TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Endarmoko (2006) menyatakan bahwa reka ulang merupakan kata lain
dari rekonstruksi. Sejalan dengan Mulyo (2014) mengemukakan bahwa Rekonstruksi
adalah pengembalian seperti semula.
Menurut Cooper, Nettler, Mahmoud, & Effendi (2002) Rekonstruksi adalah proses
yang tidak akhir, namun bukan berarti melahirkan aturan hukum baru dengan kata lain
rekonstruksi merupakan memahami kembali, mengerti kembali dan mungkin tidak selalu
bisa dipahami secara mendalam oleh orang awam.
Tentu dalam hal ini reka ulang sebagai proses untuk mendesain ulang terhadap apa
yang dijadikan sasaran atau objek agar mendapatkan suatu informasi tambahan yang lebih
akurat dan jelas. Reka ulang perlu adanya rancangan dan algoritma dalam menyelesaikan
masalah yang ada tujuannya agar saat melakukan reka ulang mendapatkan nilai tambahan,
tanpa ada kesulitan dan dapat memfokuskan diri serta lebih optimal.
Metode interpolasi Newton digunakan untuk mencari titik – titik antara dari n
buah titik. Bentuk umum persamaan dari metode interpolasi Newton orde n (Sahid, 2005)
adalah sebagai berikut:
7
6
𝑓𝑛(𝑥) = 𝑏0 + 𝑏1(𝑥 − 𝑥0) + 𝑏2(𝑥 − 𝑥0)(𝑥 − 𝑥1) + ⋯ + 𝑏𝑛(𝑥 − 𝑥0)(𝑥 −
Metode interpolasi Lagrange digunakan untuk mencari titik – titik antara dari n
buah titik. Bentuk umum persamaan dari metode interpolasi Newton orde n (Sahid, 2005)
adalah sebagai berikut:
(2)
𝑎𝑖 = 𝑦𝑖, 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑛
Untuk menghitung persen eror dari kedua metode tersebut menggunakan rumus
persen eror (Rosmanita, 2017) adalah sebagai berikut:
(3)
Sinyal adalah besaran yang berubah dalam waktu dan atau dalam ruang, dam
membawa suatu informasi. Berbagai contoh sinyal dalam kehidupan sehari-hari adalah arus
atau tegangan dalam rangkaian elektrik, suhu, suara dan lain sebagainya.
Sinyal didefiniskan sebagai kuantitas fisik yang membawa pesan atau informasi.
Satu hal membedakan antara sinyal dan gelombang adalah masalah informasi, sinyal
membawa informasi sedangkan gelombang tidak membawa informasi sinyal biasanya
direpresentasikan secara matematik dalam bentuk fungsi satu atau lebih variable. Sinyal
yang hanya mempunyai satu variable disebut sinyal satu dimensi, sebagai contoh dari
sinyal satu dimensi adalah sinyal suara yang amplitudonya tergantung pada satu variable
8
yaitu waktu. Sinyal yang mempunyai dua atau lebih variable disebut sinyal multi dimensi,
sebagai contoh dari sinyal multi dimensi adalah sinyal gambar yang merupakan fungsi dua
variable ruang kordinat x dan y.
Sinyal yang paling mudah diukur dan sederhana adalah sinyal listrik sehingga
sinyal listrik biasanya dijadikan kuantitas fisik referensi. Sinyal-sinyal lain seperti
temperature, kelembapan, kecepatan angin, dan intensitas cahaya biasa diubah terlebih
dahulu menjadi sinyal listrik dengan menggunakan transducer.
Pengolahan sinyal adalah suatu operasi matematik yang dilakukan terhadap suatu
sinyal sehingga diperoleh informasi yang berguna yang terkandung didalam sinyal tersebut.
Selain itu pengolahan sinyal merupakan representasi matematik dan algoritma untuk
melakukan proses-proses analisis, modifikasi, atau ekstraksi informasi dari suatu sinyal.
Sinyal diolah di dalam suatu system sinyal yang didefinisikan pemroses sinyal. System
biasanya dilukiskan sebagai sebuah kotak yang memiliki dua panah merepresentasikan
sinyal. Panah masuk adalah sinyal masukan yang akan diproses, sedangkan panah keluar
merepresentasikan sinyal hasil pemrosesan.
