Anda di halaman 1dari 7

Nama: Ananda Alifia

Nim : D12.2019.00103

Tema : Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Kamil

A. Konsep Iman, Islam, dan Ihsan

1.IMAN

Iman memiliki arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu bisa muncul
kata al-amanah (amanah: dapat dipercaya). Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap
sesuatu adalah jika dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan
tentang sesuatu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya
kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaannya. Apabila seseorang mengakui
dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan
dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang.
Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagai firman Allah:

“Wahai orang-oran yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Rasulnya, serta kitab
yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat
sangat jauh.”(Q.S An Nisa : 136)

Dalam kasus ini, iman disini lebih merujuk ke enam rukun iman.

Enam rukun iman:

1. Percaya kepada Allah

Pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ada
dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan di dunia nyata.
Dalil Naqli Iman Kepada Allah

“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah
dan Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah : 136)

2. Percaya kepada Malaikat Allah

Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah secara Bahasa ialah percaya, sedangkan
secara istilah iman kepada malaikat adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah
menciptakan Malaikat sebagai makhluk ghaib untuk melaksanakan segala perintah-Nya.

Allah berfirman :”(19) Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan dibumi. Dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
menyembuh-Nya dan tiada (pula) merasa letih. (20) Mereka selalu bertasbih malam dan siang
tiada henti-hentinya.”

3. Percaya kepada kitab-kitab

Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh
hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi atau rasul yang
berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Ada 3 tingkatan dalam
beriman kepada kitab Allah, yaitu:

· Qotmil(membaca saja)

· Tartil(membaca saja)

· Hafidz(membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan)

4. Percaya kepada rasul-rasul

Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hsti
bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke
jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.

Perbedaan Nabi dan Rasul

Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri dan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu yang diberi Allah untuk umatnya.
Sedangkan, Nabi adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri
tetapi tidak wajib menyampaikannya kepada umatnya. Sehingga seorang rasul pasti adalah
nabi, tetapi nabi belum tentu rasul.

5. Percaya kepada hari akhir(kiamat)

Pengertian hari akhir/kiamat adalah hari kebinasaan atau kehancuran dunia dan
seisinya. Pengertian hari akhir/kiamat juga terbagi dua yakni pengertian hari akhir menurut
bahasa dan pengertian hari akhir menurut istilah. Pengertian hari akhir menurut bahasa
(etimologi) adalah hari berakhirnya segala sesuatu yang ada dimuka bumi. Sedangkan
pengertian hari akhir menurut istilah (terminologi) adalah peristiwa dimana alam semesta
beserta isinya hancur luluh yang akan membunuh semua makhluk didalamnya tanpa
terkecuali.

6. Percaya kepada Qada dan Qadar

Iman kepada Qada dan Qadar bearti percaya dan yakin sepenuh hati bahwa Allah
SWT mempunyai kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluk-Nya termasuk segala
sesuatu yang meliputi semua kejadian yang menimpa makhluk.

Kejadian itu bisa berupa hal baik atau hal buruk, hidup atau mati, kemunculan atau
kemusnahan. Semua menjadi bukti dari kebesaran Allah SWT. Segala sesuatu telah
ditetapkan oleh Allah SWT.

Qada berarti

· Hukum atau keputusan (Q.S. Surat An-Nisa’ ayat 65)

· Mewujudkan atau menjadikan (Q.S. Surat Fussilat ayat 12)

· Kehendak (Q.S. Surat Ali Imron ayat 47)

· Perintah (Q.S. Surat Al-Isra’ ayat 23)

Qadar berarti

Mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya (Q.S. Surat Fussilat ayat 10)
Ukuran (Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17)

Kekuasaan atau kemampuan (Q.S. Surat Al- Baqarah ayat 236)

Ketentuan atau kepastian (Q.S. Al- Mursalat ayat 23)

Perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk-bentuk batasan
tertentu (Q.S. Al- Qomar ayat 49)

2. ISLAM

Islam sendiri secara bahasa memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya:

1. Berserah diri (Aslama)

2. Tunduk patuh (Istislam)

3. Bersih/suci (Saliim)

4. Selamat/sejahtera (Salama)

5. Perdamaian (Silmu)

yang masing-masing sudah dijelaskan di Al-Quran. Islam yang dimaksud dalam hal
ini adalah rukun islam, yaitu lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi
wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.

Lima rukun islam:

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat

2. Mendirikan Shalat

3. Berpuasa di bulan Ramadhan

4. Membayar Zakat

5. Pergi Haji (jika mampu)


3. IHSAN

Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika kamu
berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7). Dan irfman
Allah : “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77).

Ihsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika
ia tidak mampu melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya
Allah melihat perbuatannya.

Ihsan juga merupakan puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target
seluruh hamba Allah Swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan
dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan
kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di sisi Allah Swt.
Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya
mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia
guna mencari rahmat dari Allah Swt.

B. Konsep Insan Kamil

Menurut Khan Sahib Khaja Khan, kata ”insan” dipandang berasal dari turunan
beberapa kata. Misalnya ”uns” yang artinya cinta. Sedangkan yang lain memandangnya
berasal kata ”nas” yang artinya pelupa, karena manusia hidup di dunia dimulai dari terlupa
dan berakhir dengan terlupa. Yang lain lagi berkata asalnya adalah ”ain san”, ”seperti mata”.
Manusia adalah mata, dengan nama Tuhan menurunkan sifat dan asma-Nya secara terbatas.
Insan Kamil, karenanya merupakan cermin yang merupakan pantulan dari sifat dan asma
Tuhan", yakni Allah Swt.

Sedangkan menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani Tuhan.
Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya,
mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang disaksikannya. Kedua,
manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan dengan cara pendefinisian,
yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka mendefinisikan Tuhan,
berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan (Asma'ul Husna). (Hadiyanto, Andy. dkk,
2016:93)
Menurut al-Jili, Insan Kamil adalah dia yang berhadapan dengan Pencipta dan pada
saat yang sama juga dengan makhluk. Insan Kamil atau manusia sempurna merupakan quib
atau axis, tempat segala sesuatu berkeliling dari mula hingga akhir. Oleh karena itu segala
sesuatu menjadi ada, maka dia adalah satu (wahid) untuk selamanya. Ia memiliki berbagai
bentuk dan ia muncul dalam kana’is atau rupa yang bermacam-macam. Untuk menghormati
hal yang demikian, maka namanya dipanggil secara berbeda dan untuk menghormati selain
daripadanya, maka panggilan nama yang demikian tidak dipergunakan pada mereka.
Siapakah dia? Nama sebenarnya adalah Muhammad, nama untuk kehormatannya adalah
Abdul Qosim, dan gelarnya Syamsudin atau Sang Menteri Agama.(Kosasih, Aceng, 2012:4;
[ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-
aceng-kosasih-m-ag.html:2018)

Abdulkarim Al-Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan. yaitu:

1. Tingkatan permulaan (al-bidāyah).

Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada
dirinya.

2. Tingkat menengah (at-tawasuth)

Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat manusia yang terkait dengan
realitas kasih Tuhan. Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah
meninngkat dari pengetahuan biasa. karena sebagian hal-hal yang gaib telah dibukakan
Tuhan kepadanya.

3. Tingkat terakhir (al-khitām)

Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Ia pun
telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir. (Hadiyanto, Andy. dkk,
2016:95)

Insan kamil pada umumnya diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari segi
wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan
manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat
Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah
mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan,
yang disebut makrifat. (ibid, hal.60; [ONLINE]
https://pengkajianpelitahati.wordpress.com/2011/04/25/konsep-insan-kamil-ibn-
arabi/#_ftn3:2018)

C. Pengaruh iman, Islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil

Kaum muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni,
iman, Islam, dan ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan ilmu-ilmu
Islam guna memahami ketiga unsur tersebut. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)

Kaum muslimin di Indonesia lebih mengenal istilah akidah, syariat, dan akhlak
sebagai tiga unsur pokok ajaran islam. Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk
memahami pilar iman; syariat merupakan cabang ilmu agam untuk memahami pilar Islam
dan akhlak merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan. (Hadiyanto, Andy.
dkk, 2016:98)

Jika manusia sudah mahami arti iman dan juga beriman dengan benar, juga menjalani
Islam dan rukun-rukunnya dengan istiqamah. Maka akan lebih mudah bagi mereka untuk
memahami makna ihsan, manusia akan mencapai derajat ihsan dengan meningkatkan terus
kualitas iman dan Islam dalam dirinya, dengan begitu menjadi insan kamil bukanlah hal yang
mustahil baginya.

Anda mungkin juga menyukai