Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. .LATAR BELAKANG

Asfiksia ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini

disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan

asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan

fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir

terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik

dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa

keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi

baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang

mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia

berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan

perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat

tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai

akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini

akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari

pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang

dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis

berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

1.2. TUJUAN

1
2

1.2.1. Tujuan Umum

Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami

apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut

asuhan keperawatannya.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Asfiksia ?

2. Apa etiologi Asfiksia ?

3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?

4. Apa patofisiologi asfiksia ?

5. Apa komplikasi Asfiksia ?

6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?

7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

1.4 Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi Asfiksia

2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia

3. Mengetahui komplikasi Asfiksia

4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia

5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia

6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia

BAB II
3

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Asfiksia
2.1.1 Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 2007).
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia,
antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus


4

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,


kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan
kongenital dan lain-lain.

4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.1.4 Patway
5

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Pola nafas


tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2


ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia Gg.meta
Bolisme &
perubahan
DJJ & TD Kematian bayi asam basa

Asidosis
Proses keluarga
terhenti Resiko
respiratorik infeksi Gg.perfusi ventilasi
Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen

Gg. Kebutuhan nutrisi


Kurang dari kebutuhan tubuh

2.1.5 Gejala Klinik


6

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :


a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat

2.1.6 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan
bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
7

tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat


asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH


1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu
dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit
karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai
Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit
untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign)
yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
1. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi seluruh tubuh
biruan atau pucat tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan
2. Pulse Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
(denyut
jantung)
3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis, menarik,
(Respons meringis batuk, atau bersin
reflek) saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
stimulasi
4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
8

(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan


dengan sedikit
gerakan

5. Respiratio Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


n terdengar seperti pernapasan baik
(usaha merintih, pernapasan dan teratur
bernafas) lambat dan tidak
teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan
memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah
berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah
nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak
berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan
nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya
pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada
pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun
menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi
masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi
kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat


9

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil


( <40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan
hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika
diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang
berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

2.1.7 Pelaksanaan Resusitasi


Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal
secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat
dan cepat (tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di
farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
b. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
10

Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,


penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang
benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F
atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan
hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat
pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi
dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
11

 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat


turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa
sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per
menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%)
dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung
nol.
12

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :


a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg
berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan
diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator
to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi
dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan
Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB,
maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada
detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit,
ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x
ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum
15-30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
13

 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah
atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai
fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena
untuk menghindari aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
2.1.9 Prognosa
a) Asfiksia ringan / normal : Baik
b) Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
c) Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation
14

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan


Nama Mahasiswa : FELIKS OKTAPIANUS
Nim : 2016.C.08a.0791
Ruang Praktek : Mawar
Tanggal Praktek : 02 – 05 - 2019
Tanggal Dan Jam Pengkajian : 02 – 05 - 2019, Jam 10.00 WIB

3.1.1 Identitas pasien


Nama: : By.Ny.N
Umur: : 30 – 04 - 2019
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama: : Kristen Protestan
Alamat : Tumbang Samba
Diagnosa Medis : Asfiksia Ringan + Makrosomia

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama
Saat setelah melahirkan bayi tampak menggigil
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi dirawat diruang mawar, tampak menggigil dengan suhu 35,7C ,
kemudian bayi dibedong. BB bayi saat lahir : 5,1 kg . PB : 53cm. Lingkar kepala :
36cm. Lingkar Dada : 39cm
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Lalu
1). Riwayat prenatal : selama hamil ibu tidak pernah sakit
2). Riwayat natal : pasien lahir secara SC
3). Riwayat postnatal : Tubuh pasien normal
4). Riwayat sebelumnya : Tidak ada
5) Imunisasi
15

Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT


Usia 0 Bulan

3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit keluarga
3.1.2.5 Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien ( By.Ny.N)
: Tinggal serumah
: Garis Keturunan
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum
Bayi Tampak menggigil dan dibedong
3.1.3.2 Tanda Vital
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital

Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, Nadi 113 x/menit, pernapasan 42 x/menit
dan suhu 35,7,C.
3.1.3.4 Kepala dan wajah
Ubun – ubun tidak menutup

3.1.4 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


1. Gizi : gizi baik
16

3.1.4.1 Pola Aktifitas sehari - hari


No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Nutrisi
a. Frekuensi 3xsehari 3xsehari
b. Nafsu makan/ Baik Kurang
selera
c. Jenis makanan
Asi dan susu
formula Asi dan susu
formula
2 Eliminasi
a. BAB frekuensi Lembek Lembek
konsitensi 2xsehari 2xsehari
b. BAB
Frekuensi
konsitensi 4-5xsehari 4-5xsehari
Kuning jernih Kuning jernih
3 Istirahat/ tidur
a. Siang/jam 7-8 jam 6-7 jam
b. Malam/jam 10 jam 8 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi Mandi pagi hari Di seka
b. Oral hygiene

Palangka Raya, 02 - 05 – 2019


Mahasiswa,

( Feliks Oktapianus )
17

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH


DATA OBYEKTIF
DS : - Perubahan suhu tubuh dari suhu Hipotermi
DO : intra uterin yang stabil (35 – 37C)
Bayi tampak menggigil 
Suhu 35,7C Suhu ruangan
Kulit dingin 
Bayi cerewet Penghilangan suhu tubuh
Tampak dibedong (konveksi, radiasi, evaporasi)

Perubahan drastic suhu tubuh

Proses adaptasi

ANALISIS DATA

PRIORITAS MASALAH
18

1 Hipotermi B.D perubahan drastic suhu tubuh


RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : By.Ny.N


Ruang Rawat : Mawar

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Hipotermi Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur suhu tubuh bayi 1. Untuk mengetahui suhu tubuh bayi
keperawatan 3 x 24 jam 2. Berikan kondisi yang hangat sesuai kebutuhan 2. Untuk menjaga kestabilan suhu tubuh agar
diharapkan : 3. Ganti pakaian bayi dengan pakaian kering dan tetap hangat
 Suhu tubuh normal hangat 3. Agar bayi tetap hangat
36,5C 4. Ajarkan ibu metode kanguru mother care 4. Agar bayi hangat dengan ibunya melalui cara

 Bayi tidak menggigil 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian dibedong, diberi kaos kaki tangan dan topi
 Akral hangat terapi 5. Agar mempercepat proses penyembuhan

19
20

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
1. Mengukur suhu tubuh bayi S :-
02-05-2019 2. Memberikan kondisi yang hangat sesuai kebutuhan O :  Bayi tidak tampak mengigil
10.00 wib 3. Mengganti pakaian bayi dengan pakaian kering dan  Suhu bayi : 36.2C
hangat  kulit dingin
4. Mengajarkan ibu metode kanguru mother care  Tampak dibedong
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5
21

03 – 05 – 2019 1. mengukur suhu tubuh bayi S :-


08.00 wib 2.memberikan kondisi yang hangat sesuai kebutuhan O :  bayi tidak tampak menggigil
3. mengganti pakaian bayi dengan pakaian kering dan hangat  suhu bayi 36,8C
4.mengajarkan ibu metode kanguru mother care  kulit / akral hangat
5.berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi  bayi menghabiskan susu formula sebanyak 10 cc
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Konsep Asfiksia
4.1.2 Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 2007).
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

4.1.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia,
antara lain sebagai berikut:
5. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
6. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

22
23

7. Faktor Janin dan Neonatus


Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan
kongenital dan lain-lain.

8. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

4.1.4Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
24

4.1.5 Patway

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Pola nafas


tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2


ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia Gg.meta
Bolisme &
perubahan
DJJ & TD Kematian bayi asam basa

Asidosis
Proses keluarga
terhenti Resiko
respiratorik infeksi Gg.perfusi ventilasi
Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen

Gg. Kebutuhan nutrisi


Kurang dari kebutuhan tubuh
25

4.1.6 Gejala Klinik


Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
f. Pernafasan terganggu
g. Detik jantung berkurang
h. Reflek / respon bayi melemah
i. Tonus otot menurun
j. Warna kulit biru atau pucat

4.1.7 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan
bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
5. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
6. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
7. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
26

janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya


pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat
asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH


1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

8. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu
dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit
karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai
Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit
untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign)
yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
6. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi seluruh tubuh
biruan atau pucat tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan
7. Pulse Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
(denyut
jantung)
8. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis, menarik,
(Respons meringis batuk, atau bersin
reflek) saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
27

stimulasi
9. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan

10. Respiratio Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


n terdengar seperti pernapasan baik
(usaha merintih, pernapasan dan teratur
bernafas) lambat dan tidak
teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan
memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah
berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah
nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak
berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


4. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan
nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya
pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada
pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.
5. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun
menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi
masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi
kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.
6. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil
( <40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan
28

hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika


diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang
berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..
4.1.8 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal
secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat
dan cepat (tidak terlambat).
10. Membuka Jalan Nafas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
c. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di
farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
d. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,
penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang
benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F
29

atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan


hidung.
11. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat
pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi
dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
12. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat
turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukur tekanan.
13. Observasi gerak dada bayi
30

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa


sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotoraks.
14. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.
15. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
16. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.
17. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per
menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%)
dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung
nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :
d. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
e. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg
berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
31

perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena


umbilikus dalam waktu 5 menit.
f. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
18. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
d. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan
diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator
to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi
dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan
Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB,
maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada
detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit,
ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x
ventilasi.

e. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum
15-30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
f. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah
atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai
32

fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung


mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena
untuk menghindari aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

4.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
h. Sembab Otak
i. Pendarahan Otak
j. Anuria atau Oliguria
k. Hyperbilirubinemia
l. Obstruksi usus yang fungsional
m. Kejang sampai koma
n. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
4.1.10 Prognosa
d) Asfiksia ringan / normal : Baik
e) Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
f) Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat
lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa
50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

5.1.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua

33
34

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi.
8. Jakarta: EGC.
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, Aziz. 2011. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Rahayu, Sri Dedeh. 2012. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta:
Salemba Medika
Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai