RISKA OKTAVIANI
173110266
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia merupakan penyakit pada parenkim paru yang mengalami
inflamasi. Mikroorganisme virus, jamur atau bakteri dan beberapa hal lain
seperti aspirasi dan radiasi dapat menyebabkan inflamasi pada parenkim
paru tersebut (Udin, 2019). Infeksi yang terjadi di alveoli menyebabkan
penumpukan cairan dan eksudat sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi kurang (Utama, 2018).
Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut
pada bronkus biasa disebut bronkopneumonia (Misnadiarly, 2008).
Bronkopneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, atau pun benda asing yang ditandai dengan
gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal,
muntah, diare serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2012).
Bronkopneumonia menunjukkan penyebaran infeksi yang memiliki bercak
dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus
(Somantri, 2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2015 sampai tahun 2019 setiap tahunnya kasus
Bronkopneumonia pada anak di instalasi rawat inap mengalami kenaikan.
Namun tahun 2018 mengalami penurunan sebanyak 139 balita dari
sebelumnya 141 balita pada tahun 2017 dan pada tahun 2019 kembali
meningkat sebanyak 146 balita yang menderita Bronkopneumonia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana Asuhan Keperawatan
dengan masalah kesehatan bronkopneumonia pada anak di IRNA
Kebidanan dan Anak (HCU) RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tahun
2020?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
masalah bronkopneumonia di IRNA Kebidanan dan Anak (HCU)
RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan pengkajian pada anak dengan masalah
bronkopneumonia di IRNA Kebidanan dan Anak (HCU) RSUP.
Dr. M. Djamil Padang tahun 2020
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kasus Bronkopneumonia Pada Anak
1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah infiltrasi yang tersebar pada kedua belah
paru. Dimulai pada bronkiolus terminalis, yang menjadi tersumbat oleh
eksudat mukonpurulent yang disebut juga “Lobular pneumonia”
(Ridha, 2017). Bronkopneumonia ditandai dengan bercak-bercak
infiltrasi pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun
virus. Sering terjadi pada bayi dan orang tua (Scholastica, 2019).
Bronkopneumonia adalah suatu peradagan pada paru- paru yang dapat
disebabkan oleh bermacam-macam penyebab seperti : virus, bakteri,
jamur, benda asing. Bronkopneumonia adalah radang dinding bronkus
kecil disertai atelaktasis daerah percabangan (Andra & Yessie, 2017).
3. Etiologi
Bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi
pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi
traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari (Ridha, 2017).
Tubuh yang terserang Bronkopneumonia pada umumnya disebabkan
oleh penuruan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus organisasi
pathogen. Penyebab bronkopneumonia yang biasa ditemukan adalah
a. Bakteri : diplococus pneumonia, pneumococcus, streptococcus.
Hemoliticus Aureus, Heamophilus Influenza, Basilus Friendlander
(Klebsial Pneumonia), Mycobacterium tuberculosis.
b. Virus : respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik.
c. Jamur : citoplasma capsulatum, criptococus nepromas, blastomices
Dermatides, asperasi benda asing.
4. Manifestasi klinis
Ngastiyah (2012), gejala yang terjadi pada bronkopneumonia adalah
sebagai berikut :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas.
b. Demam (39⁰ - 40⁰ C) kadang-kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-
tusuk, yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung
dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila
infeksinya serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mukosa yang
menyebabkan atelektasis absorbs.
5. Klasifikasi
Menurut Andre dan Yessie (2017), klasifikasi bronkopneumonia
dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
a. Pembagian pneumonia menurut dasar anatomic :
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
3) Pneumonia lobularis (bronco pneumonia)
b. Pembagian pneumonia menurut etiologi :
1) Bakteri :
a) Diprococcus pneumonia
b) Pneumococcus aureus
c) Hemofilus influenza
d) Bacillus fried lander
e) Mycobacterium tuberculosis
2) Virus :
a) Respiratory sytical virus
b) Virus influenza
c) Adenovirus
d) Virus sitomegali
3) Myoplasma pneumothorax
4) Jamur : aspergillus species dan candida albicans.
