PEMBAHASAN
A. Penyakit Degeneratif
a. Definisi
Penyakit-penyakit system saraf dengan perjalanan klinis yang memburuk
progresif, biasa dikenal sebagai penyakit degeneratif. Proses patologik pada system
saraf biasanya lebih sering digolongkan berdasarkan efeknya pada fungsi dari orang
tersebut dari pada berdasarkan penyebabnya karena dapat sebab –sebab yang masih
dalam meneyelidiki dan belum diketahui.efek-efek dari neurologi degeneratif
cendrung berlangsung lama atau menetap sehingga pasien harus berusaha akan
mencari metode baru untuk menyesuikan diri. Banyak penyakit degenerative yang
mempengaruhi system saraf bermanfaat sebagai suatu sindrom klinis yang khusus
sehingga jika bisa mengenalinya akan sangat membantu untuk diagnosis. Contohny:
penyakit alzheirmer ditandai dengan demensia yang progresif tanpa adanya defisit
neurologis hingga mencapai stadium terminal; sklerosis lateral miotropik adalah
penyakit neurrologi motorik yang luas yang ditandai dengan kelemahan otot tanpa
perubahan pada sensorik; kelainan postur dan gerakan yang khas yang terjadi
berangsur-angsur merupakan cirri khas dari penyakit Parkinson dan korea huntingtone
dan sklerosis multiple, suatu penyakit demielinisasi, ditandai dangan serangan defisit
neurologik fokal atau multi fokal yang berulang.
Kelainan-kelainan neurologik lain yang dibicarakan dalam bab ini meliputi
infeksi system saraf pusat dan meastenia grafis, suatu penyakit yang bermanisfestasi
sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor
aseltikolin pada sambungan neuromuscular.
b. Etiologi
3
4
c. Manifestasi Klinis
Gejala Parkinson dapat muncul pada usia berapapu, tetapi onset rata-rata gejala terjadi pada usia
60 tahun dan jarang ditemukan pada usia 30 tahun.
Panyakit perkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut:
1. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan tingkat keparahan relative stabil
2. Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang sevcara spontan
3. Hypokinase (berkurangnya gerakan)
4. Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol
5. Ganguan saraf otonom (sulit tidur,berkeringat, hipotensi ortostatik).
6. Dysathriya (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot)
7. Dysphagia (kesulitan menelan)
8. Perubahan status mental (dpresi,demensia,ansietas,apatis,halusinasi psikosis)
9. Wajah seperti topeng
d. Pemeriksaan Penunjang
1. EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif), MRI,PET
2. CT-scan kepala (biasanya terjadi atrofik kortikaldifuse,sulki melebar, hidrosefalua
eks vakuo). Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistic meliputi berbagai bidang. Untuk saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dapat mengatasi gejala
yang timbul.
e. Penatalaksanaan
Vitamin C dan dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat menguangi
kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut
diperlukan dalam aktivitas enzim superxid dismustase dan katalase untuk
menetralakan anion superxid yang dapat merusak sel. Belum lama ini, koenzim
Q10 juga adalah suatu zat sintesi baru yang memilik struktur dan fungsi mirip
dengan koenzim Q10.
g. Discharge planning
1. Berikan dukungan dari keluarga
2. Lakukan latihan gerak: fisioterapi, okupasi, dan psikotrapi
3. Dating kepsikolog diperlikan untuk mengkaji fungsi kongnitif, kepribadian status
mental penderita dan keluarga
4. Makan- makanan yang bergizi
5. Meningkatkan komuniaksi
6. Berusaha mandiri dalam perawatan diri
7. Konsultasikan dengan dokter tentang tindakan pembedahan
8. Hindarkan factor yang menyebabkan jatuh
9. Kenali penyebab dan pelajari terapi penyembuhannya
8
h. Pathway
Aliran darah serebral Gangguan N. III Manifestasi otonom Gangguan N. VIII Tremor ritmik
regional menurun bradikenisis
Manifestasi psikiatrik
Gangguan konstraksi Berkeringat, kulit Rigiditas deserebrasi Perubahan wajah
otot-otot bola mata berminyak, rasa lelah dan sikap tubuh
berlebihan dan otot
terasa nyeri, hipotensi
Perubahan kepribadian, Gangguan Perubahan gaya Gangguan citra diri
postural, penurunan
psikosis, demensia, dan konvergensi berjalan, kekakuan
kemampuan bentuk
konfusi akut dalam beraktivitas
efektif
Pandangan kabur
Kognitif Resiko tinggi Hambatan mobilitas
Persepsi kebersihan jalan napas fisik
akut tidak efektif, risiko
Perubahan persepsi
penurunan perfusi
sensori Penurunan aktivitas
perifer, nyeri,
Kerusakan komunikasi fisik umum
gangguan ADL
verbal, perubahan
proses pikir, koping
Risiko konstipasi
individu tidak efektif
Gangguan eliminasi
alvi
9
1. Diagnosa
a. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan fleksibelitas otot/sendi
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan, prognosa, dan hasil yang
dicapai
c. Perubahan eliminasi feses: konstipasi berhubungan dengan kurang pemasukan cairan,
diet dan immobilisasi.
