Anda di halaman 1dari 53

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Fraktur Femur Dextra 1/3 Distal Terbuka”

Oleh:

Kelompok 6

2.C

Reza Al-Habib : 173110264

Rindang Valya Shaquilla : 173110265

Riska Oktaviani : 173110266

Salmi Dianita Nasution : 173110267

Silfa Murtafi’ah : 173110269

Zakiatu Annisa : 173110273

Dosen Pembimbing :

Ns. Netti, S.Kep, M.Pd

PRODI D III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2018/2019
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Open artinya terbuka. Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur
tulang (Apley dan Solomon,1995). Femur adalah tulang paha. Dextra adalah sisi tubuh bagian
kanan. Sepertiga distal adalah suatu area yang dibagi menjadi tiga bagian yang sama kemudian
diambil bagian yang bawah. Jadi open fraktur femur dextra 1/3 distal adalah suatu patahan
terbuka yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang paha kanan.

B. TUJUAN

Umum :
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan terhadap fraktur femur dextra sepertiga distal

Khusus :

1. Untuk mengetahui definisi pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

2. Untuk mengetahui etiologi pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

3. Untuk mengetahui patofisiologi pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

4. Untuk mengetahui WOC pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

5. Untuk mengetahui komplikasi pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada kasus fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka

8. Untuk mengetahui proses pembentukan tulang

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan fraktur femur dextra 1/3 distal terbuka
BAB II

A. KONSEP FRAKTUR FEMUR DEXTRA SEPERTIGA DISTAL

1. Defenisi

Open artinya terbuka. Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur
tulang (Apley dan Solomon,1995). Femur adalah tulang paha. Dextra adalah sisi tubuh bagian
kanan. Sepertiga distal adalah suatu area yang dibagi menjadi tiga bagian yang sama kemudian
diambil bagian yang bawah. Jadi open fraktur femur dextra 1/3 distal adalah suatu patahan
terbuka yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang paha kanan.

2. Etiologi

Menurut Apley dan Solomon (1995), fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa trauma
tunggal, (2) tekanan yang berulang-ulang, (3) kelemahan abnormal pada tulang. Kekuatan
tersebut dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan atau penarikan.

3. Patofisiologi
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya kerusakan neurovaskuler yang
akan memberikan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena
kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc
dari sistem vaskular), maupun syok neurologik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat
kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang femur.
a. Proses Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung
dan trauma tidak langsung.
1) Trauma langsung, trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung, trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
b. Penyembuhan Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut,
tetapi  juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa tahapan dalam
penyembuhan tulang :
Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada cedera di
bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma
pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan
membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan
nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. 
Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang
fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan
osteoblas. Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk  jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar.
Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan
dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga
sampai empat minggu agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau  jaringan fibrus.
Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan. Pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang  benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada
patah tulang panjang orang dewasa normal,  penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat
bulan.
Fase 4 : Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stres
fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak,
khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan
patah tulang tidak lagi negatif.

4. WOC
5. Komplikasi

Komplikasi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi yang berhubungan dengan fraktur dan
yang berhubungan dengan injury. Komplikasi yang berhubungan dengan fraktur adalah:

a. Infeksi, biasanya terjadi pada fraktur terbuka karena luka terkontaminasi oleh organisme yang
masuk dari luar tubuh. Pada fraktur tertutup dapat terjadi karena penolakan terhadap internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien (Adams, 1992).

b. Delayed union, adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan yang lambat yang
disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen (Adams,
1992).

c. Non union, adalah fraktur tidak dapat sambung selama proses penyambungan dalam waktu
beberapa bulan (Adams, 1992). Non union adalah penyambungan tulang yang tidak sukses
memperbaiki perpatahannya (Gartland, 1974).

d. Avascular necrosis, adalah kematian tulang karena kekurangan supply darah (Adams, 1992).
Avascular necrosis adalah nekrosis atau kerusakan tulang yang diakibatkan kurangnya pasokan
darah (Apley dan Solomon, 1995).

e. Mal union, adalah penyambungan fragment pada posisi yang tidak sempurna (Adams, 1992).
Mal union adalah penyambungan tulang pada posisi yang salah atau abnormal (Gartland, 1974).

f. Shortening, disebabkan oleh mal union, loss of bone, gangguan pada epiphyseal pada anak-
anak (Adams, 1992). Shortening merupakan pemendekan tulang yang diakibatkan oleh mal
union dan gangguan epiphyseal pada anak-anak (Apley dan Solomon, 1995).

Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan injury menurut Adams (1992) adalah:

a) Injury pada pembuluh darah, disebabkan fragmen fraktur masuk ke dalam jaringan

tubuh yang akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.

b) Injury pada saraf, dapat mengenai saraf tepi. Ada tiga tipe yaitu: neuropraxia,

axonotmesis, neuronotmesis.

c) Injury pada organ dalam, adalah bila fraktur mengakibatkan organ dalam rusak.
Contohnya rusaknya pleura atau paru yang disebabkan fraktur costa, rupture pada uretra

atau penetrasi colon karena fraktur pelvis.

d) Injury pada tendon, biasanya terjadi pada fraktur terbuka. Misalnya rusaknya extensor

pollicis longus akibat fraktur radius.

e) Injury pada sendi, contoh injury pada sendi adalah dislokasi, subluksasi dan strain.

f. Fat embolisme, adalah gumpalan lemak pada pembuluh darah kecil dimana dapat

mengganggu paru dan otak karena akan terjadi oedem dan perdarahan di alveoli

sehingga aliran oksigen ke arteriole terganggu kemudian terjadilah hypoxemia.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.  
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.

2) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

3) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
4) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

5) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995) .

