Anda di halaman 1dari 29

ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT DAN KENDALI MUTU

A. PENGERTIAN PROFESI
Profesi  menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang  pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,kejuruan,dan sebagainya) tertentu. Sedangkan
profesional menurut KBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir)
Dari definisi di atas, dapat  disimpulkan bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah
tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dari profesi ini juga mendapatkan pembayaran
sebagai timbal balik atas pekerjaan yang dilakukannya. Sawyers Internal Auditing menyebutkan
7 (tujuh) syarat, yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum)
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup
lama dan berkelanjutan
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan  anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi
anggota
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengeluarkan sertifikat.

B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK


1. Pengertian Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988,
mendefinisikan etik sebagai :
a. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
b. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk  dan 
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang
diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik
suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka
yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan,
penilai, dan profesi lainnya.

2. Dilema Etika dan Solusinya


Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis,
yakni:
a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara).
Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada
kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya,
yang  bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet
dan mengambil isinya.
b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri.
Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di
bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat
tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang
dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya.
Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin
berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak,  menyontek dalam ujian,
atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan
perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan  berpendapat bahwa orang lain pun
melakukan tindakan  yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak 
melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya,  seseorang yang
menemukan barang  hilang  tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat
membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang
kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang
harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan.
Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin
tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh
pembelinya. Dia mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli protes
untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka
penjual tidak perlu memberitahu.

Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang
memecahkan dilema etika. Dalam rangka tersebut dikenal sebagai the six-step approach,
yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang
akan diterima/ditanggungnya berkaitan  dengan kejadian tersebut.
d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang
terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan kons ekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika
yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas
pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga
sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta
kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai
yang diyakini oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu,
untuk tercapainya keseragaman  ukuran  perilaku,  apakah suatu tindakan  etis
atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota
profesi.

3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi


Tanpa  kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah
laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi
dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja
auditor ditentukan oleh keahlian, independensi  serta integritas moral/kejujuran para 
auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk
dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan
kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat.

C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT


Standar antara lain diperlukan sebagai:
1) Ukuran mutu;
2) Pedoman kerja;
3) Batas tanggung jawab;
4) Alat pemberi perintah;
5) Alat pengawasan;
6) Kemudahan bagi umum.

Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnyadiperlukan pada pekerjaan  yang 
memiliki ciri:
1) Menyangkut kepentingan orang banyak;
2) Mutu hasilnya ditentukan;
3) Banyak orang (pekerja) terlibat;
4) Sifat dan mutu pekerjaan sama;
5) Ada organisasi yang mengatur.
Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi
profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum  yang harus dicapai auditor dalam
melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor.

D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN  PROGRAM JAMINAN KUALITAS


Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode etik  dan standar setiap profesi adalah
kebutuhan profesi tersebut akan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan
oleh profesi. Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangk aturan perilaku, yang disebut
dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan
organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus
dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti
auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktik.
Program jaminan kualitas harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan
kepercayaan  masyarakat terhadap  mutu jasa audit. Program jaminan kualitas untuk masing-
masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan.

E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP


Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan
audit. Auditor APIP meliputi :
1. Auditor lingkungan BPKP
2. Inspektorat Jenderal Departemen
3. Unit Pengawasan LPND
4. Inspektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Dalam menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan dengan
statusnya sebagai pegawai negeri dan standar audiot APIP sebagaimana diatur dalam peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatu Negara No. PER/M. PAN/03/2008 M. PAN/03/2008 dan No.
PER/05/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008.
Disisi lain terdapat pula auditor pemerintah khususnya auditor BPKP adalah akuntan
anggota IAI yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan
keuangan yang disusun berdasar PABU (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam PSAK.
Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik akuntan
Indonesia dan standar audit yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAI.
A. LANDASAN HUKUM
Kode etik APIP ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
PER/04/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008. Landasan ketentuan hukum:

1.  Undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2.  Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3.  Undang-undang RI No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4.  Undang-undang RI No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
5.  Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
6.  Peraturan Presiden RI No 9 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi , dan
Tata kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006.
7.  Intruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
8.  Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/03. 1/M.
PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007-2008.
B.        KODE ETIK APIP
Kode etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas
oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan
pemantauan tindak lanjutnya. Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu:
1.     Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku
auditor; dan
2.     Aturan perilaku  yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.
1.   Prinsip-prinsip Perilaku
      Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandas i oleh
beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi.
a.      Integritas
      Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani,
bijaksana, dan bertanggung  jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi
pengambilan keputusan yang handal.
b.     Obyektivitas
      Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan,
mengevaluasi, dan memroses data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang
atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain
dalam mengambil keputusan.
c.      Kerahasiaan
      Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak
mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan.
d.   Kompetensi
      Dalam melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian,
pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas.
2.   Aturan Perilaku
Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan
pengejawantahan prinsip-prinsip perilaku auditor. Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
a.      Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-
sungguh;
b.     Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan 
organisasi dalam melaksanakan tugas;
c.      Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan
segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi yang berlaku;
d.     Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
e.      Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
f.       Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit;
dan
g.     Saling  mengingatkan,  membimbing, mengoreksi perilaku sesama auditor.
C.    PELANGGARAN
Kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP sesuai dengan pernyataan  Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 
menetapkan sebgai berikut:
1.     Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, mes kipun dengan
alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisas i atau diperintahkan oleh pejabat
yang lebih tinggi.
2.     Auditor  tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan
tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3.     Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran  kode etik oleh auditor kepada pimpinan
organisasi.
4.     Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan. Profesi diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan APIP.
D.    PENGECUALIAN
Terdapat bebrapa pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi karena dalam penerapan kode
etik profesi berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal. Dalam hal-
hal tertentu seorang auditor dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Oleh
karena itu, terdapat beberapa aturan pengecualian sebagai berikut:
1.     Permohonan pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis
sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud.
2.     Persetujuan untuk tidak menerapkan kode etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP.
Pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah
direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
3.     Pengecualian tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru
kemudian diajukan permohonan.
E.     SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan
APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran
Kode Etik oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bentuk-bentuk sanksi tersebut antara lain berupa:
1.     Teguran tertulis;
2.     Usulan pemberhentian dari tim audit; dan
3.     Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
F.     KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Latar belakang organisasional antara Konsorsium Organisasi Profesi Audit yang berbeda dengan
APIP membuat Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan
pendekatan yang berbeda. Konsorsium menggunakan istilah Standar
Perilaku Auditor Internal berisi:
1.     Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
2.     Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya  atau terhadap pihak
yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3.     Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat
mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4.     Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik
dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka,
yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab
profesinya secara objektif.
5.     Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien,
pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat
memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
6.     Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan
kompetensi profesional yang dimilikinya.
7.     Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar
Profesi Audit Internal.
8.     Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang
diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi
rahasia:
a.    untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
b.    secara melanggar hukum, atau
c.    yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9.     Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-
fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat:
a.    mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau
b.    menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
10.  Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas
pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
BAB IV
STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
A.        LANDASAN HUKUM
1.     Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara
2.     Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen
dimana Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur pada pasal 52 sampai
dengan pasal 54
3.     Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006
4.     Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan  Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah  Tahun 2007–2009.
B.    STANDAR AUDIT APIP
1.   Prinsip-prinsip Dasar
a.   Kewajiban Auditor
1)     Kewajiban Auditor untuk mengikuti Standar Audit Auditor harus mengikuti Standar Audit
dalam segala pekerjaan audit yang dianggap material.
2)     Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan Auditor  harus secara terus menerus
meningkatkan kemampuan teknik dan metodologi audit. Komponen kemampuan auditor yang 
harus ditingkatkan meliputi: kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang terkait dengan
audit dan auditi.
b.   Kewajiban APIP
1)     Menyusun Rencana Pengawasan
2)     Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan
3)     Mengelola Sumber Daya
4)     Menetapkan Kebijakan dan Prosedur
5)     Melakukan Koordinasi
6)     Menyampaikan Laporan Berkala
7)     Melakukan Pengembangan Program dan
8)     Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat
2.     Standar Umum
      Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a.      Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab
                Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara
tertulis, disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi. Pernyataan standar
tersebut dimaksudkan untuk memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan mandat yang
diberikan kepada APIP dalam melaksanakan setiap penugasan audit yang secara khusus
berkenaan dengan  kewenangan akses APIP dan para auditornya atas informasi dan personel
auditi.
b.     Independensi dan Obyektivitas
1)     Independensi APIP
2)     Obyektivitas Auditor
3)     Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas
c.   Keahlian
1)     Latar Belakang Pendidikan Auditor
2)     Kompetensi Teknis
3)     Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan  dan Pelatihan Berkelanjutan
4)     Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar
d.   Kecermatan Profesional
      Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due
professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan.
e.             Kepatuhan Terhadap Kode Etik.
      Auditor  tidak saja harus menggunakan seluruh kemampuan dan kecermatannya tetapi juga
dituntut untuk mematuhi kode etik yang ditetapkan. Dengan demikian kompetensi dan etika
harus dipenuhi secara bersamaan.
3.     Standar Pelaksanaan Audit Kinerja
Secara sistematis standar pelaksanaan audit kinerja terdiri dari:
a.   Perencanaan
      Perencanaan audit bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara
berkualitas,  ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam perencanaan ini, auditor menetapkan sasaran,
ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya serta mempertimbangkan berbagai hal
termasuk sistem  pengendalian intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse).
b.   Supervisi
      Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk
memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya kemampuan auditor.
c.   Pengumpulan dan Pengujian Bukti
      Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan
audit kinerja. Kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan suatu kriteria
yang mendasarinya, maka  proses pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit.
d.   Pengembangan Temuan
      Auditor harus mengembangkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja.
Temuan audit berupa  ketidak-ekonomisan, ketidak-efisienan dan ketidak-efektifan pengelolaan
organisasi, program, aktivitas atau fungsi yang diaudit. Selain itu, temuan juga dapat berupa
tidak efektifnya sistem pengendalian intern, adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidak patutan (abuse). Unsur temuan meliputi: kondisi,
kriteria,sebab, dan akibat.
e.   Dokumentasi
      Auditor  harus  menyiapkan  dan menata-usahakan dokumen  audit kinerja dalam bentuk
kertas  kerja audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara
efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis.
4.     Standar Pelaporan Audit Kinerja
Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi:
a.   Kewajiban Membuat Laporan
      Auditor harus membuat laporan hasil audit kinerja sesuai dengan penugasannya yang disusun
dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan auditnya. Laporan hasil audit
berguna antara lain untuk:
1)     Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdas
arkan peraturan  perundang-undangan
2)     Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit
3)     Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan  instansi  terkait
4)     Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan
yang semestinya telah dilakukan.
b.   Cara dan Saat Pelaporan
      Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada  kesempatan
pertama  setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan yang dibuat tertulis bertujuan untuk
menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan, temuan dan rekomendasi auditor.
Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak membatasi atau mencegah pembahasan lisan
dengan auditi selama proses audit berlangsung.
c.   Bentuk dan Isi Laporan
      Laporan  hasil audit kinerja  harus dibuat  dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh
auditi dan pihak lain yang terkait. Laporan hasil audit kinerja baik bentuk surat atau bab harus
memuat:
1)     Dasar melakukan audit
2)     Identifikasi audit
3)     Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit
4)     Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit
5)     Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
6)     Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan rekomendasi
7)     Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung jawab
8)     Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak-pihak yang menerima laporan
9)     Pelaporan informasi rahasia, bila ada.
d.     Kelemahan sistem pengendalian intern.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse)
disajikan sebagai bagian  temuan.
1)      Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
2)      Kelemahan  atas sistem pengendalian  intern yang dilaporkan adalah kelemahan yang
mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup
disampaikan kepada auditi dalam bentuk surat (management letter).
3)      Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan dan
Ketidakpatutan  (abuse)
4)      Auditor harus  melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, kecurangan dan ketidapatutan (abuse).
5)      Kualitas Laporan
6)      Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta
jelas dan seringkas mungkin.
7)      Tanggapan Auditi
8)      Auditor harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap kesimpulan, temuan dan
rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi secara tertulis dari
pejabat auditi yang bertanggung jawab.
9)      Penerbitan dan Distribusi Laporan
10)   Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain 
yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan 
perundang-undangan. Laporan  hasil audit  kinerja harus didistribusikan  tepat waktu kepada
pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang
diaudit merupakanrahasia negara atau dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak tertentu
atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya, auditor
dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
5.     Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja
Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja meliputi:
a.   Komunikasi Dengan Auditi
      Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan
atau menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan  rekomendasi berada pada auditi.
b.   Prosedur Pemantauan
      Auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi.
APIP perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna mengefektifkan pelaksanaan
tindak lanjut hasil audit.
c.   Status Temuan
      Auditor harus melaporkan status temuan beserta rekomendasi audit kinerja sebelumnya yang
belum ditindak-lanjuti. Laporan status temuan yang disampaikan kepadapihak yang
berkepentingan memuat antara lain:
1)   Temuan dan rekomendasi
2)   Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan
3)   Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan temuan.
d.   Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan
      Terhadap temuan yang berindikasi adanya tindakan ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangandan kecurangan, auditor harus membantu aparat penegak hukum terkait
dalam upaya penindak-lanjutan temuan tersebut.
6.     Standar Pelaksanaan Audit Investigatif
      Sistematika standar pelaksanaan audit investigatif meliputi:
a.   Perencanaan
      Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor investigatif harus menyusun rencana audit.
Rencana audit tersebut harus dievaluasi dan bila perlu disempurnakan selama proses audit
investigatif berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di lapangan.
Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk memperkecil tingkat risiko  kegagalan dalam
melakukan audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif dapat
dilaksanakan secara efisien dan efektif. Informasi yang diterima dari berbagai sumber, seperti:
pengaduan masyarakat, pengembangan hasil audit kinerja atau audit lainnya, permintaan instansi
aparat penegak hukum atau instansi lainnya dijadikan sebagai dasar penyusunan rencana audit
investigatif. Apabila keputusan yang diambil adalah melakukan audit investigatif, maka rencana
tindakan memuat langkah-langkah berikut:
1)     Menentukan sifat utama pelanggaran
2)     Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif
3)     Mengindentifikasi kemungkinan pelanggaran hukum,peraturan, atau perundang-undangan,
dan memahami unsur-unsur yang terkait denganpembuktian atau standar
4)     Mengindentifikasi dan menentukan prioritas Tahapan audit investigatif yang diperlukan
untuk mencapai sasaran audit investigatif
5)     Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit  investigatif;
6)     Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, termasuk instansi penyidik jika
diperlukan.
b.     Supervisi
      Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi audit yang bertujuan
antara lain untuk mengetahui:
1)     Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit
2)     Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit
3)     Ketaatan terhadap prosedur audit
4)     Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalamkertas kerja audit untuk mendukung
temuan dan rekomendasi
5)     Pencapaian tujuan audit.
c.   Pengumpulan dan Pengujian Bukti
      Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian
hipotesis untuk mengungkapkan:
1)     Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi)
2)     Sebab dan dampak penyimpangan
3)     Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah.
d.   Dokumentasi
      Auditor harus  menyiapkan dan  menatausahakan dokumen  audit investigatif dalam bentuk
kertas  kerja  audit. Dokumen  audit  investigatif harus  disimpan secara  tertib  dan sistematis
agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Hasil audit investigatif harus
didokumentasikan dalam berkas audit investigatif secara akurat dan lengkap.
7.   Standar Pelaporan Audit Investigatif
Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif meliputi:
a.      Kewajiban Membuat Laporan
      Auditor investigatif harus membuat laporan hasil audit investigatif sesuai dengan
penugasannya yang disusun dalam format yang tepat segera setelah melakukan tugasnya.
Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis, dengan tujuan untuk memudahkan
pembuktian dan berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
b.     Cara dan Saat Pelaporan
      Laporan hasil audit investigatif dibuat secara tertulis dan segera setelah berakhirnya
pelaksanaan audit investigatif. APIP harus menetapkan kapan laporan akan diberikan secara
tertulis sesuai dengan situasi dan kasus yang diaudit.
c.      Isi Laporan
      Laporan hasil audit investigatif minimal harus memuat hal-hal berikut:
1)     Dasar melakukan audit
2)     Identifikasi auditi
3)     Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit
4)     Pernyataan bahwa audit investigatif telah dilaksanakan sesuai Standar Audit
5)     Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di mana, bilamana, bagaimana dari kasus
yang diaudit
6)     Sebab dan dampak penyimpangan
7)     Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab
8)     Dalam pengungkapan pihak yang bertanggungjawab atau yang diduga terlibat, auditor
harus memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu dengan tidak menyebut identitas lengkap.
d.     Kualitas Laporan
      Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas,lengkap, singkat, dan disusun dengan logis,
tepat waktu, dan obyektif.
e.      Pembicaraan Akhir dengan Auditi
      Auditor investigatif harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap hasil audit investigatif.
Tanggapan atau pendapat tersebut harus dikemukakan pada saat melakukan pembicaraan akhir
dengan auditi. Salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil
audit investigatif dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya review dan tanggapan dari
pejabat yang bertanggung jawab,sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya
mengemukakan kesimpulan auditor investigatif saja, melainkan memuat pula pendapat pejabat
yang bertanggung jawab tersebut.
f.       Penerbitan dan Distribusi Laporan
      Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak
lain  yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan
peraturan  perundang-undangan. Laporan hasil audit investigatif harus  didistribusikan tepat
waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8.  Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif
      Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan
rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit
investigatif yg dilimpahkan kepada aparat penegak hukum. Standar ini mengharuskan APIP
untuk mengadministrasikan temuan audit investigatif guna keperluan pemantauan tindak lanjut
dan pemutakhiran datahasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa tuntutan
perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR). APIP harus memantau tindak lanjut kasus
penyimpangan yg berindikasi adanya tindak pidana korupsi atau perdata yg dilimpahkan kepada 
Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
C.    STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa  Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007
yang memiliki landasan dan referensi berikut:
1.     Landasan Peraturan Perundang-undangan
a.      Undang Undang Dasar RI Tahun 1945
b.     Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c.      Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
d.     Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
e.      Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2.   Referensi:
a.      Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995
b.     Generally Accepted Government Auditing  Standards (GAGAS) 2003 Revision, United
States Generally Accounting Office
c.      Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
d.     Auditing  Standards,  International Organization  of Supreme Audit
e.      Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995
f.       Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002
g.     Internal Control Standards, INTOSAI, 200
h.     Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision December
2003.
Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan  terhadap entitas, 
program,  kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan  ini berlaku untuk:
a.      BPK.
b.     Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas  nama BPK.
c.      Aparat Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak
lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas,
dan fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 butir Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut:
a.      Standar Umum
      Standar ini mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Cakupan standar umum
mengatur persyaratan kemampuan atau keahlian, independensi, penggunaan kemahiran
profesional secara cermat dan seksama, dan pengendalian mutu.
b.     Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
      Pelaksanaan Pemeriksaan  Keuangan mengatur hal-hal berikut:
1)     Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik
2)     Komunikasi Pemeriksa
3)     Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
4)     Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)
5)     Pengembangan temuan pemeriksaan
6)     Dokumentasi pemeriksaan.
c.      Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
      Standar ini mengatur tentang:
1)   Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia
2)   Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
3)   Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
4)   Pelaporan tentang pengendalian intern
5)   Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab
6)   Pelaporan informasi rahasia
7)   Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
d.     Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
      Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur mengenai perencanaan, supervisi, bukti, dan
dokumentasi pemeriksaan.
e.      Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
      Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur tentang bentu, isi laporan, unsur-unsur kualitas
laporan, penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
f.       Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
      Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
1)    Hubungan dengan standar profes ional akuntan publik yangditetapkan oleh IkatanAkuntan
Indonesia
2)    Komunikasi Pemeriksa
3)    Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
4)    Pengendalian intern
5)    Merancang  pemeriksaan  untuk  mendeteksi  terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)
6)    Dokumentasi pemeriksaan.
g.     Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
      Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
1)     Hubungan dengan standar profes ional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia
2)     Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
3)     Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan
4)     Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab
5)     Pelaporan informasi rahasia
6)     Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
D.    STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)
SPAI membagi standara udit menjadi dua kelompok besar:
1.  Standar Atribut
a.   Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab
      Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara
formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI),
dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
b.   Independensi dan Objektivitas
      Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam
melaksanakan pekerjaannya.
1)     Independensi Organisasi
      Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut
memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkat  jika fungsi audit internal memiliki
akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2)     Objektivitas Auditor Internal
      Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari
kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest)
3)     Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas
      Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun
dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian
pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan
objektivitas tersebut.
c.   Keahlian dan Kecermatan Profesional
1)     Keahlian
      Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan.  Fungsi Audit Internal secara
kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
2)     Kecermatan Profesional
      Dalam menerapkan kecermatan profesional  auditor internal perlu mempertimbangkan:
1)     Ruang lingkup penugasan.
2)     Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
3)     Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.
4)     Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.
5)     Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.
6)     Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
      Auditor internal harus  meningkatkan  pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensinya melalui
Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan.
d.     Program Quality  Assurance Fungsi Audit Internal
      Penanggung jawab Fungsi Audit  Internal harus mengembangkan dan memelihara program
quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus
menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan
eksternal secara periodik serta pemantauan  internal yang berkelanjutan. Program ini harus
dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan
operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit  internal telah sesuai dengan
Standar dan Kode Etik Audit Internal.
1)     Penilaian terhadap Program Quality Assurance
      Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai
efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian
(assessment) internal maupun eksternal.
a)     Penilaian Internal. Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal  yang
mencakup:
·           Review yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal
·           Review berkala yang dilakukan melalui self assessment atau oleh pihak lain dari dalam
organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktek audit internal.
b)     Penilaian  Eksternal. Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam
tiga tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.
2)     Pelaporan Program Quality  Assurance
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus  melaporkan hasil review dari pihak eksternal
kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
3)     Pernyataan  Kesesuaian dengan SPAI
      Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa
aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Pernyataan ini harus
didukung dengan hasil penilaian Program Quality Assurance.
4)      Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
       Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi
ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus
diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2.   Standar Kinerja
a.   Pengelolaan Fungsi Audit Internal
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus  mengelola fungsi audit internal secara efektif
dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi
organisasi.
1)     Perencanaan
      Penanggung jawab fungsi audit  internal harus  menyusun perencanaan yang berbasis risiko
(risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan
organisasi. Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan
paling sedikit setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi serta
perkembangan  terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit
internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan
nilai tambah dan meningkatkan  kegiatan organisasi.
2)     Komunikasi dan Persetujuan
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan rencana kegiatan audit,
dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat
persetujuan. Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak
yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumber daya.
3)     Pengelolaan Sumber daya
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumber daya fungsi audit
internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana
yang telah disetujui.
4)     Kebijakan dan Prosedur
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
5)     Koordinasi
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan
eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh
penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
6)     Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada
Pimpinandan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana dan realisas i yang mencakup
sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat
permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang
dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.
b.   Lingkup Penugasan
      Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan
yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
1)   Pengelolaan Risiko
      Fungsi audit internal harus membantu organis asi dengan cara mengidentifikasi dan 
