dengan bidang horizontal. Sudut ini disebut inklinasi
pelvis,semakin kecil inklinasi pelvis prognosis persalinan makin jelek. 2

Beberapa ukuran yang secara klinik dianggap penting yaitu :


1) Konjugata vera : jarak antara promontorium dengan margo superior symphisis pubis
2) Konjugata obstetrika : jarak antara promontorium dengan margo medial symphisis
pubis
3) Konjugata diagonalis : jarak antara promontorium dengan margo inferior symphisis
pubis 2
b) Pintu tengah panggul : merupakan bagian panggul yang paling sempit karena
terdapat spina ishiadica, apalagi kalau menonjol. PTP dibatasi oleh tepi bawah
simphisis pubis (batas depan), spina ishiadica (batas lateral) dan sekrum setinggi S 3-4

(batas belakang). Ukuran yang penting pada PTP adalah diameter interspinosum (jarak
antara kedua spina ischiadika) sebesar 10,5 cm dan diameter anteroposterior 12 cm. 2
c) Pintu bawah panggul : pintu bawahpanggul dibatasi oleh tepi bawah symphisis pubis
(batas depan), tuber isciadicum (batas lateral) dan artikulasiosakrokoksigea (batas
belakang). Ukuran yang paling dalam PBP adalah diameter anteroposterior (11,5-12
cm) dan diameter intertuberosum (10,5-11cm). 2
d) Panggul sempit : suatu panggul dikatakan sempit apabila berada dibawah ukuran-
ukuran berikut: 2
1) PAP : diameter transversal < 11 cm,
2) Diameter AP< 10 cm,
3) Konjugata diagnalis < 11,5 cm.
4) DIT + Diameter sagital posterior < 15 cm.
Pelvis yang berada dibatas nilai di atas disebut sebagai borderline pelvic
contraction. Akan tetapi parameter yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
suatu persalinan dapat dilakukan pervagina atau tidak bukan hanya ukuran-ukuran
panggul tersebut, melainkan juga imbangan atau proporsi antara kepala janin dengan
panggul. Ketidak seimbangan proporsi antara kepala janin dengan panggul ibu ini
disebut sebagai disproporsi kepala panggul. 2
e) Pengukuran panggul. Pengukuran panggul dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
klinik obstetrik dan rontgenologik. Secara klinik dapat dilakukan dengan periksa
dalam (toucher). Hal yang penting dalam periksa dalam ini adalah menentukan
imbangan atau proporsi antara kepala janin dengan ukuran panggul.2
Faktor yang mempengaruhi persalinan :
a. Presentation
Janin dengan presentasi belakang kepala (presbelkep) paling sesuai dalam proses
persalinan normal. Hal ini sangat berbeda dengan janin presentasi:
1) Puncak kepala, petunjuk ubun-ubun besar (UUB)
2) Dahi, petunjuk glabella
3) Muka, petunjuk dagu
4) Belakang, petunjuk sakrum 2
b. Powers
Kekuatan dalam proses persalinan normal adalah his (pada kala I, sampai awal
kala II) dan dilanjutkan dengan hejan (ngeden-Jawa red) perut ibu. His dan hejan perut
: tenaga pendorong His. Pada saat mendekati true labor akan terjadi kontraksi uterus
yang makin lama semakin sering dan semakin kuat. 2,6
His adalah kontraksi uterus sedangkan hejan perut adalah usaha untuk
mengeluarkan bayi dengan cara mengejan. Dalam bahasa inggris, hejan perut disebut
dengan istilah bearing down effort, voluntery effort atau pushing down effort. Selama
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas, uterus mengadakan kontraksi tetapi
frekuensi dan intensinya berbeda-beda. Kontraksi uterus ini disebut dengan his. Dalam
arti khusus,his berarti kontraksi uterus pada saat persalinan. Tonus miometrium pada
saat istirahat 5-10 mm Hg. Pada awal kala I, kekuatan tonus his kira-kira 20-30 mm
Hg dengan jumlah kontraksi 1 kali dalam 10 menit. Pada akhir kala I atau pada kala II,
jumlah kontraksi 3-4 kali dalam 10 menit dengan kekuatan 50-60Tidak mm Hg. Hasil
perkalian antara frekuensi dengan kekuatan his ini disebut Unit Montevideo. Pada
akhir kehamilan biasanya terjadi kontraksi uterus yang belum teratur, juga spasme
dinding abdomen, usus dan kandung kencing, yang semuanya menimbulkan sensasi
sakit. Gejala-gejala ini disebut dengan fals labor. 3
Sifat-sifat his yang baik adalah sebagai berikut : teratur, makin lama makin
sering, makin kuat dan makin lama durasinya, ada dominasi fundus dan menghasilkan
pembukaan serviks dan atau penurunan kepala. Dengan adanya his maka terjadilah
perubahan-perubahan pada serviks berupa pendataran dan pembukaan. Selama
kehamilan, isthmus uteri berfungsi sebagai segmen bawah rahim – SBR (lower)
bagian yang aktif. dalam keadaan normal, OUL anatomikum menjadi cincin retraksi
yang sifatnya fisiologis. Dalam keadaan tertentu, cincin ini dapat terus meninggi
sampai sekitar atau di atas pusat. Keadaan ini disebut sebagai cincin retraksi patologis
(cincin Bandl), dan uterus dalam keadaan iminen untuk ruptur. Pengawasan his yang
baik dengan menggunakan CTG. Karena selain dapat merekam juga dapat memonitor
DJJ. 3
Hejan perut adalah tenaga mengejan yang didasari oleh si ibu. Hejan perut
berfungsi pada kala II untuk mengeluarkan janin.mengejan ini sangat bagus bila
dilakukan bersamaan dengan his, dengan mulut tertutup setelah mengambil nafas
dalam-dalam, tidak terputus-putus dan dilakukan seperti orang kesulitan defekasi.
Setelah pembukaan serviks lengkap, tenaga yang paling pnting untuk mendorong
keluarnya janin adalah kekuatan yang berasal dari kontraksi otot-otot perut(tenaga
intraabdominal/hejan perut) walaupun kekuatan mengejan ini sangat penting dalam
persalinan, tetapi justru tidak bermanfaat bila dilakukan pada saat serviks belum
membuka sempurna. Tenaga mengejan ini diperlukan pada saat kala II. Bila mengejan
sudah dilakukan mulai kala I justru akan mengakibatkan kelelahan ibu dan edema
serviks. Akibatnya pada saat kala II si ibu sudah kehabisan tenaga untuk mengeluarkan
janin, sehingga dapat terjadi kemacetan pengeluaran janin 3
c. Passenger
Di depan telah disebutkan bahwa ukuran kepala janin sangat menentukan
ukuran tubuh janin. Tulang-tulang kepala janin pada waktu melewati jalan lahir keras
bisa memperkecil ukurannya dengan molding. Selain itu sutura sangitalis bisa
mengadakan sinclitisme atau asinclitisme, maksudnya adalah agar kepala janin bisa
menyesuaikan dengan sumbu panjang panggul. 3
d. Psyche
Kesiapan untuk ibu hamil memasuki persalinan sangat dibutuhkan. Ketenangan
dan percaya diri sangat mmbantu lancar/tidaknya proses persalinan. dalam obstetri
sampai saat ini dikenal : Tensmind > Tenscervix > Tenslabo. 3

3. PROSES DAN PERAN PETUS DALAM PERSALINAN


Fase fase dalam persalinan
a) Fase 1
Fase ini normalnya membentuk 95% kehamilan dan ditandai oleh
ketenangan otot polos uterus dan dipertahankannya integrasi struktur seviks.
Kecenderungan inheren miometrium untuk berkontraksi ditunda, dan otot uterus
dibuat tidak peka terhadap rangsangan normal. 3
b) Fase 2
Untuk mepersiapkan persalinan ketenangan miometrium selama fase 1
partus ini harus dihentikan melalui pengaktifan uterus. Proses ini membentuk fase 2
dan mencerminkan perkembangan uterus selama 6 sampai minggu terakhir
kehamilan. Proses-proses yang menyebabkan pergeseran pada fase 2 ini menyebabkan
persalinan kurang bulan akan tertunda.3
c) Fase 3
Fase 3 sinonim persalinan aktif, yaitu kontraksi uterus yang menyebabkan
dilatasi progresif serviks dan pelahiran. Secara klinis, fase 3 ini biasanya dibagi
menjadi 3 stadium (kala) persalinan.3
d) Fase 4
Selama awal fase ini akan terbentuk pola perilaku tipe ibu dan dimulaila ikatan batin
ibu dan anak (maternal neonatal bonding). Permulaan laktogenesis dan milk let-down
dikelenjar mamaria, penekanan pembuluh darah uterus dan munculnya pola perilaku
tipe ibu diperantarai oleh oksitosin.3
Gambar 2.1 Faktor faktor kunci yang berperan dalam fase fase persalinan.3

Steroid-steroid Seks
a. Estrogen dan Progesteron
Progesteron sangat penting untuk pemeliharaan kehamilan dini, dan hilangnya
progesteron akan mengakibatkan berakhirnya kehamilan. Progesteron menyebabkan
hiperpolarisasi miometrium, mengurangi amplitudo potensial aksi dan mencegah
kontraksi efektif. Progesteron mengurangi reseptor-reseptor adrenergik alfa,
menstimulasi produksi cAMP, dan menghambat sintesis reseptor oksitosin.
Progesteron juga menghambat sintesis reseptor estrogen, membantu penyimpanan
prekursor prostaglandin di desidua dan membran janin, dan menstabilkan lisosom-
lisosom yang mengandung enzim-enzim pembentuk prostaglandin. 4
Estrogen merupakan lawan progesteron untuk efek-efek ini dan mungkin
memiliki peran independen dalam pematangan serviks uteri dan membantu
kontraktilitas uterus. Jadi rasio estrogen : progesteron mungkin merupakan suatu
parameter penting. Jadi untuk sebagian individu, suatu penurunan kadar progesteron
ataupun peningkatan estrogen dapat memulai persalinan. Telah dibuktikan bahwa
suatu peningkatan rasio estrogen : progesteron meningkatkan jumlah reseptor oksitosin
dan celah batas miometrium ini dapat menjelaskan kontraksi efektif terkoordinasi yang
mencirikan persalinan sejati. 4
b. Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang diprosuksi oleh hipofisis
posterior. Dan dibebaskan dalam darah dari hipofisis posterior pada stimulasi saraf
oleh hipotalamus. Oksitosin menjalankan fungsinya melalui jalur IP3/Ca2+/DAG.
Sebagai stimulan otot uterus yang kuat. Oksitosin berperan kunci dalam kemajuan
persalinan. Infus oksitosin sering diberikan untuk menginduksi ataupun membantu
persalinan. Kadar oksitosin ibu maupun janin keduanya meningkat spontan selama
persalinan, namun tidak satupun yang dengan yakin dapat dibuktikan meningkat
sebelum persalinan dimulai. 4,7
c. Prostaglandin
Prostaglandin F2 yang diberikan intra-amnion ataupun intravena merupakan
suatu abortifum yang efektif pada kehamilan sedini 14 minggu. Pemberian
prostaglandin F2 pervagina akan merangsang persalinan pada kebanyakan wanita
hamil trimester ketiga. Amnion dan korion mengandung asam arakidonat dalam kadar
tinggi, dan desidua mengandung sintetase prostaglandin yang aktif. Prostaglandin
hampir pasti terlibat dalam pemeliharaan proses setelah persalinan dimulai. 4
d. Katekolamin
Katekolamin dengan aktivitas adrenergik menyebabkan kontraksi uterus,
sementara adrenergik menghambat persalinan. Progesteron meningkatkan rasio
reseptor beta terhadap reseptor alfa di miometrium, dengan demikian memudahkan
berlanjutnya kehamilan. 4

e. Corticotropin Releasing Hormone (CRH)


Pada akhir fase 2 dan fase 3 modifikasi CRH reseptor mendorong pembentukan
cAMP sehingga meningkatkan kadar kalsium sel miometrium melalui pengaktifan
protein kinase c. Oksitosin bekerja untuk menurunkan akumulasi cAMP yang
dirangsang oleh CRH di jaringan miometrium sehingga memperkuat potensi kontraksi.
CRH yang dikeluarkan oleh plasenta bagian janin ke dalam sirkulasi iu dan janin tidak
saja mendorong pembentukan esterogen plasenta sehingga akhirnya dapat menentukan
saat dimulainya persalinan, tetapi juga mendorong perubahan-perubahan di paru janin
yang dibutuhkan untuk menghirup udara. CRH dalam keadaan normal dikeluarkan
oleh hipotalamus dan mengatur pengeluaran ACTH oleh hipofisis anterior. ACTH
kemudian merangsang pembentukan kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal. 4
f. Angiotensin II
Terdapat 2 angiotensin di uterus yaitu AT1 dan AT2, pada wanita hamil AT1
lebih banyak sehingga terjadi pengikatan angiotensin II ke reseptor membran plasma
yang memicu terjadinya kontraksi. 4
g. Kortisol
Sekresi kortisol yang dirangsang oleh CRH ekstra sehingga mendorong
pematangan paru janin. Secara spesifik, Kortisol merangsang sintesis surfaktan paru,
yang dapat mempermudah ekspansi paru dan mengurangi kerja bernapas. 4
h. Relaksin
Relaksin berperan untuk melunakan serviks dalam persiapan untuk pembukaan
serviks saat persalinan dan melonggarkan jaringan ikat dan tulang-tulang panggul
sebagai persiapan untuk persalinan. 4
i. Nitrat oksida
Hormon ini berbentuk gas dan berfungsi untuk relaksasi miometrium dan juga
untuk pemantangan paru janin. 4 Gambar 2.2 Inisiasi dan kemajuan persalinan
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.


2. Anwar, M. Ilmu Kandungan. Edisi 3. Jakarta:PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2017.
3. Cunningham, et.al. Obstetri Williams. Edisi 23 Vol.1. Jakarta: EGC; 2018.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC :2014.

Anda mungkin juga menyukai