Anda di halaman 1dari 19

RESUME CRITICAL REASONING

SKENARIO 3

Nama : Muhammad Nuh Baihaqi Mulyana

NPM : 117170042

Blok : 6.1

Kelompok :4

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
SKENARIO CR 3

Seorang perempuan berusia 28 tahun G2P1A0 usia kehamilan 38 minggu


datang ke Puskesmas karena mengeluh mules-mules dan merasakan seperti ingin
buang air besar sejak tadi malam.

STEP 1

Keluhan utama : Mulas dan merasakan seperti buang air besar.

STEP 2

Mulas Merasakan seperti buang air besar

 Aburpsio  Persalinan  Kehamilan


Plasenta Normal dengan
 Parturient Konstipasi
aterm

STEP 3

1. Persalinan Normal
a. Definisi
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin
b. Sebab Persalinan
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.
c. Tanda-tanda mulainya persalinan
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau
dropping yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri
turun. Perasaan sering-sering atau susah buang air kecil karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. Perasaan sakit diperut dan
dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah diuterus
d. Pemeriksaan Penunjang
 USG
 Pemeriksaan Hb
e. Komplikasi
1. Infeksi
Pada pemeriksaan dalam untuk mengetahui kemajuan persalinan
kemungkinan dapat menyebabkan infeksi apabila pemeriksa tidak
memperhatikan teknik aseptik.
2.      Ruptur Perineum
Pada wanita dengan perineum yang kaku kemungkinan besar akan terjadi
ruptur perineum, sehingga dianjurkan untuk melakukan episiotomi.
3.      Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak bisa berkontraksi
setelah janin lahir sehingga menyebabkan perdarahan hebat.
4.      Retensi Plasenta / Retensi Sisa Plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah janin lahir sedangkan retensi sisa plasenta adalah tyerdapat
sebagian plasenta yang masih tertinggal setelah plasenta lahir.
5.   Hematom Pada Vulva
Hematom dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah dalam dinding
lateral vagina bagian bawah waktu melahirkan.
2. Parturient Aterm
a. Definisi
Parturient Aterm adalah seorang wanita yang sedang dalam
persalinan atau dalam inpartu antara umur kehamilan 37 – 42 minggu
dengan berat janin diatas 2500 gram.
b. Etiologi
 Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia
otot – otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero – plasenter.
 Plasenta Menjadi Tua
Akan menyebabkan turunnya kadar esterogen dan progesteron
yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga
timbulnya kontraksi rahim.
 Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, di
mana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron
mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin, akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai
tingkat progesteron tertentu.
 Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst
posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi / Braxton Hick. Meningkatnya konsentrasi oksitosin
dapat meningkatkan aktivitas kontraksi rahim, sehingga persalinan
dapat mulai.
 Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan
15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat
merupakan pemicu terjadinya persalinan.
 Iritasi Mekanik
Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus
Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan oleh kepala
janin akan timbul kontraksi uterus.
 Gagang laminaria :
Beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis servikalis
dengan tujuan merangsang fleksus Frankenhauser.
 Amniotomi : pemecahan ketuban.
 Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

c. Diagnosis
 Lightening atau dropping atau settling yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida,
menjelang minggu ke – 36. pada multigravida tidak begitu
kentara, karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul
menjelang persalinan.
 Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun.
 Perasaan sering kencing karena kandung kemih tertekan oleh
bagian terbawah janin.
 Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya kontraksi –
kontraksi lemah dari uterus, disebut ”false labor pains” atau his
permulaan.
 Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek, pinggang terasa sakit yang
menjalar ke perut.
 Dapat terjadi pengeluaran lendir dan lendir bercampur darah
atau ”bloody show”.
 Kadang – kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
 Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks :
a. Pelunakan serviks
b. Pendataran serviks
c. Terjadi pembukaan serviks
 Kala I (Kala Pembukaan)
Adalah dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap
(10 cm). Klinisnya dapat dinyatakan partus di mulai bila timbul
his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bercampur darah
( bloody show ). Lendir tersebut berasal dari lendir kanalis
servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar,
sedangkan darahnya berasal dari pembuluh – pembuluh kapiler
yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran – pergeseran ketika serviks membuka.
Kala I di bagi menjadi:
a. Fase Laten
Berlangsung 7 – 8 jam, pembukaan serviks terjadi sangat
lambat sampai pembukaan 3 cm
b. Fase Aktif
Pembukaan serviks dari 4 cm sampai 10 cm, berlangsung
selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase yaitu:
1) Periode akselarasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 4
cm
2) Periode dilatasi : selama 2 jam, pembukaan
berlangsung cepat menjadi 9cm.
3) Periode deselarasi : pembukaan berlangsung lambat,
dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm
( lengkap ).
Periode – periode tersebut dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi, akan tetapi fase laten dan fase aktif
terjadi lebih pendek.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada
primigravida dan multigravida. Pada primigravida terjadi
pendataran serviks lebih dahulu, baru kemudian membuka.
Pada multigravida pendataran dan pembukaan serviks bisa
terjadi dalam saat yang sama.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.
Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam.
 Kala II ( Kala Pengeluaran Bayi )
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan
lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun
masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot –
otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa
mengedan, karena tekanan pada rektum, ibu merasa seperti
mau buang air besar, dengan tanda anus membuka. Pada waktu
his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan
perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin,
akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh badan janin.
Kala II ( kala pengeluaran janin ) pada primi 1½ - 2 jam
sedangkan pada multi ½ - 1 jam.
Mekanisme kala II ( kala pengeluaran janin ) pada presentasi
kepala
1. Engagement
Yaitu peristiwa masuknya kepala ke dalam panggul.
2. Flexion ( keadaan menekuk )
Yaitu menempelnya dagu di dada janin, dibutuhkan agar
kepala lewat panggul dengan diameter terkecil.
3. Descent
Adalah penurunan kepala janin lebih lanjut. Penurunan
terjadi karena adanya his dan penipisan segmen bawah
rahim dan kontraksi otot perut, faktor lain yang
mempengaruhi adalah bentuk dan ukuran panggul serta
besar dan posisi kepala.
4. Internal rotation ( putaran paksi dalam )
Adalah usaha penyesuian kepala janin terhadap
bidang – bidang panggul. Sehingga titik putar
( hipomoklion ) berada di bawah tulang kemaluan ( simfisis
pubis ). Oksiput akan memutar ke depan atau ke belakang
( sebagian kecil ) sehingga sutura sagitalis dalam posisi
anteroposterior. Putar paksi dalam selesai apabila bagian
terendah janin telah mencapai spina iskiadika. Artinya
kepala telah engaged.
5. Ekstensi
Yaitu terjadi setelah kepala menyembul dari introitus
dengan oksiput di bawah simpisis. Sehingga berturut –turut
lahir ubun – ubun besar, dahi, muka dan dagu, selanjutnya
diikuti oleh persalinan belakang lepala sehingga seluruh
kepala janin dapat lahir.
6. Eksternal rotation ( putaran paksi luar)
Terjadi setelah kepala bayi lahir yaitu menyesuaikan diri
dengan punggung bayi. Yang mulai dengan bahu depan
( dekat tulang kemaluan ibu ).
 Kala III ( Kala Pengeluaran Uri ) : waktu pelepasan dan
pengeluaran plasenta
Setelah bayi lahir, kontaksi rahim istirahat sebentar. Uterus
teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi
plasenta yang menjadi tebal 2 x sebelumnya. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepasan pengeluaran uri.tanda – tanda
pelepasan plasenta yaitu : uterus menjadi bundar,uterus
terdorong ke atas (karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim),tali pusat bertambah panjang dan terjadi perdarahan.
Dalam waktu 1 -5 menit seluruh plasenta terlepas,
terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan
sedikit dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri. Seluruh
proses biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira –
kira 100 – 300 cc.
Bentuk pelepasan plasenta yaitu :
a. Secara Schultze
Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga
plasenta lahir diikuti pengeluaran darah yang banyak dan
tiba- tiba.
b. Secara Duncan
Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi
perdarahan yang mengalir dan diikuti oleh pelepasan
plasenta. Untuk membuktikan plasenta telah lepas dapat
dilakukan pemeriksaan :
a. Perasat Kustner
Tali pusat dikencangkan, tangan di atas
simfisis, bila tali pusat masuk kembali, bearti
plasenta belum lepas.
b. Perasat Klein
Pasien disuruh mengejan, sehingga tali pusat
ikut turun atau memanjang, bila mengejan
dihentikan dapat terjadi :
 tali pusat tertarik kembali, bearti plasenta belum
lepas
 tali pusat tetap ditempat berarti plasenta sudah
lepas
c. Perasat Strassman
Tali pusat dikencangkan dan rahim diketok –
ketok, bila getaranya sampai pada tali pusat berarti
plasenta belum lepas.
 Kala IV ( Kala Pengawasan)
Adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan
uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap
bahaya perdarahan postpartum.
Catatan penilaian selama kala IV antara lain :
a. kontraksi uterus
b. tinggi fundus
c. tanda – tanda vital
d. jumlah urine/ kandung kemih
e. jumlah darah keluar.
Tanda – tanda bahaya postpartum yaitu :
a. demam
b. perdarahan aktif
c. keluar banyak bekuan darah
d. bau busuk dari vagina
e. pusing.
f. lemas luar biasa
g. nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri
kontraksi biasa.
d. Tatalaksana
1. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kala I adalah :
a. Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah,
ketakutan, dan kesakitan:
 berilah dukungan dan yakinkan dirinya
 berikan informasi mengenai proses dan kemajuan
persalinannya
 dengarkan keluhannya dan cobalah untuk lebih
sensitif terhadap perasaanya.
b. Jika ibu tersebut tampak kesakitan, dukungan / asuhan yang
dapat diberikan:
 lakukan perubahan posisi
 posisi dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu ingin di
tempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur miring kiri
 sarankan ia untuk berjalan
 ajaklah orang yang menemaninya ( suami atau ibunya)
untuk memijat atau menggosok punggungnya.
 ajarkan ibu teknik bernapas: ibu diminta untuk menarik
napas panjang, menahan napasnya sebentar kemudian
dilepaskan dengan cara meniup udara ke luar sewaktu
terasa kontraksi.
 menjelaskan kemajuan perasalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil
– hasil pemeriksaan.
c. Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
d. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil –
hasil pemeriksaannya.
e. Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak bekeringat,
atasi dengan cara:
 gunakan kipas angin atau AC dalam kamar
 menggunakan kipas biasa
 menganjurkan ibu untuk mandi sebelumnya.
f. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah
dehidrasi, berikan cukup minum.
g. Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kala II adalah :
d. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan:
 mendampingi ibu agar merasa nyaman
 menawarkan minum, memijat punggung ibu.
e. Menjaga kebersihan diri :
 ibu tetap dijaga kebersihanya agar terhindar dari infeksi
 jika ada lendir darah atau cairan ketuban segera
dibersihkan.
f. Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu, dengan cara :
 menjaga privasi ibu
 penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan
 penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan
keterlibatan ibu.
g. Mengatur posisi ibu, membimbing mengedan dapat dipilih
posisi berikut:
 jongkok
 menungging
 tidur miring
 setengah duduk.
h. Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan
berkemih sesering mungkin
c. Memberikan cukup minum: mencegah dehidrasi dan memberi
tenaga.
3. Penatalaksanan yang dilakukan pada kala III adalah :
a. Melakukan manajemen aktif kala III yaitu:
1) memberikan suntikan oksitosin dalam 1 menit setelah bayi
lahir
2) melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) masase fundus uteri segera setelah palsenta lahir.
b. Periksa robekan, jahit semua robekan pada serviks atau vagina
atau perbaiki episiotomi.
4. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kala IV adalah :
a. Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20
– 30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase
uterus sampai keras
b. Periksa tekanan darah, nadi kandung kemih dan perdarahan
setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit selama jam
kedua
c. Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.
Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainya
d. Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih
dan kering
e. Biarkan ibu beristirahat( ia telah bekerja keras melahirkan
bayinya). Bantu ibu pada posisi yang nyaman
f. Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan
ibu dan bayi, sebagai permulaan dengan menyusui bayinya, hal
ini sangat tepat untuk memulai memberikan ASI. Menyusui
membantu uterus berkontraksi
g. Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu
dibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah
persalinan. Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam
pascapersalinan
h. Ajari ibu atau anggota keluarga tentang :
1) bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
2) tanda – tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

