Anda di halaman 1dari 59

Rekayasa Fondasi II

BAB I
PENGERTIAN FONDASI TIANG

1.1. Komptensi
1.1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat merancang fondasi tiang

1.1.2. Kompetensi Khusus


1) Mahasiswa mampu memahami penggunaan fondasi tiang
2) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis fondasi tiang

1.2. Pendahuluan
Fungsi fondasi bangunan dalam suatu kontruksi sipil adalah
untuk mendistribusikan beban yang bekerja pada bangunan
tersebut, baik, hidup maupun beban sementara. Beban-beban
tersebut diteruska n dan didistribusikan fondasi ke tanah dasar. Jika
tegangan tanah akibat beban bekerja melebihi kapasitas ijin maka
akan terjadi keruntuhan. Nilai keamanan (safety factor) perlu
diberikan sehingga bangunan aman dari bahaya keruntuhan akibat
kapasitas dukung terlampui. Namun demikian pemberian nilai
keamanan yang teralu besar merupakan pemborosan dan ini harus
dibayar. Desain yang baik akan menghasilkan nilai keamanan yang
cukup untuk menjamin dari bahaya keruntuhan tanah namun
masih tetap ekonomis.
Penggunaan fondasi dangkal hanya memungkinkan untuk
bangunan-bangunan dengan beban yang tidak terlalu besar.
Disamping beban bangunan yang tidak terlalu besar, penggunaan
fondasi dangkal hanya dimungkinkan jika tanah keras tidak terlalu
dalam. Untuk kondisi tanah yang lapisan tanah kerasnya cukup

[Type text] Page 1


Rekayasa Fondasi II

dalam penggunaan fondasi tiang akan lebih menguntungkan. Jika


digunakan fondasi dangkal maka akan diperlukan dimensi yang
sangat besar sehingga tidak ekonomis. Secara umum fondasi tiang
akan digunakan jika kondisi tanah keras cukup dalam dan atau
beban bangunan yang harus didukung cukup besar.
Penggunaan fondasi dangkal (telapak) untuk mendukung
bangunan di atas air seperti dermaga maupun jembatan akan
mengalami kesulitan pada saat konstruksi, sehingga penggunaan
fondasi tiang pancang akan lebih menguntungkan, karena dapat
dicetak ditempat lain. Pada konstrusi ini, bagian atas fondasi akan
menonjol sampai di atas permukaan tanah dan air, sehingga pile
cap akan nampak dari permukaan tanah. Pertimbangan beban
lateral harus diperhitungkan dalam kondisi ini, karena tiang akan
mendukung momen lentur yang cukup besar.
Pada bangunan-bangunan tertentu beban desak mungkin
tidak teralu besar, namun akibat beban angin ataupun gempa
dapat menyebabkan gaya tarik pada fondasi yang besar.
Penggunaan fondasi dangkal kurang efektif dalam mendukung
beban tarik, sehingga dapat dipilih fondasi tiang. Gesekan antara
tiang dan tanah merupakan kapasitas dukung terhadap gaya
tarik/angkat pada fondasi.
Berdasarkan uraian tersebut, fondasi tiang pada umumnya
dipakai pada bangunan dengan kondisi bangunan ataupun kondisi
tanah sebagai berikut:
1) tanah keras cukup dalam,
2) beban bangunan cukup berat,
3) bangunan berada di atas air,
4) bagunan dengan gaya angkat pada fondasinya, dan
5) bangunan dengan beban lateral yang besar.

[Type text] Page 2


Rekayasa Fondasi II

Jika diamati dari pola keruntuhan geser pada tanah dengan


lapisan tanah keras cukup dalam, akan nampak bahwa distribusi
tegangan pada fondasi dangkal tidak akan mencapai tanah keras
(Gambar 1.1), sehingga kapasitas dukungnya ditentukan oleh
karakteristik tanah bagian atas. Untuk kondisi tanah bagian atas
adalah lunak maka kapasitas dukung fondasinya tentunya akan
rendah pula. Pada Gambar 1.1, nampak bahwa garis keruntuhan
pada fondasi tiang berada pada tanah keras sehingga kapasitas
dukungnya akan tinggi. Kapasitas dukung fondasi tiang masih
ditambah kontribusi dari gesekan antara dinding tiang dan tanah di
sekitarnya. Karena luasan ujung tiang relative kecil dibandingkan
dengan luasan telapak, maka dalam prakteknya akan
membutuhkan beberapa tiang yang tergabung dalam satu pile cap
(poer).

Fondasi Tiang
Fondasi Telapak

Tanah Lunak Garis


Keruntuhan

Tanah Keras

Gambar 1.1 Pola keruntuhan geser pada fondasi dangkal dan


fondasi tiang.

[Type text] Page 3


Rekayasa Fondasi II

1.3. Jenis-jenis Fondasi Tiang


Pengelompokan fondasi tiang dapat dibedakan berdasarkan
beberapa kriteria, yaitu berdasarkan cara pencetakannya dan
bahan penyusunnya. Namun secara umum dan paling dikenal
adalab jneis fondasi tiang pancang dan tiang bor. Sedangkan bahan
yang paling banyak digunakan adalah beton bertulang.

1.3.1. Jenis-jenis Fondasi Tiang Berdasarkan Cara


Pencetakanya
Berdasarkan cara pencetakannya, fondasi tiang dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu cetak di tempat (cast in
situ) dan pra cetak (pre cast). Fondasi tiang cetak ditempat
merupakan fondasi tiang yang dibuat langsung ditempat, dan
tentunya fondasi ini terbuat dari bahan beton. Sedangkan untuk
tiang baja dan kayu tentunya semuanya masuk dalam jenis tiang
pra cetak.
a. Fondasi Tiang Cetak di Tempat
Jenis fondasi ini di buat dengan menuang langsung adukan
beton kedalam lubang bor yang telah disiapkan
sebelumnya. Dalam praktek di lapangan, terkadang
fondasi ini diperkuat dengan tulangan sehingga menjadi
konstuksi beton bertulang. Jenis fondasi tiang cetak di
tempat dapat di kelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu
sebagai berikut ini.
1) Fondasi Tiang dengan Selubung Pipa.
Pada fondasi jenis ini, pipa baja di pancang ke dalam
tanah sampai kedalaman yang diinginkan. Beton segar
di tuang kedalam pipa dan dipadatkan. Fondasi ini
biasa digunakan pada tanah yang mudah runtuh atau

[Type text] Page 4


Rekayasa Fondasi II

tanah dengan muka air tinggi. Pada fondasi jenis ini


tentunya pipa baja akan tertinggal dalam tanah,
selubung beton. Salah satu contoh fondasi jenis ini
adalah Fondasi Raimond.
2) Fondasi Tiang Tanpa Selubung Pipa.
Cara pelaksanaan fondasi ini dilakukan dengan cara
memancang pipa baja ke dalam tanah sampai
kedalaman yang diinmginkan. Selanjutnya adukan
beton segar dituang ke dalam pipa dan dipadatkan.
Selama pencoran pipa baja ditarik keluar. Pada fondasi
ini tentunya pipa baja yang digunakan adalah pipa baja
ujung terbuka. Keuntungan fondasi ini adalah pipa baja
bisa dipakai berulang-ulang, sehingga lebih ekonomis.
Keuntungan lain adalah timbulnya gesekan antara
tanah dan tiang yang besar. Salah satu contuh fondasi
jenis ini adalah Fondasi Tiang Frangki.

3) Tiang bor.
Fondasi tiang bor (bore pile), merupakan salah satu
jenis fondasi cetak ditempat. Disebut tiang bore karena
pada saat pelaksanaannya didahului dengan membuat
lubang bor. Setelah lubang bor di buat, maka
selanjutnya dilakukan penuangan adukan beton ke
dalam lubang bor dan sambil dipadatkan. Pelaksanaan
pada fondasi ini cukup sederhana, namun akan sulit
dilakukan pada tanah pasir murni yang mudah runtuh,
maupun tanah dengan muka air tinggi.

b. Fondasi Tiang Pra Cetak.

[Type text] Page 5


Rekayasa Fondasi II

Jenis fondasi ini tidak memerlukan pencetakan di lokasi


proyek, namun sudah di buat ditempat lain atau di pabrik.
Untuk tiang dari bahan baja atau kayu, jelas semuanya
masuk dalam jenis fondasi tiang pra cetak. Sedangkan
untuk tiang dari beton bertulang memungkinkan cetak di
tempat maupun cetak ditempat lain (pra cetak)
Pada jenis fondasi pra cetak ini, tiang didatangkan ke lokasi
proyek sudah dalam bentuk batang-batang dengan
panjang dan diameter tertentu. Cara pemasangan dari
fondasi ini yang paling banyak digunakan adalah dengan
dipancang sehingga sering disebut fondasi tiang pancang.
Namun demikian cara lain masih mungkin dilakukan
dengan cara dengan metode penggetaran. Permasalahan-
permasalahan yang harus diperhatikan pada penggunaan
fondasi tiang pancang ini adalah sebagai berikut ini
a) Panjang tiang terbatas sehingga perlu
penyambungan di lapangan.
b) Pada waktu pemancangan akan menimbulkan
getaran dan kebisingan, sehingga tidak tepat untuk
daerah yang padat.
c) Kemungkinan terjadinya kerusakan akibat beban
impact saat pemancangan.
d) Kerusakan tiang ketika berada didalam tanah sulit
diketahui.
Namun demikian, disamping kekurangannya fondasi tiang
pancang mempunyai beberapa kelebihan, yaitu sebagai
berikut ini.
a) Pada saat pelaksaan pemancangan tidak
terpengaruh oleh kondisi air tanah.

[Type text] Page 6


Rekayasa Fondasi II

b) Akibat getaran yang timbul akan memadatkan tanah


disekitarnya, jika tanahnya berupa pasir longgar.
c) Waktu pelasanaan di lapangan lebih singkat dari
pada cetak di tempat.
d) Kualitas bahan mudah dikontrol sebelum dipancang.

1.3.2. Jenis-jenis Fondasi Tiang Berdasarkan Bahan


Penyusunnya.
Bahan penyusun fondasi tiang sering digunakan adalah dari
bahan kayu, baja dan beton. Setiap bahan yang dipakai tentununya
akan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a. Fondasi Tiang Kayu
Kekuatan dari fondasi tiang kayu, tentunya sangat
dipengaruhi oleh kekuatan kayunya. Pada umumnya
fondasi tiang dari kayu digunakan pada jaman dahulu, hal
ini terkait dengan harga kayu pada saat itu. Penggunaan
fondasi tiang kayu ini perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu sebagai berikut ini.
1) Kualitas kayu harus tahan terhadap pengaruh air dan
kelembaban.
2) Kondisi air tanah harus tinggi, sehingga diharapkan
tiang selalu terendam air.
3) Kesulitan mendapatkan kayu dengan diameter dan
panjang yang seragam.
4) Kesulitan dalam penyambungan.
5) Kemungkinan kerusakan kayu pada saat di pancang,
terutama pada bagian kepala tiang (ujung atas).

b. Fondasi Tiang Baja

[Type text] Page 7


Rekayasa Fondasi II

Baja merupakan bahan konstruksi dengan kekuatan yang


cukup tinggi, sehingga dalam desain yang perlu lebih
diperhatikan adalah keruntuhan tanahnya. Namun
demikian pada penggunaan fondasi tiang baja ini perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut ini.
1) Pada saat desain perlu memperhitungkan factor
korosi.
2) Tampang baja biasanya dengan luasan kecil
sehingga kapasitas dukung ujung bawahnya juga
akan kecil.
3) Dinding baja relative halus sehingga kapasitas
geseknya relative rendah.

c. Fondasi Tiang Beton


Fondasi tiang beton merupakan jenis fondasi yang paling
banyak digunakan, hal ini karena beberapa kelebihan dari
jenis fondasi ini.
1) Dimensi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2) Mutu beton dapat didesain sesuai kebutuhan.
3) Bahan susunnya mudah didapatkan.
4) Kuat desak beton tinggi.
Namun demikian beton merupakan bahan kostruksi yang
sifatnya getas, dan kuat tariknya rendah, sehingga perlu
diperkuat dengan tulangan.

[Type text] Page 8


Rekayasa Fondasi II

BAB II
ANALISIS KAPASITAS DUKUNG
FONDASI TIANG TUNGGAL

2.1. Komptensi
2. 1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat merancang fondasi tiang

2.1.2. Kompetensi Khusus


Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi
tiang

2.2. Kapasitas Dukung Ultimat Fondasi Tiang


Secara umum kapasitas dukung ultimat fondasi tiang (Qu)
ditentukan dari kapasitas ujung bawab tiang (Qb) dan kapasitas
gesekan dinding tiang (Qs). Sekema kapasitas dukung tiang
ditampilkan dalam Gambar 2.1. Kapasitas ujung bawah (end
bearing capacity) tiang dihitung berdasarkan pola keruntuhan
geser pada tanah di bawahnya. Sedangkan kapasitas gesek tiang
(skin friction capacity) tiang (Qs) dihitung berdasarkan tahanan
gesek antara tiang dan tanah di sampingnya.
Qu = Qb + Qs – Wp …………………………………............
( 2.1)
dengan :
Qu = kapasitas ultimat tiang (kN),
Qb = kapasitas ujung bawah tiang (kN),
Qs = kapasitas gesek dinding tiang (kN), dan
Wp = berat tiang (kN).

[Type text] Page 9


Rekayasa Fondasi II

Qu

Qs

Qb

Gambar 2.1. Skema analisis kapasitas dukun tiang.

Pada kondisi tiang pancang berada pada tanah lunak dan


ujung tiang mencapai tanah keras atau batuan dasar (Gambar 2.2),
analisis sering dilakukan dengan mengabaikan tahanan geseknya,
sehingga kapasitas dukung tiang didapatkan dari tahanan ujung
bawah tiang saja (Qb). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa kapasitas ujung bawah tiang (Qb) jauh lebih besar dari pada
kapasitas geseknya (Qs). Pada kondisi ini Persamaan 2.1 dapat
ditulis sebagai Persamaan 2.2.
Qu = Qb – Wp ………………………………..…............ ( 2.2)

[Type text] Page 10


Rekayasa Fondasi II

Kondisi tanah lunak yang sangat dalam mungkin sekali


dijumpai dalam desain fondasi suatu bangunan. Penggunaan
fondasi tiang yang mencapai tanah keras akan memerlukan tiang
yang sangat panjang, dan ini tidak ekonomis. Pada kondisi ini
sering digunakan fondasi yang tidak mencapai tanah keras atau
sering disebut floating piles (Gambar 2.2). Pada kondisi ini
kapasitas ujung bawah tiang akan sangat kecil dibandingkan
dengan gesekannya, sehingga hitungan kapasitas dukungnya
ditentukan berdasarkan tahanan gesek tiang dan tanah
(Persamaan 2.3).
Qu = Qs – Wp ………..………………………………............
( 2.3)
Jika kondisi tanah dari permukaan sampai ujung bawah tiang
perubahannya tidak ekstrim, maka hitungan kapasitas dukung
tanah sebaiknya didasarkan pada kedua tanahanan, baik tahanan
ujung bawah tiang maupun tahanan gesek tiang. Secara umum
kondisi tanah seperti ini adalah yang sering dijumpai.

End Bearing
piles Floating piles

Tanah Lunak

Tanah Keras

[Type text] Page 11


Rekayasa Fondasi II

Gambar 2.2 Fondasi tianng dengan kondisi end bearing dan


floating piles.
2.2.1. Kapasitas Ujung Bawah Tiang
Kapasitas dukung ujung bawah tiang didapatkan dari tahanan
geser tanah di bawahnya. Mekanisme keruntuhan tanah di bawah
ujung bawah tiang hampir sama dengan pada fondasi dangkat.
Kalau pada fondasi dangkal garis keruntuhan geser tanah akan
berakhir pada permukaan tanah. Sedangkan pada fondasi tiang,
permukaan tanah berada cukup jauh dari ujung bawah tiang
sehingga garis keruntuhan tanah tidak akan sampai permukaan,
namun akan memotong tiang kembali (Gambar 2.3).

Garis keruntuhan
tanah

Gambar 2.3 Garis keruntuhan tanah di bawah ujung bawah tiang.

Persamaan kapasitas ujung bawah tiang secara umum dapat


ditulis seperti pada fondasi dangkal (Persamaan 2.3.). Perbedaan
kedalaman tentunya menyebabkan kapasitas ujung bawah tiang
akan lebih besar dari pada fondasi dangkal.
Qb= Ab.(c.Nc + q.Nq + 0,5.d..N……………………………. ( 2.3)

[Type text] Page 12


Rekayasa Fondasi II

Dengan :
Ab = luas ujung tiang,
c = kohesi tanah pada ujung tiang,
q = tekanan overburden pada ujung tiang,
d = diameter tiang,
 = berat satuan tanah.
Nc, Nq, dan N = Faktor daya dukung.

Perbedaan besarnya kapasitas ini dapat dijelaskan dengan logika


sebagai berikut:
a) Garis keruntuhan pada fondasi tiang lebih panjang dari
pada fondasi dangkal, hal ini akan menyebabkan tahanan
lekatian pada fondasi tiang lebih besar.
b) Tekanan overburden pada fondasi tiang jauh lebih besar
dari pada fondasi dangkal, hal ini karena perbedaan
kedalaman.
Dalam hitungan kapasitas ujung bawah tiang, kedua hal tersebut
diakomodasi dengan memberikan nilai faktot-faktor kapasitas
dukung Nc dan Nq, yang lebih besar dari pada fondasi dangkal.
Namun demikian pada fondasi tiang, lebar dasar fondasi jauh lebih
kecil dari pada fondasi dangkal, dan sering diabaikan sehingga
Persamaan 2.3 dapat ditulis sebagai Persamaan 2.4.
Qb= Ab.(c.Nc + q.Nq ……………………………. ( 2.4)
Besarnya Nc dan Nq, untuk Persamaan 2.4 untuk fondasi tiang
dapat menggunakan Grafik pada Gambar 2.4.
Secara umum besarnya tekanan overburden sebanding
dengan kedalamannya. Namun pada fondasi tiang diameter dan
luasan tampang yang relative kecil menyebabkan tekanan
overburden untuk kedalaman lebih dari kedalaman tertentu

[Type text] Page 13


Rekayasa Fondasi II

(kedalaman kritis) relatif konstan (Poulus dan Davis, 1980). Nilai z c


akan erkisar antara 10d sampai 20d (Poulos dan Davis, 1980), dan
untuk desain dapat digunakan grafik pada Gambar 2.6. Sedangkan
menurut Grigorian (1997) dapat diambil 12.d, dengan d adalah
diameter tiang. Sedangkan nilai Nc pada tanah lempung murni
(Skemton, 1966) dapat diambil sebesar 9.

1000
Faktor daya dukung

100

Nc

10

Nq

1
0 10 20 30 40 50
Sudut gesek internal

Gambar 2.4 Nilai factor kapsitas dukung Nc dan Nq (Grigorian,


1997).

zc

[Type text] Page 14


Rekayasa Fondasi II

q = .zc

Gambar 2.5 Skema tekanan overburden pada fondasi tiang.

20

15
z c /d

10

0
28 33 38 43

Gambar 2.6 Grafik nilai zc/d fondasi tiang (Paulos dan Davis, 1980).

2.2.2. Kapasitas Gesek Tiang


Kelebihan lain dari fondasi tiang adalah adanya tahanan
gesek antara tanah dan dinding tiang. Besarnya tegangan gesek
ultimat sepanjang dinding tiang merupakan kapasitas gesek tiang
(Gambar 2.7). Permasalahan yang timbul dalam analisis adalah
besarnya tegangan ultimat yang tidak seragam sepanjang tiang.
Namun demikian beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk
menghitung kapasitas gesek tiang tersebut, dan yang paling
sederharana adalah dengan menggunakan nilai tegangan geser
ultimat rata-rata.

[Type text] Page 15


Rekayasa Fondasi II

Tegangan gesek
pada tiang

Gambar 2.7 Tegangan gesek sepanjang dinding tiang.

Besarnya tahanan gesek tentunya ditentukan dari beberapa


faktor, yang antara lain seperti tersebut dibawah ini.
a) kekasaran dinding tiang yang ini tergantung dari bahan
yang digunakan.
b) kekasaran dan kepadatan tanah, yang dalam hal ini
diwakili oleh parameter sudut gesek internal tanah (),
c) lekatan tanah atau sering disebut kohesi (c), dan
d) besarnya tekanan tanah lateral pada dinding fondasi.
Tahanan gesek tiang dan tanah dianalisis dengan menggunakan
Persamaan Mohr-Coloumb (Persmaan 2.5).
  c d   . tan  d ……… …………………………………… …(2.5)
dengan :
 = tegangan geser ultimat (kN/m2),
cd = adesi antara tiang dan tanah (kN/m2)

[Type text] Page 16


Rekayasa Fondasi II

 = tegangan normal pada dinding tiang (kN/m2), dan


d = sudut gesek antara tanah dan tiang (o).

Adesi merupakan besarnya lekatan antara tiang dan tanah.


Nilai adesi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh besarnya kohesi
tanahnya (Tomlinson, 1963). Besarnya nilai cd untuk bahan tiang
baja, beton dan kayu ditampilkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai adesi untuk beberapa jenis bahan tiang


Jenis bahan tiang Kohesi tanah Adesi tanah
undrained dan tiang
cu (k/ft2) cd (k/ft2)
Baja 0 – 0,75 0 – 0,70
0,75 – 1,50 0,70 – 1,00
1,50 – 3,60 1,00 – 1,20
Beton dan kayu 0 – 0,75 0 – 0,70
0,75 – 1,50 0,70 – 1,00
1,50 – 3,60 1,00 – 1,30
Catatan :1 k/ft = 47,8 kN/m2
2

Tegangan normal yang bekerja pada tiang besarnya dihitung


berdasarkan tekanan lateral tanah diam (Ko), yang besarnya
adalah seperti pada Persamaan 2.6.
  K o . .z ………………………………………………………. (2.6)

dengan :
 = tegangan normal pada dinding tiang (kN/m2),
Ko = koofisien tekanan tanah diam,
 = berat satuan tanah (kN/m3), dan
z = kedalaman tanah yang ditinjau.
Besarnya koofisien tekanan leteral tanah diam (Ko), dapat dihitung
dengan Persamaan 2.7.

[Type text] Page 17


Rekayasa Fondasi II

K o  1  sin  . OCR ……………………………………………. (2.7)


dengan :
 = sudut gesek internal tanah,
OCR = over consolidated ratio.
Untuk keperluan praktis nilai OCR dapat diambil sebesar satu.
Nilai sudut gesek antara tanah dan dinding tiang (d
tergantung dari sudut gesek internal tanah () kekasaran dinding
tiang. Menurut Ass, (1966) d pada fondasi tiang pada tanah pasir
tergantung jenis bahan fondasi, yang besarnya ditampilkan pada
Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai d pada fondasi tiang


Jenis bahan tiang d
Baja 20o
Beton 0,75 
Kayu 0,66 

Selanjutnya besarnya kapasitas gesek tiang (Qs) merupakan


penjumlahan tegangan gesek sepanjang tiang (Persamaan 2.8).

Q s   As  c d   tan  d  ………………………………………. (2.7)

Untuk keperluan praktis, panjang tiang (L) dapat bagi dalam


beberapa pias panjang tiang (L), sehingga nilai Qs adalah
penjumlahan nilai Qs pada masing-masing pias tersebut.

Contoh 2.1
Suatu fondasi tiang dengan diameter 30 cm dipancang pada tanah
sampai kedalaman 10 m. Pada kedalaman 0 sampai 10 meter
tanah tersebut mempunyai c = 10 kN/m 2 dan sudut gesek internal

[Type text] Page 18


Rekayasa Fondasi II

12o, berat satuan tanah = 20 kN/m 3. Tanah pada kedalaman 10 m


mempunyai c = 20 kN/m2 dan sudut gesek internal 32 O, berat
satuan tanah = 20 kN/m3. Hitunglah kapaistas dukung tiang
tersebut.

Jawab:
Keadalaman kritis dianggap = 12d = 12 x 30 = 360 cm = 3,6 m
Tekanan tanah (overburden) untuk z = 0 sampai 3,6 m
= 3,6 x 20 = 72 kN/m2.
a. Hitungan tahanan ujung bawah:
Qb = Ab.(c.Nc + q.Nq)
= 0,25..d2.(20.32 + 72.22)
= 157,1 kN
b. Tahanan gesek tiang
Qs = .d.L.10.(2/3) + ½ .d.3,6.(1-sin12o).72.tan (12.2/3)
+ .d.(L - 3,6).(1-sin(12o).72.tan (12.2/3)
= 62,8 + 13,5 + 47,3 = 123,6 Kn
c. Berat tiang
Wp = 0,25..d2.L.25 = 17,6 kN
d. Kapasitas dukung ultimat
Qult = 157,1 +123,6 -17,6 = 263,1 kN

2.2.3. Kapasitas Ijin Fondasi Tiang


Beban fondasi yang mendekati kapasitas ultimatnya akan
menyebabkan fondasi pada kondisi kritis. Hal ini tidak boleh terjadi
pada suatu bangunan, sehingga perlu nilai keamanan agar beban
bangunan yang bekerja tidak membahayakan bangunan. Besarnya
kapasitas fondasi tiang haruslah cukup menjamin terhadap beban

[Type text] Page 19


Rekayasa Fondasi II

yang mungkin bekerja. Untuk keperluan tersebut kapasitas yang


diijinkan pada saat desain tidaklah sebesar kapasitas ultimat (Qu),
melainkan sebesar Qa (kapasitas ijin fondasi). Besarnya kapasitas
ijin didefinisikan sebesar Qu dibagi dengan suatu nilai kemanan
(safety factor) yang disimbolkan dengan SF. Besarnya nilai SF 2,5
sampai 3.

[Type text] Page 20


Rekayasa Fondasi II

BAB III
KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG TUNGGAL
BERDASARKAN HASIL UJI LAPANGAN

3.1. Komptensi
3.1.1. Komptensi Umum
Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.
3.1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi
tiang dengan data uji lapangan

3.2. Pengujian Lapangan


Parameter mekanik tanah merupakan data yang harus
disiapkan ketika kita akan menganalisis kapasitas dukung fondasi.
Parameter mekanik tanah yang paling sering diuji adalah sudut
gesek internal tanah () dan kohesi tanah (c). Parameter tersebut
didapatkan dari uji laboratorium pada sample tanah tidak
terganggu (undisturbed) yang diambil dari lapangan.
Pengujian laboratoium ini memerlukan sample tanah untuk
dari lapangan. Kesulitan yang timbul dari pengujian ini adalah
ketika sampel yang harus diambil pada kedalaman yang cukup
besar. Selain itu pengujian laboratorium memerlukan tahapan lebh
banyak dan waktu yang lebih lama dari pada pengujian lapangan.
Terkait dengan alasan tersebut untuk keperluan desain fondasi
tiang sering digunakan pengujian lapangan. Metode yang sering
dipakai dalam uji lapangan ada beberapa jenis, yang antara lain :
a. cone penetration test (CPT),
b. standard penetration test (SPT),
c. vane test, dan pengujian-pengujian lainnya.

[Type text] Page 21


Rekayasa Fondasi II

3.2.1. Analisis Kapasitas Dukung Fondasi Tiang dengan


Data CPT.
Cone penetration test (CPT) atau yang sering disebut dengan
sondir, merupakan salah satu jenis pengujian lapangan untuk
mendapatkan data parameter kuat dukung tanah. Parameter yang
didapatkan dari hasil uji sondir adalah tahanan ujung sondir (q c)
dan tahanan gesek tanah (q s), skema hasil uji sondir seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Nilai q c menunjukkan nilai tahanan
ujung sondir dan ini analog dengan tahanan ujung fondasi tiang.
Sedangkan nilai qs yang merupakan tahanan gesek sondir
menggambarkan tahanan gesek antara tanah dan tiang.
Selain kecepatan dalam pengujian, uji sondir dapat
menggambarkan kondisi tanah dari permukaan sampai kedalaman
yang diinginkan. Kelebihan ini sangat sesuai untuk desain fondasi
tiang karena besarnya tahanan ujung dan tahanan gesek pada
tiang dapat digambarkan dari data sondir. Namun demikian
perbedaan dimensi ntara sodir dan fondasi tiang akan memerlukan
koreksi nilai qc ketika diaplikasikan pada fondasi tiang. Koreksi juga
diperlukan karena perbedaan kekasaran antara selimut sondir dan
dinding fondasi tiang.
Aplikasi data sondir untuk desain fondasi tiang perlu
mempertimbangkan jenis tanah. Untuk tanah kohesif, pengaruh
perbedaan dimensi tiang dan sondir dapat diabaikan sehingga
tahanan ujung sondir (fb) dapat diambil sama dengan nilai qc sondir.
Hal ini berbeda dengan kondisi tanah non kohesif, jika kondisi
tanah tidak meyakinkan sebaiknya diambil nilai tahanan ujung
tiang (fb) sama dengan 0,5.qc (Tomlinson, 1977). Namun demikian
untuk keperluan praktis biasanya nilai tahanan ujung tiang (f b)
dapat diambil sebesar qc sondir (Vesic, 1967).

[Type text] Page 22


Rekayasa Fondasi II

Kondisi tanah disekitar ujung bawah tiang akan menentukan


besarnya tahanan ujungnya (fb). Penentuan nilai qc yang akan
digunakan dalam desain fondasi tiang sebaiknya memperhitungkan
nilai qc disekitar (di atas dan di bawah) ujung tiang. Menurut
Mayerhof, (1976) nilai qc sebaiknya diambil rata-rata nilai q c dari 8d
di atas dasar fondasi sampai 3d di bawah dasar fondasi. Sedangkan
menurut Van Der Veen (1957) qc fondasi yang diambil adalah rata-
rata dari 3d di atas dan 1d di bawah dasar fondasi. Besarnya
kapasitas ujung tiang dapat dihitung dengan Persamaan 3.1.
Qb = Ab.fb ……………………………………………………….(3.1)
Dengan :
Qb = kapasitas tahanan ujung tiang (kN),
Ab = luas tampang ujung tiang (m2),
fb = tahanan ujung tiang (kN/m2)
Tahanan gesek antara tiang dan tanah disekitarnya dihitung
dengan mengunakan data tahanan gesek sondir (qs). Menurut Vesic
(1967), untuk tiang beton besarnya tahanan gesek tiang (fs) dapat
diambil sebesar 2.qs, sedangkan untuk tiang baja dapat sama
dengan qs. Nilai qs sepanjang tiang tentunya nilainya akan
bervariasi, sehingga yang dipakai adalah nilai qs rata-rata
sepanjang tiang. Hitungan kapasitas gesek tiang berdasarkan nilai
qs sondir dapat dihitung dengan Persamaan
Qs = As.fs ……………………………………………………….(3.2)
Dengan :
Qs = kapasitas tahanan gesek dinding tiang (kN),
As = luasan selimut tiang tiang (m2),
fs = tahanan gesek tanah dengan tiang (kN/m2)

[Type text] Page 23


Rekayasa Fondasi II

qc rata-
rata qc

8.d
z

3.d

Gambar 3.1 Hitingan nilai qc untuk desain fondasi tiang


(Mayerhof, 1976).

Penyajian data tahanan gesek sondir terkadang ditampilkan


dalam bentuk tahanan komulatif (ft), yaitu penjumlahan tegangan
dari permukaan tanah sampai kedalaman yang ditinjau (Gambar
3.2). Jika hitungan kapasitas gesek tiang akan menggunakan data
gesekan komulatuif (ft) sondir maka persamaan yang dipakai
adalah seperti pada Persamaan 3.3.
Qs = Ks.ft ……………………………………………………….(3.3)
Dengan :
Qs = kapasitas gesek tiang (kN),

[Type text] Page 24


Rekayasa Fondasi II

Ks = keliling tampang tiang (m), dan


ft = tahanan gesek komulatif (kN/m).

ff
sumbu ft

fs
sumbu ft

fs ft

Gambar 3.1 Skema grafik qs dan ft sondir.

Kapasitas ultimat fondasi tiang dapat dihitung menggunakan


data sondir dengan Persamaan 3.4.
Qu = Qb + Qs - Wp ……………………………………………….(3.4)
dengan :
Qu = kapasitas dukung fondasi tiang, (kN),

[Type text] Page 25


Rekayasa Fondasi II

Qb = tahanan ujung tiang, (kN),


Qs = tahanan gesek tiang, (kN) dan
Wp = berat sendiri tiang, (kN).
Nilai kapasitas ijin fondasi tiang yang dianalisis berdasarkan data
sondir biasanya menggunakan angka keamanan yang lebih besar
dari data uji labaoratirium. Hal ini diperlukan terkait dengan
kemungkinan penyimpangan hasil pengujian dengan kondisi
sebenarnya. Selanjutnya besarnya kapasitas ijin fondasi tiang
tersebut dapat dituliskan dalam Perdamaan 3.5.
Qb Q
Qa   s  Wp ………………………………………… (3.5)
SFb SFs

Besarnya angka aman SFb dan SFs untuk kondisi tanah pasir dan
lempung adalah sebagai berikut (Suryolelono, 1994):
a) SFb = 3 untuk tanah pasir,
b) SFb = 5 untuk tanah lempung,
c) SFs = 5 untuk tanah pasir, dan
d) SFs = 10 untuk tanah lempung.

3.2.2. Analisis Kapasitas Dukung Fondasi Tiang dengan


Data SPT.
Standart Penetration test, merupakan pengujian lapangan
dengan menggunakan tabung standart diameter 5 cm dan panjang
56 cm. Pengujian ini dilakukan dalam lubang bor pada kedalaman
yang diinginkan. Tabung standart di tumbuk dengan massa 64 kg
dan tinggi jatuh 76,2 cm (setara dengan energi 0,5 kJ atau 0,5
kN.m). Nilai SPT didefinisikan sebagai jumlah pukulan yang
menghasilkan penurunan sedalam 30 cm. Semakin besar nilai SPT

[Type text] Page 26


Rekayasa Fondasi II

tentunya tanahnya semakin keras. Besarnya nilai SPT perlu


dikoreksi jika kondisi tanah terendam air dengan Persamaan 3.6.
1
N  15  (N'15) ………………………………………… (3.6)
2
dengan :
N = nilai SPT terkoreksi, dan
N’ = jumlah pukulan di bawah pengaruh air.
Mayerhoft (1956) dalam Poulos dan Davis (1980),
mengusulkan formula empirik untuk menghitung kapasitas dukung
fondasi tiang dengan data SPT, dengan membedakan dua kondisi
yaitu penurunan besar dan kecil. Dalam praktek penurunan besar
digunakan untuk tiang beton dan kayu sedangkan penurunan kecil
dipakai untuk tiang baja prifil. Formula yang diusulkan untuk
penurunan besar ditulis dalam Persamaan 3.7a sedangkan untuk
penurunan kecil ditulis dalam Persamaan 3.7b.

Untuk penurunan besar (tiang beton dan baja) :


Nr .A s
Qu  4.Nb .A b  …………………………………………
50
(3.7a)
Untuk penurunan kecil (tiang baja profil) :
Nr .A s
Qu  4.Nb .A b  …………………………………………
100
(3.7b)
dengan :
Qu = kapasitas ultimat tiang, (ton),
Nb = nilai SPT paja ujung bawah tiang,
Nr = nilai SPT rata-rata sepanjang tiang.
Ab = luas tampang tiang (ft2), dan
As = luas selimut tiang (ft2).

[Type text] Page 27


Rekayasa Fondasi II

Contoh:
Suatu fondasi tiang beton dipancang pada tanah sampai
kedalaman 20 m. Data hasil pengujian SPT tanah tersebut adalah
sebagai berikut:

Keadalam Nilai SPT -N


(m)
0- 4 8
4 – 10 14
10 – 13 22
13 – 15 12
15 – 18 28
18 – 24 32

Hitunglah kapasitas dukung tiang tersebut:

Jawab:
a. Nb = 32 , (pada kedalaman 20 m)
Nr = (8.4+14.6+22.3+12.2+28.3+32.2)/20
= 17,7
b. Kapasitas dukung ultimat
Qult = 4.Nb.Ab + Nr.As/50
d = 0,25 m = 0.82 ft
L = 20 m = 65,62 ft
Qult = 4.32.0.25.(.d2 + 17,7. (.0.82.65.62/50
= 67,5 + 59,9 ton
= 127,34 ton

[Type text] Page 28


Rekayasa Fondasi II

BAB IV
FORMULA DINAMIS

4..1. Komptensi
4..1.1. Kompetensi Khusus
Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.
4..1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa mampu menganalisis kapasitas dukung fondasi
tiang berdasarkan data pemancangan.

4..2. Pemancangan Fondasi Tiang


Salah satu jenis fondasi tiang adah tiang pancang. Disebut
fondasi tiang pancang karena dalam pemasangannya dengan cara
ditumbuk/dipancang masik ke dalam tanah. Pada saat pemcangan,
energi jatuh dari hamer akan diterima tiang dan menyebabkan
tiang masuk kedalam tanah sebesar s (Gambar 4.1). Besarnya
energi yang diterima tiang adalah sebesar energi potensial hamer
sebelum jatuh yaitu sebesar berat hamer (Wh) dikalikan tinggi jatuh
(h). Tanah berusaha menahan desakan tanah yang besarnya sama
dengan kapasitas ultimatnya (Qu), sehingga besanya usaha yang
dilakukan tanah adalan Qu.s. Dari kedua hal tersebut, jika tidak
terjadi kehilangan energi selama pemancangan maka akan berlaku
Persamaan 4.1., yang selanjutnya sering disebut dengan Formula
Sender.
Wh.h
Qu  …………………………………………………… (4.1)
s

[Type text] Page 29


Rekayasa Fondasi II

dengan :
Qu = kapasitas ultimat tiang (kN),
Wh = berat hamer (kN),
h = tinggi jatuh (m), dan
s = penurunan tiang tiap pukulan (m).

Hamer (Wh)
sebelum jatuh

Gambar 4.1 Skema pemancangan fondasi tiang.

Persamaan 4.1 tersebut merupakan formula dasar hitungan


kapasitas dukung fondasi tiang dengan formula pancang.
Kenyataan dilapangan, kehilangan energi selama pemancangan
akan terjadi sehingga hitungan perlu dikoreksi. Faktor-faktor
koreksi dikembangkan berdasarkan beberapa sebab, yaitu :
a) tumbukan yang tidaklah lenting sempurna,

[Type text] Page 30


Rekayasa Fondasi II

b) koreksi jatuhnya hamer tidaklah jatuh bebas sempurna,


karena gesekan antara hamer dan relnya.
c) deformasi yang terjadi tidak semua akibat penurunan
tanah, namun juga akibat deformasi elastis dan plastis
tiang
d) Walaupun tidak besar, tanah juga terdeformasi secara
elastis.
Berdasarkan pertimbangan beberapa factor pada saat
pemancangan, telah dikembangkan banyak formula dengan
memasukkan koreksi empiric.

4..2.1. Engineering New Formula


Enineering New Formula ini dikembangkan dari Formula
Sender (Persamaan 4.1) dengan memasukkan koreksi (c) pada
penurunan tiang sebesar 2,5 cm. Selanjutnya persamaan tersebut
dapat ditullis sebagai Persamaan 4.2.
Wh .h
Qu  …………………………………………………… (4.2)
sc
dengan :
Qu = kapasitas ultimat tiang (kN),
Wh = berat sendiri tiang (kN),
h = tinggi jatuh (m),
s = penurunan tiang hasil pengukuran (m),
c = koreksi penurunan sebesar 0,025 m.

4..2.2. Formula Eytelwein (Dutch)


Formula Eytelwein atau yang juga disebut dengan Rumus
Belanda dikembangkan dari Formula Sender (Persamaan 4.1)
dengan memasukkan koreksi akibat pengaruh kelembaman massa
tiang pada saat dipukul (Persamaan 4.3)

[Type text] Page 31


Rekayasa Fondasi II

Wh .h Wh
Qu  ……………………………………………… (4.3)
s Wh  Wp

dengan :
Qu = kapasitas dukung ultimat tiang (kN),
Wh = berat hamer (kN),
h = tinggi jatuh hamer (m),
s = penuruna tiang (m), dan
Wp = berat sendiri tiang (kN).

4..2.3. Formula Janbu


Formula Janbu ini lebih komplek dari formula Eytelwein, yaitu
dengan memperhitungan kondisi pemancangan, kekakuan bahan
(E) dan panjang (L) tiang. Formula Janbu ini ditampilkan dalam
Persamaan 4.4a, 4.4b, 4.4c dan 4.4d.
Wh .h
Qu  …………………………………………….. (4.4a)
K u .s

  0.5 
K u  c d 1  (1  )  ………………………….….. (4.4b)
 cd 
Wp
c d  0,75  0,15 ……………….…………………….. (4.4c)
Wh

.Wh .h.L
 …….. ……………….…………………….. (4.4c)
A.E.s 2
dengan:
 = efiseiensi pemancangan:
= 0,4 untuk tanah jelek
= 0,55 tanah sedang
= 0,75 tanah baik
L = panjang tiang (m),
A = luas tampang tiang (m2)

[Type text] Page 32


Rekayasa Fondasi II

Wp = berat tiang (kN)


E = modulus elastis tiang (kN/m2)
4..2.4. Boston Building Code
Pada peraturan ini, formula pancang untuk kapasitas ijin
dikembangan dengan memasukkan factor efisiensi pemancangan
dan berat tiang (Persamaan 4.5).
1,7.E n
Qa 
Wp ……………..…………………………………(4.5)
s  0,25
Wh

dengan :
Qa = kapasitas ijin tiang (kN),
En = energi pukulan (kN.m),
s = penurunan tiang (m),
Wp = berat tiang (kN), dan
Wh = berat hamer (kN).

[Type text] Page 33


Rekayasa Fondasi II

BAB V
KAPASITAS FONDASI KELOMPOK TIANG

5.1. Kompetensi
5.1.1. Komptensi Umum
Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.
5.1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa mampu menghitung besarnya efisiensi tiang
dalam kelompok tianng.

5.2. Fondasi Kelompok Tiang


Pada umumnya jarang fondasi tiang digunakan sebagai tiang
tunggal, melainkan berupa gabungan dari beberapa tiang
(kelompok tiang) yang disatukan oleh pile cap (poer) (Gambar 5.1).
Pada tiang tunggal, interaksi yang terjadi hanyalah tiang dengan
tanah. Sedangkan pada kelompok tiang akan ada interaksi antara
tiang dengan tanah dan tiang dengan tiang yang lainnya. Interaksi
ini akan lebih besar jika jarak tiang semakin dekat tentunya.
Analisis ini dikembangkan dengan menganggap tidak ada
pile cap. Jika pada salah satu tiang pada kelompok tiang didesak
sehingga terjadi penurunan, maka tiang disekitarnya akan ikut
turun akibat tertarik oleh tanah disekitar tiang yang dibebani.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka akan terjadi penurunan tiang
akibat beban yang didukung tiang didekatnya walaupun tiang
tersebut tidak terbebani. Hal ini akan mengakibatkan kapasitas
dukung tiang menjadi berkurang jika dibandingkan dengan kondisi
tiang tunggal.

[Type text] Page 34


Rekayasa Fondasi II

Pile cap

tiang

Gambar 5.1 Skema fondasi kelompok tiang.

5.3. Analisis Fondasi Tiang dalam Kelompok


Analisis ini kekembangkan untuk mendapatkan besarnya
koofisien koreksi kapasitas dukung tiang dalam kelompok, atau
sering disebut efisiensi kelompok tiang. Secara umum efisiensi
yang dimaksud dapat ditulis dalam Persamaan 5.1
Qg
 …………………………………………………….. (5.1)
n.Qu

dengan ;
 = efisiensi kelompok tiang,
Qg = kapasitas gabungan kelompok tiang (kN),
Qu = kapasitas ultimat satu tiang (kN),

[Type text] Page 35


Rekayasa Fondasi II

n = jumlah tiang.
5.3.1. Perilaku Keruntuhan Fondasi Kelompok Tiang
Besarnya kapasitas dukung tiang gabungan sangat
dipengaruhi oleh tipe keruntuhan yang terjadi. Dalam desain,
kesalahan dalam asumsi akan sangat berpengaruh dalam hitungan
kapasitas dukungnya. Tipe keruntuhan yang terjadi dapat
dibedakan menjadi dua tipe utama yaitu keruntuhan tiang tunggal
dan keruntuhan blok.

a. Keruntuhan Tiang Tunggal


Keruntuhan tiang tunggal akan mungkin terjadi jika jarak
tiang cukup jauh. Hal ini dengan asumsi penurunan pada
salah satu tiang tidak akan menyebabkan penurunan tiang
disekitanya. Kapasitas fondasi gabungan (Qg) merupakan
penjumlahan dari kapasitas dukung tiang tunggalnya
(Persamaan 5.1)
Qg = n.Qu ……………………………………………. (5.1)
dengan :
Qg = kapasitas kelompok tiang (kN),
n = jumlah tiang, dan
Qu = kapasitas tiang tunggal (kN).

Kondisi jarak tiang yang cukup jauh ini sulit untuk ditentukan,
sehingga justifikasi desain suatu kelompok tiang akan
mengalami keruntuhan tiang tunggal juga sulit ditentukan.

b. Keruntuhan Blok
Keruntuhan blok ini dimungkinkan terjadi jika jarak tiang
cukup dekat, sehingga interaksi antar tiang dan tanah sangat

[Type text] Page 36


Rekayasa Fondasi II

kompak. Tanah diantara tiang-tiang ikut turun bersamaan


dengan keruntuhan fondasi kelompok tiang, sehingga seolah-
olah seperti blok tiang dengan ukuran B x x By x L (Gambar
5.2).

By

Bx

Gambar 5.2 Skema keruntuhan blok pada kelompok tiang.

Menurut Terzaghi dan Peck (1948), pada keruntuhan blok


dapat pada tanah lempung dapat dihitung dengan
Persamaan 5.2
Qg = 1,3.cb.Nc.Bx.By + 2.L(Bx + By).cr …………….…(5.2)
dengan:
Qg = kapasitas gabungan kelompok tiang (kN),
cb = cohesi tanah pada ujung bawah tiang (kN/m2),
cr = cohesi rata-rata sepanjang tiang (kN/m2),
Bx = lebar kelompok tiang (m),
By = panjang kelompok tiang (m), dan
L = panjang tiang (m)/

[Type text] Page 37


Rekayasa Fondasi II

Pada umumnya hasil hitungan dengan metode keruntuhan


blok ini sangat besar. Prediksi bahwa keruntuhan yang terjadi
di lapangan adalah blok sangat sulit.
5.3.2. Metode Efisiensi
Pada kenyataan hitungan dengan menggunakan metode
keruntuhan blok atau keruntuhan tiang tunggal kadang
menghasilkan akan menghasilkan angka yang jauh berbeda
dengan kenyatannya, sehingga sulit untuk menentukan mana yang
akan dipakai.
Metode efisiensi diusulkan untuk menghitung kapasitas
dukung kelompok tiang berdasarkan nilai Qg berdasarkan
keruntuhan tiang tunggal dengan memasukan factor efisiensi. Nilai
efisiensi yang dikembangkan merupakan fungsi dari jarak tiangnya.
Hubungan antara Kapasitas gabungan dan kapasitas tiang tunggal
dapat ditulis dalam Persamaan 5.3.
Qg = .n.Qu …………………………………………………. (5.3)
Dengan :
Qg = kapasitas gabungan (kN),
 = efisiensi,
n = jumlah tiang,
Qu = kapasitas ultimat tiang tunggal (kN).

Selanjutnya penelitian banyak dilakukan dalam rangka


mengembangkan formula untuk menghitung besarnya nilai
efisiensi. Salah satu metode yang sering digunakan adalan dari
Converse-Labarre Formula (Persamaan 5.4).
(n  1)m  (m  1)n
  1  arctan( d / s) ………………. (5.4)
90mn
dengan:

[Type text] Page 38


Rekayasa Fondasi II

d = diameter tiang (m),


s = jarak antar tiang (m),
m = jumlah tiang dalam satu baris, dan
n = jumlah baris.
Pada tanah non kohesif (pasir) pemancangan akan
meningkatkan nilai kuat geser tanah (tanah memadat). Hasil
penelitian vesic (1967) menunjukkan bahwa Qg > n.Qult.
Selanjutnya Vesic menyarankan nilai efisiensi fondasi gabungan
pada tanah non kohesif adalah 1.

Contoh:
Suatu fondasi kelompok tiang 5 x 5, dipancang dalam tanah
lempung c = 23 kN/m2,  = 19 kN/m2. panjang tiang = 25 m,
dengan d = 0,3 m. Jarak antar tiang ke tiang s = 0,75 m. Hitung
kapasitas dukung kelompok tiang tersebut.

Jawab:
a. Kapasitas dukung satu tiang
Qult = 0,25.(.0,32.23.9 +(2/3).23. .0,3.15)
= 231,4 kN
b. Kapasitas gabungan (keruntuhan tiang tunggal
Qg = 25 x 231,4 = 1157,0 kN
c. Kapasitas gabungan (keruntuhan blok)
Qg = 2 x 15.(3,3+3,3).23 + 1,3.23 x 9 x3,32
= 7484 kN
d. Metode Efisiensi
Qg = 0,612 x 25 x.31,4 = 354 kN
Kesimpulan:
Dari beberapa metode, metode efisiensi memberikan hasil yang paling aman.

[Type text] Page 39


Rekayasa Fondasi II

BAB VI
DISTRIBUSI BEBAN DALAM KELOMPOK TIANG

6.1. Komptensi
6.1.1. Komptensi Umum
Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.
6.1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa mampu menganalisis beban yang didukung tiang.

6.2. Beban Fondasi


Struktur bangunan didesain untuk mendukung beban-beban
yang bekerja pada bangunan tersebut, baik beban mati, hidup,
gempa, angin ataupun beban-beban lainnya. Beban-beban tersebut
akan diteruskan oleh struktur atas terutama kolom ke fondasi.
Beban yang didukung oleh fondasi akan berupa beban normal
vertical, beban momen dan beban lateral. Selanjutnya beban-
beban tersebut akan didistribusikan ke masing-masing tiang untuk
diteruskan ke tanah dasar. Dalam hal ini peran pile cap akan
sangat menentukan besarnya beban yang didukung masing-masing
tiang.

6.3. Dsitribusi Beban pada Tiang


Perilaku yang terjadi pada pile cap sangat menentukan
distribusi beban bangunan pada masing-masing tiang. Untuk
memmudahkan analisis distribusi beban umumnya digunakan
beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut ini.
a. Pile cap sangat kaku,

[Type text] Page 40


Rekayasa Fondasi II

sehingga akibat beban normal deformasi pada masing-


masing tiang seragam. Akibat momen, pile cap akan
terotasi.
b. Hubungan antara pile cap dan tiang dianggap berperilaku
sendi, sehingga beban yang diterima tiang akibat beban
normal ataupun momen pada pile cap akan terdistribusi
sebagai beban desak atau tarik (Gambar 6.1)
c. Tanah dianggap berperilaku elastis,
sehingga besarnya beban yang diterima tiang sebanding
dengan deformasi yang terjadi.
d. Pile cap dianggap tidak menumpu pada tanah,
sehingga beban-beban pada pile cap hanya didukung oleh
tiang-tiang.

Gambar 6.1 Skema distribusi beban pada fondasi kelompok tiang.

[Type text] Page 41


Rekayasa Fondasi II

6.3.1. Distribusi Beban Normal


Akibat beban normal dari kolom, pile cap akan terdeformasi
dan mendesak tiang. Akibat kekakuan pile cap yang besar (rigid)
maka pile cap akan terdeformasi seragam, sehingga penurunan
semua tiang sama besar. Pada kondisi tanah elastis, besarnya
reaksi pada tiang adalah sebanding dengan penurunannya, dan
besarnya reaksi adalah sama dengan beban yang bekerja (Gambar
6.2). Besarnya beban yang didukung masing-masing tiang (V)
dihitung dengan Persamaan 6.1.

P P

V1 V2 V3

(a) (b)
(c)

Gambar 6.2 Distribusi beban normal pada kelompok tiang:


(a) skema fondasi tiang,
(b) penurunan fondasi tiang, dan
(c) reaksi pada fondasi tiang.

[Type text] Page 42


Rekayasa Fondasi II

P
V  ……………………………………………….. (6.1)
n
dengan :
V = beban yang didukung satu tiang (kN),
P = beban kolom (kN), dan
n = jumlah tiang

6.3.2. Distribus Beban Momen


Akibat momen pile cap akan terotasi sehingga akan
mendesak tiang di bagian tertentu dan menarik tiang di bagian
yang lainya. Besarnya beban yang didukung sama dengan
deformasi yang terjadi pada masing-masing tiang (Gambar 6.3).

Sx
My

7 8 9

Sy
4 5 6
V3

1 2 3
V1

Gambar 6.3 Distribusi beban momen pada tiang.

[Type text] Page 43


Rekayasa Fondasi II

Besarnya beban yang didukung masing-masing tiang dapat


dihitung dengan Persamaan 6.2.
My.x
Vx  …………………………………………………….. (6.2)
 x2
dengan :
Vx = beban yang didukung tiang pada jarak x dari pusat
fondasi (kN),
My = momen pada kolom (kN.m), dan
x = jarak tiang yang ditinjau dari pusat fondasi (m).
Analog dengan Persamaan 6.2 untuk momen dua arah Mx dan My,
beban yang didukung tiang dapat ditulis dengan Persamaan 6.3.
My.x Mx. y
Vx, y   ……………………………………………..
 x 2
 y2
(6.3)

6.3.3. Distribus Beban Momen


Distribusi beban pada tiang akibat beban normal dan beban
momen dihitung dengan prinsip superposisi. Akibat beban normal
P, momen Mx dan momen My, besarnya beban pada tiang dapat
dihitung dengan Persamaan 6.4.
P My.x Mx. y
Vx, y    ……………………………………… (6.3)
n x 2
 y2

Contoh:
Suatu fondasi kelompok tiang 3 x 3, dengan jarak antar tiang
adalah 1,00m, mendukung beban P = 1000kN, momen Mx = 400

[Type text] Page 44


Rekayasa Fondasi II

kN.m dan My = 100kN.m. Hitung beban yang didukung masing-


masing tiang.
Jawaban :

a. Sketsa fondasi

P
Sx = 1,00 m

My
7 8 9

Sy = 1,00m
4 5 6

1 2 3

b. Formula yang digunakan


P My.x Mx. y
Vx, y   
n x 2
 y2

[Type text] Page 45


Rekayasa Fondasi II

Data Beban
P = 700 kN
Mx = 400 kN.m
My = 100 kN.m

H itungan
2 2 2 2
Sx = 3 x 1 +3*0 +3 x (-1)
2
= 6 m
2 2 2 2
Sy = 3 x 1 +3*0 +3 x (-1)
2
= 6 m

Tiang no 1
x = -1 m
y = -1 m
V1 = -6 kN

Selanjutnya ditabelkan.

Tabel hasil hitungan beban pada tiang


x y V
No Tiang
(m) (m) (kN)
1 -1 -1 -6
2 0 -1 11
3 1 -1 28
4 -1 0 61
5 0 0 78
6 1 0 94
7 -1 1 128
8 0 1 144
9 1 1 161

Berdasarkan hasil hitungan beban maksimum pada tiang


sebesar 161 kN (pada tiang no 9) dan beban tarik maksimum
sebesar 6 kN (pada tiang no 1).

[Type text] Page 46


Rekayasa Fondasi II

BAB VII
ANALISIS KAPASITAS BEBAN LATERAL

7.1. Kompetensi
7.1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa mampu mendesain fondasi tiang.
7.1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa akan mampu menghitung

7.2. Beban Lateral


Fondasi tiang tekadang harus menahan beban lateral
(horisontal), antara lain yang antara lain beban angina, beban
gempa, beban kapal, beban air (pada pangkal jembatan) dan
beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas

[Type text] Page 47


Rekayasa Fondasi II

(kepala tiang). Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi


leteral. Hal ini akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan tiang
akan melentur, sehingga timbul momen lentur (Gambar 7.1).
Gaya geser yang dipikul tiang harus mampu didukung oleh
tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai. Besarnya gaya
geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang. Selain
kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas
dukung tanah disekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi dapat
terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena keruntuhan
tanah disekitarnya.
Selain gaya geser, akibat beban lateral akan menimbulkan
momen lentur pada tiang. Akibat beban lentur ini akan
meyebabkan tiang mendesak tanah di sampingnya. Jika tanah
cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena
kapasitas lentur tiang terlampui. Sedangkan jika tiang cukup kaku
(pendek) maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampuinya
kapasitas dukung tanah.
`

Gambar 7.1. Skema deformasi tiang akibat beban lateral.

[Type text] Page 48


Rekayasa Fondasi II

7.3. Analisis Kapasitas Beban Lateral


Perilaku deformasi tiang akibat beban lateral akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi ujung tiang. Ujung atas tiang dengan
kondisi jepit akan menyebabkan timbulnya momen jepit pada ujung
tiang tersebut. Sedangkan jika ujung tiang bebas, maka momen
pada ujung tiang nol. Selain itu hitungan akan dikelompokkan
dalam dua kondisi tanah, yaitu tanah kohesif dan tanah non
kohesif.

7.3.1. Tiang Pada Tanah Kohesif


a. Ujung Bebas
1) Tiang Pendek
Pada tiang pendek, kekakuan tiang cukup tinggi
sehingga pada beban lateral ultimat (Hu), keruntuhan
terjadi pada tanahnya. Akibat beban Hu, tiang akan
terotasi dan mendesak tanah didepannya (Gambar
7.2). Tanah dari permukaan sampai kedalaman 1,5.d
dianggap rusak sehingga tidak mendukung tegangan.
Besarnya tegangan tanah pada tanah lempung sama
dengan sembilan kali nilai cohesinya (9.cu). Tegangan
tanah akan menimbulkan momen pada tiang. Momen
maksimum akan terjadi pada kedalaman (1,5d + f) dari
muka tanah. Tiang pendek dengan kondisi ujung tiang
bebas besarnya kapasitas dukung ultimat (H u) didapat
dengan menggunakan Persamaan 1a, 1b, 1c dan 1d.

e Hu Hu
1,5d

[Type text] Page 49

9cu.d 9cu.d
Rekayasa Fondasi II

f
L

g/2

g/2

M mak

Gambar 7.2 Skema analisis kapasitas dukung tiang pendek ujung


bebas
akibat beban lateral pada tanah kohesif.

