Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan limpahan rahmat-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan
Makalah Pendidikan Kewarganegaraan ini yang berjudul "Pemilihan Umum" sesuai dengan
waktu yang saya rencanakan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah tentang Kewarganegaraan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
akhir mata kuliah Kewarganegaraan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
informasi lebih jauh tentang pengetahuan seputar Pemilu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ramelan Sugijana, S.Pd, M.Kes sebagai
pengajar mata kuliah Kewarganegaraan yang telah membimbing kami. Penulis sangat menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran baik secara tertulis ataupun secara lisan dari para pembaca agar penulis bisa
mengembangkan ilmu pengetahuannya, khususnya ilmu Kewarganegaraan.

Semarang, 4 Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pemilihan umum  sebagai manifestasi demokrasi akan dilaksanakan secara serentak 17


April 2019. Beberapa bulan sebelumnya,  para kandidat –baik itu capres/cawapres, calon
legislatif, partai politik –sibuk  berkampnye di satu sisi. Hal yang sama, masyakarakat juga
mempromosikan jagoannya kepada khalayak ramai di sisi yang lain. Dalam proses panjang
ini, tak jarang ekses-eksis negatif terjadi. Upaya menjatuhkan lawan, black campign, hoax,
provokasi, ujaran kebencian, bahkan fitnah, tumbuh subur di tengah masyarakat, terutama di
dunia maya di tahun politik ini.
17 April 2019 harus menjadi akhir dari semua itu. Kita harus memilih pemimpin yang
sesuai dengan hati nurani dan pertimbangan rasio kita. Pemilu 2019 ini sebagai penentuan
sikap dan pilihan politik harus dijadikan sebagai pesta demokrasi. Layak sebuah pesta, maka
pemilihan ini harus dirayakan oleh semua lapisan masyarakat. Pesta adalah suasana yang
mengembirakan, euforia, ceria, canda tawa, dan kegirangan. Pemilu sebagai pesta harus
membuat setiap insan dengan riang-gembira dan tanpa paksaan untuk memilih sesuai dengan
kecocokan hatinya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  memaknai pesta itu sebagai jamuan makan
minum. Makna ini jika ditarik dalam konteks pemilu, jika dalam jamuan makan seseoarang
bebas memilih menu makanan kesukaanya, maka dalam pesta demokrasi setiap orang juga
bebas memilih jagoanya sesuai dengan pertimbangan rasio dan hati nuraninya. Pemaknaan
pesta yang seperti inilah yang akan menimbulkan sikap saling menghargai, menghormati,
dan membebaskan setiap orang sesuai pilihannya.
Sikap menghargai, menghormati, dan memberikan kebebasan kepada orang lain tidak
bisa muncul jika kita tidak meletakkan itu semua di atas persaudaraan. Persaudaraan sebagai
kalimat penyimpul dari sedarah: lahir dan tumbuh di tanah yang sama, dengan bahasa yang
sama, juga berhimpun dalam wadah bangsa dan negara yang sama. Persaudaraan harus jadi
pondasi dalam setiap gerak-gerik anak bangsa. Kita boleh beda pilihan partai politik,
capres/cawapres, jagoaanya masing-masing, tapi rasa sedarah –yang lahir dari rahim ibu
pertiwi –harus tetap diletakkan di atas segalanya.
Menempatkan persaudaraan di atas perbedaan pilihan politik akan melahirkan
sikap legowo. Menerima siapa pun yang terpilih nantinya. Dengan persaudaraan, yang
menang tidak jumawa, yang kalah tidak merasa terhina. Kita semua bersaudara, siapa pun
yang terpilih dalam pesta demokrasi ini, ia adalah pemimpin, wakil dari kita semua, bukan
hanya wakil dan pemimpin golongan atau pemilihnya saja. Persaudaraan mengajarkan,
bahwa pemilu bukan lah akhi dari segalanya. Ia merupakan proses dari jalannya demokrasi
menuju sebuah cita-cita yang kita impikan bersama.
Sikap persudaraan harus tetap kita jaga dalam selama proses pemilu ini. Adanya
upaya-upaya untuk mendeligitemasi hasil pemilu harus kita lawan. Karena ini bertentangan
dengan semangat persudaraan. Perbedaan pilihan politik jangan sampai mengorbankan
sesuatu yang paling asasi dari manusia: persaudaraan. Bila semua pihak meletakkan ini,
maka akan tercipta pemilu yang damai, bersih, dan bisa diterima semua.
Pesta demokrasi  berbasis persaudaraan adalah fondasi kita dalam melewati pemilu 17
April ini. Jika kita berhasil –dan memang dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia selalu
terkontrol –maka kita sudah melewati ujian besar. Indonesia sebagai bangsa yang sudah
teruji dan selalu belajar dari pengalaman sebelumnya, pasti bisa melewati ini semua. Watak
asli manusia Indonesia sejatinya bukanlah manusia yang suka akan pertengakaran dan
keribuatan. Manusia Indonesia terkenal dengan nilai-nilai persaudaraan dan kedamaiannya.
Kedua nilai harus tetap berjalan, terutama di saat-saat pemilu seperti ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pemilu?
2. Apa tujuan pemilu?
3. Bagaimana sejarah pemilu?
4. Apa saja asas pemilu?
5. Apa fungsi pemilu?
6. Bagaimana sistematika pemilu?
7. Bagaimana tanggapan masyarakat seputar pemilu 2019?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pemilu
2. Mengetahui tujuan pemilu
3. Mengetahui sejarah pemilu
4. Mengetahui asas pemilu.
5. Mengetahui fungsi pemilu
6. Mengetahui tanggapan masyarakat seputar pemilu 2019.
BAB II

ISI

A. Pengertian Pemilu

Pemilu atau Pemilihan Umum yaitu proses memilih orang untuk dijadikan pengisi
jabatan-jabatan politik tertentu, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan sampai dengan kepala desa.

Pengertian lain Pemilu adalah salah satu upaya dalam mempengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melaksanakan aktivitas retorika, hubungan politik,
komunikasi massa, lobi dan aktivitas lainnya.

Pemlihan Umum pertama di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955

1. Ali Moertopo
Pengertian pemilu menurut Ali Moertopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankan kedaulatannya sesuai engan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD
1945.

2. Suryo Untoro
Pengertian pemilu menurut Suryo Untoro adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh
warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih untuk memilih wakil-wakilnya yang
duduk dalam badan perwakilan rakyat.

3. Ramlan
Pengertian pemilu menurut Ramlan adalah mekanisme penyeleksian dan pendelegasian
atau pencerahan kedaulatan kepaa orang atau parta yang dipercayai.

4. Morissan (2005:17)
Pengertian pemilu menurut Morissan adalah cara atau sarana untuk mengetahui keinginan
rakyat mengenai arah dan kebijakan negara kedepan. Paling tidak ada tigak macam
tujuan pemilihan umum, adalah:

o Sangat mungkin ada peralihan pemerintahan secara aman dan tertib


o Untuk melakukan kedaulatan rakyat dalam rangka melakukan hak asasi warga
Negara

5. Harris G
Pengertian pemilu menurut Harris G adalah Elections are the accostions when citizens
choose their officials and decide, what they want the government to do, and these
decisions citizens determine what rights they want to have and keep.

6. Wikipedia
Pengertian pemilu menurut Wikipedia adalah proses memilih orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu.

7. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


Pengertian pemilu menurut KBBI adalah pemilihan yang dilakukan serentak oleh seluruh
rakyat suatu negara (untuk memilih wakil rayat dan sebagainya)
8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat (1)
Pengertian pemilu menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.

B. Sejarah Pemilu
Pemilu 1955 memperbolehkan Kolonel Alex Evert Kawilarang, Panglima Tentara
Siliwangi, dan bawahan-bawahannya ikut memilih. Meski pangkatnya tergolong tinggi,
Alex Kawilarang rela dan tidak masalah ketika harus mengantre di belakang prajurit-
prajurit yang pangkatnya jauh lebih rendah. Begitulah yang tertangkap dari foto di
autobiografinya yang disusun Ramadhan K.H., AE Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih
(1988: 283). Letnan Dua Raden Muhammad Yogie Suardi Memet—yang belakangan
pernah menjadi Menteri Dalam Negeri di zaman Orba—ada di belakang Alex
Kawilarang. Orang yang berdiri mengantre di depan Yogie bukan perwira, tapi prajurit
yang pangkatnya lebih rendah lagi. Kisah itu bukan satu-satunya cerita soal Tentara
Nasional Indonesia (TNI) yang memilih dalam Pemilu 1955. Pengawal legendaris
Presiden Sukarno, Mangil Martowidjojo, dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-
1967 (1999: 191) menyebut, "Polisi Negara (juga) ikut serta dalam Pemilu 1955". Tak
hanya para anggota TNI dan polisi boleh mencoblos dalam pemilu. Di antara mereka pun
ada yang mendirikan partai politik. Terdapat Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) yang
jadi peserta Pemilu 1955. Beberapa kolonel—Abdul Haris Nasution, Gatot Subroto, dan
Azis Saleh—mendirikan suatu partai bernama Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI). Dari partai inilah sejarah Pemuda Pancasila bermula. “Banyak tentara yang oleh
karena latar-belakangnya, keyakinan pribadinya atau pengaruh lingkungan dan tradisi
keluarga memilih partai-partai tertentu,” tulis Daud Sinjal dan kawan-kawan dalam
Laporan Kepada Bangsa (1996: 195). Baca juga: Hikayat Pemuda Pancasila: Dari
Nasution ke Yapto Banyak Tentara Pilih PKI Partai yang populer di era 1950-an itu
adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), yang sudah berakar dari zaman kolonial. Lalu
ada Masyumi, yang merupakan gabungan organisasi Islam. Ada pula Partai Komunis
Indonesia (PKI), yang sangat populer di kalangan petani, buruh, dan kaum miskin. Masih
menurut Daud Sinjal, kala itu IPKI belum mengakar dan pendidikan politik tentara juga
belum matang. Menurut Abdul kadir—yang belakangan menjadi Sekretaris Jenderal
Penerangan dan berpangkat terakhir mayor jenderal—kalau tentara ikut mencoblos maka
akan terpecah-pecah. IPKI dan P3RI tidak sukses. IPKI cuma dapat lima kursi parlemen.
P3RI juga tidak lebih dari IPKI. Mangil menyebut, “tidak ada seorang anggota polisi
yang memaksa rakyat, menakut-nakuti rakyat untuk menyoblos tanda gambar P3RI.” Dua
partai itu tak semujur Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dinarasikan Orde Baru kerap
berkampanye secara licik. Kemenangan PKI sebagai partai nomor 4 dalam perolehan
suara adalah kejutan bagi para pembencinya. "Tahun 1955, 30 persen tentara memilih
PKI," kata Soemarsono dengan kagum dalam Revolusi Agustus: Kesaksian Seorang
Pelaku Sejarah (2008: 62). "TNI yang waktu Peristiwa Madiun baru menembaki kita atau
disuruh menembaki kita, tetapi warga TNI memberikan suara 30 persen." Bagi
Soemarsono, Pemilu 1955 adalah pemilu demokratis karena tentara dibolehkan memilih.
Sementara itu, Achmadi Moestahal dalam Dari Gontor ke Pulau Buru: Memoar H.
Achmadi Moestahal (2002) menyebut, “intelnya militer Zulkifi Lubis banyak mengawasi
prajurit dari hasil coblosan, karena mereka tahu bahwa mayoritas Angkatan Darat nusuk
PKI” (hlm. 143). Lubis mengatakan sendiri hal itu sambil khawatir. Moestahal
berkesimpulan di lingkaran tentara pilihan itu tidaklah bebas dan rahasia. “Saya sendiri
memilih PKI,” aku Moestahal, yang sejak lulus sekolah rakyat punya simpati dengan
gerakan kiri sambil tetap memegang teguh ajaran Islam. “Karena saya melihat waktu itu
program partai ini populis, membela buruh, membela orang kecil yang diperlakukan
sewenang-wenang.” Banyak perwira Angkatan Darat tidak senang dengan keberhasilan
PKI. Dan yang paling memukul adalah banyaknya prajurit Angkatan Darat yang
mencoblos PKI. Ada seorang komandan resimen yang malu setengah mati kepada atasan
ketika hasil pemilihan menyebutkan bahwa mayoritas prajurit di bekas batalion yang
pernah dipimpinnya memilih PKI. Pernah terlintas di kepala perwira tertentu yang anti-
komunis untuk menyerang kantor PKI. Seperti dicatat Daud Sinjal (1996), Achmad
Nasuhi, perwira Siliwangi yang dikenal anti-komunis, pernah mengajak Kapten Abdul
Kadir Besar untuk menggranat kantor CC PKI. Abdul Kadir tidak suka ide itu meski dia
juga tak suka komunis. Namun penggranatan tetap terjadi pada Juli 1957 (hlm. 196).

C. Tujuan Pemilu

Tujuan dari pemilu adalah sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan
pemerintahan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ada dua pemilu yaitu pemilu
legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden.

Pemilu legislatif dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan
pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan untuk memilih pasangan presiden dan wakil
presiden.

Menurut Prihatmoko (2003:19) Pemilihan Umum didalam pelaksanaannya mempunyai tiga


tujuan, yaitu:

 Sebagai sistem kerja untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif
kebijakan umum (public policy)
 Pemilu adalah sarana untuk pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada
badan badan perwakilan rakyat melewai wakil wakil yang sudah dipilih atau partai yang
memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin
 Pemilu sebagai sarana memobilisasi, penggerak atau penggalang dukungan rakyat kepada
Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut sera dalam proses politik.
Sedangkan tujuan pemilu dalam pelaksanaannya yang berdasarkan Undang-Undang No.8
Tahun 2012 pasal 3 yaitu pemilu diadakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

D. Fungsi Pemilu

Menurut C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil fungsi dari pemilu sebagai alat demokrasi yang
dipakai untuk:

1. Mempertahankan dan mengembangkan sendi-sendi demokrasi di Indonesia


2. Adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut Pancasila (Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia)
3. Menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yakni tetap tegaknya Pancasila dan
dipertahankannya UUD 1945.

E. Asas Pemilu

Dalam pelaksanaan pemilu terdapat asas-asas yang digunakan antara lain:

 Langsung
Langsung artinya masyarakat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memilih dengang
langsung dalam pemilihan umum yang sesuai dengan kehendak diri sendiri tanpa ada
penghubung

 Umum
Umum artinya pemilihan umum berlaku untuk semua warga negara yang sudah
memenuhi syarat, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan,
pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial lainnya.

 Bebas
Bebas artinya semua warna negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih pada
pemilu, bebas untuk menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk menjadi pembawa
aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan oleh siapa pun.

 Rahasia
Rahasia artinya didalam menentukan pilihan, seorang pemilih dijamin kerahasiaan
pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak bisa diketahui
oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

 Jujur
Jujus artinya semua pihak yang berhubungan dengan pemilu wajib berlaku dan bersikap
jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

 Adil
Adil artinya didalam melaksanakan pemilihan umum, masing-masing pemilih dan peserta
pemilu memperoleh perlakuan yang sama, dan juga bebas dari kecurangan pihak mana
pun.
F. Bentuk Pemilu

Bentuk pemilihan umum dalam pelaksanaannya dibedakan menjadi dua yaitu pemilu langsung
dan pemilu tidak langsung.

 Pemilu Langsung
Pemilu langsung adalah pemilu yang dilakukan oleh pemilih dengan memilih secara
langsung tanpa melewati lembaga perwakilan, pemilih akan mendatangi tempat
pemungutan suara (TPS) didaerah mereka untuk memberikan suara.

Sistem konvensional, surat suara terbuat dari kertas yang dicetak atau difotocopy. Di
surat suara tersebut dimuat nama, gambar, nomor urut calon peserta pemilu. Panitia
pemilu akan menetapkan cara pemberian suara dalam pemilu baik itu dengan cara
menuliskan nama/nomor urut calon, mencoblos sampai kertas berlubang maupun
mencontreng gambar/nama/nomor urut calon dan atau partai yang dipilih.

