Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KIMIA FARMASI ANALISIS II

KROMATOGRAFI GAS
&
KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI (KCKT)

Dosen Pengampu : Triyani Sumiati, M. Si

DISUSUN OLEH :
AJENG NILAM CAHYA [ 17010079 ]

PROGRAM STUDI S1 FARMASI REGULER KHUSUS


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
2 0 20
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang berdasar pada
perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah pada
fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase yang bergerak. Kromatografi bertujuan untuk
pemisahan komponen dari matriks sampel dan tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan
untuk analisis.
Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun
1950-an. Pekerjaan di laboratorium analisis pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan proses
pemisahan campuran zat-zat kimia, terutama apabila yang dianalisis adalah suatu sampel dengan
susunan yang kompleks. Cara-cara pemisahan dan kecermatan pelaksanaan pemisahan campuran
zat-zat. Di samping itu metode analisis yang dipakai untuk penentuan zat kimia juga menuntut adanya
proses pemisahan sebelum dilakukan pengukuran kadar (secara kuantitatif) maupun penentuan sifat
fisika-kimia yang khas dari suatu zat yang akan ditentukan. Maksud dan tujuan dilakukan pemisahan
adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni tidak
tercampur dengan komponen-komponen yang lainnya.
Kromatografi gas (GC) merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip
pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen
penyusunnya. Kromatografi gas ditemukan pada tahun 1903 oleh Tswett dan biasa digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas. Pengidentifikasian secara lebih
lanjut dapat digunakan dalam mengestimasi konsentrasi suatu senyawa dalam fasa gas.
Kromatografi gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada
campuran gas dan juga mempunyai peranan penting dalam mengestimasi konsentrasi suatu
senyawa dalam fasa gas. Data-data yang dihasilkan oleh detektor GC adalah kromatogram yang
pembacaannya memiliki fungsi tertentu tiap spesifikasinya.
Kromatografi gas merupakan salah satu jenis teknik analisis yang semakin banyak diamati,
karena terbukti dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah analisis. Pada awalnya (GC)
hanya digunakan untuk analisis gas saja. Akan tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, akhirnya
(GC) dapat digunakan untuk analisis bahan cair dan padat termasuk bahan polimer.  Sekarang ini,
kromatografi sangat diperlukan dalam kefarmasian dalam memisahkan suatu campuran senyawa.
Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase
diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran
serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi kedalam
sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Kromatografi gas merupakan teknik
analisis yang telah digunakan dalam bidang: industri, farmasi, kimia, klinik, forensik, makanan, dll.
(Himawan, 2009).
Kromatografi gas juga merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik utnuk
campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen.
Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi)
yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu
senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan
serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut,
banyaknya (kuantitas) komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan utama KG
adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar. Pemisahan
pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat g mungkin dilakukan; tetapi
pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain. (Puspita,
2007).
BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian dan Prinsip Kromatografi Gas


Kromatografi gas adalah suatu metode analisis yang didasarkan pemisahan fisik
zat organic atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah diatsirikan. Pada umumnya
kegunaan kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dan identifikasi senyawa yang
mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa  dalam
campuran. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa
cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya.
GC menggunakan gas sebagai gas pembawa/fase geraknya. Ada 2 jenis kromatografi gas,
yaitu :
1.    Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu
pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam.
2.    Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan kadang-kadang berupa
polimerik.
Prinsip kromatografi gas: Pada dasarnya prinsip yang digunakan pada kromatografi gas dan
HPLC secara garis besar adalah sama karena sama-sama menggunakan kolom, hanya saja pada
kromatografi gas, sampel yang diinjeksikan harus yang tahan panas karena menggunakan gas
pembakar. Disamping itu pada kromatografi gas, selain oleh afinitasnya terhadap fase diam maupun
fase gerak, pemisahannya juga ditentukan oleh titik didih keatsirian dari sampel.
Fase Diam Dan Fase Gerak Pada Kromatografi Gas
1)      Fase Diam
Pemilihan fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk
sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan fasa diam yang polar. Begitupun untuk sampel
yang nonpolar, digunakan fasa diam yang nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih
sempurna.
Fase diam pada Kromatografi Gas biasanya berupa cairan yang disaputkan pada bahan
penyangga padat yang lembab, bukan senyawa padat yang berfungsi sebagai permukaan yang
menyerap (kromatografi gas-padat). Sistem gas-padat telah dipakai secara luas dalam pemurnian
gas dan penghilangan asap, tetapi kurang kegunaannya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair
memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan
hampir segala macam campuran.

2)      Fase Gerak
Disebut juga sebagai gas pembawa. Fungsi utamanya adalah untuk membawa uap analit
melalui system kromatografi tanpa berinteraksi dengan komponen-komponen sampel.
Adapun syarat-syarat fase gerak pada kromatografi gas yaitu sebagai berikut::
      -  Tidak reaktif
      -  Murni (agar tidak mempengaruhi detector)
  - Dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hydrogen,
atau campuran argon dan metana
     -   Pemilihan gas pembawa yang digunakan tergantung dari detektor apa yang digunakan

B.       Komponen dalam Kromatografi Gas


Adapun komponen-komponen dari kromatografi gas yaitu sebagai berikut :

         1.      Gas Pembawa

Pada pengamatan ini, terlihat tiga tabung gas yang memiliki warna yang berbeda. Pada
tabung 1, berisi gas tekan; tabung 2, berisi gas Nitrogen (N2) dan pada tabung 3, berisi gas Hidrogen
(H2).

Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan cuplikan ataupun fasa
diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat
dengan sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas
berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen dan nitrogen. Gas
nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang
optimum dengan HETP (High Eficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium
dapat dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan
25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja hidrogen berkurang sedikir demi sedikit
sedangkan kinerja nitrogen berkurang secara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasa gerak maka semakin
kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat membantu mempercepat kesetimbangan di
antara dua fasa tersebut, sehingga efisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir
tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen. Hal inilah
yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yang lebih baik daripada nitrogen.
Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabil dengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun,
hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan
sebagai penggantinya.    Kotoran yang terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasa diam.
Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
merusak kolom. Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk menghilangkan kotoran yang
berupa air dan hidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan gas pembawa biasanya disesuaikan
dengan jenis detektor. 

            2.      Injektor
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harus mudah menguap saat
diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300° C). Injektor berada dalam oven yang
temperaturnya dapat dikontrol. Suhu injektor biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah
cuplikan yang diinjeksikan sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya
terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampel menggunakan semprit kecil.
Jarum semprit menembus lempengan karet tebal disebut septum yang mana akan mengubah
bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar.
Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakan alat suntik gas (gas-
tight syringe) atau kran gas (gas-sampling valve). Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi splitless (splitless
injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk ke kolom.
Cuplikan yang masuk biasanya hanya 0,1 %  hingga 10 % dari 0,1-2 µL, sementara sisanya dibuang. 
               Gambar 1.2 Sistem injeksi split

Sedangkan injeksi splitless lebih cocok digunakan untuk analisa renik.

      3.      Kolom
Kolom pada umumnya terbuat dari baja tahan karat atau terkadang dapat terbuat dari gelas.
Kolom kaca digunakan bila untuk memisahkan cuplikan yang mengandung komponen yang dapat
terurai jika kontak dengan logam. Diameter kolom yang digunakan biasanya 3 mm – 6 mm dengan
panjang antara 2-3 m. kolom dibentuk melingkar agar dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
oven ( thermostat ).
Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang terkandung dalam
cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang dapat berupa cairan, wax, atau padatan dengan
titik didih rendah. Fasa diam ini harus sukar menguap, memiliki tekanan uap rendah, titik didihnya
tinggi (minimal 100º C di atas suhu operasi kolom) dan stabil secara kimia. Fasa diam ini melekat
pada adsorben. Adsorben yang digunakan harus memiliki ukuran yang seragam dan cukup kuat agar
tidak hancur saat dimasukkan ke dalam kolom. Adsorben biasanya terbuat dari celite yang berasal
dari bahan diatomae.  Cairan yang digunakan sebagai fasa diam di antaranya adalah hidrokarbon
bertitik didih tinggi, silicone oils, waxes, ester polimer, eter dan amida. (The Techniques). Pemilihan
fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk sampel yang bersifat
polar sebaiknya digunakan fasa diam yang polar. Begitupun untuk sampel yang nonpolar, digunakan
fasa diam yang nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna.
Ada dua tipe kolom yang biasa digunakan dalam kromatografi gas, yaitu kolom pak (packed
column) dan kolom terbuka (open tubular column).
-         Kolom pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas Pyrex. Gelas Pyrex digunakan jika cuplikan
yang akan dipisahkan bersifat labil secara termal. Diameter kolom pak berkisar antara 3 – 6 mm
dengan panjang 1 – 5 m. kolom diisi dengan zat padat halus sebagai zat pendukung dan fasa diam
berupa zat cair kental yang melekat pada zat pendukung. Kolom pak dapat menampung jumlah
cuplikan yang banyak sehingga disukai untuk tujuan preparatif. Kolom yang terbuat dari stainless
steel biasa dicuci dengan HCl terlarut, kemudian ditambah dengan air diikuti dengan methanol,
aseton, metilen diklorida dan n-heksana. Proses pencucian ini untuk menghilangkan karat dan noda
yang berasal dari agen pelumas yang digunakan saat membuat kolom. Kolom pak diisi dengan 5%
polyethylene glycol adipate dengan efisiensi kolom sebesar 40,000 theoretical plates
-         Kolom terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbuat dari stainless steel atau quartz. Berdiameter antara 0,1 – 0,7 mm dengan
panjang berkisar antara 15 - 100 m. semakin panjang kolom maka akan efisiensinya semakin besar
dan perbedaan waktu retensi antara komponen satu dengan komponen lain semakin besar dan akan
meningkatkan selektivitas. Penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi
daripada kolom pak. Tidak seperti pada kolom pak, pada kolom terbuka fasa geraknya tidak
mengalami hambatan ketika melewati kolom sehingga waktu analisis menggunakan kolom ini lebih
singkat daripada jika menggunakan kolom pak.
     
     4.      Termostat (Oven)
Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus dikontrol.
Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC - 250ºC. Suhu injektor lebih rendah dari suhu kolom dan
suhu kolom lebih rendah daripada suhu detektor. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih
cuplikan dan derajat pemisahan yang diinginkan.
Operasi GC dapat dilakukan secara isotermal dan terprogram. Analisis yang dilakukan secara
isotermal digunakan untuk memisahkan cuplikan yang komponen-komponen penyusunnya memiliki
perbedaan titik didih yang dekat, sedangkan sistem terprogram digunakan untuk memisahkan
cuplikan yang perbedaan titik didihnya jauh.
     
     5.      Detektor
Detektor adalah komponen yang ditempatkan pada ujung kolom GC yang menganalisis aliran
gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram
secara grafik. Detektor menunjukkan dan mengukur jumlah komponen yang dipisahkan oleh gas
pembawa. Alat ini akan mengubah analit yang telah terpisahkan dan dibawa oleh gas pembawa
menjadi sinyal listrik yang proporsional. Oleh karena itu, alat ini tidak boleh memberikan respon
terhadap gas pembawa yang mengalir pada waktu yang bersamaan. Beberapa detektor yang dapat
digunakan antara lain: detektor hantar bahang (DHB), detektor ionisasi nyala (FID), detektor tangkap
ion, dan lain sebagainya.

    6.      Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa
kumpulan puncak, yang selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Seperti telah diberitahukan
diawal, jumlah puncak dalam kromatogram menyatakan jumlah komponen penyusun campuran.
Sedangkan luas puncak menyatakan kuantitas komponennya.
C.       Cara Menjalankan alat GC
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui tahap-tahap dalam menjalankan
alat GC tersebut. Yaitu:
1.      Mengaktifkan dan melakukan pemanasan terhadap alat sebelum dipergunakan dengan cara
menekan tombol power dan mendiamkan selama ± 15 menit.
2.      Mengalirkan gas menuju injektor dengan cara memutar knop yang terdapat pada tabung gas.
3.      Melakukan pengaturan suhu pada detektor dengan cara menekan tombol DET lalu mengatur suhu
sebesar 100oC kemudian menekan tombol OK.
4.      Melakukan pengaturan suhu pada injektor dengan cara menekan tombol INJ lalu mengatur suhu
sebesar 150oC kemudian menekan tombol OK.
5.      Melakukan pengaturan suhu pada kolom dengan cara menekan tombol COL lalu mengatur suhu
sebesar 200oC kemudian menekan tombol OK.
6.      Mengaktifkan Detektor apabila telah tercapai suhu yang dikehendaki. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memasukkan api ke dalam lubang detektor.
7.      Melakukan pengujian terhadap detektor untuk mengetahui proses pembakaran telah berlangsung.
Hal ini dilakukan dengan cara menempelkan sebuah pada lubang bagian atas dan mengamati
apakah terdapat butiran embun atau tidak. Apabila terdapat butiran embun maka alat detektor sudah
siap digunakan.
8.      Mengambil sampel dan memasukkannya ke dalam injektor dengan bantuan alat syringe.
9.      Menekan tombol spasi pada alat komputerisasi bersamaan dengan memasukkan sampel, kemudian
melihat hasil kromatografi.
10.  Mengamati kromatogram dan menetukan waktu retensi (tR) sampel.

D.       Mekanisme Kerja Dalam Kromatografi Gas


Pada percobaan ini, akan dilakukan pemisahan komponen-komponen pada larutan n-
Heksana. N-Heksana dapat dideteksi dikarenakan senyawa ini merupakan senyawa organik yang
memiliki titik didih cukup rendah dan bersifat volatil.
Adapun mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut : gas bertekanan tinggi
dialirkan ke dalam kolom yang berisi fasa diam, kemudian sampel berupa n-Heksana diinjeksikan ke
dalam aliran gas dan ikut terbawa oleh gas ke dalam kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses
pemisahan dari n-Heksana menjadi komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen
tersebut satu per satu akan keluar kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di ujung
akhir kolom. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai kromatogram. Jumlah
peak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas
suatu komponen ditentukan berdasarkan luas peaknya.
Berikut adalah skema dari instrumen GC:
         
                     Gambar  Diagram kromatografi gas

Adapun hasil yang diperoleh pada pemisahan komponen n-Heksana ini, dapat dilihat dalam
bentuk kromatogram sebagai berikut:

Pada gambar di atas, dapat dilihat sebuah kromatogram sederhana yang memiliki 3 puncak.
Puncak kecil yang berada di kiri merepresentasikan spesies yang tidak ditahan oleh fasa diam. Waktu
(tM) setelah injeksi sampel sampai dengan munulnya puncak ini seringkali dinamakan waktu mati
(dead time). Waktu mati memberikan pengukuran dari laju migrasi rata-rata dari fasa bergerak dan
merupakan suatu parameter yang penting dalam mengidentifiasi puncak analit. Seringkali suatu
sampel akan mengandung spesies yang tidak ditahan, jika mereka tidak memiliki spesies yang tidak
ditahan maka penambahan spesies dengan sifat seperti ini dapat dilakukan untuk membantu
identifikasi puncak.
Puncak lebih besar yang terdapat di bagian tengah gambar di atas, merupakan puncak dari
spesies analit yaitu berupa n-Heksana. Waktu yang diperlukan puncak ini untuk mencapai detektor
atau waktu yang diperlukan spesies analit untuk keluar dari kolom dan mencapai detektor dinamakan
waktu retensi (tR). Adapun nilai Rf dari n-Heksana yaitu 1,433. Berikut nilai waktu retensi dari
komponen-komponen n-Heksana yang terbaca oleh alat GC ini:
 F.      Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Gas
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan metode pemisahan berdasarkan
kromatografi gas (GC) yaitu sebagai berikut:
 

                  -   Kelebihan:
1.      Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi.
2.      Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi.
3.      Gas mempunyai vikositas yang rendah.
4.      Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif cepat dan
sensitifitasnya tinggi.
5.      Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam
yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.
                  -   Kekurangan:
1.      Teknik kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.
2.      Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram mungkin dilakukan,
tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika ada metode lain.
3.      Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat
terlarut.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.  Prinsip dasar metode kromatografi gas adalah pemisahan komponen-komponen dalam suatu
campuran berdasarkan kepolarannya. Dimana komponen yang memiliki kedekatan polaritas dengan
fasa diam maka akan tertahan di kolom, sedangkan komponen yang memiliki kedekatan polaritas
dengan fasa gerak  akan terelusi keluar dari kolom (keluar duluan).
2.  Komponen-komponen utama instrumen GC yaitu: Gas Pembawa, Detektor, Kolom, Injektor, Rekorder
dan Komputer (Penampil Kromatogram).
3.      Adapun kelebihan dan kekurangan dari penggunaan metode pemisahan menggunakan
kromatografi gas yaitu sebagai berikut:
                       -   Kelebihan:
1.      Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi.
2.      Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi.
3.      Gas mempunyai vikositas yang rendah.
4.      Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif cepat dan
sensitifitasnya tinggi.
5.      Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam
yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.
                      -   Kekurangan:
1.      Teknik kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.
2.      Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar. 
3.      Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat
terlarut.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kromatografi Gas-Cair.


         http://www.chem-is-try.org/kromatografi_gas_cair.html. Diunduh  17  Juni 2012.

Anwar,  Chairil. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. UGM-Press. Yogyakarta.

Himawan, Joseph. 2007. Kromatografi Gas.


         http://tupai-terbang.blogspot.com/kromatografi_gas.html.  Diunduh 17 Juni 2012.

Puspita, Dewi. 2007. Kromatografi Gas. http://the_doctor.blogspot.com/kromatografi_gas.html.  Diunduh 17


Juni 2012.
BAB I
 PENDAHULUAN

   1.1             Latar Belakang

Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi
cuplikan antara fasa yang bergerak, dapat berupa gas atau zat cair, dan fasa diam, dapat
berupa zat cair atau zat padat. Kita biasanya menganggap Tswett sebagai penemu
kromatografi, yang pada tahun 1903 menguraikan karyanya mengenai pemakaian kolom
kapur untuk memisahkan pigmen dalam daun. Istilah ‘kromatografi’ dipakai oleh Tswett
untuk menggambarkan daerah berwarna yang bergerak ke bagian bawah kolom
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan unsur-unsur yang akan dipisahkan
terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk suatu lapisan stasioner
dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat
atau melalui fase yang stasioner. Fasa stasioner mugkin suatu zat padat atau suatu cairan, dan
fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. Maka semua jenis kromatografi
yang dikenal, terbagi menjadi empat golongan: cair-padat, gas-padat, cair-cair, dan gas-cair.
Pembahasan teknik kromatografi modern,  baru lengkap bila disebut kromatografi cairan
kinerja tinggi (HPLC). Kromatografi cairan kolom klasik  merupakan prosedur pemisahan
yang sudah mapan dalam mana fase cair yang mobil mengalir lambat-lambat lewat kolom
karena gravitasi. Umumnya metode itu dicirikan oleh efisiensi kolom yang rendah dan waktu
pemisahan yang lama. Namun sejak kira-kira tahun 1969, perhatian dalam teknik kolom
cairan hidup kembali dengan sangat menyolok karena dikembangkannya sistem tekanan
tinggi oleh Kirchland dan Huber, yang bekerja pada tekanan sampai 2,07 x 107 Nm-2 (3000
p.s.i). Dalam metode ini digunakan kolom berdiameter kecil (1-3 mm) dan eluen dipompakan
ke dalamnya dengan laju alir yang tinggi (sekitar 1-5 cm 3m-1). Pemisahan dengan metode ini
dilakukan jauh lebih cepat (sekitar 100 kali lebih cepat) daripada dengan kromatografi cairan
yang biasa. Meskipun peralatan yang tersedia di pasar dewasa ini agak mahal, HPLC telah
terbukti luas penggunaannya dalam kimia organik
BAB II
PEMBAHASAN

   A.    PENGERTIAN
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode fisikokimia berdasarkan pada teknik
kromatografi di mana fase geraknya berupa cairan dan fase diam dapat dalam bentuk cair
atau padat.
Metode ini sangat bermanfaat di bidang farmasi untuk menganalisis secara simultan beberapa
analit dalam martiks sederhana maupun kompleks.
Pada akhir 1960-an, semakin banyak usaha untuk pengembangan kromatografi cair sebagai
suatu teknik untuk mengimbangi kromatografi gas. KCKT adalah kromatografi cair kolom
modern, yang dasarnya merupakan pengembangan dari kromatografi kolom menjadi suatu
sistem pemisahan yang cepat dan efisien.
Peningkatan kecepatan dan efisiensi pemisahannya terkait dengan peningkatan
performa kolomnya yang menggunakan kolom dengan ukuran dimensi dan partikel yang jauh
lebih kecil dari kolom yang dipakai pada kromatografi kolom, sehingga agar fase gerak dapat
mengalir pada kolom, fase gerak dipompa dengan tekanan tinggi. Di samping itu, kinerja
tingginya dalam analisis didukung dengan adanya berbagai sistem deteksi dengan kepekaan
tinggi yang dapat diintegrasikan dengan sistem kromatografinya.
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi gas (KG), keduanya dapat
digunakan untuk menghasilkan efek pemisahan yang sama baiknya. Bila derivatisasi
diperlukan dalam KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis.
Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama.
Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan
lebih besar dalam analisis.
KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan metode kromatografi lainnya,
antara lain :

a) Cepat :: waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat
diselesaikan sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang uncomplicated waktu analisis kurang
dari 5 menit bisa dicapai.
b) Resolusi tinggi :: berbeda dengan KG, interaksi selektif dapat terjadi pada KCKT karena
pengaruh yang besar dari fase diam dan fase geraknya.
c) Sensitivitas detektor :: detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat
mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam-macam zat. Detektor-
detektor fluoresensi dan elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12
gram).
d) kolom dapat digunakan kembali :: berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom
KCKT dapat digunakan kembali. Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang
sama sehingga satu kolom dapat digunakan berulang kali untuk berbagai jenis sampel.
e) Ideal untuk zat termolabil dan volatilitas rendah :: zat-zat yang tidak bisa dianalisis dengan
KG karena terurai oleh suhu  tinggi atau volatilitasnya rendah dan dapat dianalisis secara
KCKT.
f) Mekanisme pemisahan lebih variatif :: banyaknya pilihan fase gerak dan fase diam yang
digunakan serta besarnya interaksi analit terhadap fase diam dan fase gerak memungkinkan
terjadinya pemisahan dengan berbagai mekanisme.
g) Mudah rekoveri sampel :: umumnya detektor yang digunakan dalam KCKT tidak
menyebabkan kerusakan pada komponen sampel yang diperiksa, sehingga komponen sampel
tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detektor.
Namun, jika dibandingkan dengan kromatografi lapis tipis kinerja tinggi, KCKT memiliki
beberapa kelemahan, yaitu :
1. Tidak dapat menganalisis lebih dari satu jenis sampel sekaligus
2. Kromatogram tidak dapat disimpan sebagai dokumen otentik

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan suatu metode pemisahan canggih dalam
analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian dan penetapan
kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan
tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan metode KG. Banyak senyawa
yang dapat dianalisis dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa
organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat/bahan obat campuran rasemis
optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral yang mampu menetukan rasemis dan
isomer aktif.
Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat mahal,
namun metode ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 obat / bahan obat karena
hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi dalam waktu analisis yang cepat.
Secara umum KCKT digunakan dalam kondisi-kondisi berikut:
1.                  Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik, ataupun spesimen biologis
2.                  Analisis ketidakmurnian (impurities)
3.                  Analisis senyawa-senyawa yang tak mudah menguap (non-volatil)
4.                  Penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion
5.                  Isolasi dan pemurnian senyawa
6.                  Pemisahan senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip
7.                  Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah kecil (trace elements)
   B.     Jenis- Jenis HPLC
          Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih
polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar
dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC
dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas,
HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada
mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar
90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat
gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai
reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat
menyebabkan puncak yang berekor.
 2. Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan
fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan
kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan
larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah  atau basa lemah, peranan pH sangat
krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau
protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase
diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi
karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.
3. Kromatografi penukar ion
HPLC penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun
demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan
kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam
beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik.
Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar
garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase
gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel
bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
4. Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel
ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel
ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
5. Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase
diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut
dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut
yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian
molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil.
Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat
diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini
tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel
jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini
dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.
    C.    Instrument HPLC
Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak (Reservoir) ,
pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung
buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam. Diagram skematik
sistem kromatografi cair dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

1 . Wadah fase gerak (Reservoir)


          Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu
laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat
menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus
dilakukan deggasing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak. Sebab adanya gas dalam
fase gerak akan mengganggu detektor sehingga akan mengacaukan hasil analisis. Fase gerak
biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan
berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase
normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan
meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar
daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

     Fase Gerak
Fase gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelarut.
Selain berfungsi sebagai pembawa komponen-komponen campuran campuran menuju
detector, fase gerak dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fase gerak dalam
HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.

      Persyaratan fase gerak HPLC:

1.    Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis.
2.    Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat
mengganggu interpretasi kromatografi.
3.    Zat air harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
4.    Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
5.    Zat air tidak kental. Umumnya kekentalan tidak melebihi 0,5 cP (centi Poise).
6.    Sesuai dengan detector.

  Jenis HPLC berdasarkan kepolaran fase diam dan fase gerak:

a)    HPLC fase normal: HPLC dengan kombinasi antara fase diam polar dan fase gerak non-
polar. Fase diam yang digunakan seperti silica, alumina, atau trietilenaglikol yang dilapiskan
pada partikel silica. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah heksana atau i-propileter.
b)   HPLC fase terbalik: HPLC dengan kombinasi antara fase diam non-polar dan fase gerak
polar. Fase gerak yang digunakan seperti air, methanol, atau asetinitril.
     Fase gerak yang baik memberikan factor kapasitas k’  pada rentang yang sesuai. Untuk
cuplikan dengan 2-3 komponen, sebaiknya menggunakan fase gerak yang memberikan k’
antara 2-5
2. Pompa
          Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa
yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa
yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas
dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan
pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang
konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.
      Tiga jenis pompa yang digunakan dalam HPLC:
    a)      Pompa reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan
piston mundur-maju yang dijalankan oleh motor. Piston berupa gelas dan berkontak langsung
dengan pelarut. Ketika piston mundur maka bola gelas bawah terangkat dan pelarut masuk,
sebaliknya ketika piston maju maka bola bawah menutup saluran pelarut dan pelarut yang
telah berada di ruang pompa didorong masuk ke dalam kolom. 
     b)      Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) terdiri dari tabung yang dilengkapi pendorong
yang digerakkan oleh motor. Pompa ini juga menghasilkan aliran yang cenderung tidak
bergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut.
     c)      Pompa pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah dan
bebas pulsa. Akan tetapi mempunya keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan
(<2000 psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan takanan balik kolom.

3. Tempat Injeksi
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang
minimum dari material kolom. Sampel yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom
secara otomatis atau manual melalui injeksi. Volume injeksi sangat tepat karena mempunyai
sampel loop dengan variabel volume (misalnya 20 – 500 μL).

      Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :


a)   Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup,
dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan
resolusi tidak dipengaruhi
b)   Septum: Septum yang digunakan pada HPLC sama dengan yang digunakan pada
Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi
septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari
septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c)    Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih
besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang
sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD,
sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel
akan masuk ke dalam kolom.

      Syarat- syarat injektor yang baik :


                     Dapat memasukkan sampel ke dalam kolom dalam bentuk sesempit mungkin

                     Mudah digunakan
                     Keberulangan tinggi
Dapat bekerja walaupun ada tekanan balik
4. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses
pemisahan solut/analit.
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Perbandingan kedua kolom dapat dilihat di bawah ini :
Para meter Kolom konvensional Kolom mikrobor
Tabung Stainless steel Stainless steel
kolom Panjang 3,10,15,20 dan 25 Panjang 25 dan 50 cm
cm Diameter luar 0,25 inci
Diameter luar 0,25 inci Diameter dalam 1 atau 2 mm
Diameter dalam 4,6 cm
Fase diam Porous, silika ukuran kecil, Porous, silika ukuran kecil, silika
silika yang dimodofikasi yang dimodofikasi secara kimiawi
secara kimiawi (bonded (bonded phase), atau polimer-
phase), atau polimer- polimer stiren/divinil benzen.Rata-
polimer stiren/divinil rata diameter partikel 3,5 atau
benzen.Rata-rata diameter 10µm dengan kisaran sempit.
partikel 3,5 atau 10µm
dengan kisaran sempit.
Tekanan 500-3000 psi 1000-5000 psi
operasional (35-215 bar (70-350 bar)

Fase gerak Hidrokarbon+pelarut Hidrokarbon+pelarut terklorinasi


terklorinasi atau alkohol atau alkohol untuk fase normal.
untuk fase normal. Untuk Untuk fase terbalik (reversed
fase terbalik (reversed phase) digunakan metanol atau
phase) digunakan metanol asetonitril + air atau
atau asetonitril + air atau bufer.Kecepatan alir 10-100
bufer.Kecepatan alir : 1-3 µl/menit.Modifikasi instrumen
ml/menit Sistem penghantaran pelarut yang
mampu memberikan kontrol aliran
di bawah 10µl/menit.Katup injeksi
sampekl bervolume kecil;sel
detektor bervolume kecil.
Kinerja Efisiensi meningkat dengan Sangat efisiensi dan sensitif, akan
bekurannya ukuran partikel tetapi lambat,konsumsi fase gerak
fase diam, akan tetapi umur hanya ¼ dari kolom konvensional.
kolom dengan ukuran
partikel 3 µm lebih pendek.

Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom


konvensional, yakni:
  Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10
-100 μl/menit).
  Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
  Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis
kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.

  Fase Diam
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi,
silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan
silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat
dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-
reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus
fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang
polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika
yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang
bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.

5. Detektor
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal
(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif)
seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang
spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-
Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.    mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel;
b.    mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang
sangat kecil;
c.    stabil dalam pengopersiannya;
d.   mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita;
e.    signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang
luas         (kisaran dinamis linier);
f.     tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
Karakteristik detector HPLC:
Dasar Jenis Maksimum Peka terhadap Sensitivitas
Pendeteksian sensitifitas kecepatan alir suhu
Absorbsi UV Spesifik 2 x 10-16 Tidak Rendah
Absorbsi IR Spesifik 10-6 Tidak Rendah
-11
Flourometri Spesifik 10 Tidak Rendah
Indek bias Umum 1 x 10-7 Tidak + 10-4 0 C
Konduktometri Spesifik 10-8 Ya 2% 0C
Spektometri Umum 10-10 Tidak Tidak ada
massa
elektrokimia Spesifik 10-12 Ya 1,5% 0C

   D.    Prinsip Kerja HPLC


Adapun prinsip kerja dari KCKT adalah suatu tekhnik yang mana solut atau zat
terlarut terpisah perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom
kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase
diam
Kerja HPLC pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa
geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC
digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah
berdasarkan kepolarannya, dan kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya)
akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah.
Urutan skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan hidrokarbon < senyawa
terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton < golongan alkohol <
golongan asam.
HPLC dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Pada proses kualitatif cara
yang paling umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak
yang mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya adalah sebagai peak milik analat.
Selain melihat RT hal lain yang perlu dilihat adalah spektrum 3D dari signal kromatogram.
Zat yang sama akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika spektrum 3D
antara dua zat berbeda, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat yang berlainan,
meskipun memiliki RT yang sama.
Kemudian melalui analisa kuantitatif dapat diketahui kadar komponen yang dianalisis
di dalam sampel.  Yang berperan dalam proses separasi pada system HPLC adalah kolom.
Ada kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat
digunakan untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga
kolom yang khusus dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat
(Agilent) yang khusus digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida).
Keberhasilan proses separasi sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa
mobil.
Setelah komponen dalam sample berhasil dipisahkan, tahap selanjutnya adalah proses
identifikasi. Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen
dalam sample.
Sample yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram
dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini akan
menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya untuk
sample jenis ini dilakukan tahapan preparasi sample yang lebih rumit agar sample yang siap
diinjeksikan ke HPLC sudah cukup bersih dari impuritis. Sample farmasi biasanya jauh lebih
mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sample ini umumnya hanya
melalui proses pelarutan saja.

   E.     Kelebihan Dan Kekurangan Metode Analisis Dengan HPLC


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) atau High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. HPLC
termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan
dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan
metode lainnya.

Kelebihan itu antara lain:


   a . Mampu memisahkan molekul- molekul dari suatu campuran
   b . Mudah melaksanakannya
   c . Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
   d . Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis ü Resolusi yang
baik
   e . Dapat digunakan bermacam- macam detektor
   f  . Kolom dapat digunakan kembali
  g . Mudah melakukan "sample recovery". Mudah untuk mendapatkan kembali cuplikan, karena
detector pada HPLC tidak merusak komponen zat yang dianalisis.
  h . Dapat menganalisis senyawa organik yang terurai (labil) pada suhu tinggi karena HPLC
dilakukan pada suhu kamar.
   i . Dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa-senyawa anorganik.
  j. Dapat menganalisis cuplikan yang memiliki berat molekul tinggi atau titik didihnya sangat
tinggi seperti polimer
   k . Dapat memisahkan zat-zat yang tidak mudah menguap ataupun tak tahan panas
l.  Banyak pilihan fasa geraknya Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak
analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit
(uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai 
  m. Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi
selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat;
pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam.
  n. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada
HPLC memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
  o. Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam HPLC dapat
mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam-macam zat.
  p. Detektor- detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram
(10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi,
Radiometri, dll, dapat juga digunakan dalam HPLC
  q. Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom
HPLC dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan
kolom yang sama sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis
solven yang digunakan
   r. Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan
KG karena volatilitas rendah , biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik.
HPLC dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat tersebut.
  s. Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam HPLC tidak
menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu
komponen sampel tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan setelah melewati detector.
  t. Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion
memerlukan prosedur khusus.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a.       Larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu
b.      Hanya bisa digunakan untuk asam organic
c.       Harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi
d.      Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas

   F.     Teknik Pengoperasian Alat


Diagram alir HPLC

Injeksi sampel
Injeksi sample seluruhnya otomatis dan anda tidak akan mengharapkan bagaimana
mengetahui apa yang terjadi pada tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan, tidak
sama halnya dengan kromatografi gas (jika anda telah mempelajarinya).
Waktu retensi
Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor
disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel
diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa
itu.
Senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk
beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:
 Tekanan yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut)
 Kondisi dari fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada
ukuran    partikel)
 Komposisi yang tepat dari pelarut
 Temperatur pada kolom
Itu berarti bahwa kondisi harus dikontrol secara hati-hati, jika anda menggunakan waktu
retensi sebagai sarana untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa.

Detektor
Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode
umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra-violet.
Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang
gelombang. Jika anda menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan
sebuah detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan mendapatkan pembacaan langsung
berapa besar sinar yang diserap.

Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati
melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran mengapa pelarut yang digunakan tidak
mengabsorbsi sinar UV. Pelarut menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawa-senyawa akan
menyerap dengan sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV.
Misalnya, metanol, menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada
gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran metanol-air sebagai pelarut,
anda sebaiknya menggunakan panjang gelombang yang lebih besar dari 205 nm untuk
mencegah pembacaan yang salah dari pelarut.

   G.    Analisis Kromatogram/ interpretasi data


Output akan direkam sebagai rangkaian puncak-puncak, dimana masing-masing puncak
mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menerap sinar UV.
Sepanjang anda mengontrol kondisi kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk
membantu mengidentifikasi senyawa yang diperoleh, tentunya, anda (atau orang lain) sudah
mengukur senyawa-senyawa murninya dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama.
Anda juga dapat menggunakan puncak sebagai jalan untuk mengukur kuantitas dari senyawa
yang dihasilkan. Mari beranggapan bahwa tertarik dalam senyawa tertentu, X.
Jika anda menginjeksi suatu larutan yang mengandung senyawa murni X yang telah diketahui
jumlahnya pada instrumen, anda tidak hanya dapat merekam waktu retensi dari senyawa
tersebut, tetapi anda juga dapat menghubungkan jumlah dari senyawa X dengan puncak dari
senyawa yang dihasilkan.

Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor, dan
area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer. Area dihitung sebagai bagian
yang berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana).
Jika larutan X kurang pekat, area dibawah puncak akan berkurang meskipun waktu retensi
akan sama. Misalnya,

Ini berarti dimungkinkan mengkalibrasi instrumen sehingga dapat digunakan untuk


mengetahu berapa jumlah substansi yang dihasilkan meskipun dalam jumlah kecil.
Meskipun demikian, harus berhati-hati. Jika anda mempunyai dua substansi yang berbeda
dalam sebuah campuran (X dan Y), dapatkah anda mengatakan jumlah relatifnya? Anda tidak
dapat mengatakannya jika anda menggunakan serapan UV sebagai metode pendeteksinya.
Dalam gambar, area di bawah puncak Y lebih kecil dibanding dengan area dibawah puncak
X. Ini mungkin disebabkan oleh karena Y lebih sedikit dari X, tetapi dapat sama karena Y
mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang lebih sedikit dibanding dengan X. Ini
mungkin ada jumlah besar Y yang tampak, tetapi jika diserap lemah, ini akan hanya
memberikan puncak yang kecil.
   H.    Contoh Analisa
      Penerapan HPLC Dalam Analisis Senyawa (Obat) Dalam Campuran
HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa aktif pada obat,
produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi dalam sediaan farmasi.
Keterbatasan metode HPLC ini adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika HPLC
dihubungkan dengan spektometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah sampel sangat
kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh.

Penggunaan KCKT dalam bidang farmasi


Metode KCKT merupakan metode yang sangat populer untuk menetapkan kadar
senyawa obat baik dalam bentuk sediaan atau dalam sampel hayati .Hal ini disebabkan
KCKT merupakan metode yang memberikan sensitifitas  dan spesifitas yang tinggi. Berikut
ini adalah beberapa contoh penggunaan KCKT untuk analisis beberapa sediaan farmasi :
Obat (sediaan) Fase diam Fase gerak Detektor
Asetonitril-asam Fluoresen
Adriamisin (serum) C18 fosfat 0,01 N ph EK : 465 nm
2,3 (50:50) EM : 580 nm
CH3CN-H2O
Aktinomisin (Serbuk) C18 Elektrometer
(1:1)
KH2PO4 0,05M;
Allopurinol (tablet) C18; 4 x 30 cm UV 254 nm
1,5 ml/menit

1. Parasetamol:
  Nama Kimia                 : 4- Hidroksiasetanilida
  Rumus Molekul            : C8H9NO2
  Berat Molekul              : 151,16
  Pemerian                      : serbuk, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
  Kelarutan                     : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah
larut dalam etanol. (Depkes RI, 1995).
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol atau asetaminofen merupakan derivat para-
amino fenol yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik. Asetaminofen merupakan
pengganti yang baik untuk analgesik dan antipiretik aspirin pada penderita dengan keluhan
saluran cerna dan pada mereka dengan perpanjangan waktu perdarahan yang tidak
menguntungkan. Asetaminofen merupakan analgetik dan antipiretis.
Parasetamol adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang
dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini
memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan
fasa gerak polar seperti methanol/ air. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol
terikat protein plasma. Parasetamol digunakan sebagai analgesic dan antipiretik.
Pengujian kadar parasetamol dalam obat menggunakan teknik HPLC , dalam proses
analisisnya HPLC memiliki beberapa tahapan. Diawali dengan menginjeksikan sampel uji
yaitu larutan obat yang sebelumnya telah disaring dengan membran PTFE ke dalam kolom
HPLC dengan injektor khusus / syringe yang bervolume 20 µL, penyaringan sebelum
penginjeksian ini dilakukan agar tidak terjadi penyumbatan didalam kolom dan
menghilangkan gas dari pelarutnya. Sampel didorong cepat saat melalui kolom dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi. Di dalam kolom, komponen- komponen pada sampel
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan kekuatan interaksi solut terhadap fasa diamnya. Solut
yang interaksinya kurang kuat akan keluar lebih lambat dari kolom daripada solut lainnya.
Komponen akan keluar dari kolom dengan kecepatan yang berbeda dan terdeteksi oleh
detektor. Detektor yang digunakan adalah detektor UV karena parasetamol merupakan
senyawa organik yang dapat menyerap sinar UV. Pengujian ini menggunakan panjang
gelombang 243 nm dengan mempertimbangkan panjang gelombang methanol yaitu 205 nm
dan air yaitu 190 nm. Teknik yang dilakukan kali ini merupakan “reverse phase” atau fasa
terbalik karena teknik ini menggunakan pelarut polar sebagai fasa gerak sedangkan fasa
diamnya menggunakan pelarut non- polar. Penggunaan fasa gerak dan fasa diam yang
berbeda kepolarannya ini bertujuan agar sampel uji tidak bereaksi dengan fasa diamnya saat
melewati kolom HPLC. Sampel melewati kolom HPLC tentunya memiliki jangka waktu
yang terukur dan juga menjadi parameter, waktu yang dibutuhkan sampel untuk melewati
kolom ini disebut waktu retensi. Dalam pengujian parasetamol dalam obat, waktu retensi
yang terukur adalah antara 2,19 hingga 2,2. Selanjutnya hasil analisis dengan HPLC ini
menghasilkan suatu citra berupa kromatogram. Kromatogram ini merupakan grafik antara
intensitas komponen yang dibawa oleh fasa gerak terhadap waktu retensi. Seharusnya
tampilan kromatogram ini berupa grafik lurus, lancip, dan simetris. Tetapi data yang
diperoleh pada percobaan ini sedikit melebar dan tidak simetris tentunya. Ini disebabkan
antara lain oleh adanya difusi didalam kolom HPLC, difusi yang terjadi adalah difusi
longitudinal dan difusi transfer massa. Difusi longitudinal itu sendiri disebabkan oleh
penyebaran komponen yang tidak sama sedangkan difusi transfer massa disebabkan oleh
kecepatan komponen yang tidak merata. Terdapat beberapa parameter pemisahan dalam
HPLC, yaitu laju alir eluen yaitu sebesar 0,5 mL/ menit, ketebalan stasioner kolom C-18
yaitu 15 cm, ukuran partikel analit, dan laju difusi yang sudah disebutkan diatas. Parameter-
parameter ini dapat menyebabkan kejanggalan dalam pencitraan kromatogram seperti
pelebaran pada puncak. Adanya pelebaran puncak pada kromatogram mengindikasikan
terjadinya overlapping analit yang belum terpisahkan dalam kolom. Semakin tinggi laju
difusinya maka komponen dalam sampel akan semakin sulit dipisahkan secara efisien. Dari
grafik luas area terhadap konsentrasi (ppm) dapat dihitung kadar parasetamol dalam sampel
obat. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa dari sampel obat sebanyak 12,5 mg diperoleh
kadar parasetamol sebesar 83,444 % sedangkan dari massa rata-rata tablet obat sebesar 738,2
mg diperoleh massa parasetamol pada tiap tablet obat sebesar 615,9836 mg. Dapat
disimpulkan bahwa kadar parasetamol dalam tablet obat adalah sebesar 615,98 mg per
tabletnya.
2. Kafein
Rumus struktur :
  Nama Kimia                 : 1,3,7-Trimetil xantin
  Rumus Molekul            : C8H10N4O2
  Berat Molekul              : 194,19
  Pemerian                      : serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya
menggumpal, tidak berbau, rasa pahit.
  Kelarutan                     : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, sukar larut dalam eter. (Depkes RI, 1995).
Dalam penetapan kandungan kafein digunakan sampel berupa minuman berkafein.
HPLC yang digunakan adalh jenis HPLC Series 200 dengan detector 275 nm Perkin Elmer,
Kolom : Supelcosil LC : 18, ( 25 cm X 4,6mm, 5 μm ). Menggunakan asam asetat 70% dan
methanol 30% sebagai fasa gerak. Proses pengerjaan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap
preparasi dan tahap injection ke HPLC.

ANALISIS KUANTITATIF
Metoda Persentase Tinggi / Lebar Puncak
Metoda ini disebut juga Metoda Normalisasi Internal. Untuk analisis kuantitatif
diasumsikan bahwa lebar atau tinggi Puncak (Peak) sebanding (proportional) dengan kadar /
konsentrasi zat yang menghasil puncak. Dalam metoda yang paling sederhana diukur lebar
atau tinggi Puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini berarti bahwa setiap lebar atau tinggi
Puncak diekspresikan sebagai suatu persentase dari total). Hasil normalisasi dari lebar atau
tinggi puncak memberikan komposisi dari campuran yang dianalisis, seperti contoh pada
Tabel berikut:
Peak area
No
Kafein standar Kafein dalam sampel
1 2601417,40 2216635,31
Berdasarkan data table diatas, maka kadar kafein dalam sampel ( teh poci ) dapat dianalisis
dengan mengunakan persamaan :
  Cx     = Ax / Ap X Cp
= x 200 ppm
= 170,42 ppm
Maka dalam 1 mL sampel yang diuji terdapat 0,17042 mg kafein.
Ada dua masalah dengan pendekatan ini, yaitu:
Kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang tiap-tiap
komponen muncul sebagai suatu puncak yang terpisah pada kromatogram. Komponen-
komponen dapat berkoelusi, atau ditahan di dalam kolom, atau, terelusi tanpa terdeteksi. Kita
harus mengasumsi bahwa kita memperoleh respons detektor yang sama untuk setiap
komponen
Untuk mengatasi kesulitan ini, maka kalibrasi detektor diperlukan.
Kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan
mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertinggi, prestasi otak dan suasana
jiwa diperbaiki. Kofein juga memperkuat kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan diuretis.
Kofein digunakan sebagai penyegar. Zat ini sering dikombinasikan dengan Parasetamol atau
asetosal untuk memperkuat efek analgetisnya.
Kafein dosis sedang menyebabkan insomnia, ansietas dan agitasi. Dosis tinggi
diperlukan untuk memperlihatkan toksisitas berupa muntah dan konvulsi. Dosis letal sekitar
10 g (kira-kira 100 cangkir kopi) yang menimbulkan aritmia jantung. Kematian karena kafein
sangat tidak mungkin. Letargi, iritabel dan sakit kepala terjadi pada pengguna yang secara
rutin minumg lebih dari 600 mg kopi per hari ( sekitar 6 cangkir kopi per hari) dan mendadak
berhenti. (Mycek, 2001).

Preparasi Sampel
         Sampel harus dalam bentuk larutan
         Untuk skala analisis sampel dalam mikroL , konsentrasi sampel yang diinjeksikan tidak
boleh terlalu pekat karena dapat menyumbat kolom.
Konsentrasi maksimal adalah 40 ppm.
Preaparasi Fase Gerak
         Fase Gerak ( eluen ) yang digunakan harus dalam kualitas p.a ataupun grade HPLC. Untuk
air digunakan akuabidest.
         Sebelum digunakan, eluen harus disaring dengan milipore kemudian diawagaskan ( di digest
) dengan sonikator sekitar 30 menit untuk menghilangkan udara terlarut.
         Eluen harus dimasukkan ke dalam tabung eluen sebelum alat dinyalakan untuk menghindari
adanya gelembung pada selang penghubung.
         Tabung eluen yang diisi harus diberi label sesuai dengan eluen yang di gunakan.
BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan

a. Komponen utama dari HPLC yaitu, pompa, injector, elusi gradient, kolom, detector,
pengolahan data.
b. Prinsip dasar HPLC (High Performance Liquid Chromatografi) adalah pemisahan
senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase mobile (gerak) dan fase
stasioner (diam). HPLC sering digunakan antara lain untuk menetapkan kadar senyawa aktif
pada obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk- produk degradasi dalam
sediaan farmasi. Contohnya adalah menganalisis parasetamol dan kafein dalam suatu
campuran.
c. HPLC sebagai suatu metode pemisahan memiliki beberapa keuntungan yaitu menghasilkan
pemisahan yang sangat cepat, dapat memisahkan zat-zat yang tidak mudah menguap ataupun
tak tahan panas, banyak pilihan fasa geraknya, mudah untuk mendapatkan kembali cuplikan,
karena detector pada KCKT tidak merusak komponen zat yang dianalisis, dan dapat
dirangkai dengan instrumen lain untuk meningkatkan efisiensi pemisahan. Sedangkan
kekurangannya adalah larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu, hanya bisa
digunakan untuk asam organic, harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut,
analit, dan gradient elusi, harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian
yang terbatas
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., dan Suherman 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press.
Surabaya.
Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Airlangga University
Press. Surabaya.
Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran. Bandung.
Bassett, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Day, R.A dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Khopkar, S.M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Putra,Effendy D. L., 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.
Jurusan Farmasi Fakultas Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara :3
Sudjadi, 1986. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta
http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.co.id/2012/06/kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html
http://lansida.blogspot.co.id/2010/07/hplc-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html
http://paramita-kromatografi.blogspot.co.id/2012/12/kromatografi-cair-kinerja-tinggi-
kckt_6.html

Anda mungkin juga menyukai