3. Aburpsio Plasenta
a. Definisi
Abrupsio plasenta didefinisikan sebagai pelepasan plasenta sebelum
dan selama persalinan.
b. Faktor Risiko
 Riwayat bayi kecil untuk masa kehamilan
 Usia maternal yang masih muda dan terlalu tua (< 20 tahun
atau >= 35 tahun)
 Riwayat abrupsio plasenta sebelumnya.
 Riwayat operasi sesar sebelumnya
 Sakit kepala / migrain pada ibu yang hamil
 Diabetes melitus, multiparitas (secara khusus multi grande
para)
 Riwayat merokok saat kehamilan
 Ruptur membran prematur
 Gangguan trombofilia, trauma abdomen
 Polihidramnion.
c. Diagnosis
Diagnosis abrupsio plasenta didasarkan pada pemeriksaan klinis
rutin dan pemeriksaan ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang
dokter yang merawat pasien. Diagnosis akan ditegakkan berdasarkan
bukti terdapatnya gumpalan darah retroplasenta yang disertai dengan
gambaran klinis seperti perdarahan pervaginam, nyeri abdomen, nyeri
tekan abdomen, uterus hipertonis dan abdomen yang keras dengan
tinggi fundus uteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia
kehamilan.
d. Tatalaksana
 Manajemen Awal
Manajemen awal pada pasien abrupsio plasenta adalah
untuk menstabilkan dan memantau kondisi ibu. Stabilisasi ini
mungkin memerlukan tindakan evakuasi bayi secepatnya.
Berikut ini merupakan manajemen awal pasien:
 Pemasangan akses intravena. Pemasangan dua jalur
intravena ukuran besar pada pasien abrupsio plasenta
sedang sampai berat, yaitu dengan tanda gangguan
hemodinamik ibu dan/atau bayi, hipertonisitas uterus, dan
koagulopati
 Resusitasi menggunakan cairan kristaloid. Jenis cairan yang
disarankan adalah ringer laktat 2 liter dengan
memantau urine output 30 mL/jam. Kemudian transfusi
darah atau penggantian faktor-faktor darah dapat diberikan
sesuai protokol transfusi darah
 Pemeriksaan darah, seperti darah komplit dan studi
koagulasi
 Pemeriksaan golongan darah dan rhesus.
 Monitor status hemodinamik pasien, seperti tekanan darah,
nadi, dan balans cairan
 Pemberian oksigen dengan nasal kanul
 Pemberian imunoglobulin Rho(D) pada ibu dengan Rhesus
negatif [4-8]
 Transfusi darah dapat dilakukan sesuai dengan estimasi
hilangnya darah dan tanda vital. Pemberian fresh frozen
plasma (FFP) diberikan apabila terdapat tanda-tanda DIC.
Kadar hemoglobin lebih dari 10 g/dL, hematokrit lebih dari
30%, jumlah platelet  ≥ 75.000/µL, fibrinogen  ≥ 100
mg/dL, dan PT dan APTT kurang dari 1,5 kali dari kontrol
digunakan sebagai target terapi. Pemberian antifibrinolitik,
seperti asam traneksamat, juga disarankan pada onset
perdarahan 3 jam.
 Manajemen Lanjutan Janin Hidup Usia Gestasi >34
minggu
Pada janin hidup dengan gestasi > 34 minggu, disarankan
untuk melahirkan bayi dengan cepat. Metode persalinan
bergantung pada kondisi ibu dan janin.
 Persalinan per Vaginam
Persalinan per vaginam disarankan pada ibu dengan kondisi
stabil dan denyut jantung janin yang baik. Pada ibu yang
sedang tidak sedang dalam fase aktif persalinan, maka
induksi oksitosin dan amniotomi dapat dilakukan.
 Sectio Caesaria
Pada ibu dengan perdarahan hebat, persalinan sectio
caesaria direkomendasikan dilakukan dengan cepat. Metode
persalinan ini juga lebih disarankan jika ditemukan adanya
gawat janin atau pada pasien yang tidak responsif terhadap
induksi persalinan.
 Manajemen Lanjutan Janin Hidup Usia Gestasi ≤34
minggu
Terapi konservatif lebih disarankan pada umur kehamilan ≤ 34
minggu dengan kondisi stabil, baik pada ibu dan janin, berupa
pemberian kortikosteroid, tokolitik, pemantauan antenatal rutin,
serta terminasi kehamilan pada usia gestasi 37-38 minggu.
o Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan untuk membantu
maturasi paru-paru janin pada umur kehamilan 24–34
minggu.
o Tokolitik
Pemberian obat tokolitik
seperti nifedipine atau terbutaline selama 48 jam
berguna untuk mengurangi kontraksi uterus. Efek
thrombin dapat menyebabkan kontraksi uterus yang
semakin memperberat separasi plasenta. Oleh karena
itu, penggunaan tokolitik dapat mencegah kontraksi
berlebih.
Obat tokolitik dapat menyebabkan efek samping
seperti hipotensi dan takikardia. Hal ini dapat
memperberat instabilitas hemodinamik pada pasien
abrupsio plasenta. Oleh karena itu, penggunaan
tokolisis pada pasien abrupsio plasenta masih
diperdebatkan. Pemantauan hemodinamik pasien secara
ketat diperlukan pada pasien yang diberikan tokolitik.
 Pemantauan Antenatal Rutin
Pemantauan rutin, seperti pemeriksaan ultrasonografi dan
denyut jantung janin berulang, sangat diperlukan.  Pemeriksaan
kardiotokografi (cardiotocography / CTG) menggunakan tes
tanpa beban (non-stress test) atau pemeriksaan profil biofisikal
menggunakan ultrasonografi dapat dilakukan minimal sekali
seminggu untuk memantau ada tidaknya gawat janin.
 Persalinan
Upaya untuk melahirkan bayi secara darurat disarankan
langsung dilakukan pada umur kehamilan 37–38 minggu untuk
mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan. 
Apabila terdapat keadaan tidak stabil, baik pada ibu dan/atau
janin, persalinan dapat dilakukan dengan cepat.
 Manajemen Lanjutan Janin Mati
Evakuasi janin yang sudah meninggal dalam kandungan
merupakan terapi utama pada pasien abrupsio plasenta dengan
janin yang sudah meninggal. Hal ini diperlukan untuk
minimalisir risiko morbiditas dan mortalitas dari ibu. Pada ibu
dengan hemodinamik stabil, persalinan per vaginam lebih
disarankan. Penggunaan amniotomi dan oksitosin disarankan
pada ibu yang tidak sedang dalam fase aktif persalinan. Pada
kondisi maternal yang tidak stabil, maka persalinan sectio
caesaria lebih disarankan.
 Perawatan di ICU
Perawatan di ICU perlu dipertimbangkan, baik sebelum
atau setelah persalinan, pada pasien yang secara hemodinamik
tidak stabil, misalnya pasien yang mengalami syok. Perawatan
di NICU perlu dipertimbangkan jika bayi dilahirkan prematur
atau terjadi gawat janin dan asidosis.

4. Kehamilan dengan Konstipasi


a. Definisi
Kehamilan merupakan salah satu faktor penyebab sistemik untuk
terjadinya konstipasi atau susah buang air besar. Konstipasi adalah
kondisi mengalami perubahan pola defekasi normal ditandai
menurunnya frekuensi buang air besar atau pengeluaran feses yang
keras dan kering.
b. Etiologi
 Peningkatan hormone progesterone (mempengaruhi gerakan
peristaltik usus) Progesteron akan menyebabkan otot-otot relaksasi
untuk memberi tempat janin berkembang. Relaksasi otot ini juga
mengenai otot usus sehinggaakan menurunkan motilitas usus yang
pada akhirnya menyebabkan konstipasi.
 Mengkonsumsi zat besi
 Penekanan uterus yang membesar
 Uterus yang semakin membesar seiring dengan perkembangan
janin pada wanita hamil akan memberikan tekanan pada usus besar
dengan akibat evakuasi tinja terhambat. Semakin besar kehamilan
maka semakin besar tekanan pada usus besar sehingga semakin
mudah terjadinya konstipasi.
 Konsumsi asupan kurang serat
 Aktivitas fisik
 Wanita hamil cenderung akan mengurangi aktifitasnya untuk
menjaga kehamilannya. Begitu juga semakin besar kehamilan
wanita hamil cenderung semakin malas beraktifitas karena bobot
tubuh yang semakin berat.
 Ketegangan psikis seperti stres dan cemas juga merupakan faktor
resiko terjadinya konstipasi.
c. Diagnosis
 Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku
 Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah
 Mengejan saat defekasi
 Konsistensi fases keras
 Menurunnya frekuensi buang air besar.
d. Tatalaksana
 Diet tinggi serat dan asupan cairan
 Aktivitas fisik, Aktifitas fisik rutin dipercaya merangsang
peristaltik usus untuk bekerja normal sehingga memperpendek
waktu transit di saluran pencernaan dan membantu pengeluaran
tinja
 Obat-obatan pencahar Kriteria obat pencahar yang boleh diberikan
kepada ibu hamil: Efektif, Tidak diserap oleh saluran cerna, Tidak
teratogenik (tidak menyebabkan cacat pada janin).
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG. Obstetri Williams. Edisi 12. Vol 01. Jakarta: EGC; 2012.
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016.
3. Setiati S., Alwi I., Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 6. Jakarta : Interna Publishing ; 2014.

Anda mungkin juga menyukai