 Pemilu Tidak Langsung


Pemilu tidak langsung yaitu pemilu yang dilaksanakan oleh para anggota perwakilan
pada lembaga perwakilan atau parlemen atau pemilu yang tidak dilaksanakan oleh rakyat
dengan langsung tetapi melewati lembaga perwakilan yaitu parlemen. Didalam
memberikan suaranya, pemilih bisa secara langsung memilih dengan cara voting atau
musyawarah mufakat sesuai kesepakatan.

G. Sistem Pemilu

Sistem pemilu memiliki dimensi yang sangat kompleks. Beberapa dimensi tersebut antara
lain3 adalah:

1) Penyuaraan (balloting). Penyuaraan adalah tata cara yang harus diikuti pemilih yang
berhak menentukan suara. Jenis penyuaraan dibedakan menjadi dua tipe, yaitu kategorikal
(pemilih hanya memilih satu partai atau calon) dan ordinal (pemilih memiliki kebebasan lebih
dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya.

2) Besaran distrik (district magnitude). Besaran distrik adalah berapa banyak anggota
lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu distrik pemilihan. Besar distrik dapat dibagi
menjadi dua, yaitu distrik beranggota tunggal dan distrik beranggota jamak. Besaran distrik
berpengaruh terhadap tingkat kompetisi partai dalam memperebutkan kursi. Semakin besar
magnitude sebuah distrik maka semakin rendah kompetisi partai untuk memperebutkan kursi.
Sebaliknya, semakin kecil magnitude sebuah distrik maka semakin ketat kompetisi partai untuk
memperebutkan kursi.

3) Pembuatan batas-batas representasi (pendistrikan). Cara penentuan distrik merupakan


hal yang krusial di dalam pemilu. Ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan batas-batas pendistrikan, yaitu masalah keterwakilan dan kesetaraan kekuatan suara

4) Formula pemilihan (electoral formula). Formula pemilihan adalah membicarakan


menerjemahan suara menjadi kursi. Secara umum formula pemilihan dibedakan menjadi tiga,
yaitu formula pluralitas, formula mayoritas, dan formula perwakilan berimbang.

5) Ambang batas (threshold). Threshold yaitu tingkat minimal dukungan yang harus
diperoleh sebuah partai untuk mendapatkan perwakilan. Batas minimal itu biasanya diwujudkan
dalam prosentase dari hasil pemilu.
6) Jumlah kursi legislatif. Berapakah jumlah kursi legislatif yang ideal adalah sebuah
pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Belum diketahui mengapa suatu negara menetapkan jumlah
kursi di parlemen beserta alasannya. Sistem pemilu di dunia terbagi ke dalam 4 (empat) keluarga
besar, yaitu sistem distrik, sistem proporsional, sistem campuran, dan sistem di luar ketiga sistem
utama.

H. Seputar Pemilu 2019

Tentang Pemilu 2019 saat ini khususnya dalam pemilihan Presiden kita periode 2019-
2024 ada banyak sekali menggunakan isu SARA baik dikehidupan nyata maupun di media
sosial itu sendiri. Tidak hanya isu SARA saja, penyebaran HOAX juga banyak terjadi di
media sosial terkait Pasangan Calon Presiden kita, baik Paslon nomor 1 maupun paslon
nomor 2. 

Hal yang seperti ini dapat menyebabkan perpecahan bagi bangsa kita sendiri. Sesuai
dengan UUD 1945 pasal 1 ayat 1 Bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang
berbentuk Republik. Oleh sebab itu, kita sebagai bangsa Indonesia jangan mau terpecah belah
hanya karna doktrin yang tidak benar terkait isu HOAX dan isu SARA. Siapapun Presiden
kita yang terpilih baik Paslon Nomor 1 maupun Paslon Nomor 2, mereka adalah yang terbaik
yang kita percayai akan membangun dan lebih mensejahterakan kita rakyat Indonesia.

Terkait tentang Pemilu 2019, KPU menetapkan sejumlah aturan main bagi para peserta
Pemilu untuk kampanye yang berlangsung mulai 23 September 2018 ini hingga pada 13 April
2019. Apa yang boleh dan tidak boleh, yaitu :

Aturan Main Kampanye Pemilu 2019 :

1. Dilarang beriklan kampanye di media massa sebelum massa kampanye


2. Iklan pada masa kampanye hanya boleh selama 21 hari yang berakhir dengan
dimulainya masa tenang.
3. Dilarang memasang bendera parpol dan nomor urut peserta pemilu selain
ditempat-tempat yang sudah diatur.
4. Dilarang pasang gambar pejabat negara termasuk presiden dan wakil presiden
serta mantan presiden dan wakil presiden (kecuali ketua umum partai) pada alat
peraga.
5. Media massa wajib memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilu
dalam pemutan dan penayangan iklan kampanye.
6. Dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat
pendidikan.
7. Dilarang membawa atau menggunakan tanda gambar dan atribut selain
gambaratau atribut peserta pemilu.
8. Dilarang melakukan pertemuan tertutup tanpa melapor ke KPU dan Bawaslu.

Dalam menghadapi Pemilihan presiden di tahun 2019, perlu difokuskan oleh


kedua kubu untuk tidak menggunakan isu SARA, penyebaran hoax, dan berbagai hal
yang dapat memicu munculnya perpecahan dikalangan masyarakat. Indonesia dengan
multikulturalisme serta kemajemukan masyarakatnya jangan sampai terpecah belah oleh
karena hal berbeda pendapat tentang calon yang akan diusung. Jangan sampai
kepentingan politik berada diatas kepentingan masyarakat. Untuk para pemimpin bangsa
dan calon pasangan yang akan berkompetisi di Pemilu 2019, diharapkan mengedepankan
dialog untuk kemajuan bangsa dan solusi yang bersifat membangun. Dibandingkan sibuk
mencari kesalahan kekurangan dari kubu lawan, alangka baiknya memberi solusi demi
Indonesia yang lebih maju. Untuk merefleksikan masyarakat Indonesia pasca Pilpres
tahun 2019, pemerintah dan segenap elite politik diharapkan menyudahi isu-isu yang
belum jelas kebenarannya di tahun mendatang setelah menemukan pemimpin bangsa
yang menang dalam pesta demokrasi tahun 2019. Tidak ada lagi isu-isu miring sebagai
balasan kekalahan dari salahsatu kubu demi menjaga keharmonisan bangsa Indonesia.
Rasa senasib, seperjuangan dan kita semua sama-sama anak bangsa dapat menjadi
fokus untuk meredam isu perpecahan di masyarakat majemuk.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemilu atau Pemilihan Umum yaitu proses memilih orang untuk dijadikan pengisi
jabatan-jabatan politik tertentu, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan sampai dengan kepala desa.

Pengertian lain Pemilu adalah salah satu upaya dalam mempengaruhi rakyat
secara persuasif (tidak memaksa) dengan melaksanakan aktivitas retorika, hubungan
politik, komunikasi massa, lobi dan aktivitas lainnya.

Dalam menghadapi Pemilihan presiden di tahun 2019, perlu difokuskan oleh


kedua kubu untuk tidak menggunakan isu SARA, penyebaran hoax, dan berbagai hal
yang dapat memicu munculnya perpecahan dikalangan masyarakat.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan pada pembaca agar lebih menyadari pentingnya
karakteristik pemilu dan bijak dalam menghadapi pemilu demi masa depan bangsa Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan saran dan kritik
ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun. Penulis pun akan menerima dengan senang hati
demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran
dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
https://jalandamai.org/pesta-demokrasi-2019-letakkan-persaudaraan-di-atas-pilihan-
politik.html
https://www.liputan6.com/tag/respons-dunia-ke-pemilu-2019
https://www.kompasiana.com/dini78707/5c9c825f3ba7f70ff21382b2/pendapat-mengenai-
pemilu-2019
https://news.detik.com/berita/d-4446943/fakta-fakta-penting-pemilu-2019
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/09/pengertian-pemilu-tujuan-fungsi-asas-bentuk-
sistem.html
https://tirto.id/sejarah-pemilu-1955-tentara-punya-hak-pilih-banyak-mencoblos-pki-dmbw

Anda mungkin juga menyukai