ADC
Analog Signal
Analog Signal
Gambar II-1
Pemrosesan Sinyal Analog
dari neuron yang terdapat dalam otak. Alat yang digunakan untuk merekam EEG disebut
Elektroencephalogram (Naibaho, 2015).
Jenis EEG berdasarkan penempatan elektroda ada dua jenis, yaitu (1) Scalp EEG
yang menempatkan berbagai elektroda secara merata pada kulit kepala membantu merekam
aktivitas otak maksimal 256 elektroda bisa jadi secara merata dilokalisasi, disinkronisasi
dan ditempatkan pada kulit kepala. Ini sinyal otak melewati berbagai lapisan seperti cairan
serebrospinal, tengkorak dan kulit kepala, dan (2) EEG intra-kranial EEG dapat direkam
dengan menempatkan elektroda pada korteks disebut elektroda kortikal atau kedalaman,
yang biasanya menembus sistem sub kortikal. Intra-tengkorak EEG mengukur skala spasial
kecil (Harpale & Bairagi, 2015).
Dengan ini secara umum sinyal EEG dapat diukur dengan meletakan elektroda
pada batok kepala manusia dengan urutan peletakan elektroda yang mengacu pada system
standard 10-20 yang dikenal dengan istilah “International Electrode Placement System”
yang ditetapkan secara internasional oleh International Federation on
Electroencephalography and Clinical Neurphsiology. Untuk meningkatkan kontak listrik
antara elektroda dan kulit kepala digunakan elektrolit jelly atau pasta.
10
Gambar II-2
Skema Penempatan Elektroda EEG 10-20 Sistem
Sinyal EEG umumnya direkam dalam domain waktu, sehingga diperoleh plotting
antara amplitude (µV) terhadap waktu. Untuk mendapatkan informasi sinyal yang
merupakan sekumpulan data diplot dalam domain waktu cara serderhana dengan
menggunakan analisis statistik. Dengan estimasi parameter statistic diperoleh analisis dan
interpretasi dari sejumlah data sinyal EEG.
11
Gambar II-3
Contoh Sinyal EEG (raw signal)
Terdapat dua pendekatan untuk mendapatkan sinyal EEG sesuai dengan lapisan
otak mana yang akan diambil sinyalnya. Pendekatan pertama adalah pendekatan invasif,
yaitu dengan menanam elektroda yang sangat kecil secara langsung di atas korteks melalui
bedah saraf. Keuntungan dari pendekatan ini adalah mampu memberikan sinyal EEG
dengan kualitas sangat tinggi. Pendekatan lain adalah pendekatan non-invasif, yaitu dengan
menempatkan elektroda pada permukaan kulit kepala. Hasil rekaman EEG non-invasif
memiliki kualitas yang kurang bagus karena tengkorak memperkecil sinyal, mendispresi,
dan mengaburkan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh neuron namun
pendekatan ini jauh lebih aman dan tidak menyakitkan (Aji & Tjandra, 2013). Terdapat
variasi hasil rekaman EEG yang bergantung pada beberapa kondisi, yaitu:
a. Usia: terdapat perbedaan pada gelombang antara neonatus, bayi, anak dan dewasa.
b. Kesadaran: gelombang EEG yang muncul saat bangun tidak sama dengan saat
tidur stadium I, II, II, IV dan REM.
c. Medikasi: pemberian jenis obat tertentu memberi efek terhadap gelombang EEG.
d. Status patologi.
2.4.3. Kelebihan dan keterbatasan dari EEG
12
a. Merupakan alat ukur untuk menilai fungsi otak, sebagai pelengkap pemeriksaan
imajing.
b. Menunjukkan langsung abnormalitas fungsi otak, contoh gelombang epileptik.
c. Memberikan informasi spasial dan lokalisatorik.
d. Biaya murah dan mudah diulang.
e. Morbiditas kecil.
f. Mudah dimobilisasi.
1. 5 Artefak
Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya dapat
terdiri dari kesalahan geometrik, kesalahan algoritma, kesalahan pengukuran attenuasi
(Notosiswoyo, 2004). Sedangkan menurut penyebabnya dapat terdiri dari:
Akibat adanya artefak-artefak tersebut pada gambaran akan tampak kabur atau
tidak jelas, akan terjadi kesalahan geometri, tidak ada gambaran, terdapat garis-garis
dibawah gambaran dan gambaran tidak beraturan.
Berdasarkan hal tersebut artefak yang melekat pada rekaman EEG kulit kepala
adalah dilihat oleh gerakan kepala, elektrokardiogram dan otot aktivitas. Ada berbagai
strategi yang ada, yang berhubungan dengan artefak seperti:
Satu hal yang penting adalah artefak yang biasanya membatasi panjang rekaman
EEG yang bisa dianggap sebagai perlengkapan sekolah. Segmen yang utama karakteristik
sinyal, seperti mean, varians, dan spektrum daya tidak berubah disebut perlengkapan
sekolah yang dalam hal ini merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah artefak pada
EEG.
1. 6. Skizofrenia
Istilah Skizofrenia datang dari bahasa Latin baru schizo yang berarti “terpecah” dan
phrenia yang berarti “pikiran”. Hal ini menekankan bahwa pikiran seseorang telah terpecah
dari realitas, dan bahwa individu itu menjadi bagian dari dunia yang kacau dan
menakutkan. Skizofrenia melibatkan pecahnya kepribadian idividu dari realitas dan bukan
munculnya beberapa kepribadian dalam satu individu (King, 2010).
terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku, dan sungi interpersonal (Halgin &
Whitbourne, 2010).
Skizofrenia adalah penyakit atau gangguan mental yang ditandai dengan adanya
gejala halusianasi, gangguan pikiran, dan tanggapan emosi yang lemah (Novitayani, 2016).
Seseorang yang memiliki gangguan ini kesuliatan dalam membedakan anatara realita dan
khayalan atau alam pikiran. Skizofrenia ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism)
antara pikiran, emosi dan perilaku pasien. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan
gangguan asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan
ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Akbar, 2014).
Menurut WHO (2012) Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, ditandai
dengan gangguan pemikiran yang mendalam, mempengaruhi bahasa, persepsi, dan rasa
diri. Ini sering mencakup pengalaman psikotik, seperti mendengar suara atau delusi. Hal ini
dapat mengganggu fungsi melalui hilangnya kemampuan yang diperoleh untuk
mendapatkan penghidupan, atau terganggunya studi. Skizofrenia mempengaruhi lebih dari
21 juta orang di seluruh dunia.
Menurut Arif (2006) Skizofrenia termasuk salah satu gangguan mental yang
disebut psikosis. Psien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan
realitas. Beberapa gejala psikosis adalah delusi, halusinasi, kacau dalam berbicara dan
tingkah laku.
Sementara masyarakat yang masih awam dengan penyakit ini, tidak mengenali
fase-fase yang terdapat pada penderita skizofrenia. Pada fase awal atau prodromal
penderita akan terlihat murung, menarik diri dari lingkungannya, sedikit bicara, dan malas
dalam beraktifitas. Dari sini akan terjadi penurunan peran dan fungsi dalam social
kemasyarakatan (Kerlinger, 1998). Fase ini sering tidak disari oleh keluarga, teman dekat
atau bahkan penderita skizofrenia sendiri.
Secara tidak sadar penderita akan memasuki fase berikutnya yaitu fase akut yang
mereka akan mengalami waham dan halusinasi. Waham dan halusinasi ini merupakan
gejala positif pada penderita skizofrenia. Waham adalah suatu keyakinan yang salah atau
‘false belief’ yang sifatnya tidak rasional. Misalnya penderita merasa dirinya sebagai
utusan, nabi, merasa dikendalikan oleh makhluk dari luas angkasa. Atau merasa bahwa
semua teman sekalasnya membenci dan ingin menyakiti dirinya sedangkan halusinasi
adalah penangkapan panca indera yang keliru, msialnya dia merasa mendengar orang
berbicara atau memanggil namanya di ruangan tersebut tidak ada siapapun selain dirinya.
Selain gejala positif, penderita skizofrenia juga memiliki gejala negative. Salah
satu gejala negatifnya adalah gangguan berbahasa. Menurut Burne, penderita skizofrenia
memiliki hendaya kognitif social yang didefiniskan sebagai Theory of Mind (TOM).
Dalam hal ini TOM berperan penting dalam menentukan bagaimana seseorang tersebut
berbicara, menggunakan bahasa, mempersepsikan emosi dan bergaul dab berinteraksi
dengan masyarakat. TOM pada penderita skizofrenia sangat lemah sehingga mereka
mengalami kesulitan untuk mempersepsikan emosi dan pembicaraan orang lain. Mereka
juga mengalami kesulitan memahami perspektif pihak ketiga dan tidak memahami perilaku
dan ucapan mereka sebagai hal yang ridak sesuai sevara social pada situasi tertentu (King,
2010).
depan. Dalam hal ini ada beberapa kasus yang bias sembuh total tanpa gejala namun
mengalami penurunan kognisi dan afektif, ada pula yang terjebak dalam fase akut dan
residual sehingga tidak dapat menjalankan fungsi dan peranan sebagai anggota masyarakat.
Skizofrenia adalah penyakit pervasive yang mempengaruhi lingkup yang luas dari
proses psikologis mencakup kognitif, afek, dan perilaku. Berikut ini adalah ciri-ciri dari
skizofrenia menurut (Nevid, 2003) sebagai berikut:
1) Gejala-gejala Positif
Delusi adalah kepercayaan salah yang terkadang benar-benar tidak masuk akal
yang tidak merupakan bagian dari budaya tempat individu tumbuh. Seorang individu
mungkin akan melihat atau membayangkan bahwa pikirannya sedang disiarkan melalui
radio, sementara yang lain berpikir bahwa seseorang agen ganda sedang mengendalikan
17
setiap geraknya. Pikiran dari orang-orang skizofrenia menjadi begitu tidak tertata dan
membingungkan.
2) Gejala-gejala Negatif
Satu gejala negative adalah afek datar (flat affect) yang berarti bahwa orang
tersebut menunjukan sedikit atau tidak menunjukan emosi sama sekali,berbicara tanpa
tekanan emosi, dan mempertahankan ekspresi wajah tidak bergerak.
3) Gejala-gejala Kognitif
Ada empat jenis utama skizofrenia menurut King (2010) yaitu disorganized,
katatonik, paranoid, dan tidak bergolong. Sedangkan menurut Arif (2006) jenis-jenis
skizofrenia terbagi menjadi 5 yaitu, tipe paranoid, tipe disorganized, tipe katatonik, tipe
tidak bergolong serta tipe residual. Perilaku yang tampak dari keempat jenis ini beragam,
namun mereka memiliki ciri yang sama dalam hal proses pikiran yang terganggu.
1) Tipe Disorganized
yang tidak tidak. Mereka sering mengabaikan pnampilan dan kebersihan mereka dan
kehilangan kontrol terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.
Seorang individu yang mengalami delusi dan halusinasi yang memiliki makna
yang sedikit atau tidak bermakna sama sekali. Individu seperti ini mungkin akan menarik
diri dari kontak dengan manusia dan mungkin mundur untuk menunjukan perilaku dan
gerak tubuh yang konyol seperti anak-anak.
2) Tipe Katatonik
Menurut Arif (2006) Ciri utama pada skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan
psikomor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motoric (motoric immobility), aktivitas
motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, mutsim (sama sekali tidak mau berbicara
dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, echolalia (mengulang ucapan
orang lain) dan echopraxia (mengikuti tingkah laku orang lain)
Menurut Nevid (2003) tipe katatonik ditandai dengan ketidakmampuan yang jelas
dalam perilaku motorik dan perubahan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun
mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang dengan skizofrenia
katatonik mungkin dapat menunjukan bentuk perangai atau seringai yang tidak biasa, atau
mempertahankan postur yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai
mereka menjadi kaku atau membengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang umum
adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang tetap, sebagaimana posisi
yang telah dipaparkan oleh orang lain terhadap mereka. Mereka tidak akan merespon
pertanyaan atau komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama berjam-
jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan mendengar apa yang
dikatakan oleh orang lain selama masa ini.