H u  9.cu .d ………………………………………. (7.1a)

M mak  H u (e  1,5d  0,5 f ) …..…….………………(7.1b)

M mak  2,25cu . d .g 2 ………………………………...


(7.1c)
L  1,5d  f  g ………………………………..(7.1d)
dengan:
f = jarak titik Mmak dan 1,5d dari muka
tanah
(m),
Hu = beban leteral ultimat yang mampu
didukung
fondasi (kN),
cu = kohesi tanah, (kN/m2),
d = diameter tiang, (m),
Mmak = momen maksimum akibat tekanan tanah
pada tiang (kN.m)
L = panjang tiang,(m),

[Type text] Page 50


Rekayasa Fondasi II

g = jarak Mmak. dan ujung bawah tiang, (m).

2) Tiang Panjang
Pada kondisi tiang panjang kekakuan tiang kecil, tiang
akan melendut, dengan deformasi pada ujung atas paling
besar. Distribusi tegangan pada tanah seperti terlihat pada
Gambar 7.3. Akibat tegangan yang terjadi tersebut akan
timbul meomen lentur pada tiang. Pada kondisi tiang
panjang ini momen lentur akibat tegangan tanah (Mmak)
lebih besar dari kapasitas momen tiang (Mr), sehingga
keruntuhan terjadi pada tiang dan bukan tanahnya.
Persamaan 7.1a masih tetap berlaku untuk tiang panjang.
Sedangkan persamaan 7.1b untuk tiang panjang diganti
dengan Persamaan 7.2.
M r  H u (e  1,5d  0,5 f ) …………………….…………… (7.2)

Kapasitas tiang dalam mendukung momen (Mr), akan lebih


kecil dari Mmak berdasarkan kapasitas tanah, maka dipakai
Mr.

e Hu Hu
1,5d
f

g/2
L

Mmak
9cu.d

[Type text] Page 51


Rekayasa Fondasi II

Gambar 7.3 Skema kapasitas fondasi tiang panjang ujung bebas


akibat beban lateral pada tanah lempung.

Pada saat analisis, kita belum tahu apakah tiang tersebut


merupakan tiang panjang atau pendek. Analisis dilakukan
dengan menggunakan asumsi awal sebagai tiang pendek.
Jika Mmak lebih kecil dari Mr maka asumsi kita benar bahwa
tiang tersebut merupakan tiang pendek.
Jika ternyata Mmak lebih besar dari Mr maka asumsi kita
salah, sebenarnya tiang yang kita analisis adalah tiang
panjang. Selanjutnya kita hitung nilai Hu dengan memasukan
nilai Mmak sama dengan Mr.

b. Tiang Ujung Jepit


1) Tiang pendek
Akibat beban lateral pada tiang pendek ujung jepit, tiang
akan terdorong tanpa melendut. Tekanan tanah pada
tiang pendek akan terdistribusi merata sepanjang tiang
(Gambar 7.4). Hitungan kapasitas lateral tiang dalam
mendukung Hu dapat dihitung dengan Persamaam 7.3a,
dan 7.3b.

H u  9.cu .d ( L  1,5d ) ……………………………. (7.3a)


M mak  H u (0,5L  0,75d ) ……………………….. (7.3b)

Hu Hu
1,5d

[Type text] Page 52

9cu.d
Rekayasa Fondasi II

M mak

Gambar 7.4 Skema kapasitas dukung beban lateral tiang pendek


ujung jepit pada tanah lempung.

2) Tiang Panjang
Untuk tiang panjang dengan ujung jepit akan terjadi dua
momen maksimum yaitu di ujung atas tiang (kepala tiang)
dan pada kedalaman z =1,5d + f. Keruntuhan yang terjadi
akibat Hu, adalah terjadinya keruntuhan pada tiangnya
dan bukan pada tanahnya. Skema disribusi tegangan dan
momen ditampilkan dalam Gambar 7.5. Sedangkan
hitungan Hu di lakukan dengan menggunakan Persamaan
7.4a, 7.4b, dan 7.4c.

M r  2,25.cu dg 2  9cu d . f (1,5d  0,5 f ) … ………..


(7.4a)

  H u 
g  L  1,5d    ….……….….…………..(7.4b)
  9.cu .d 
2.M r
Hu  ….………….………...…………(7.4c)
1,5.d  0,5. f

Mr Mr
Hu Hu

` 1,5d

[Type text] Page 53

9cu.d
Rekayasa Fondasi II

Gambar 7.5 Skema keruntuhan tiang panjang ujung jepit


pada tanah kohesif akibat beban lateral.

7.3.2. Tiang Pada Tanah non Kohesif


a. Tiang Ujung Bebas
1) Tiang Pendek
Perilaku tiang pendek ujung bebas pada tanah non
kohesif akibat beban lateral dapat diamati pada
Gambar 7.5. Besarnya tekanan tanah sebanding
dengan kedalamanya. Hitungan besarnya beban lateral
ultimat (Hu) dapat dilakukan menggunakan Persamaan
7.5a, 7.5b, 7.5c dan 7.5d.

0,5. .d .L3 .K p
Hu  ……… …………………….(7.5a)
eL
H u  1,5. .d .K p . f 2
………………………..……….(7.5b)

Hu
f  0,82 ………………………………….(7.5c)
 .d .K p

 2 
M mak  H u  e  f  …. ……………………..…...(7.5d)
 3 

e Hu Hu
[Type text] Page 54
L

g M mak
Rekayasa Fondasi II

3..d.L.Kp

Gambar 7.6 Skema keruntuhan tiang pendek ujung bebas


pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

2) Tiang Panjang
Skema keruntuhan dan distribusi tegangan untuk tiang
panjang ujung bebas pada tanah non kohesif dengan
beban lateral dapat dilihat pada Gambar 7.7. Besarnya
lateral ultimat dapat dihitung dengan Persamaan 7.6a
dan 7.6b.
 2 
M r  Hu e  f  …………………………………(7.6a)
 3 

Hu
f  0,82 ….………………………………
 .d .K p

(7.6b)

e Hu Hu

L
f

[Type text] Page 55


Rekayasa Fondasi II

M mak
3..d.L.Kp

Gambar 7.7 Skema keruntuhan tiang panjang bebas


pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

b. Tiang Ujung Jepit


1) Tiang Pendek
Perilaku tiang pendek ujung jepit pada tanah non
kohesif dapat diamati pada Gambar 7.8. Sedangkan
hitungan besarnya beban lateral ultimat dapat
dilakukan dengan Persamaan 7.7a dan 7.7b.
Hu  1,5. .d .L2 K p …………………………….. (7.7a)

2
M mak  H u .L   .d .L3 .K p ……. …..…………. (7.7b)
3

Hu Hu

f M mak

[Type text] Page 56


Rekayasa Fondasi II

Gambar 7.8 Skema keruntuhan tiang pendek ujung jepit


pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

2) Tiang Panjang
Keruntuhan akan terjadi pada tiang dan bukan pada
tanahnya (Gambar 7.9). Hitungan besarnya Hu dapat
dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7.7a dan
7.7b.
Hu  1,5. .d .K p . f 2
…………………………….(7.7a)
3.M y
Hu  ……………………………………..(7.7b)
2. f

Hu Hu

3..d.L.Kp Mr Mr

[Type text] Page 57


Rekayasa Fondasi II

Gambar 7.9 Skema keruntuhan tiang panjang ujung jepit


pada tanah non kohesif akibat beban lateral.

BAB VIII
KONSTRUKSI TURAP

8.1. Kompetensi
8.1.1. Kompetensi Umum
Mahasiswa dapat mendesain turap.
8.1.2. Komptensi Khusus
Mahasiswa dapat mendesain turap

8.2. Pendahuluan

[Type text] Page 58


Rekayasa Fondasi II

8.3. Turap Tanpa Angker


8.4. Turap dengan Angker

[Type text] Page 59

Anda mungkin juga menyukai