7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif :
a. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan
dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
a) Gips
Indikasi dilakukan  pemasangan gips adalah :
1. Immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Istirahatkan dan stabilisasi
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktifitas
5. Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :


1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan luka
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak / menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b) Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu  panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi yaitu ada
Traksi Manual dan Traksi Mekanik.
Traksi manual tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
a. Traksi kulit (skin traction), dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang
lain seperti otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b. Traksi skeletal, merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan Traksi, antara lain :


1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khususTraksi dapat
bergerak bebas dengan katrol
4. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
5. Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman

b. Cara operatif / pembedahan


Metode perawatan dengan cara operatif disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan  posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah.

Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :


a) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah.
b) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya.
c) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai.
d) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain.
e) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan
fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan .

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi.
CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.  
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

3) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.

4) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

5) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995) .

8. Proses pembentukan tulang

Rangka manusia mulai ada ketika manusia masih dalam tahap perkembangbiakan embrio
yaitu masih berupa tulang tulang rawan ( kartilago ). Pembentukan tulang rawan pada embrio ini
di bentuk oleh sel sel mesenkim yang kemudian ketika sudah dibentuk maka akan di isi oleh
osteoblast yang mana osteoblast ini fungsinya sebagai sebagai pengubah garam kalsium serta
magnesium yang sifatnya larut dalam darah menjadi garam garam kalsium yang tidak larut,selain
itu juga fungsi yang lainnya sebagai sel sel pembentuk tulang keras yang kemudian mengisi
jaringan di sekelilingnya lalu membentuk osteosit ( sel sel tulang ).

Sel sel tulang ini dibentuk dari arah dalam ke luar ( konsentris) yang kemudian akan
mengelilingi pembuluh darat serta serabut saraf sehingga membentuk system Havers. Sel sel
tulang ( osteosit ) ini dikelilingi oleh senyawa protein pembentuk matriks tulang, matriks tulang
ini akan mengeras karena adamya senyawa senyawa yang dapat membuatnya keras. Senyawa itu
adalah  garam kapur (CaCO3) dan garam fosfat (Ca3(PO4)2).

Di dalam tubuh kita terdapat sel sel yang dapat menyerap kembali tulang tulang yang hancur
dan juga rusak kemudian dari tulang ini akan timbul rongga tulang yang di isi oleh sumsum
tulang, sel sel tersebut dinamakan dengan sel osteoklas. Sedikit perbedaan antara osteoklas dan
juga osteoblast, osteoklas akan terus membentuk rongga pada tulang sedangkan osteoblast akan
membentuk osteosit yang muncul ke permukaan luar teapi dari keduanya memiliki tujuan yang
sama untu membentuk tulang hanya saja dari kedua sel sel tersebut tulang akan bertambah besar
dan berongga.
Proses pembentukan tulang (osifikasi ) ini di bagi menjadi 2 macam yaitu :
a) osifikasi intramembranosa
b) osifikasi intrakartilagenosa (endokondrial )

1. Osifikasi Intermembran

Jenis osifikasi ini disebut sebagai osifikasi primer karena penulangan jenis ini hanya dapat
terjadi sekali atau penulangan ini terjadi secara langsung,tempat terjad dari osifikasi ini adalah di
jaringan ikat yang ada sejak tahap fetus. Pada proses ini umumnya terjadi pada pembentukan
tulang pipih pada tengkorak manusia dan juga pada rahang, maksila serta pada tulang klavikula
yang mana di bentuk bukan dari kartilago ( tulang rawan ) melainkan dari jaringan mesenkim
yang mana merupakan bagian dari lapisan mesoderm yang dapat berkembang menjadi jaringan
ikat serta darah . Dari jaringan mesenkim ini kemudian menuju ke jaringan tulang

Ada beberapa langkah yang ada di proses osifikasi intermembran yaitu

A) Perkembangan pusat pembentukan tulang.

Dari proses pembentukan tulang juga kita harus mengetahui mengenai perkembangan
ttentang pembentukannya. Apakah terlalu lambat,terlalu cepat atau bahkan tidak berkembang.

B) Kalsifikasi

Dari tulang yang sudah dibentuk ini kita harus bisa untuk mengklasifikasi apakah tulang ini
masuk kepada tulang keras atau tulang rawan.

C) Pembentukan Trabecula
D) Perkembangan periosteum

Jika semuanya sudah terpenuhi maka  akan bisa melakukan proses pembentuka tulang yang
secara lebih ringkas dijabarkan menjadi:

Pada Proses osifikasi intermembran terdapat tulang spons yang mana tulang spons
mulai berkembang di tempat-tempat di dalam membran yang disebut pusat osifikasi.
Setelah tulang spons ini menuju kepada pusat osifikasi maka dilain sisi terdapat sumsum
tulang merah yang terbentuk di dalam jaringan tulang spons, diikuti oleh pembentukan tulang padat
di luarnya.

2. Osifikasi Intrakartilagenosa

Proses Osifikasi yang kedua adalah osifikasi intrakartilagenosa atau dengan kata lain disebut
sebagai osifikasi endokondrial .Keduanya memiliki proses yang sama yaitu sebagai proses
pembentukan tulang (osifikasi ) dari yang lunak atau tulang rawan (kartilago ) menjadi tulang
keras. Pada proses ini seperti yang sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pada proses osifikasi
intramembranosa tulang dibentuk oleh jaringan mesenkim sedangkan untuk proses ini jaringan
mesenkim akan dideferensiasikan menjadi tulang rawan yang kemudian akan di rubah menjadi
jaringan tulat.