mengevaluasi risiko  signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan
risiko dan sistem pengendalian intern.
2)   Pengendalian
      Fungsi audit  internal harus  membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern
yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian
tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.
a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan
efektivitas s istem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem
informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup:
•   Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
• Keandalan dan integritas informasi.
• Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pengamanan aset organisasi.
b)   Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana s asaran dan tujuan program
serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organis asi.
c)   Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai
sejauh mana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang  telah
ditetapkan.
d)   Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.
3)   Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang
sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a)   Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.
b)   Memastikan  pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.
c)   Secara efektif mengomunikas ikan risiko dan pengendalian  kepada unit-unit yang tepat di
dalam organisasi.
d) Secara efektif  mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan informasi di antara
pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. Fungsi audit
internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektiv itas dari kegiatan, program dan
sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi.
c.   Perencanaan Penugasan
      Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap
penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi sumber daya.
1)     Pertimbangan Perencanaan Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus
mempertimbangkan:
a)   Sasaran dan kegiatan yang s edang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut
dalam mengendalikan k inerjanya.
b)   Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang direviu serta
pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak ris iko ke tingkat yang dapat diterima
oleh organisasi.
c)   Kecukupan dan efektivitas pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian intern.
d)   Peluang yang s ignifikan untuk meningkatkan pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian
intern.
2)   Sasaran Penugasan.
      Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
3)   Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai maka  fungsi audit internal
harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
4)   Alokasi Sumber  Daya Penugasan
      Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran
penugasan.  Penugasan staf harus didasarkan pada evaluas i atas sifat dan kompleksitas
penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya.
5)   Program Kerja  Penugasan
      Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka
mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, 
menganalisis,  mengevaluasi,  dan mendokumentasikan  informasi selama penugasan. Program
kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas
program kerja harus  segera mendapat pers etujuan.
d.   Pelaksanaan Penugasan
      Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis,
mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan
penugasan.
1)   Mengidentifikasi Informasi
      Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan
berguna untuk mencapai sasaran  penugasan.
2)   Analisis dan Evaluasi
      Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan
evaluasi yang tepat.
3)   Dokumentasi Informasi
      Auditor internal harus mendokumentasikan  informasi yang relevan untuk mendukung
kesimpulan dan hasil penugasan.
4)   Supervisi Penugasan
      Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran,
terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan  staf.
e.   Komunikasi Hasil Penugasan
      Auditor internal mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu.
1)     Kriteria Komunikasi
      Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan 
rencana tindak lanjutnya.
2)     Kualitas Komunikasi
      Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas,
ringkas,  konstruktif, lengkap,dan tepat waktu.
3)     Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar
      Dalam  hal terdapat  ketidak-patuhan terhadap  standar yang mempengaruhi penugasan
tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
a)     Standar yang tidak dipatuhi.
b)     Alasan ketidak-patuhan.
c)     Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan.
4)     Penyampaian Hasil-hasil Penugasan
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan hasil penugasan kepada
pihak yang berhak.
f.    Pemantauan Tindak Lanjut
      Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk
memantau tindak lanjut hasil penugasan yang  telah dikomunikasikan  kepada  manajemen.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau
dan memastikan bahwa manajemen telah  melaksanakan  tindak lanjut secara efektif, atau
menanggung  risiko karena  tidak  melakukan  tindak lanjut.
g.   Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
      Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang 
sebenarnya tidak  dapat diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus
mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan
keputusan yang memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan manajemen
senior harus melaporkan hal tersebut kepada Pimpinan dan Dewan  Pengawas Organisasi untuk
mendapatkan resolusi.
REFERENSI
1.        Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak, dan Sumiyati, Ak. M.F.M, Edisi Lima, Tahun 2008,
Pusdiklat Pengawasan BPKP, Jln. Beringin II Pandansari,  Ciawi  ISBN 979- 3873-06-X Bogor
16720.
2.        Lawrence B. Swayer, JD, CIA, PA., Mortimer A. Dittenhofer, Ph.D., CIA., JamesH.
Scheiner, Ph.D., “Sawyer’s Internal Auditing”, Audit Internal Sawyer, Jakarta: Salemba 4, 2009,
Edisi 5.
Sumber: http://sigit-rh.blogspot.co.id/2011/12/kode-etik-dan-standar-audit.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai