1. PENDAHULUAN
Suatu organisasi pelayanan publik dapat dikatakan berhasil menjalankan fungsinya ketika
publik dapat merasakan kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Agar semua itu dapat di capai
maka organisasi publik tersebut harus melakukan pekerjaan secara lebih baik dalam rangka
menghasilkan barang atau jasa berkualitas. Dengan kata lain, kunci untuk meningkatkan daya
saing adalah kualitas. Masyarakat saat ini semakin kritis dalam menilai suatu kualitas pelayanan
publik yang diberikan oleh suatu organisasi publik. Hal seperti ini harus menjadi suatu perhatian
yang lebih oleh organisasi publik, disuatu sisi menjadi acuan suatu organisasi untuk lebih
meningkatkan produktivitas dan mutu agar tujuan organisasi yang telah dicanangkan dapat
tercapai.
Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu
prioritas dan tantangan yang harus dihadapi suatu organisasi publik saat ini. Salah satu usaha
organisasi publik yang diterapkan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM) adalah penerapan peran Total Quality Management (TQM). Total Quality
Management (TQM) sendiri merupakan suatu alat pendekatan dalam menjalankan suatu
Menurut (Bounds, et. al, 1994), bahwa Total Quality Management (TQM) sendiri memiliki
Soft Side Of Quality. Sisi Hard Side Of Quality meliputi semua upaya perbaikan proses
pelayanan mulai dari desain produk sampai dengan penggunaan alat-alat pengendalian seperti
Quality Function Development, Just In Time dan Statistical Prosses Control, dan perubahan
organisasional lainnya (seperti struktur organisasi, budaya organisasi, dan sebagainya), dengan
upaya demikian diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang pada akhirnya
Penekanan “Soft Side Of Quality” lebih terfokus pada upaya menciptakan kesadaran
karyawan akan pentingnya arti kepuasan publik dan menumbuhkan komitmen karyawan untuk
selalu memperbaiki kualitas. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
yang mendukung, pendekatan sistem pengupahan yang mendukung, struktur kerja. Semua upaya
ini termasuk dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia dan dengan menerapkan Total
Quality Management (TQM) akan berakibat pada perubahan struktur organisasional, peran
manajer, karyawan, tujuan organisasi dan sebagainya, yang pada akhirnya akan mengubah
karakteristik kerja.
berfokus pada orang/tenaga kerja, bertujuan untuk terus meningkatkan nilai (value) yang dapat
diberikan bagi pelanggan, dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah dari nilai tersebut
(Bounds, et. al, 1994). Total Quality Management (TQM) adalah filosofi manajemen yang
mempunyai tujuan utama bagi kepuasan pelanggan terhadap barang dan jasa. Tujuan ini hanya
dapat dicapai melalui keterlibatan manajemen dalam seluruh tingkatan, perbaikan yang
berkelanjutan (continuous improvement) dari produk jasa dan proses, pendidikan dan latihan
bagi karyawan dan partisipasi dari seluruh karyawan dalam pemecahan masalah.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan
sumber daya manusia untuk memperbaiki produk, baik dalam penyediaan bahan baku maupun
pelayanan bagi perusahaan, yang meliputi semua proses dalam perusahaan pada tingkatan
tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan dimasa yang akan datang. Total
Quality Management (TQM) lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas
pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management (TQM) menghendaki
komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin perusahaan di mana komitmen ini harus
disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada semua level atau departemen dalam organisasi.
Total Quality Management (TQM) bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan
budaya yag harus dibangun, dipertahankan dan ditingkatkan oleh seluruh anggota perusahaan
bila perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan menjadikannya sebagai the way of life.
Khim dan Larry (1998), menjelaskan bahwa Total Quality Management merupakan konsep
mengurangi biaya produksi. Young & Wolf (1998), menunjukkan aspek tersebut sebagai proses
pengawasan, suatu pendekatan dimana kualitas produk ditentukan oleh karyawan yang bekerja
dipabrik. Tresna (1995), juga menjelaskan bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan
suatu filosofi, suatu konsep dengan seperangkat prinsip-prinsip panduan yang merupakan dasar
bagi suatu organisasi yang secara terus menerus melakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Tujuan Total Quality Management (TQM) ialah untuk memberikan produk dan jasa
berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable
Adapun selanjutnya di dalam tulisan ini akan membahas dan menjelaskan terkait
bagaimana perkembangan Total Quality Management (TQM), bagaimana Total Quality
2. PEMBAHASAN
Manajemen merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
suatu tujuan. Perhatian ilmu manajemen terhadap peningkatan mutru suatu produk dalam dua
dasa warsa ini meningkat pesat. Perkembangannya dimulai dari dunia industri dan dianggap
berhasil meningkatkan efisiensi dan penjualan produk industri itu. Keberhasilan itu merambah ke
setiap kegiatan yang menggunakan managemen untuk meningkatkan kinerja organisasi usaha
atau perusahaan. Salah satu bentuk manajemen yang berupaya untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas atau mutu industri tersebut adalah total quality management (TQM)
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen kendali mutu ada pula yang
TQM sebenarnya dikembangkan dari pemikiran sistem thingking, yang juga di mulai dari
dunia industri yang selanjutnya di jabarkan dan di aplikasikan menjadi TQM di dunia
merupakan suatu model yang di aplikasikan berdasarkan prinsip sistem Thingking yang
menekankan bahwa segala sesuatu harus di lihat dalam prespektif kebutuhan yang di padukan
Menurut Ross (1995), mendefinisikan TQM sebagai integrasi dari semua fungsi dan proses
dalam organisasi untuk memperoleh dan mencapai perbaikan serta perbaikan peningkatan
kualitas barang sebagai produk dan layanan yang berkesinambungan. Tujuan utamanya adalah
kepuasan konsumen atau pelanggan. Karena acuannya adalah bidang ekonomi, perdagangan dan
perusahaan, maka kendali mutu merupakan hal yang sangat mendasar dalam menjamin
persaingan pasar global. Selanjutnya konsep TQM atau MPM didasarkan atas sejumlah gagasan
itu berarti bahwa memikirkan kualitas atau mutu harus dilihat dari berbagai fungsi perusahaan
yang di mulai dari proses awal sampai akhir proses yang mengintegrasikan berbagai fungsi yang
terpadu (TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performasi secara terus menerus
(continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal
yang tersedia (Gaspersz, 2005). Sedangkan menurut Tjiptono (1995), Total Quality Management
(TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas
terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan
(Sallis, 2011).
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang
berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang
didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran perlunya TQM
sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan
global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan
pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara
Menurut Ishikawa (dalam Nasution, 2005), Total Quality Management di artikan sebagai:
“Perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke
dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas,
dan kepuasan pelanggan.” Menurut Tjiptono (1995) pengertian TQM adalah : “Suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
Selanjutnya menurut Woon (dalam Ariani, 2002) dalam pendekatan holistik, TQM
merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan, yang akhir-akhir ini banyak
diterapkan pada industri jasa, walaupun dimulai dari industri manufaktur. Kerangka kerja TQM
tersebut ditopang oleh tujuh hal yaitu: kepemimpinan dan budaya kualitas, penggunaan informasi
dan analisis, perencanaan strategik, pengembangan sumber daya manusia dan manajemen
sumber daya manusia, manajemen kualitas proses, kualitas dan hasil operasi, serta fokus pada
Tujuan TQM ialah untuk memberikan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable satisfaction) yang pada
produksi. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa penerapan TQM harus mempunyai visi, misi
dan kemampuan untuk mengembangkan pasar yang sudah ada, maupun dapat mengantisipasi
kebutuhan produk atau jasa yang akan datang. Kreativitas dan kemampuan manajemen
menciptakan pasar yang akan datang inilah yang dapat menjamin kelangsungan hidup
perusahaan sebagai pemimpin atau pionir dalam pasar tersebut.
manajemen dalam menerapkan konsep tersebut. Menurut Powel (dalam, Suprantiningrum, 2003)
beberapa perusahaan yang telah menerapkan TQM ada yang telah berhasil meningkatkan
kinerjanya, tetapi ada juga yang belum mampu meningkatkan kinerja mereka. Demikian juga
penelitian yang dilakukan oleh Kumalaningrum (2000) bahwa penerapan manajemen kualitas di
Indonesia masih parsial, hal ini dapat dibuktikannya dengan tidak seluruhnya dimensi
Dari definisi-definisi tentang TQM di atas, Total Quality Management merupakan sistem
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Total Quality Management merupakan pendekatan manajemen sistematik yang berorientasi pada
organisasi, pelanggan, dan pasar melalui kombinasi antara pencarian fakta praktis dan
Menurut sejarah, Frederick Taylor (seorang Amerika) yang sekaligus diakui sebagai bapak
manajemen, pada tahun 1920-an, mencetuskan gerakan Total Quality Management (TQM).
Kemudian pada tahun 1950 secara gencar Jepang mengembangkan TQM untuk memperbaiki dan
penekanan dalam TQM, yaitu kualitas kepada para ilmuwan, insinyur dan eksekutif perusahaan
Jepang. Sejak tahun 1980-an TQM mulai sangat populer di dunia bisnis. Boleh dikatakan bahwa,
TQM lahir di Amerika Serikat kemudian dibesarkan di Jepang yang selanjutnya berkembang di
Amerika Utara dan Eropa.
produknya. Oleh karena itu, secara terus menerus perusahaan-perusahaan tersebut berusaha
menciptakan infrastruktur sebagai dasar tercapainya kualitas, yaitu aspek manusia, proses dan
fasilitas. Selain itu, Jepang juga mengirimkan para ahlinya ke luar negeri. Kenyataan
menunjukkan bahwa, barang-barang produk Jepang bisa melampaui kualitas yang diproduksi
oleh negara barat, sehingga volume ekspor industri Jepang sangat drastis peningkatannya.
Total Quality Management (TQM) atau dengan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
“Manajemen Kualitas Terpadu”, merupakan konsep yang mengutamakan kualitas/mutu, tidak
hanya diterapkan dalam dunia bisnis atau industri, tetapi terakhir ini juga telah diterapkan di
manajemen inilah yang menjadi obsesi dalam penerapan TQM, sehingga pelanggan (costumer)
TQM di Jepang
Sepanjang tahun 1950-an, “Made in Japan” adalah identik dengan produk buatan yang
buruk. Saat ini justru berarti sebaliknya. Kualitas teknologi Jepang dan kecerdikannya sekarang
yang banyak dicari oleh konsumen di seluruh dunia. Sumber utama dari kesuksesan mereka
adalah pelaksanaan total kualitas manajemen dalam setiap jalan kehidupannya. Upaya untuk
belajar kontrol kualitas di Jepang mulai tahun 1949, ketika kelompok khusus diselenggarakan
oleh Persatuan Ilmuwan dan Insinyur Jepang, dengan tujuan memberikan program pendidikan
Amerika Serikat diundang pada tahun 1950 untuk memberikan ceramah tentang pengendalian
kualitas statistik (SQC). Pada tahun 1946-1950 dinyatakan sebagai periode SQC di Jepang.
Prof. Juran mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan
Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia.
Ia membantu Jepang untuk mempraktikkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk
pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang
terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu
organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran, yaitu finance planning, financial control, financial
• Quality planning, yaitu suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang
menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian
pelanggan.
• Quality control, yaitu suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi,
diperbaiki.
• Quality improvement, yaitu suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai secara berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu, dan pada umumnya menetapkan suatu
struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai
sebelumnya.
oleh Ishikawa adalah keterlibatan manajemen puncak, penekanan pada pelatihan dan pendidikan,
penghargaan dan itu semua membutuhkan banyak kesabaran (Lakhe dan Mohanty, 2000).
Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dengan tidak meninggal kan ciri
khas dan nasionalisme negara Jepang itu sendiri, meskipun orang Jepang membuat perusahaan
dan menjalankan bisnis dan perekonomian di negara lain, tetapi nilai-nilai nasionalisme Jepang
tetap dipegang teguh dan tetap dilaksanakan dalam segala bidang yang mereka lakukan. Dalam
hal pelaksanaan ekonomi dan bisnis, orang Jepang lebih mengedepankan pada sumber daya
manusia dalam perusahaan maupun organisasi yang mereka bentuk dan mereka jalankan. Total
Quality Management yang mengikat pada perusahaan Jepang tidak terlepas dari budaya Kaizen,
sehingga Jepang lebih menerapkan prinsip Kepuasan Pelanggan, Quality Function Development
Saat ini bisnis Amerika berada di persimpangan jalan. Dominasi AS di pasar Amerika dan
dunia telah mengalami beberapa perubahan selama bertahun-tahun. Juran (dalam (Lakhe dan
Mohanty, 2000) mengidentifikasi pergeseran dalam awal 1960-an, dan juga potensi ancaman dari
manufaktur Jepang. Ini meyakinkannya bahwa perhatian Jepang untuk kualitas akan memimpin
mereka ke garis depan di pasar global. Pendekatan Jepang untuk pengelolaan operasi dan
kontribusinya terhadap keberhasilan mereka juga dicatat oleh Drucker. Namun, manajemen
Amerika menyadari ancaman tersebut dari perusahaan Jepang hanya di akhir 1970.
Munculnya Total Quality Management (TQM) telah menjadi salah satu perkembangan
utama dalam praktik manajemen. TQM mulai diperkenalkan di AS sekitar tahun 1980, terutama
dalam menanggapi tantangan kompetitif dari perusahaan Jepang. Pengakuan TQM sebagai
keunggulan kompetitif telah meluas di seluruh dunia. Implementasi TQM di dalam perusahaan
sangatlah penting untuk mendukung pencapaian standar kualitas dan menjaga konsistensi
kualitas produk dan layanan produk. Membuat hal-hal tersebut untuk memperoleh pertambahan
pelanggan, stabilitas profit dan percepatan pertumbuhan bisnis. Dalam upaya untuk tumbuh dan
menjaga citra perusahaan, perhatian penuh pada kualitas akan memberikan dampak positif untuk
Sebuah survei yang dilakukan oleh Modarress dan Ansari dari 285 produsen AS
mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka berada dalam tahap awal implementasi
kontrol kualitas. Teknik kontrol kualitas telah digunakan secara luas dalam proses manufaktur,
namun sebagian besar perusahaan tidak menggunakan kualitas teknik kontrol dalam desain dan
rekayasa, penelitian dan pengembangan dan daerah lainnya. Survei lain yang dilakukan oleh
non-tradisional memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari keterlibatan pekerja dan
menggunakan alat-alat SQC sederhana ke tingkat yang lebih tinggi secara signifikan daripada
Kunci keunggulan perusahaan Jepang adalah sangat unggul dalam persaingan salah satu
kemampuannya adalah menghilangkan pemborosan dan menghindari berbagai kesulitan
sedangkan AS sebaliknya mengalami kesulitan dalam menghemat Sumber Daya Alam yang
memang sangat melimpah bila dibandingkan Jepang sehingga istilah perbaikan mutu secara terus
menerus (Just in time) tidak berlaku bagi manajemen Amerika tapi lebih cenderung just in case.
TQM di Eropa
Jerman, Inggris, Perancis dan Italia adalah beberapa negara Eropa yang telah mengambil
ketertarikan yang signifikan dalam mengadopsi TQM. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Lascelles dan Dale di industri automative UK menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
sikap tradisional terhadap manajemen mutu. Perubahan di pasar Eropa telah memberikan
dorongan besar untuk implementasi TQM, fokus tampaknya akan berubah untuk proses
peningkatan kualitas, pelatihan yang terkait dengan kualitas dan pertimbangan hubungan
perusahaan dengan dunia luar dalam mengejar kualitas. Meskipun industri memiliki pendekatan
tradisional terhadap hal-hal kualitas, adopsi BS 5750 dan ISO 9000 telah memberikan dorongan
baru untuk gerakan berkualitas di negara-negara, dan ini tercermin dari komitmen top
manajemen melalui investasi yang lebih baik, penghargaan dan memperlakukan semua orang
negara, yang berabad-abad yang lalu diakui sebagai produsen terbaik dari barang-barang
berkualitas, kini memproduksi produk buruk. Perubahan ini telah terjadi karena kendala parah
pada ekonomi mereka, kurangnya kemauan politik, kurangnya pendidikan dan pelatihan dan
mutu tidak dipahami oleh bisnis. Seringkali, kualitas dianggap tambahan opsional. Sayangnya,
banyak perusahaan di negara berkembang memiliki fungsi produksi mereka terisolasi dari fungsi
kualitas. Sebagian besar organisasi di negara berkembang memeiliki kekurangan sebagai berikut:
• Persepsi bahwa kualitas merupakan opsional tambahan dan bukan keharusan untuk
pembangunan.
• Kurangnya komunikasi dan kepercayaan antara pemasok, dealer, manajemen dan serikat
buruh.
• Kurangnya standar kualitas yang ditetapkan dan fasilitas pengujian yang memadai.
perubahan kebijakan ekspor-impor dan kesadaran pelanggan meningkat, beberapa upaya yang
menyadari bahwa tidak hanya pertumbuhan tetapi juga, pada dasarnya, kelangsungan hidup
mereka tergantung pada hal-hal kualitas. Oleh karena itu, beberapa perusahaan reorientasi diri
mereka sendiri dan, dengan mendapatkan bantuan kolaborator asing, berusaha untuk
Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menuntut komitmen jangka panjang dan
perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Secara sederhana, paradigma dapat
diartikan cara pandang atau cara berpikir. Secara umum menurut Tjiptono (1995), karakteristik
• Pendekatan ilmiah
• Kesatuan tujuan
Selanjutnya menurut Nasution (2005), manfaat atau pengaruh Total Quality Management
dikelompokkan menjadi dua yaitu dapat memperbaiki posisi persaingan (manfaat rute pasar) dan
meningkatkan keluaran bebas dari kerusakan (manfaat rute biaya). Manfaat dan pengaruhnya
posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin bear dan harga jualnya dapat lebih
tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh
juga semakin besar. Pada rute kedua (rute biaya), perusahaan dapat meningatkan output yang
bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi
perusahaan berkurang dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat. Total Quality
jawab tentang kualitas dan mampu menyediakan produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan
mereka. Sebuah perusahaan yang memahami mengapa mereka memperkenalkan Total Quality
Management dapat menerapkan suatu sistem yang fleksibel yang cocok bagi mereka sendiri dan
QFD merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengantisipasi
dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta menggabungkan kebutuhan
dan keinginan konsumen tersebut dalam produk dan jasa yang disediakan bagi konsumen.
Menurut Akao (1990), QFD adalah suatu metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan
dan keinginan konsumen ke dalam suatu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknik
dan karakteristik kualitas tertentu. Adapun menurut Oakland J.S (1995), QFD adalah suatu
sistem untuk mendesain sebuah produk atau jasa yang berdasarkan permintaan pelanggan,
Berdasarkan definisinya, QFD merupakan praktek untuk merancang suatu proses sebagai
tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menterjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan
menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi. QFD memungkinkan organisasi untuk
merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk
Manfaat QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melaui
pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukkan dan umpan balik dari pelanggan.
pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasikan dengan jelas.
• Orientasi kerja sama tim (Teamwork Oriented),QFD merupakan pendekatan kerjasama tim.
Semua keputusan dalam proses didasarkan konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam
dan brainstorming.
• Orientasi pada dokumentasi,Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah
dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang
Menurut (Bounds, et. al, 1994), tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas adalah
sebagai berikut:
• Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: 1) Memutuskan siapa pelanggan, 2)
konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut.
• Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen. Tahap ini
menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3) dengan kebutuhan-
• Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara
karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu
respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses
• Tahap VI Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu menentukan
respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan oleh
produk sejenis
• Teknik Taguchi
Metode Taguchi dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat mendapatkan
tugas untuk memperbaiki sistem telekomunikasi di Jepang. Metode ini merupakan metodologi
baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta
dalam dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin (Ross, 1995).
Definisi kualitas menurut Taguchi adalah kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak
produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi terhadap kualitas terdiri dari tiga buah konsep,
yaitu:
dikontrol.
• Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus
preventif, sebagai desain produk atau proses sebelum sampai pada produksi di tingkat shop
floor. Off-line quality control dilakukan dilakukan pada saat awal dalam life cycle product yaitu
perbaikan pada awal untuk menghasilkan produk (to get right first time). Kontribusi Taguchi
• Loss Function: Merupakan fungsi kerugian yang ditanggung oleh masyarakat (produsen dan
konsumen) akibat kualitas yang dihasilkan. Bagi produsen yaitu dengan timbulnya biaya
kualitas sedangkan bagi konsumen adalah adanya ketidakpuasan atau kecewa atas produk
dan digunakan untuk menganalisis data percobaan. Ortogonal array digunakan untuk
menentukan jumlah eksperimen minimal yang dapat memberi informasi sebanyak mungkin
array terletak pada pemilihan kombinasi level dari variable-variabel input untuk masing-
masing eksperimen.
(Ross, 1995):
• System Design. Yaitu upaya dimana konsep-konsep, ide-ide, metode baru dan lainnya
dimunculkan untuk memberi peningkatan produk . Merupakan tahap pertama dalam desain
dan merupakan tahap konseptual pada pembuatan produk baru atau inovasi proses. Konsep
mungkin berasal dari dari percobaan sebelumnya, pengetahuan alam/teknik, perubahan baru
atau kombinasinya.
• Parameter Design. Tahap ini merupakan pembuatan secara fisik atau prototipe secara
matematis berdasarkan tahap sebelumnya melalui percobaan secara statistik. Tujuannya
target dan menentukan pengaruh dari faktor gangguan pada variasi dari target.
• Tolerance Design. Penentuan toleransi dari parameter yang berkaitan dengan kerugian pada
masyarakat akibat penyimpangan produk dari target. Pada tahap ini, kualitas ditingkatkan
dengan mengetatkan toleransi pada parameter produk atau proses untuk mengurangi
kualitas rendah dan menunjukan bagaimana biaya ini meningkat jika kualitas produk semakin
jauh dengan keinginan pelanggan. Biaya ini tidak hanya meliputi ketidakpuasan pelanggan,
tetapi juga biaya garansi dan jasa, biaya pemeriksaan internal, perbaikan, scrap, dan biaya-biaya
• Bagan Pareto
Dalam perjalanan mengelola SDM, tentu anda sering menghadapi permasalahan yang
harus dicarikan solusinya. Atau bisa juga menghadapi keadaan dimana diperlukan dalam
peningkatan proses (process improvement) SDM, agar kinerjanya semakin baik, produktif,
efektif serta efisien. Misalnya pengurangan biaya SDM, peningkatan mutu kerja proses dll. Jika
menghadapi keadaan atau permasalahan demikian, ada tool baik yang dapat digunakan, yakni
Diagram Pareto adalah serangkaian seri diagram batang yang menggambarkan frekuensi
atau pengaruh dari proses/keadaan/masalah. Diagram diatur mulai dari yang paling tinggi sampai
paling rendah dari kiri ke kanan. Diagram batang bagian kiri relatif lebih penting daripada
sebelah kanannya. Nama diagram Pareto diambil dari prinsip Pareto, yang mengatakan bahwa
80% gangguan berasal dari 20% masalah yang ada (Ross, 1995).
Diagram Pareto sudah lama digunakan dalam quality management tools, sebagai alat untuk
menginvestigasi data-data masalah yang ada kemudian dipecahkan ke dalam kategori tertentu,
sehingga dapat diketahui frekuensinya untuk setiap kejadian/proses. Dengan pareto, anda dapat
mengantarkan sejumlah data ke dalam bentuk yang lebih baik dan terbaca lebih mudah, sehingga
Bagan arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan, antara lain
untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis, diskusi, atau komunikasi
dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan
suatu permasalahan. Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah
permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari
kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori
penyebab permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan
baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber Daya manusia),
Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M. Penyebab lain dari
masalah selain 6M tersebut dapat dipilih jika diperlukan. Untuk mencari penyebab dari
permasalahan, baik yang berasal dari 6M seperti dijelaskan di atas maupun penyebab yang
mungkin lainnya dapat digunakan teknik brainstorming (Pande &Holpp dalam Scarvada, 2004).
Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan
mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka
tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab
permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan baku),
machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber daya manusia), methods
digunakan pada proses perubahan. Diagram fishbone ini dapat diperluas menjadi diagram sebab
dan akibat (cause and effect diagram). Perluasan (extension) terhadap Diagram Fishbone dapat
dilakukan dengan teknik menanyakan “Mengapa sampai lima kali (five whys)” (Pande & Holpp
Umumnya diagram sebab akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab (cause)
dari suatu akibat (effect). Kelima faktor tersebut adalah man (manusia, tenaga kerja), method
(metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Diagram ini
biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran. Menurut Ariani
• Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan panah dengan
kotak di ujung kanannya dan tulis masalah yang akan diamati atau diperbaiki.
• Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau sesuatu
tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah panah yang telah
dibuat tadi.
• Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh
atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor sekunder tersebut
• Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab utama dengan menganalisa data yang
Kabupaten Purbalingga
metode analisis akar masalah dan digambarkan dengan menggunakan diagram Ishikawa.
pimpinan. Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis dengan tim melalui metode
brain storming.
Langkah 2 Menggambar bagan faktor penyebab. Hasil dari brainstorming, tim menemui
beberapa faktor kegagalan penerapan TIK di Kabupaten Purbalingga yang terbagi menjadi
komponen hardware, software, brainware (SDM), infrastruktur, data informasi dan kelembagaan.
Gambar 1. Bagan
Symptom (gejala) pada komponen brainware antara lain pengetahuan aplikasi komputer
kurang memadai, kemungkinan dikarenakan jumlah SDM TI kurang sehingga pegawai yang
menangani masalah TIK memiliki pengetahuan yang terbatas, atau dikarenakan penempatan staff
TI tidak tepat, misalkan pegawai dengan latar belakang TI tidak ditempatkan sesuai bidangnya.
Gejala berikutnya pada komponen brainware adalah pengetahuan bahasa asing yang kurang
memadai, hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pelatihan. Komponen sotfware
memiliki gejala kualitas software kurang memadai, hal ini kemungkinan disebabkan karena
masih menggunakan software ilegal. Gejala yang lain adalah software belum cukup mendukung
pekerjaan, hal ini dikarenakan belum terintegrasi dengan unit kerja lain. Komponen hardware
memiliki gejala hardware tidak berfungsi dengan baik disebabkan karena kualitas hardware yang
kurang memadai, sebab yang lain karena spesifikasi hardware yang dinilai sudah tidak
mencukupi kebutuhan pengguna. Aspek yang lain adalah belum adanya komputer server, hal ini
dikarenakan jumlah komputer yang kurang, tidak ada dana yang memadai untuk mengadakan
server.
Langkah 3 Mengidentifikasi akar masalah. Akar masalah yang pertama adalah kebiasaan
(habit), pimpinan diharapkan menjadi teladan bagi staff dibawahnya. Penggunaan TIK dalam
bekerja oleh pimpinan akan memacu staff untuk membiasakan diri dalam menggunakan fasilitas
TIK. Sebagai contoh jika pimpinan menggunakan fasilitas e-mail untuk meminta laporan
bawahannya, maka secara otomatis staff belajar bagaimana cara mengirim e-mail, lalu lama-lama
akan terbiasa menggunakan fasilitas tersebut, setelah terbiasa, kemudian muncul rasa butuh
(need).
Akar masalah yang kedua adalah kebutuhan (need), perbedaan tingkat apresiasi
penggunaan TIK oleh pimpinan memberikan dampak pada tingkat rasa membutuhkan TIK.
Ketika tingkat apresiasi TIK seorang pimpinan kurang, maka tingkat rasa membutuhkan (need),
juga rendah. Hal ini terlihat pada kendala keuangan SKPD, yaitu meskipun pimpinan memiliki
peran dalam menentukan anggaran, namun anggaran untuk TIK tidak diprioritaskan, atau
dianggarkan namun tidak rutin, bahkan tidak dianggarkan. Akar masalah yang ketiga adalah
Gejala beberapa SKPD menerima SIM dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat tidak
digunakan lagi, hal ini dikarenakan beberapa sebab yaitu tidak ada anggaran dalam
pemeliharaannya, tidak ada SDM yang memelihara, dan tidak sesuai dengan keadaan di daerah.
Akar masalah keempat adalah koordinasi, hal ini disebabkan karena belum adanya kesatuan
pandang antar instansi dalam implementasi TIK, belum/tidak adanya acuan bersama antar
membangun habit
Komitmen bersama seluruh SKPD, menyepakati good governance dapat dicapai melalui
Komitmen bersama internal SKPD, menyepakati good governance dapat dicapai melalui
Kesimpulan
Total Quality Management (TQM) secara keseluruhan dapat dipahami sebagai integrasi
dari semua fungsi dan proses dalam organisasi untuk memperoleh dan mencapai perbaikan serta
perbaikan peningkatan kualitas barang sebagai produk dan layanan yang berkesinambungan.
Dalam implementasinya Total Quality Management (TQM) menggunakan langkah dan alat
(Tools) seperti Quality Function Deployment, Rumah Kualitas (House Of Quality), Teknik
Taguchi, Quality Lost Function, Bagan Pareto, Bagan Proses/Diagram Alur (Bagan Arus Proses),
TQM Total Quality Management (TQM) menggunakan pendekatan manajemen pada suatu
organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya
manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui peningkatan kualitas, kepuasan
pelanggan. Di dalam kasus Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kab.
Purbalingga, alat yang digunakan adalah Bagan Fishbone, dengan tujuan mengidentifikasi akar
penyebab dari suatu masalah, dan membantu mencari solusi suatu masalah. Secara komprehensif
dalam implementasi TQM terdapat hubungan yang erat antara kualitas, kepuasan pelanggan dan
profit.
DAFTAR PUSTAKA
Bounds, G. (1994). “Beyond Total Quality Management Toward the Emerging Paradigm”. New
York: McGraw Hill Inc.
Gaspersz, Vincent. 2005. “Total Quality Management”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kumalaningrum, Maria. P. (2000). “Pengaruh Penerapan Total Quality Management Terhadap
Kinerja dan Keunggulan Kompetitif Perusahaan. Tesis S2. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Ling Sim, Khim and larry N. Killough. (1998). “The Performance Effects of Complementarities
between Manufacturing practice and management Accounting system”. Journal of
Management Accounting Research 10:325- 346.
Lakhe, R.R, and Mohanty, R.P, (2000). “Handbook Of Total Quality Management”. Mumbai:
Jaico Publishing House.
MN. Nasution, (2005). “Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)”. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Oakland, J.S & Beardmore, D. (1995). “Best Practice Customer Service”. Total Quality
Management, 6, 135 – 148.
Ross, J.E. (1995). “Total Quality Management: Text, Cases and Reading”. (2nd ed.). Singapore:
S.S. Mubaruk & Brothers Fte Ltd.
Soemardi, Tresna P,. (1995). “Total Quality Management Sebagai Kunci Keunggulan Bersaing”.
Manajemen Usahawan Indonesia 11, Th XXIV, Nopember.
Sallis, Edward. (2011). “Total Quality Management in Education”. Jogjakarta: Ircisod.
Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur
V. Hill. (2004). “A Review of the Causal Mapping Practice and Research
Literature”. Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference,
Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.
Suprantingrum dan Zulaikha. (2003). “ Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja
Manajerial Dengan Sistem Pengukuran dan Sistem Penghargaan (reward) Sebagai
Variabel Moderating”. (Studi Empiris pada Hotel di Indonesia)” Simposium Nasional
Akuntansi IV.
Tjiptono & Diana. (1995). “Total Quality Management”. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi
Offset Yogyakarta.
Young, S.M., M. Shields, and G. Wolf. (1998). “Manufacturing Control and Performance: An
Experiment”. Accounting, Organization and Society 13 . P 607-618.