5) Pneumonia hipostatik yaitu pneumonia yang sering timbul pada
daerah paru-paru dan disebabkan oleh nafas yang dangkal dan
terus menerus pada posisi yang sama, terjadi karena kongesti
paru-paru yang lama.
6) Sindrom loeffler
Pada foto torax menujukkan gambaran infiltrate besar dan kecil
yang tersebar, menyerupai tuberculosis miliaris.
6. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya.Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
7. WOC
9. Komplikasi
Wijayaningsih (2013), Bronkopneumonia dapat menyebabkan
penyakit lain,yaitu :
a. Atelaktasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna
atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau
reflex batuk hilang.
b. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah
dalam rongga pleure terdapat di satu tempat atau seluruh rongga
pleura.
10. Pencegahan
Bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkin
terinfeksi antara lain :
a. Vaksinasi pneumokokus
b. Vaksinasi H. Influenza
c. Vaksinasi verisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh rendah
d. Vaksinasi influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit
(Wijayaningsih, 2013).
11. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologi :
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Wijayaningsih (2013),
adalah sebagai berikut :
1) Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang
tidak adekuat. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai
normal GDA tidak dapat dipertahankan.
2) Blok saraf interkosta untuk mengurangi nyeri.
3) Pada pneumonia aspirasi bersihan jalan napas yang tersumbat.
4) Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian
volume cairan
5) Terapi antimicrobial berdasarkan kultur dan sentivitas
6) Supresan batuk jika batuk bersifat non produktif
7) Analgesik untuk mengurangi nyeri pleuritik.
1) Oksigen 2 liter/menit
2) IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
a) Jenis cairan adalah 2A-KCL (1-2 mek/kg BB/24 jam atau
KCL 6 mek/500 ml).
b) Kebutuahan cairannya sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kebutuhan Cairan
b. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Berdasarkan hasil analisis data dilakukan pada suatu penelitian
tentang pengaruh aromaterapi peppermint terhadap masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien anak
usia 1-5 tahun dengan bronkopneumonia. Hasil penelitian
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Seperti nama, tempat tanggal lahir, umur (kasus terbanyak terjadi
pada anak berusia dibawah tiga tahun dan kematian terbanyak
terjadi pada bayi berusia kurang dari dua bulan), nama ibu
kandung, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir,
apakah lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara.
b. Keluhan utama
Adanya demam, kejang, sesak nafas, batuk produktif, tidak mau
makan, anak rewel dan gelisah, sakit kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang
Anak lemah, tidak mau makan, sianosis, sesak nafas dan dangkal,
ronchi (+), wheezing (+), batuk, demam, sianosis daerah mulut dan
hidung, mual, diare.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua apakah anak sering menderita
penyakit saluran pernapasan bagian atas, kemudian riwayat
penyakit campak/ fertusis (pada bronkopneumonia). Prediksi
penyakit saluran pernapasan lain seperti ISPA, Influenza adakah
sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari.
e. Riwayat penyakit kehamilan dan persalinan:
1) Riwayat kehamilan:
Penyakit infeksi yang pernah diderita ibu selama hamil,
perawatan ANC,imunisasi TT
2) Riwayat persalinan:
Apakah usia kehamilan cukup, lahir premature, bayi
kembar,penyakit persalinan apgas scor.
f. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, pneumonia, dan penyakit-penyakit
infeksi saluran nafas lainnya.
g. Riwayat sosial
2. Pemeriksaan penunjang
1) Pemerikasaan radiologi yaitu pada foto thoraks konsolidasi satu
atau beberapa lobus yang berbecak-becak
2) Pemeriksaan laboratorium didapati leukosit antara 15.000
sampai 40.000 /mm3
3) Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila
pasien mengalami imunodefisiensi.
4) Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), untuk mengetahui
status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
5) Pemeriksaan gram/cultural sputum dan darah : diambil dengan
biopsy jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan
obat yang cocok untuk menanganinya (Wijyaningsih, 2013).
4. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2
Rencana Asuahan Keperawatan
No Diagnosa Perancanaan
keperawatan SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan
napas tidak efektif asuhan keperawatan napas:
selama 1×24 jam, Observasi
Gejala dan tanda diharapkan dengan 1) Monitor bunyi
mayor Kriteria hasil: napas
Objektif : Bersihan jalan 2) Monitor sputum
1) Tidak mampu napas (jumlah, warna,
batuk 1) Batuk efektif aroma)
2) Sputum berlebih 2) Produksi sputum 3) Pertahankan
3) Mengi, menurun kepatenan jalan
Wheezing dan 3) Mengi tidak ada napas
ronchi 4) Wheezing tidak Terapuetik
ada 1) Posisikan semi-
5) Dispnea tidak ada Fowler atau
Gejala dan tanda 6) Sianosis tidak ada Fowler
minor 7) Gelisah tidak ada 2) Berikan minum
Subjektif: 8) Frekuensi napas hangat
1) Dispnea normal 3) Lakukan
9) Pola napas fisioterapi dada,
Objektif: normal jika perlu
1) Sianosis 4) Lakukan
2) Frekuensi nafas penghisapan
berubah lendir kurang
3) Pola napas dari 15 detik
berubah 5) Berikan
oksigen, jika
perlu
Fisioterapi dada:
Observasi
1) Identifikasi
dilakukan
fisoterapi dada
2) Monitor status
pernapasan
Terapuetik
1) Gunakan bantal
untuk mengatur
posisi,
2) Lakukan
perkusi dengan
posisi telapak
tangan
ditungkupkan
selama 3-5
menit
3) Lakukan
vibrasi dengan
posisi
telapaktangan
rata
bersamaaan
ekspirasi
melalui mulut
4) Lakukan
fisioterapi dada
minimnal dua
jam setelah
makan
Edukasi
1) Anjurkan batuk
setelah
prosedur selesai
2) Jelaskan tujuan
dan prosedur
fisioterapi dada
3) Ajarkan
inspirasi
perlahan dan
dalam melalui
hidung selama
fisioterapi dada
Pemantauan
respirasi:
Observasi
1) Monitor adanya
produksi
sputum
2) Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
3) Palpasi
kesimetrisan
ekspirasi paru
4) Auskultasi
bunyi napas
Terapuetik
1) Atur interval
pemantauan dan
prosedur
pemantauan
2) Dokumentasi
hasil
pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu
pemasangan
oksigen
Terapuetik
1) bersihkan secret
pada mulut,
hidung dan
trakea jika perlu
2) siapkan dan atur
peralatan
pemberian
oksigen
3) berikan oksigen
tambahan jika
perlu
Edikasi
1) ajarkan
keluaraga cara
menggunkan
oksigen
dirumah
Kolaborasi
1) kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen
asuhan keperawatan nutrisi:
Gejala dan tanda selama 1×24 jam, Observasi
mayor: diharapkan dengan 1) Identifikasi
Objektif kriteria hasil: status nutrisi
1) berat badan Status nutrisi 2) Identifikasi
menurun minimal 1) Porsi makanan alergi dan
10 % dibawah dihabiskan intoleransi
rentang ideal 2) Verbalisasi makanan
keinginan untuk 3) Identifikasi
Gejala dan tanda meningkatkan kebutuhan
minor: nafsu nutris kalori dan jenis
Subjektif meningkat nutrisi
1) nafsu makan 3) Perasaan cepat 4) Monitor asupan
menurun kenyang menurun makanan
Objektif 4) Diare tidak ada 5) Monitor berat
1) membrane 5) Berat badan badan
mukosa pucat meningat 6) Monitor hasil
2) diare 6) Frekuensi makan pemeriksaan
membaik laboratorium
7) Nafsu makan Terapeutik
membaik 1) Berikan
8) Membran makanan yang
mukosa membaik tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
2) Beri makanan
yang tinggi
kalori dan tinggi
protein
Kolaborasi
1) Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
Pemantauan
nutrisi
Observasi
1) Identifikasi
perubahan berat
2) badan
3) Identifikasi
pola makan
4) monitor hasil
laboratorium
Terapuetik
1) timbang berat
badan
2) ukur
antropometrik
komposisi
tubuh
3) hitung
perubahan berat
badan
4) dokumentasi
hasil
pemantauan
Edukasi
1) jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2) informasikan
hasil
pemantauan
5. Hipertermia Setelah dilakukan Manajeman
asuhan keperawatan hipertemia:
Gejala dan tanda selama 1×24 jam, Observasi
mayor: diharapkan dengan 1) Identifikasi
Sujektif kriteria hasil: penyebab
1) Suhu tubuh Termoregulasi hipertermia
diatas nilai 1) Kejang tidak ada 2) Monitor suhu
normal 2) Konsumsi tubuh
oksigen normal 3) Monitor kadar
Gejala dan tanda 3) Pucat tidak ada elektrolit
minor: 4) Takikardi normal 4) Monitor
Objektif 5) Takipnea normal komplikasi
1) Kejang 6) Suhu tubuh akibat
2) Takikardi membaik hipotermia
3) Takipnea 7) Suhu kulit Terapuetik
4) Kulit terasa membaik 1) Berikan
hangat 8) Ventilasi kompres hangat
membaik untuk menurun
9) Tekanan darah suhu
membaik 2) Berikan
oksigen, jika
perlu
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pembarian
cairan dan
elektrolit
intravena , jika
perlu
Sumber : Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
danIndikator diagnostik (2018), Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator diagnostik
(2018) & Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator diagnostik (2019)
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada asuhan keperawatan dapat dilakukan pada individu
atau sebagai klien serta anggota keluarga lainya. Implementasi yang
ditujukan pada individu meliputi tindakan keperawatan langsung,
kolaboratif dan pengobatan dasar, observasi, serta pendidikan
kesehatan (Riasmini, dkk, 2017).
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan yang membandingkan
antara hasil, implementasi dengan criteria dan standar yang telah
ditetapkan untuk melihat keberhasilan dan apabila berhasil, perlu
disusun rencana baru yang sesuai (Riasmini, dkk, 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dan jenis penelitiannya
adalah deskriptif, dengan menggambarkan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit bronkopneumonia di IRNA Kebidanan dan Anak (HCU)
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2020.
Alat atau instrument yang dipakai pada penelitian ini adalah format
tahapan proses asuhan keperawatan anak mulai dari pengkajian sampai
evaluasi. Cara pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, observasi dan studi dokumentasi. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah format pengkajian keperawatan, diagnose
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi Keperawatan, dan
evaluasi keperawatan sampai dengan dokumentasi keperawatan.
1) Observasi
Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien,seperti keadaan umum pasien, suhu tubuh, terutama amati
pernafasan adakah mengalami peningkatan/ takipneadan tingkat
kesadaran.
2) Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara pengumpulan data dengan
menggunakan pemeriksaan secara langsung untuk mencari perubahan
atau hal-hal yang tidak normal. Peneliti melakukan pemeriksaan yang
meliputi keadaan umum pasien dan pemeriksaan head to toe
menggunakan prinsip IPPA (Inspeksi, Palspasi, Perkusi dan
Auskultasi). Anak yang mengalami pneumonia lakukan pemeriksaan
fisik terutama di thorak secara IPPA amati pergerakan dinding dada
anak sama/ tidak, adakah terdengar suara ronki/ wheezing kemudian di
ekstremitas adakah akral teraba dingin dan CRT > 2 detik.
3) Wawancara
F. Jenis-jenis Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pasien.
Data primer dari penelitian berikut didapatkan dari hasil wawancara,
observasi langsung dan pemeriksaan fisik langsung pada pasien.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medik serta
dokumentasi di IRNA Kebidanan dan Anak (HCU) RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang.
G. Rencana Analisis
Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan direncanakan
berdasarkan data subyektif dan data obyektif, sehingga dapat dirumuskan
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
An. A berumur 4 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 13 Februari 2020 rujukan dari RSU Mayjen H.A. Thalib,
Sungai Penuh. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1
minggu yang lalu, batuk berdahak sudah 1 minggu yang lalu, demam
naik turun sejak 1 minggu yang lalu, anak mengalami penurunan nafsu
makan, anak tampak kurus dan berat badan anak sulit naik sejak 2
bulan yang lalu, serta anak gelisah dan sering menangis. Pasien di
diagnosis dengan penyakit Bronkopneumonia.
2. Diagnosis Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosis keperawatan yang peneliti rumuskan, maka
dibuat intervensi keperawatan sebagai berikut :
Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk diagnosis bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan yaitu 1)
manajemen jalan nafas; posisikan pasien fowler atau semi fowler
untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan minum hangat, lakukan
fisioterapi dada (clapping), memonitor bunyi napas tambahan
(wheezing, ronkhi), monitor sputum (jumlah, aroma dan warna). 2)
fisioterapi dada; mengidentifikasi dilakukan fisoterapi dada,
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi untuk diagnosis utama bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang tertahan 1) memposisikan anak
dengan posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi, 2)
melakukan fisioterapi dada (clapping) pada anak untuk mengurangi
sekret di jalan nafas anak, 3) mengauskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah di lakukan fisioterapi dada (clapping), 4) mencatat adanya
suara nafas tambahan pada anak, 5) berkolaborasi dalam pemberian
obat Ambroxol 3× 1/3 cpl (p.o) kepada anak didapatkan sekret anak
belum berkurang. Memberikan obat antibiotic cefotaxime 2×275
mg(iv), klorampenikol 4×200 mg (iv)
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama lima hari, maka
didapatkan hasil progress kesehatan anak sebagai berikut diagnosis
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan didapatkan evaluasi masalah keperawatan dengan
kriteria hasil Ny. L mengatakan sudah mampu melakukan fisioterapi
dada (clapping) pada hari rawatan ke-3, suara nafas anak tidak
terdengar wheezing pada rawatan ke-4, dan tidak terdengar ronkhi
pada hari rawatan ke-5. Ny. L mengatakan anak tidak mengalami
batuk lagi pada hari rawatan ke-5. Masalah bersihan jalan nafas
tidakefektif teratasi, intervensi dilanjutkan dengan ibu melakukan
fisioterapi dada pada anak jika mengalami batuk dengan sekret yang
tertahan.
B. Pembahasan
1. Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian keluhan utama yang peneliti temukan An. A dibawa
ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu,
batuk berdahak sudah 1 minggu yang lalu, demam naik turun sejak 1
minggu yang lalu, dan penurunan nafsu makan, serta anak gelisah dan
menangis.
Hasil analisis peneliti sesuai teori yang ada, anak yang tidak mendapat
ASI ekslusif daya tahan tubuhnya akan menurun dan beresiko tinggi
terinfeksi yang akan menyebabkan terjadinya penyakit
bronkopneumonia.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di rumah sakit. Diagnosis
utama yang diangkat untuk kasus An. A ini yaitu, 1) bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, 2) pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas, 3)
defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenganan untuk
makan).
Diagnosis kedua yang peneliti angkat yaitu pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan Ny. L
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosis bersihan
jalan nafas tidakefektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
seperti memposisikan anak dengan posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi, melakukan fisioterapi dada (clapping) untuk
mengurangi sekret dijalan nafas anak, mengauskultasi suara nafas,
berkolaborasi dalam pemberikan obat Ambroxol 3× 1/3 cpl (p.o)
kepada anak mengatasi sekret dan antibiotic cefotaxime 2×275 mg(iv),
gentamicin 2×28 mg (iv)
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suci dan Annisa
(2019) Implementasi yang diberikan pada anak dengan diagnosis
bersihan jalan nafas tidakefektif yaitu mengauskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas tambahan, melakukan terapi inhalasi
bronkodilator ventolin 1resp+Ns 2ml/6jam, memberikan posisi
semifowler, melakukan fisioterapi dada, mengajarkan keluarga tentang
batuk efektif, dan menganjurkan minum air hangat.
(Wahyuningsih, 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Pada diagnosis keperawatan pertama yaitu bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, didapatkan evaluasi