Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

ALIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Dosen Pengampu : Drs. DAITIN TARIGAN,M.Pd.

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
KELOMPOK 3:
1.SAIDIN NAFRI (7193341041)
2.NOVA SERIANA PURBA (7193341042)
3.CINDY NOVITAULI S (7191141005)
4.ROULI MILENIA QWINT (7193341038)
5.MIKA RITONGA (7191141019)

Page | 1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Berkah dan Rahmat-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk dan
pedoman bagi para pembaca dalam pokok pembahasan “ALIRAN ALIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN"
            Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan informasi bagi para pembaca. Apabila masih ada penjelasan yang
dirasa masih belum menjawab atau sesuai dengan harapan pembaca, kami meminta
maaf atas kekurangan makalah ini dan akan lebih menyempurnakannya di lain
waktu.
 Akhir kata, kami sampaikan Terima Kasih.

Medan , 14 September 2019

Kelompok 3

Page | 2
DAFTAR ISI
 
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………….2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah……………………………………………...4
1.2.Rumusan Masalah……………………………………………………4
1.3.Tujuan………………………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Aliran Idealisme………………………………………………………5-6

2.2.Aliran Realisme………………………………………………………6-9

2.3.Aliran Materialisme………………………………………………….9-11

2.4.Aliran Pragmatisme………………………………………………….11-13

2.5.Aliran Eksistensialisme……………………………………………...13-17

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan…………………………………………………………..18

3.2.Saran………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

Page | 3
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Filsafat pendidikan sebagai salah satu acuan untuk memperbaiki pendidikan di


Indonesia. Karena dalam mempelajari Filsafat pendidikan kita lebih tahu dasar-
dasar pendidikan. Dengan mempelajarinya maka generasi yang akan datang akan
lebih memahami tentang pendidikan dan aliran filsafat pendidikan dan
supaya kita d a p a t m e n g a m b i l hi k m a h p e m b e l a j a r a n d ar i a l i r a n -
a l i r a n f i l s a f a t p e n d i d i k a n tersebut.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa penjelasan tentang Aliran Idealisme?
2. Apa penjelasan tentang Aliran Realisme?
3. Apa penjelasan tentang Aliran Materialisme?
4. Apa penjelasan tentang Aliran Pragmatisme?
5. Apa penjelasan tentang Aliran Eksistensialisme?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

a.Untuk mengetahui pengertian dari aliran- aliran filsafat


 
b.Untuk mengetahui tokoh – tokoh yang berperan dalam aliran – aliran tersebut

Page | 4
2.1. Aliran Idealisme

Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini
diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat
mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata
idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang menerima ukuran
moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang dapat melukiskan dan
menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.

   Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata
ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan
daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.

 Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya
adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat
bahwa, terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan bukannya satuan yang
terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini
dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal, jiwa, atau
perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam dalam
kehidupan sendiri.

 Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang
utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun,
materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab,
seseorangakanmemikirkan materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan
roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus
meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah
materi itu.

 Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada
karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia.
Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia
maka peralatan yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang
mencakup hanya peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup
akal dan budi. Justru akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.

b. Tokoh-Tokoh Idealisme

 J.G. Fichte (1762-1814 M)

Page | 5
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-
1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi
untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip
yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat
yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan,
bukan fakta.

Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah “saya yang
sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan
objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis.
Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada
berasal dari tindak perbuatan sang Aku.

 G.W.F Hegel (1798-1857 M)

Hegel  lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah seorang
pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu
bernama Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian
gymnasium. Hegel muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia
memasuki Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor,
selain mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher.
Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat
kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin
hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin (1830).

2.2.Aliran Realisme
Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran ini

berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik. Ada 3

golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan realisme yang bersifat

ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian pengetahuan yang luas, ketajaman

pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu

untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau realisme ilmu menekankan pada

penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626) seorang tokoh realisme ilmu

berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Pandangannya tentang manusia

ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya. (Sadulloh: 2003: 36)

Page | 6
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran

ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan intelegensi.

Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda

itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut

realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.

Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar, 2010: 1)

sebagai berikut:

Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa dapat bertahan

hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia. Dengan jalan

memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa, maka mereka akan dapat bertahan

hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.

Kurikulum Pendidikan. Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA dan matematika, (2)

Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai.

Sains dan matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan matematika

dipertimbangkan sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar. Sebab, pengetahuan tentang

alam memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan

berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan tidak seharusnya diabaikan, sebab

ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

sosialnya. Kurikulum hendaknya menekankan pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan

individu.

Metode Pendidikan. “Semua belajar tergantung pada pengalaman, baik pengalaman

langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca buku mengenai hasil pengalaman

orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada siswa. Metode penyajian hendaknya bersifat

Page | 7
logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh para filsuf

Realisme yang merupakan penganut Behaviorisme” (Edward J. Power). Metode mengajar yang

disarankan para filosof Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat

menghafal, menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta; mengiterpretasi hubungan-hubungan,

dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.

Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar di dalam

kelas (classroom is teacher-centered); guru adalah penentu materi pelajaran; guru harus

menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata

pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan demikian guru harus

berperan sebagai “penguasa pengetahuan; menguasai keterampilan teknik-teknik mengajar;

dengan kewenangan membentuk prestasi siswa”. Adapun siswa berperan untuk “menguasai

pengetahuan yang diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang

baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai

tingkatan keutamaan” (Edward J. Power).

Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi manusia

bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan lingkungan fisik

maupun sosial. Implikasi pandangan realisme adalah sebagai berikut:

1.      Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri dalam masyarakat

dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.

2.      Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai pengetahuan.

Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang pendidikan.

3.      Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi untuk mencapai

tujuan pendidikan.

Page | 8
4.      Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua pengetahuan yang

penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang luas dan praktis.

5.      Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua pembelajaran tergantung pada

pengalaman. Oleh karenanya pengalaman langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan oleh

peserta didik. Metode penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.

2.3.Aliran Materialisme

Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala sesuatu

ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah

metafisikamaterialisme.

Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-

faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis.

Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak.

Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran

( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.

Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran
dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap
perubahan bersebab materi atau natura dan dunia fisik. Beberapa tokoh pemikir
materialisme, antara lain :

 Karl Marx (1818-1883)


Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi dan
pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun.
Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian Berlin. Ia
memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan Demoktirus.
Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut Feurbach. Dalam
usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur Koran Rheinich Zeitung yang
dibrendel pemerintahannya karena dianggap revolusioner.
Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah
ia bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels

Page | 9
bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka
mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang
fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang
berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas,
perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa
disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak
berkelas, yang menurut Marx adalah masyarakat komunis.
 Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena
keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme
menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
 Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist (teori
atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada
hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada,
tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti
bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti tujuan,
kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya. Jadi, materialisme
tidak mengakui adanya entitas nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme
juga tidak mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut
aturan ini menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah materi. Segala
perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada ekselasi material menjadi
suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan bahwa materi dan
segala perubahannya bersifat abadi.
 Van Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme
ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum fisika-
kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari himpunan
atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya
setumpuk fungsi kegiatan dari otakyang bersifat sangat organik-materialistis.
Macam-Macam Materialisme :

 Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh realitas


dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
 Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa
peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri itu tidak
berkaitan dengan prinsip immaterial.
 Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang
material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
 Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu
tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau perubahan-
perubahan fisik-kimiawi materi;
 Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas seluruhnya
terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat dijabarkan

Page | 10
kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik
adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat
menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari
materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati,
dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki
kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada
yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai
asas-asas, yaitu :
 Asas gerak;
 Asas saling berhubungan;
 Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
 Asas kontradiksi intern.

 alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga merupakan “yang terdalam dalam alam”.
Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia bukanlah orang atau makhluk ciptaan
nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan spiritual; dan hal ini tercermin
dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jiwa (self)

2.4.Aliran Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2
Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan
dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian,
patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.

Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam
pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah
rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian
pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian
pragmatisme.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat


dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran
pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3)
meremehkan logika formal.sekali mesti dilupakan.

Page | 11
Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme

Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.

1. William James (1842-1910 M)

William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah
orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya
memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan
humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia
dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan
usaha kreatif untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.

Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897),
The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The
Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam
pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang
ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu
benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-
kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman


keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-
kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan
cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis
yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat
meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas
cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu
memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain
keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya
dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang
yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan
John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut:
Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran

Page | 12
belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk
mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

2. John Dewey (1859-1952 M)

Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang
menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau
mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.

Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-
konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara
utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan
nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak
pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan
tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.

2.5.Aliran Eksistensialisme

Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak
sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu
yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya, untuk
memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan
pengertiannya.

Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti
keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia
berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da
artinya di sana, sein artinya berada).

Page | 13
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa
ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia
selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu
dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.

Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan
dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti
arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada
manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan
tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di
dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi
dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di
antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai
subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut
obyek.

b. Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Ajarannya

Tokoh-tokoh eksistensialisme ini cukup banyak, di antaranya: Kierkegaard, Friedrich Nietzsche,


Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Sartre. Namun dalam makalah ini penulis
membatasi pada dua tokoh ini yang dipandang mewakili tokoh-tokoh lainnya, yaitu Soren Aabye
Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.

 1. Soren Aabye Kierkegaard

Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya
berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Ia
menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di Universitas tersebut. Dalam kurun
waktu ini ia apatis terhadap agama, ingin hidup bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah
mengalami masa krisis religius, ia kembali menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi Pastor
Lutheran.

Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi (The
Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya.
Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya
terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun
1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya
lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang
bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler
(Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death) tahun 1948).
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:

a. Tentang Manusia.

Page | 14
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang “bereksistensi” bersama
dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusasaan, dan
ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia
mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh,
Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.

Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah artinya menjadi
seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan “wujud” secara umum, ia memperhatikan
eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami agama Kristen
yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama Kristiani ada dua, yaitu filsafat Hegel
yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk filsafat
Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita kepada
kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan
jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya
ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.

Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena
Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang
sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”,
tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam
sesuatu yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan agama
Kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan terhadap
agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-
pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak menerima faktor perantara
seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan
Tuhan Yang Maha Kuasa.

 b. Pandangan tentang Eksistensi

Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan pernyataan ini; bagi
manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Eksistensi
manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu bergerak dari
kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang mungkin, maka
besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki kebebasan, maka gerak
perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri. Eksistensi manusia justru
terjadi dalam kebebassannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya
bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya.
Konsekuensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita
tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya.Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu
estetis, etis, dan rligius.
· Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan
masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini
eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan
pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya
keyakinan akan iman yang menentukan.

Page | 15
· Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan dunia
batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang konkrit
saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai
contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur perkawinan (etis).
· Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah menembus
inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang
menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk
religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.

2. Jean Paul Sartre

Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang
guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya
meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh
kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan
bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak
inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-
kanaknya.

Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik,
namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia atheis. Ia
memngaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia
berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk
menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.

Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah.
Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis
saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum
kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir
yang memuja idealisme.

Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia bertemu
dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam mengungkapkan
filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel dan tulisan
dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being and notthingness,
buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk eksistensinya.

Eksistensialisme dan Humanism yang berisi tentang manusia. Ia juga termasuk tokoh yang
membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan pembela kebebasan manusia. Dengan lantang ia
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai sandaran keagamaan atau tidak dapat
mengendalikan pada kekuatan yang ada di luar dirinya, manusia harus mengandalkan kekuatan
yang ada dalam dirinya. Karya-karya yang lain adalah Nausea, No Exit, The Files, dan The
Wall.Ide-ide pokok Sartre adalah sebagai berikut:

a. Tentang Manusia

Page | 16
Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan
tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti dan bahkan mungkin tidak
masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup dengan aturan-aturan integritas, keluhuran
budi, dan keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat manusia. Dalam novel semi-
otobiografi La Nausee (1938) dan essei L’Eksistensialisme est un Humanism (1946), ia
menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi dan kebebasan kehendak.
Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia lahir. Dan sepertinya, dari kodratnya
manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau memikul beban tanggung jawab.

Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada hubungannya
dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut, yakni memandang
manusia sebagai kurang memiliki watak yang semestinya. dia harus membentuk pribadinya dan
memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu “tak ada watak manusia”, oleh
karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia hanya sekedar ada.
Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah ada—seperti apa yang ia inginkan
sesudah meloncat ke dalam eksistensi”. Sartre mengingkari adanya bantuan dari luar diri
manusia. Manusia harus bersandar pada sumber-sumbernya sendiri dan bertanggung jawab
sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan eksistensialis adalah
suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime mengajarkan bahwa tiap
kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan subyektifitas manusia.

b. Kebebasan

Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia mendefinisikan manusia
sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi
mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang.
Perumusan ini menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre.

Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari sekedar menjadi
obyek. Kebebasan manusia tampak dalam rasa cemas. Maksudnya karena setiap perbuatan saya
adalah tanggung jawab saya sendiri. Bila seseorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia
menjauhi kebebasan. Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat
kehendak. Posisi kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada
kebebasan itu sendiri.

Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan satu-satunya
filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan konkrit dan dialektis
antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep keberadaan
sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir yang berhasil
meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski demikian, Sartre tidak
menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat, karena setelah cita-cita
masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan filsafat bukan lagi soal kebutuhan
manusia akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema
yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu dinilai
relevan untuk masa kini.

Page | 17
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan pula fisik. Menurut
pandangan idealisme, nilai itu absolut, apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak
cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu
tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagigan dari alam semesta.

Reallisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda dengan
materialisme dan idealisme yang bersifat monistis.

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual,
atau supranatural.

Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami.

Eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Filsafat-


filsafat lain berhubungan dengan pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dan
memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia dan nilai.

B.     Saran
Tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali ciptaan-Nya. Apalagi manusia tidak ada daya apa-
apa untuk menciptakan sesuatu. Demikian juga dengan karya ilmiah ini yang jauh dari
kesempurnaan. Penulis harap karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang telah
membantu dan para pembaca. Kritik dan saran senantiasa saya terima demi penyempurnaan
karya ilmiah selanjutnya.

Page | 18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Isep Zainal Arifin, Filsafat Umum, Bandung: Gema Media Pusakatama, 2002.

Praja, juhaya s. 2006. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan PIARA
(Pengembangan Ilmu Agama dan Humaniora).

Beerling, R.F. 1966. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin, Djakarta:Balai Pustaka.
Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensialisme, Jakarta:Rineka Cipta.

Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: PT Pustaka Setia, 1997.

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai