Anda di halaman 1dari 4

Persiapan bencana di komunitas

Manajemen Resiko Bencana


Menurut Syarief dan Kondoatle (2006) mengutip Carter (2001), manajemen resiko
bencana adalah pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan yang
mencari dengan melakukan observasi secara sistematis dan analisis bencana untuk
meningkatkan tindakan-tindakan (measure), terkait dengan pencegahan (preventif),
pengurangan (mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Manajemen puncak
meliputi Perencanaan (planing), Pengorganisasian (coordinating), Kepemimpinan
(directing), dan Pengendalian (controlling). Tujuan Manajemen Resiko Bencana yaitu:
1) Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan atau masyarakat dan negara; 2) Mengurangi penderitaan
korban bencana; 3) Mempercepat pemulihan; dan 4) Memberikan perlindungan
kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat etika kehidupannya
terancam.

Manajemen Penanggulangan Bencana


Menurut Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (2011),
manajemen penanggulangan bencana memiliki emiripan dengan sifat-sifat
manajemen lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan,
yaitu: 1)Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama; 2) Waktu untuk
bereaksi yang sangat singkat; 3) Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan
keputusan dapat berakibat fatal; 4) Situasi dan kondisi yang tidak pasti; 5) Petugas
mengalami stres yang tinggi; 6) Informasi yang selalu berubah.

Jadi, persiapan bencana adalah salah satu kegiatan yang termasuk dalam rangkaian
manajemen resiko bencana yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat di
komunitas agar dapat menghadapi bencana dan mengurangi dampak buruk dari
bencana.

Persiapan bencana merupakan satu set doktrin untuk menyiapkan masyarakat untuk
menghadapi bencana alam atau buatan-manusia. Pertolongan bencana adalah sub-
himpunan dari doktrin ini yang berpusat pada usaha pertolongan. Hal ini biasanya
adalah kebijakan pemerintah diambil dari pertahanan sipil untuk menyiapkan
masyarakat sipil persiapan sebelum bencana terjadi.

Berhadapan dengan bencana ada empat kegiatan: mitigasi, kesiapan, tanggapan, dan
penormalan kembali.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya
yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No 24
Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6).

Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi


risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (UU No 24
Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1))

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk


mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat
yang berada pada kawasan rawan bencana (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1))
baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam
suatu negara atau masyarakat. Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1)
bencana alam yang merupakan serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh
faktor alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan tanah longsor, dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang
diakibatkan oleh manusia, seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik
tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana,
yaitu:

a) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.
b) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
c) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
d) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.

Aktivitas-aktivitas di dalam NIC terkait persiapan bencana:


1. identifikasi tipe bencana potensial yang ada di daerah tersebut (misalnya.,
yang berhubungan dengan cuaca, industri, lingkungan)
2. bekerja bersama dengan instansi instansi instansi lain dalam perencanaan
terkait dengan bencana (misalnya., penegakan hukum, pemadam kebakaran,
palang merah, tentara, layanan-layanan ambulan, lembaga layanan sosial)
3. kembangkan rencana atau persiapan sesuai dengan tipe bencana tertentu
(misalnya., insiden kasual multipel, bom, tornado, badai, banjir, tumpahan
bahan kimia), yang memang sesuai
4. identifikasi semua perangkat medis dan sumberdaya lembaga sosial yang
tersedia dan dapat menanggapi bencana
5. kembangkan suatu jaringan pemberitahuan adanya bencana untuk dapat
mengingatkan personil [yang bertugas]
6. kembangkan prosedur-prosedur triase
7. susun peran selama bencana yang telah diatur sebelumnya
8. identifikasi tempat-tempat pertemuan untuk membantu korban bencana
9. identifikasi tempat-tempat pertemuan alternatif bagi tenaga kesehatan
10. ketahui di mana tempat peralatan dan perlengkapan bencana disimpan
11. lakukan pemeriksaan berkala terhadap peralatan
12. periksa dan isi kembali persediaan rutin
13. Didik tenaga kesehatan mengenai rencana-rencana terkait bencana yang
dilakukan secara rutin
14. dorong persiapan masyarakat untuk menghadapi kejadian bencana
15. Didik anggota-anggota masyarakat mengenai keselamatan swadaya dan
langkah-langkah pertolongan pertama
16. dorong anggota masyarakat untuk memiliki rencana kesiapsiagaan pribadi
(misalnya., nomor-nomor telepon darurat, radio yang dioperasikan dengan
baterai, senter kerja, perlengkapan pertolongan pertama, informasi medis,
informasi dokter, orang-orang yang harus diberitahu dalam keadaan darurat)
17. bantu untuk mempersiapkan tempat penampungan dan pos-pos bantuan
darurat
18. Lakukan latihan simulasi (tiruan/mock) mengenai kejadian bencana setiap
tahun dan dengan frekuensi yang sewajarnya
19. evaluasi kinerja personil bencana setelah adanya suatu kejadian bencana atau
latihan simulasi (tiruan/mock) bencana
20. identifikasi mekanisme pembekalan bagi tenaga kesehatan setelah terjadinya
bencana
21. buat tenaga kesehatan menjadi peka akan potensi dampak psikologis
(misalnya., depresi, sedih, takut, marah, fobia, rasa bersalah, marah,
kecemasan) dengan adanya bencana
22. identifikasi sumber-sumber rujukan pascabencana (misalnya., rehabilitasi,
pemulihan, konseling)
23. identifikasi kebutuhan-kebutuhan pascabencana (misalnya., kebutuhan
perawatan kesehatan terkait dengan bencana yang sedang berlangsung,
pengumpulan data epidemiologi, pengkajian penyebab bencana, langkah-
langkah untuk pencegahan terulangnya [bencana])
24. perbarui rencana terkait dengan bencana sesuai dengan kebutuhan.

Daftar pustaka
Fitria, H., (2011). Tanggap Darurat Bencana (Studi Kasus:Tanggap Darurat Bencana
Gunung Api Merapi Kabupaten Sleman Tahun 2010)

Anda mungkin juga menyukai