2. Perencanaan
a. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterbatasan fleksibelitas otot/sendi
Tujuan
Klien akan ambulasi, akan menggerakkan sendi secara mudah dan fleksibelitas secara
maksimum
Intervensi :
1. Kaji fungsi motorik untuk menetapkan kemampuan dan ketebatasan
2. Tetapkan derajat ambulasi ( ketergantungan dan kemandirian)
3. Konsultasikan kepada fisioterapi untuk mendapatkan alat bantu mobilisasi
dan/atau latihan yang mempengaruhi otot
4. Lakukan/intruksikan klien/keluarga untuk melakukan latihan pergerakan sendi
5. Konsultasikan kepada occupational therapist untuk melatih tangan/lengan
6. Bantu klien/anjurkan untuk menggantikan posisi sendiri setiap 2jam
7. Anjurkan untuk memaksimumkan kemandirian bila memungkinkan
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan, prognosa dan hasil yang
dicapai
Tujuan
Klien akan memperlihatkan pengetahuan yang adekuat tentang penyakit parkinson
Intervensi :
1. Tetapkan pengetahuan yang ada dari klien/keluarga tentang penyakit, pengaruh
terhadap peran dan tanggung jawabnya
2. Kaji kemampuan belajar, membaca untuk belajar
3. Bantu mengembangkan kegiatan sehari-hari, meliputi istirahat, latihan, aktifitas
4. Berikan informasi secara tertulis tetang penyakit parkinson, meliputi: pengobatan,
aktifitas, latihan, pencegahan dan pengontrolan sejak awal dari komplikasi,
konstipasi, efek samping terapi obat
10
Kriteria Evaluasi
klien:
1. Mengungkapkan pengetahuan secara adekuat tentang proses penyakit, tindakan
pencegahan komplikasi
2. Mengetahui tentang pengobatan yang didapat, efek samping dan tindakan yang
harus dilakukan
3. Memiliki perencanaan jadwal sehari-hari, meliputi keseimbangan istirahat dan
aktifitas
c. Perubahan eliminasi feses : konstipasi berhubungan dengan tidak adekuat pemasukan
cairan dan diet, immobilitasi fisik.
Tujuan
Klien akan mengeluarkan feses secara teratur
Intervensi
1. Tetapkan pemasukan nutrisi yang biasa dilakukan untuk mencegah perubahan
buang air besar
2. Anjurkan untuk banyak minum dan makan tinggi serat, jika dapat ditoleransi
3. Bantu dengan mobilisasi dan meninngkatkan aktifitas; instruksikan klien/keluarga
tentang pentingnya latihan untuk merangsang pertaltik
4. Berikan pelembek feses, laxative bentuk serat (bulk), suppositoria, enam sesuai
kebutuhan; evaluasi efektifitasnya.
11
Kecemasan (Ansietas)
a. Definisi
Banyak para ahli yang menguraikan definisi ansietas, namun dari sekian banyak
definisi yang dikemukakan pada dasarnya pengertian ansietas akan mengarah pada
suatu kesimpulan yang sama.
Kata ansietas berasal dari bahasa latin, angere yang berarti tercekik atau tercekat.
Gangguan ansietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya
yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut. Ansietas sangat
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak
memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan (Maramis, 2009 dan Stuart dan Sundeen, 1990).
Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas, takut
dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan tidak terelakkan
yang dapat atau tidak berhubungan dengan rangsang eksternal (Fracchione, 2004).
b. Etiologi
1. Faktor Predisposisi:
c) Amygdala sebagai pusat komunkasi antara bagian otak yang memproses input
sensori dan bagian otak yang menginterpretasikan input (amygdala
mengidentfikasi informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian
menimbulkan perasaan cemas/takut). Amygdala berperan dalam phobia,
13
mengkoordiasikan rasa takut, memory, dan emosi, dan semua respon fisik
terhadap situasi yang penuh dengan stressor
d) Locus ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu
bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu
sehingga mneyebabkan seseorang mudah mengalami cemas khususnya PTSD
(post traumatic sindrom disorder)
h) Penyakit fisik
b) Etnik
c) Perpisahan
antisipasi ringan sedang berat panik
Respon ansietas sering kali tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata,
namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan
menarik diri.
2. Tingkat ansietas
Beberapa teori membagi ansietas kedalam emapt tingkat sesuai dengan rentang
respon ansietas yaitu :
a) Ansietas ringan
b) Ansietas sedang
c) Ansietas berat
d) Ansietas panic
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan.
verbal. Hal ini berguna untuk menentukan adanya kecemasan dan tingkat
kecemasannya (Maramis, 1995).
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh benda, binatang
ataupun peristiwa tertentu. sifatnya biasanya tidak rasional, dan timbul akibat
peristiwa traumatik yang pernah dialami individu. Fobia juga merupakan
penolakan berdasar ketakutan terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang
sebetulnya tidak berbahaya dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak
ada dasarnya. Fobia simpel: sumber binatang, ketinggian, tempat tertutup,
darah. Yang menderita banyak wanita, dimulai semenjak kecil. Gangguan
ansietas fobik dibagi menjadi:
a. Fobia Spesifik
b. Fobia Sosial
Fobia sosial dikenal juga dengan gangguan ansietas sosial, fobia sosial
adalah ketakutan akan diamati dan dipermalukan di depan publik. Hal ini
bermanifestasi sebagai rasa malu dan tidak nyaman yang sangat
berlebihan di situasi sosial. Hal ini mendorong orang untuk menghindari
17
situasi sosial dan ini tidak disebabkan karena masalah fisik atau mental
(seperti gagap, jerawat, atau gangguan kepribadian).
c. Agorafobia
Agorafobia berasal dari kata latin agora yang berarti pasar di luar ruang.
Agorafobia sering disalahartikan sebagai ketakutan akan ruang terbuka.
Agorafobia ditandai oleh ketakutan hebat yang membuat tidak berdaya
akan tempat atau situasi yang sulit untuk meloloskan diri atau sulit untuk
mendapatkan pertolongan apabila terjadi serangan cemas. Akibatnya,
orang dengan agorafobia mambatasi geraknya sebatas tempat yang dirasa
aman, biasanya di dalam rumah.
Pada fobia terjadi salah pindah kecemasan pada barang atau keadaan yang
mula-mula menimbulkan kecemasan itu. Jadi terdapat dua mekanisme
pembelaan, yaitu salah pindah dan simbolisasi. Apabila berhadepan
dengan objek atau situasi tersebut, orang dengan fobia akan mengalami
perasaan panik, berkeringat, berusaha menghindar, sulit untuk bernapas,
dan jantung berdebar. Sebagian besar orang dewasa yang menderita fobia
sebagian besar menyadari bahwa ketakutannya tidak rasional dan banyak
yang memilih untuk mencoba menahan perasaan ansietas yang hebat dari
pada mengungkapkan gangguannya. (Maramis, 2009)
2. Gangguan Panik
Gangguan panik ditandai dengan serangan ansietas atau teror yang berkala
(serangan panik) setiap episode berlangsung sekitar 15 – 30 menit, meskipun
efek sisa dapat berlangsung lebih lama. Selama serangan panik, penderita
merasakan sangat ketakutan atau tidak nyaman yang disertai oleh jantung
berdebar, nyeri dada, perasaan tercekik, berkeringat, gemetar, mual, pusing,
perasaan yang tidak riil, dan takut mati atau takut menjadi gila.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai respon terhadap
situasi tertentu. Frekuensi serangan sangan bervariasi, ada yang sering (setiap
minggu), tetapi berlangsung berbulan-bulan. Ada juga yang mengalami
serangkaian serangan tetapi diikuti periode tenang selama berminggu-minggu.
Serangan panik juga dapt terjadi pada gangguan ansietas lain seperti pada
fobia dan gangguan stres pascatrauma. Kerena itu diperlukan ketelitian dalam
membedakan cirri-ciri gangguan tersebut dengan gangguan panik.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah rasa gelisah, kelelahan, sulit
berkonsentrasi, mudah tersinggung, ketegangan otot, dan gangguan tidur.
f. Pathway
Pergeseran hebat
Gangguan susunan pada kumpulan
vestibuler/keseimbangan kanalis posterios
ketidakcocokan yang
disampaikan ke pusat
kesadaran
Kurang
Nistagmus Rasa tidak pengetahuan
stabil
1. Terapi
Terapi pada ansietas pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi
psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Angka-
angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan
diagnosis dini. Psikoterapi sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks
hubungan pasien dan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi
farmakoterapi yang tidak perlu.
a. Terapi psikologis
Terapi pada ansietas tidak harus dilakukan oleh seorang psikiatrik, namun
seharusnya dapat diterapkan oleh semua dokter yang berkompeten,
sehingga keterbatasan pelayanan dapat diatasi. Memberikan informasi
selalu menjadi langkah awal dalam menolong pasien ansietas, yang mana
informasi yang diberikan harus sesuai dengan kadaranya dan selalu
memberikan harapan sebuah kejelasan dan informasi mengenai kondisi
yang sedang ia alami, dengan melakukan tindakan tadi, menunjukkan
kepada pasien bahwa mereka benar-benar dipedulikan dan dirawat.
b. Terapi religi
Terapi ini dilakukan melalui sharing kepada ahli religi yang dipercaya oleh
penderita, dan kemudian ahli religi tersebut memberi nasehat-nasehat untuk
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, namun tak jarang juga terapi
semacam ini dilakukan secara individual tanpa seorang agamawan yang
membimbing. Terapi semacam ini terkadang pada akhirnya juga
membentuk sebuah karakteristik atau watak yang baru dari penderita.
c. Terapi farmakologi