Pada proses sebelumnya pula pembentukan tulang hanya terjadi pada tulang pipih saja tetapi
untuk osifikasi jenis ini bertanggung jawab pada pembentukan tulang hampir seluruh tubuh
manusia. Dalam aktivitasnya osteobas utuk osifikasi jenis ini sangat aktif sekali untuk membelah
yang kemudian berada pada bagian tengah di tulang rawan. Sel sel dari osteoblast ini
mengelilingi saluran havers (saluran yang berisi pembuluh daraah kapiler arteri,vena dan yang
lainnya ) kemudian menempati jaringan pengikat yang letaknya ada pada sekelilingnya. Proses
pengerasan tulang ini karena pembuluh darah yang mengelilingi sel osteoblast ini mengangkut
zat fosfor serta kalsium untuk menuju kepasa matriks tulang.

Takaran dari kerasnya suatu tulang ini diperoleh dari sel sel penyusunnya apakah kompak
atau tidak di saat proses penyusunannya begitu pula dengan tulang matriks jika tulang matriks ini
berongga maka secara jelas akan membentuk tulang spons seperti tulang pipih sedangkan untuk
tulang matriks yang pembentukannya padat dan juga rapih maka akan terbentuk tulang yang
keras contohnya adalah tulang pipa.

Pada umur sekita 30 s/d 35 tahun disebut sebagai pembentukan tulang,pada usia ini
pertumbuhan tulang akan terhenti apaila usia manusia diatas 35 tahun maka akan aanya
remodeling yaitu pergantian tulang yang sudah tua dengan tulang yang paling muda.Untuk
menjaga kesehatan atau pertumbuhan dari tulang sebelum masa pertumbuhannya habis maka
perlu sekali untuk menjaga asupan kalsium sekitar 800 hingga 1200 mg per hari dengan tujuan
untuk mencegah adanya masa penurunan tulang yang dapat berakibat pada menurunnya
kepadatan tulang untuk itulah perlu adanya asupan kalsium secara berlebih.

Namun untuk mempertebal tulang tidak harus dengan kalsium melainkan dengan latihan
beban setiap hari sehingga dapat mempertebal tulang kita serta tidak lupa untuk memperhatikan
konsumsi makanan yaitu  gizi yang seimbang, gizi ini sangat perlu sekali untuk diperhatikan
karena dari yang kita makan akan adanya sari-sari makanan yang dapat kita serap apabila tubuh
kita kekurangan hal tersebut maka akan berakibat juga pada tulang kita jangan sampai membuat
tubuh kita berjalan tidak seimbang dimana tulang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang
yang akan menggantikan sehingga terjadi penurunan masa tulang yang apabila berjalan terus
menerus akan timbulnya osteoporosis.

PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus,
penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.

Tahap Inflamasi. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan


berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel
darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan
dan nyeri.

Tahap Proliferasi Sel. Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel,
dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Tahap Pembentukan Kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah  sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan
volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.

Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan


dalam dua sampai tiga minggu  patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah
tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.

Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).  Tahap akhir perbaikan patah tulang


meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergantung
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan
tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik
kontak langsung.

Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis


mengalamiremodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang
tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan
resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Prosesremodeling tulang berlangsung sepanjang
hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang
positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negative. Remodelingjuga
terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. (Rasjad. C, 1998)

PROSES PERTUMBUHAN TULANG


Pembentukan tulang manusia dimulai pada saat masih janin dan umumnya akan bertumbuh
dan berkembang terus sampai umur 30 sampai 35 tahun. Berikut adalah gambaran pembentukan
tulang

Dari grafik massa tulang mulai bertumbuh sejak usia 0. Sampai usia 30 atau 35 tahun
(tergantung individual) pertumbuhan tulang berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Puncak
massa tulang belum tentu bagus, tapi diumur itulah tercapai puncak massa tulang manusia.

Bila dari awal proses pertumbuhan, asupan kalsium selalu terjaga, maka tercapailah puncak
massa tulang yang maksimal, tapi bila dari awal pertumbuhan tidak terjaga asupan kalsium serta
giji yang seimbang, maka puncak massa tulang tidak maksimal.

Pada usia 0 – 30/35 tahun, disebut modeling tulang karena pada masa ini tercipta atau
terbentuk MODEL tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula bentuk tulangnya. Pada usia
30 – 35 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut remodeling dimana modeling sudah
selesai tinggal proses pergantian tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang
masih muda. Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kalsium setelah tercapainya puncak
massa tulang. Dengan assupan kalsium 800 – 1200 mg perhari, puncak massa tulang ini bisa
dipertahankan. Di pasaran sudah beredar asupan kalsium dan vit.D3 yang dilengkapi EPO
mengandung kalsium 400 mg, Vit D3 50 iu dan EPO 400 mg, dengan mengkonsumsi produk
tersebut 2 x sehari, bisa mempertahankan puncak massa tulang.

B. ASKEP FRAKTUR FEMUR DEXTRA SEPERTIGA DISTAL

1. Pengkajian

Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama pada klinis fraktur umum tulang panjang
seperti nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur, krepitus, pembengkakan dan perubahan warna
lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur, tanda ini
bisa baru terjadi setelah beberapa jam / hari setelah cedera.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekremitas, penurunan nadi
perifer, perubahan tekanan darah di ekstremitas
c. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktifitas
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik, tekanan pada tonjolan tulang

3. Riwayat Penyakit

1) Riwayat Penyakit Sekarang


Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan Fraktur 1/3 distal dektra terbuka,
pertolongan apa yang telah didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Fraktur 1/3 distal dektra
terbuka Paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya Osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit adalah faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.

4) Riwayat Psikososial Spiritual

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
keluarga / masyarakat.
4. Intervensi (NIC) dan Tujuan (NOC)

No Diagnosa Keperawatan Kriteria dan Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1. Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan Tindakan keperawatan yang
cedera fisik tindakan keperawatan dapat dilakukan :
diharapkan tercapai 1. Manajemen Nyeri
kriteria dan hasil : a) Lakukan pengkajian nyeri
1. Kontrol Nyeri komprehensif yang meliputi
a) Klien dapat mengenali lokasi, karakteristik,
kapan nyeri terjadi onaset/durasi, frekuensi,
b) Klien dapat kualitas, intensitas atau beratnya
menggambarkan faktor nyeri dan faktor pencetus
penyebab b) Gunakan strategi terapeutik
c) Klien dapat untuk mengetahui pengalaman
menggunakan tindakan nyeri dan sampaikan
pencegahan penerimaan pasien terhadap
d) Klien dapat nyeri
menggunakan tindakan c) Gali pengetahuan dan
pengurangan [nyeri] kepercayaan pasien tentang
tanpa analgesik nyeri
e) Klien dapat d) Gali bersama pasien faktor –
Melaporkan perubahan faktor yang dapat menurunkan
terhadap gejala nyeri atau memperberat nyeri
pada profesional e) Berikan informasi mengenai
kesehatan nyeri, seperti penyebab, berapa
f) Klien dapat lama nyeri akan dirasakan dan
melaporkan nyeri yang antisipasi dari ketidaknyamanan
terkontrol prosedur
g) Klien dapat f) Pilih dan implementasikan
menggunakan analgesik tindakan yang beragam
yang direkomendasikan (misalnya, farmakologi,
nonfarmakologi, interpersonal)
2. Tingkat Nyeri untuk memfasilitasi penurunan
a) Nyeri yang dilaporkan nyeri, sesuai dengan kebutuhan
tidak ada g) Ajarkan prinsip – prinsip
b) Menggosok area yang manajemen nyeri
terkena dampak tidak ada h) Dorong pasien untuk
c) Mengerang dan memonitor nyeri dan menangani
menangis tidak ada nyeri dengan tepat
d) Ekspresi nyeri wajah i) Dukung istirahat / tidur yang
tidak ada adekuat untuk membantu
e) Tidak bisa beristirahat penurunan nyeri
tidak ada j) Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya sesuai kebutuhan

2. Terapi Relaksasi
a) Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta
jenis relaksasi yang
tersedia (misalnya,
music, meditasi,
bernafas dengan ritme,
relaksasi rahang dan
relaksasi otot progresif)
b) Uji penurunan tingkat
energy saat ini,
ketidakmampuan untuk
konsentrasi, atau gejala
lain yang mengiringi
yang mungkin
mempengaruhi
kemampuan kognisi
untuk berfokus pada
teknik relaksasi
c) Tentukkan apakah ada
intervensi relaksasi
dimasa lalu yang sudah
memberikan manfaat
d) Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
ditraksi dengan lampu
yang redup dan suhu
lingkungan yang
nyaman, jika
memungkinkan
e)Dapatkan prilaku yang
menunjukkan terjadinya
relaksasi, misalnya
bernafas dalam,
menguap, pernafasan
perut atau bayangan
yang menenangkan
f) Minta klien untuk
rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
g) Tunjukkan dan
praktikkan teknik
relaksasi pada klien
h)Dorong pengulangan
teknik praktik-praktik
tertentu secara berkala
i) Berikan waktu yang
tidak terganggu karena
mungkin saja klien
tertidur
j)Evaluasi laporan
individu terkait dengan
relaksasi yang dicapai
secara teratur, dan
monitor ketegangan otot
secara periodic, denyut
nadi, tekanan darah dan
suhu tuubuh yang tepat
3. Pengaturan Posisi
a) Tempatkan pssien
dalam posisi terapeutik
yang sudah dirancang
b) Masukkan posisi tidur
yang diinginkan
kedalam rencana
perawatan jika tidak ada
kontraindikasi
c) Tinggikan bagian
tubuh yang terkena
dampak
d) Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa meningkatkan nyeri
e) Minimalisir gesekan
dan cedera ketika
memposisikan dan
membalikkan tubuh
pasien
f) Jangan memposisikan
(pasien) dengan
penekanan pada luka
g) Instruksikan pasien
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh yang baik ketika
beraktivitas
h) Monitor peralatan
traksi teerhadap
penggunaan yang sesuai
i) Tempatkan barang
secara berkala dalam
jangkauan (pasien)
j) Tempatkan lampu
pemanggil dalam
jangkauan (pasien)
4. Manajemen
Lingkungan :
Kenyamanan
a) Tentukan tujuan pasien dan
keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan
yang optimal
b) Mudahkan transisi pasien dan
keluarga dengan adanya
sambutan hangat dilingkungan
yang baru
c) Cepat bertindak jika terdapat
panggilan bel, yang harus selalu
dalam jangkauan
d) Hindari gangguan yang tidak
perlu dan berikan untuk waktu
isitirahat
e) Ciptakan lingkungan yang
tenang dan mendukung
f) Sediakan lingkungan yang
aman dan bersih
g) Pertimbangkan sumber-
sumber ketidaknyamanan,
seperti balutan yang lembab,
posisi selang, balutan yang
tertekan, seprei kusut, maupun
lingkungan yang menganggu
h) Sesuaikan suhu ruangan yang
paling menyamankan individu,
jika memungkinkan
i) Fasilitasi tindakan-tindakan
kebersihan untuk menjaga
kenyamanan individu,
(misalnya, menyeka alis,
mengoleskan krim kulit atau
membersihkan badan, rambut
dan rongga mulut)
j)Posisikan pasien untuk
memfasilitasi
kenyamanan (misalnya,
gunakan prinsip-prinsip
keselarasan tubuh,
sokong dengan bantal,
sokong sendi selama
pergerakan, belat
sayatan, dan imobilisasi
bagian tubuh yang nyeri)
5. Pemberian Analgesik
a)Tentukan lokasi,
karekteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
b) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic
yang diresepkan
c) Cek adanya riwayat
alergi obat
d) Evaluasi kemampuan
pasien untuk berperan
serta dalam pemilihan
analgetik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien,
sesuai kebutuhan
e) Pilih analgesic atau
kombinasi analgesic
yang sesuai ketika lebih
dari satu diberikan
f) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
g)Berikan analgesic
sesuai waktu paruhnya,
terutama pada nyeri
yang berat
h) Berikan analgesic
tambahan dan/atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri
i) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesic dan adanya
efek samping
j) Ajarkan tentang
penggunaan analgesic,
strategi untuk
menurunkan efek
samping, dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri
2 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan Tindakan keperawatan yang
jaringan perifer b/d nyeri tindakan keperawatan dapat dilakukan :
ekstremitas, penurunan diharapkan tercapai krit 1. Monitor Ekstremitas
nadi perifer, perubahan eria dan hasil : Bawah
tekanan darah di 1. Perfusi Jaringan : a) Inspeksi terhadap kebersihan
ekstremitas Perifer kulit yang buruk
a) Pengisian Kapiler jari b) Inspeksi adanya edema pada
kaki normal ekstremitas bawah
b) Nyeri di ujung kaki c) Inspeksi warna , suhu ,
dan tangan yang hidrasi, pertumbuhan rambut,
terlokalisasi tidak ada tekstur, pecah – pecah atau luka
c) Mati rasa tidak ada pada kulit
d) Kelemahan otot tidak d) Tentukan status
ada mobilismamasi (misalnya,.
e) Kerusakan kulit tidak Mampu berjalan tanpa bantuan,
ada berjalan dengan alat bantu)\
e) Tentukan waktu pengisian
2. Ambulasi kapiler
a) Menopang berat badan f) Monitor cara berjalan dan
tidak terganggu distribusi berat pada kaki
b) Berjalan dengan pelan (misalnya observasi [cara]
tidak terganggu berjalan)
c) Berjalan dengan g)Berikan pasien/ keluarga
langkah yang efektif informasi mengenai perawatan
tidak terganggu kaki khusus yang
direkomendasikan
h)Berikan pasien / keluarga
informasi mengenai perawatan
kaki khusus yang
direkomendasikan
i)Kontak petugas kesehatan /
institusi sesuai kebutuhan dalam
rangka menyusun pelayanan
perawatan kaki
j)Lengkapi rujukan secara
tertulis, sesuai kebutuhan
2. Terapi latihan :
Ambulasi
a)Sediakan tempat
tidurberketinggian
rendah, yang sesuai
b) Tempatkan saklar
posisi tempat tidur
ditempat yang mudah
dijangkau
c) Dorong untuk duduk
ditempat tidur,
disamping tempat tidur
(menjuntai) atau dikursi
sebagai yang dapat
ditoleransi
d) Bantu pasien untuk
duduk disisi tempat tidur
untuk memfasilitasi
penyesuaian dengan
sikap tubuh
e) Konsultasikan pada
ahli terapi fisik
mengenai rencana
ambulasi, sesuai
kebutuhan
f) Instruksikan pasien
untuk memposisikan diri
sepanjang proses
perpindahan
g) Instruksikan
ketersediaan pendukung
jika sesuai
h) Bantu pasien
berpindah sesuai
kenutuahan
i) Instruksikan
pasien/caregiver
mengenai perpindahan
dan teknik ambulasi
yang aman
j) Dorong pasien untuk
“bangkit sesering yang
diinginkan” (up ad lib)
jika sesuai

3. Perawatan kaki
a) Diskusikan dengan
pasien mengenai
perawatan rutin kaki
b) Anjurkan
pasien/keluraga
mengenai pentingnya
perawatan kaki
c) Berikan umpan balik
positif mengenai
kegiatan perawatan kaki
d)Memomitor pasien
pada kaki dan tungkai
kaki
e) Anjurkan pasien akan
pentingnya pemeriksaan
kaki terutama ketika
sensasi mulai terasa
berkurang
f) Monitor tingkat
hidrasi kaki
g) Monitor edema pada
kaki dan tungkai kaki
h) Anjurkan pasien akan
pentingnya pemeriksaan
kaki terutama ketika
sensasi mulai terasa
berkurang
i) Berikan umpan balik
positif mengenai
kegiatan perawatan kaki
j) Diskusikan dengan
pasien mengenai
perawatan rutin kaki
5. Pengecekan Kulit
a) Periksa kulit dan
selaput lender terkait
dengan adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema atau
darinase
b) Periksa kondisi luka
operasi denga tepat
c) Gunakan alat
pengkajian untuk
mengidentifikasi pasien
yang beresiko
mengalami kerusakan
kulit
d) Monitor warna dan
suhu kulit
e) Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahan warna
memar dan pecah
f) Monitor kulit untuk
adanya ruam atau lecet
g) Monitor infeksi
terutama dari daerah
edema
h) Lakukan langkah-
langkah untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
(misalnya, melapisi
kasur, menjadwalkan
reposisi)
i)Monitor sumber
tekanan dan gesekan
j)Ajarkan keluarga
mengenai tanda - tanda
kerusakan kulit
4. Manajemen nutrisi
a) Tentukan status gizi
pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
b) Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
c) Tentukan jumlah
kalori nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
d) Anjurkan pasien
untuk duduk pada posisi
tegak dikursi, jika
menungkinkan
e) pastikan diet
mencakup makanan
tinggi kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi
f) anjurkan pasien untuk
memantau kalori atau
intake makanan
(misalnya, buku harian
makanan)
g) berikan arahan, bila
diperlukan
h) anjurkan pasien
mengenai modifikasi
diet yang
diperlukan(misalnya,
NPO, cairan bening,
lembut, atau diet sesuai
toleransi)
i) atur diet yang
diperlukan (yaitu
menyediakan makanan
protein
tinggi,menyarankan
menggunakan bumbu
rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam,
menyediakan pengganti
gula, menambah atau
mengurangi kalori,
menambah atau
mengurangi vitamin,
mineral, atau suplemen)
j) tawarkan makan
ringan yang padat gizi
3. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan yang
gangguan integritas kulit tindakan keperawatan dapat dilakukan :
diharapkan tercapai 1. Perawatan Luka
kriteria dan hasil: a) Monitor karakteristik luka ,
1. Keparahan Infeksi termasuk drainase, warna,
a) Nyeri tidak ada ukuran, dan bau
b) Jaringan lunak tidak b) Berikan rawatan insisi pada
ada luka, yang diperlukan
c) Peningkatan jumlah c) Berikan perawatan ulkus
sel darah putih tidak ada pada kulit, yang diperlukan
d) Berikan balutan yang sesuai
2. Keparahan Cedera dengan jenis luka
Fisik e) Perkuat balutan [luka] sesuai
a) Lecet pada kulit tidak kebutuhan
ada f) Pertahankan teknik balutan
b) Fraktur ekstremditas steril ketika melakukan
tidak ada perawatan luka , dengan tepat
c) Gangguan Imobilitas g) Periksa luka setiap kali
tidak ada perubahan balutan
d) Perdarahan tidak ada h) Bandingkan dan catat setiap
perubahan luka
i) Posisikan untuk menghindari
menempatkan ketegangan pada
luka, dengan tepat
j) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi
k) Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mengetahu prosedur
perawatn luka
l) Dokumentasikan lokasi , luka,
ukuran dan tampilan

2. Identifikasi resiko
a) Kaji ulang riwayat
keseahtan masa lalu dan
dokumentasikan bukti
yang menunjukkan,
adanya penyakit medis,
diagnosa keperawatan
serta perwatannya
b) Kaji ulang data yang
didapatkan dari
pengkajian risiko secara
rutin
c) Identifikasi adanya
sumber-sumber agensi
untuk membantu
menurunkan faktor
risiko
d) Identifikasi risiko
biologis,lingkungan dan
perilaku serta hubungan
timbal balik
e) Identifikasi strategi
koping yang dilakukan
f) Pertimbangan
pemenuhan terhadap
perawatan dn medis dan
keperawatan
g) Intruksikan faktor
risikodan rencana untuk
menguragi faktor risiko
h) Diskusikan dan
rencanakan aktivitas-
aktifitas pengurangan
risiko kolaborasi dengan
indifidu atau kelompok
i) Implementasikan
aktifitas- aktifitas
pengurangan risiko
j) Rencanakan monitor
risiko kesehatan dalam
jangka panjang

3. Perlindungan Infeksi
a) Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
iskemik dan lokal
b) Monitor kerentanan
terhadap infeksi
c) Beriakan perwatan
yang tepat pada area
edema
d) Periksa kulit dan
selaput lendir untuk
adanya kemerahan,
kehangatan ekstrem,
atau drainase
e) Periksa kondisi setiap
sayatan bedah atau luka
f) Dapatkan kultur yang
diperlukan
g) Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menghindari infeksi
h) Anjurkan istirahat
i) Anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan
dengan tepat
j) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda-tanda infeksi

4. Pengecekan kulit :
a) Periksa kulit dan
selaput lendir terkait
dengan adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrem, edema, atau
drainase
b)Amati warna,
kehangatan,bengkak,pul
sasi,tekstur,edema,dan
ulserasi pada eksremitas
c) Periksa luka operasi
dengan tepat
d) Monitor warna dan
suhu kulit
e) Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahan
warna,memar, dan pecah
f)Monitor kulit
adanyakekeringan yang
berlebihan, dan
kelembaban
g) Monitor infeksi
terutama pada daerah
edema
h) Monitor sumber
tekanan dan gesekan
i) Lakukan langkah-
langkah untuk
mencengah kerusakan
lebih lanjut
j)Ajarkan keluarga
mengenai ta nda-tanda
kerusakan kulit

5. Monitor ttv :
a)Monitor tekanan
darah,nadi,suhu,dan
status pernafasan dengan
tepat
b)Monitor tekanan darah
,denyut nadi, dan
pernafasan sebelum,
selama, dan setelah
beraktifitas dengan tepat
c) Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipotermi dan
hipertermia
d) Monitor keadaan dan
kualitas nadi
e) Monitor irama dan
tekanan nadi
f) Monitor irama dan
laju nafas
g) Monitor pola
pernafasan abnormal
h) Monitor warna kulit
suhu dan kelembaban
i) Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
j) Periksa secar berkala
keakuratan instrumen
yang digunakan untuk
perolehan data pasien
4. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Tindakan keperawatan yang
b/d intoleransi aktifitas tindakan keperawatan dapat dilakukan :
diharapkan tercapai 1. Terapi Latihan :
Ambulasi
kriteria dan hasil:
a) Beri pasien pakaian yang
1. Pergerakan
tidak mengekang
a) Keseimbangan tidak
b) Dorong untuk duduk di
terganggu
tempat tidur, di samping tempat
b) Cara berjalan tidak
tidur (“menjuntai”), atau di
terganggu
kursi, sebagaimana yang dapat
c) Gerakan otot tidak
ditoleransi pasien
terganggu
c) Bantu pasien untuk duduk di
d) Gerakan sendi tidak
sisi tempat tidur untuk
terganggu
memfasilitasi penyesuaian sikap
e) Berjalan tidak
tubuh
terganggu
d) Konsultasikan pada
f) Bergerak dengan
ahli terapi fisik mengenai
mudah tidak terganggu
rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan
2. Toleransi terhadap
e) Bantu pasien untuk
aktivitas
perpindahan
a) Kecepatan berjalan
f) Terapkan/ sediakan alat bantu
tidak terganggu
(tongkat, walker, atau kursi
b) Jarak berjalan tidak
roda) untuk ambulasi
terganggu
g) Bantu pasien dengan
c) Kekuatan
ambulasi awal dan jika
tubuh bagian bawah tidak
diperlukan
terganggu
h) Monitor penggunaan kruk
d) Kemudahan dalam
pasien atau alat bantu berjalan
melakukan aktivitas
lainnya
hidup harian tidak
i) Bantu pasien untuk berdiri
terganggu
dan ambulasi dengan jarak
tertentu dan dengan sejumlah
staf tertentu
j) Dorong ambulasi independen
dalam batas aman

2. Peningkatan Mekanika
Tubuh :
a) Kaji komitmen pasien
untuk belajar dan
menggunakan postur
(tubuh) yang benar
b)Kolaborasikan dengan
fisioterapis dalam
mengembangkan
peningkatan mekanika
tubuh, sesuai indikasi
c)Kaji pemahaman
pasien mengenai
mekanika tubuh dan
latihan (misalnya,
mendemonstrasikan
kembali teknik
melakukan
aktivitas/latihan yang
benar)
d) Edukasi pasien
mengenai bagaimana
menggunakan postur
(tubuh) da mekanika
tubuh untuk mencegah
injuri saat melakukan
berbagai aktivitas
e) Kaji kesadaran pasien
tentang abnormalitas
muskuluskeletalnya dan
efek yang mungkin
timbul pada jaringan
otot dan postur
f) Bantu untuk
mendemonstrasikan
posisi tidur yang tepat
g) Instruksikan pasien
untuk menggerakkan
kaki terlebih dahulu
kemudian badab ketika
memulai berjalan dari
posisi berdiri
h) Gunakan prinsip
mekanika tubuh ketika
mekanika tubuh ketika
menangani pasien dan
memindahkan peralatan
i) Monitor perbaikan
postur (tubuh)/mekanika
tubuh pasien
j) Berikan informasi
tentang kemungkinan
posisi penyebab nyeri
otot atau sendi

3. Peningkatan Latihan :
a) Hargai keyakinan
individu terkait latihan
fisik
b) Lakukan latihan
bersama individu, jika
diperlukan
c) Libatkan
keluarga/orang yang
memberi perawatan
dalam merencanakan
dan meningkatkan
program latihan
d) Informasikan individu
mengenai manfaat
kesehatan dan efek
fisiologis latihan
e) Instruksikan individu
terkait dengan tipe
aktivitas fisik yang
sesuai dengan derajat
kesehatannya,
kolaborasikan dengan
dokter atau ahli terapi
fisik
f) Instruksikan individu
terkait frekuensi, durasi
dan intensitas program
latihan yang diinginkan
g) Dampingi individu
dalam mempersiapkan
dan meningkatkan
catatan perkembangan
untuk memotivasi
kepatuhan dalam
melakukan latihan
h) Instruksikan individu
mengenai kondisi yang
mengharuskan berhenti
atau mengubah program
latihan
i) Instruksikan individu
terkait teknik yang
digunakan untuk
menghindari cedera
selama latihan
j) Sediakan umpan balik
positif atas usaha yang
dilakukan individu

4. Terapi Aktivitas :
a) Berkolaborasi dengan
(ahli) terapi fisik,
okupasi dan terapi
rekreasional dalam
perencanaan dan
pemantauan program
aktivitas, jika memang
diperlukan
b)Bantu klien untuk
mengeksplorasi tujuan
personal dari aktivitas-
aktivitas yang biasa
dilakukan, (misalnya,
bekerja) dan aktivitas-
aktivitas yang disukai
c)Bantu klien untuk
memilih aktivitas dan
pencapaian tujuan
melalui aktivitas yang
konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan social
d) Bantu klien untuk
tetap focus pada
kekuatan (yang
dimikinya)
dibandingkan dengan
kelemahan (yang
dimikinya)
e) Instruksikan klien dan
keluarga untuk
mempertahankan fungsi
dan kesehatan terkait
peran dalam beraktifitas
secara fisik, social,
spiritual dan kognisi
f) Instruksikan pasien
dan keluarga untuk
melaksanakan aktivitas
yang diinginkan maupun
yang (telah) diresepkan
g) Bantu klien dan
keluarga untuk
beradaptasi dengan
lingkungan pada saat
mengakomodasi
aktivitas yang
diinginkan
h) Berikan aktivitas
untuk meningkatkan
perhatian berkonsultasi
dengan terapi
rekreasional (mengenai
hal ini)
i) Bantu dengan aktivitas
fisik secara teratur
(misalnya, ambulasi,
transfer/bepindah,
berputar dan kebersihan
diri) sesuai dengan
kebutuhan
j) Sarankan metode-
metode untuk
meningkatkan aktivitas
fisik yang tepat

5. Manajemen Energi :
a) Kaji status fisiologis
pasien yang
menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks
usia dan perkembangan
b)Anjurkan pasien
mengungkapkan
perasaan secara verbal
mengenai keterbatasan
yang dialami
c)Tentukan persepsi
pasien/orang terdekat
dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
d) Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara farmakologis
maupun non
farmakologis, dengan
tepat
e) Monitor sumber
kegiatan olahraga dan
kelelahan emosional
yang dialami pasien
f)Monitor system
kardiorespirasi pasien
selama kegiatan
(misalnya, takikardia,
disritmia yang lain,
dyspnea, diaphoresis,
pucat, tekanan
hemodinamik, frekuensi
pernafasan)
g) Ajarkan pasien
mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
h) Bantu pasien
identifikasi pilihan
aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan
i) Anjurkan pasien untuk
memilih aktivitas-
aktivitas yang
membangun ketahanan
j) Anjurkan periode
istirahat dan kegiatan
secara bergantian
5. Kerusakan integritas Setelah dilakukan Tindakan keperawatan yang
kulit b/d faktor mekanik, tindakan keperawatan dapat dilakukan :
tekanan pada tonjolan diharapkan tercapai 1. Pengecekan Kulit
tulang kriteria dan hasil: a) Periksa kulit terkait dengan
1. Integritas Jaringan : adanya kemerahan , edema atau
Kulit & Membran drainase
Mukosa b) Amati warna , bengkak,
a) Elastisitas kulit tidak tekstur, edema, dan ulserasi
terganggu pada ekstremitas
b) Hidrasi tidak c) Periksa kondisi luka, dengan
terganggu tepat
c) Perfusi jaringan tidak d) Gunakan alat pengkajian
terganggu untuktuk
d) Pertumbuhan rambut mengidentifikasi pasien yang
pada kulit tidak berisiko mengalami kerusakan
terganggu kulit
e) Integritas kulit tidak e) Monitor warna dan suhu kulit
terganggu f) Ajarkan anggota keluarga/
f) Lesi pada kulit tidak pemberi asuhan keperawatan
ada mengenai tanda – tanda
g) Jaringan parut tidak kerusakan kulit, dengan tepat
ada g) Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahan
warna,memar, dan pecah
h) Monitor kulit
adanyakekeringan yang
berlebihan, dan
kelembaban
i) Monitor infeksi
terutama pada daerah
edema
j) Monitor sumber
tekanan dan gesekan

2. Perawatan luka
a)Angkat balutan dan
plester perekat
b) Monitor karakteristik
luka, termasuk drainase,
warna, ukuran, dan bau.
c) Bersihkan dengan
normal saline atau
pembersih yang tidak
beracun, dengan tepat.
d) Oleskan salep yang
sesuai dengan kulit/lesi.
e) Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka.
f) Periksa luka setiap
kali perubahan balutan.
g) Bandingkan dan catat
setiap perubahan luka.
h) Posisikan untuk
menghindari
menempatkan
ketegangan pada luka,
dengan tepat
i)Tempatkan alat-alat
untuk mengurangi
tekanan (yaitu, tempat
tidur isi udara, busa, atau
kasur gel; bantalan tumit
atau siku; bantal kursi),
dengan tepat.
j)Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran, dan
tampilan.

3. Pengajaran : Perawatan
Kaki
a) Gali pengetahuan dan
keterampilan pasien
terkait perawatan kaki.
b) Gali perawatan kaki
seperti apa yang selama
ini dilakukan pasien.
c) Sediakan informasi
terkait dengan derajat
risiko cedera.
d) Sediakan petunjuk
perawatan kaki secara
tertulis.
e) Bantu dalam
mengembangkan
rencana harian terkait
dengan pengkajian dan
perawatan kaki di
rumah.
f) Tentukan kemampuan
untuk melakukan
perawatan kaki
(misalnya, kemampuan
visual, mobilitas fisik
dan penilaian).
g)Rekomendasikan
asisten dari orang
terdekat untuk
melakukan perawatan
kaki jika ada gangguan
penglihatan atau jika ada
masalah dengan
mobilitas.
h) Beritahukan pasien
kapan waktu yang tepat
untuk menemui tenaga
kesehatan, termasuk
ketika ditemukannya lesi
yang tidak sembuh-
sembuh atau terinfeksi.
i) Beritahu pasien cara
melakukan pemeriksaan
kaki sendiri secara tepat
untuk menemukan
masalah kaki yang
minor.
j) Dukung informasi lain
yang diberikan petugas
kesehatan, jika
diperlukan.

4. Perawatan kaki
a) Periksa kulit untuk
mengetahui adanya
iritasi, retak, lesi,
katimumul, kapalan,
kecacatan, atau edema.
b) Berikan rendaman
kaki, jika diperlukan.
c) Diskusikan dengan
pasien mengenai
perawatan rutin kaki.
d) Anjurkan
pasien/keluarga
mengenai pentingnya
perawatan kaki.
e) Monitor cara berjalan
dan tumpuan berat badan
klien pada kaki.
f) Monitor edema pada
kaki dan tungkai kaki.
g) Anjurkan pasien
untuk memonitor suhu
pada kaki dengan
menggunakan punggung
tangan
h) Anjurkan pasien akan
pentingnya pemeriksaan
kaki terutama ketika
sensasi mulai terasa
berkurangi
i) Monitor insufisiensi
arteri di kaki bagian
bawah.
j) Periksa kuku untuk
mengetahui ketebalan
dan perubahan warna.

5. Manajemen pengobatan
a) Tentukan obat apa
yang diperlukan, dan
kelola menurut resep dan
atau protokol.
b) Tentukan kemampuan
pasien untuk mengobati
diri sendiri dengan cara
yang tepat.
c) Monitor efektifitas
cara pemberian obat
yang sesuai
d) Monitor pasien
mengenai efek
terapeutik obat.
e) Monitor efek samping
obat.
f) Kaji ulang pasien dan
atau keluarga secara
berkala mengenai jenis
dan jumlah obat yang di
konsumsi.
g)Monitor respon
terhadap perubahan
pengobatan dengan cara
yang tepat.
h) Pantau kepatuhan
mengenai regimen obat.
i) Ajarkan pasien dan
atau anggota keluarga
mengenai tindakan dan
efek samping yang
diharapkan dari obat
j) Berikan pasien dan
anggota keluarga
mengenai informasi
tertulis dan visual untuk
meningkatkan
pemahaman diri
mengenai pemberian
obat yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M. Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta : Moco Media

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : Moco Media

Anda mungkin juga menyukai