3) Tipe Paranoid
Menurut Nevid (2003) Skizofrenia dengan tipe paranoid bercirikan focus terhadap
satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang sering. Perilaku dan
pembicaraan dari seseorang yang mengalami skizofrenia tidak menunjukan disorganisasi
yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisasi, tidak juga dengan jelas
menunjukan afek datar atau tidak sesuai, atau perilaku katatonik. Waham mereka sering
19
Ditandai dengan perilaku teratur, halusinasi, delusi dan inkoherensi. Diagnosis ini
digunakan ketika gejala-gejala individu tidak memenuhi kriteria untuk satu dari tiga jenis
skizofrenia lain.
5) Tipe Residual
1) Faktor Biologis
2) Hereditas
Para peneliti berusaha menujukan lokasi dalam gen di dalam kromosom yang
terlibat dalam kemungkinan munculnya skizofrenia. Mereka belum
lama ini mengungkapkan bahwa kemungkinan penandaan genetika untuk muncunya
skizofrenia adalah pada kromosom 10, 13, dan 22 (King, 2010).
Penting diingat bahwa perbedaan otak antara otak individu yang sehat dengan
mereka yang memiliki skizofrenia ternyata sangatlah kecil. Penelitian mikroskopik tetang
jaringan otak sesudah kematian menunjukan perubahan kecil dalam distribusi atau
karakteristik sel-sel otak pada pengidap skizofrenia. Tampak bahwa banyak dari perubahan
ini terjadi sebelum kelahiran (prenatal) karena mereka tidak disertai oleh sel-sel glia yang
selalu muncul ketika terjadi cedera otak sesudah kelahiran. Mungkin
permasalahanpermasalahan pada perkembangan prenatal yang membuat seorang anak
memiliki predisposisi untuk mengembangkan gejala-gejala skizofrenia selama pubertas dan
dewasa muda (King, 2010).
5) Faktor-faktor Psikologis
6) Faktor-faktor Sosio-kultural
Gangguan pikiran dan emosi umum ditemukan pada kasus skizofrenia di setiap
budaya, namun jenis dan kejadian gangguan skizofrenia mungkin berbeda dari satu budaya
ke budaya lainnya. Individu yang hidup di lingkungan miskin lebih mungkin untuk
21
1) Pendekatan Biologis
3) Terapi Psikodinamika
merawat dan membantu mereka dalam mengembangkan cara-cara yang lebih kooperatif
dan tidak terlalu konfrontatif dalam berhubungan dengan orang lain.
5) Rehabilitasi Psikososial
1. 7 Penelitian Relevan
Dalam tinjauan hasil penelitian yang relevan ini, peneliti menelusuri beberapa
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang bertujuan untuk
terhindari dari kesamaan dalam melakukan penelitian ini. Dari hasil penelusuran tersebut
24
peneliti telah menemukan kemiripan dengan masalah penelitian yang akan diteliti
diantaranya:
1. Harpale & Bairagi (2015) melakukan penelitian tentang “Mathematical Modeling and
Data Analysis of Electroencephalographic Sinyals: A Review”. Penelitian ini dilakukan
di Savitribai Phule University Pune, India. Penelitian ini berkesimpulan bahwa analisis
sinyal EEG memainkan peran yang sangat penting untuk mendeteksi dan memprediksi
berbagai penyakit otak. Penelitian ini sama-sama bergerak dalam pemodelan
matematika, yang membedakan Harpale dan Bairagi dengan penulis adalah objek yang
dikaji, penelitian yang dilakukan Harpale dan Bairagi adalah menganalisis dan
membuat pemodelan matematika pada otak yang belum diketahui penyakitnya
sedangkan penulis menganalisis dan membuat reka ulang manual elektroda AF4 dan
O2 pada penderita skizofrenia.
2. Pujitresnani (2012) melakukan penelitian tentang “Analisis Spectrum Gelombang Otak
Berbasis Fast Fourier Transform (FFT) Pada Studi Kasus Keadaan Normal dan
epilepsi”. Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Penelitain ini
berkesimpulan bahwa pengkarakterisasi berdasarkan analisis spectrum FFT dalam
membandingkan gelombang otak penderita epilepsi dan normal. Sedangkan penulis
menganalisis dan membuat reka ulang manual elektroda AF4 dan O2 pada penderita
skizofrenia.
3. Akbar,dkk (2016) melakukan penelitian tentang “Entropi Spektral Resting State Sinyal
Electroencephalogram pada Penderita Skizofrenia”. Penelitian ini dilakukan di
Institut Teknologi bandung (ITB). Penelitian ini sama-sama membahas tentang
skizofrenia, tetapi yang membedakan penelian ini menunjukan adanya selisih antara
skizofrenia dan normal Sedangkan penulis menganalisis dan membuat reka ulang
manual elektroda AF4 dan O2 pada penderita skizofrenia.
4. Kumbara, Turnip & Waslaludin (2015) melakukan penelitian tentang “Klasifikasi
Sinyal EEG Menggunakan Support Vector Machine (SVM) untuk deteksi
Kebohongan”. Penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Penelitian ini berkesimpulan bahwa bertujuan untuk menunjukan dan menghasilkan
model SVM yang dapat menentukan data EEG untuk subjek berbohong atau tidak,
Sedangkan penulis menganalisis dan membuat reka ulang manual elektroda AF4 dan
O2 pada penderita skizofrenia.
25
Tabel II-1
Tinjauan Penelitian Relevan
No. Penelitian A B C
1. Pujitresnani (2012) - -
2. Andharu (2014) - -
3. Harpale & Bairagi (2015) - -
Kumbara, Arjon Turnip dan Waslaludin
4. - -
(2015)
5. Akbar, dkk (2016) -
6. Redi Gunawan (2018)
Keterangan:
A = Reka Ulang
C = Penyakit Skizofrenia
Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelusuran penelitian yang relevan penelitian
dengan judul “reka ulang manual elektroda AF4 dan O2 pada penderita skizofrenia” layak
dilakukan karena masalah yang akan diteliti tidak terjadi kesamaan atau berbeda dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
1. 8. Kerangka Pemikiran
saraf yang disebut neuron. Bentuk aktivitas kelistrikan tersebut dapat dilihat dan direkam
dengan mengguanakan alat yang bernama Electroensephalogram (EEG).
Pola gelombang otak pada EEG kita dapat mengetahui akivitas otak dan
menginterpretasikan kelainan atau penyakit yang diderita oleh pasien. Tulisan ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana pemodelan matematika melalui sinyal EEG yang dihasilkan
oleh pola gelombang otak pada penderita skizofrenia dan mampu menganalisa pola
gelombang otak yang telah didapatkan melalui EEG tersebut.
Skizofrenia adalah penyakit atau gangguan mental yang ditandai dengan adanya
gejala halusianasi, gangguan pikiran, dan tanggapan emosi yang lemah. Seseorang yang
memiliki gangguan ini kesuliatan dalam membedakan anatara realita dan khayalan atau
alam pikiran. Sementara masyarakat yang masih awam dengan penyakit ini, tidak
mengenali fasefase yang terdapat pada penderita skizofrenia. Pada fase awal atau
prodromal penderita akan terlihat murung, menarik diri dari lingkungannya, sedikit bicara,
dan malas dalam beraktifitas. Dari sini akan terjadi penurunan peran dan fungsi dalam
sosial kemasyarakatan.
BAB II
PENUTUP
Elektroensefalogram (EEG) adalah Alat untuk merekam aktifitas dari otak dengan
menggunakan pena yang menulis di atas gulungan kertas.Tes ini mampu menunjukkan
tanda penyakit alzheimer dan epilepsy. Sumber lain menjelaskan bahwa EEG adalah
27
sebuah pemeriksaan penunjang yang berbentuk rekaman gelombang elektrik sel saraf yang
berada di otak yang memiliki tujuan untuk mengetahui adanya gangguan fisiologi fungsi
otak.