Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HERPES ZOSTER

A. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya). Herpes zoster adalah
sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap
varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus
Varicella – Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler,
unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu
ganglion saraf sensoris.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh
virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
B. Klasifikasi
Herpes zoster dapat dibedakan menjadi :
1. Herpes zoster generalisata
Adalah herpes yang unilateral dan segmental ditambah dengan penyebaran secara
generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
2. Herpes zoster oftalmikus
Adalah herpes zoster yang didalamnya terjadi infeksi cabang pertama nervus
trigeminus yang menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.

Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat


dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
1. Virus herpes simpleks tipe 1
Menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun
kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat
anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
2. Virus herpes simpleks tipe 2
Hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian
besar ditularkan lewat kontak seksual. Secara periodik, virus ini akan kembali aktif
dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada
lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit
tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber
infeksi bagi orang lain.
C. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . virus varicella zoster
terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub
unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan
organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21
hari.
1. Faktor Resiko Herpes zoster
a. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
b. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.
c. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
d. Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
2. Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster
a. Trauma / luka e. Gangguan pencernaan
b. Kelelahan f. Obat – obatan
c. Demam g. Sinar ultraviolet
d. Alkohol h. Haid
i. Stress
3. Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
a. Herpes Virus Hominis (HVH).
b. Herpes Simplex Virus (HSV)
c. Varicella Zoster Virus (VZV)
d. Epstein Bar Virus (EBV)
e. Citamoga lavirus (CMV)
Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks
tipe I dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui
hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau
sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi
herpes pada alat kelamin luar.
Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II
HSV tipe I HSV tipe II
Predileksi Kulit dan mukosa di luar Kulit dan mukosa daerah
genetalia dan perianal
Kultur pada chorioallatoic Membentuk bercak kecil Membentuk pock besar
membran (CAM) dari telur dan tebal
ayam
Serologi Antibodi terhadap HSV Antibodi terhadap HSV
tipe I tipe II
Sifat lain Tidak bersifat onkogeni Bersifat onkogeni

4. Faktor pencetus replikasi virus penyebab herpes simpleks :


a. Herpes oro-labial.
 Suhu dingin.
 Panas sinar matahari.
 Penyakit infeksi (febris).
 Kelelahan.
 Menstruasi.
b. Herpes Genetalis
 Faktor pencetus pada herpes oro-labial.
 Hubungan seksual.
 Makanan yang merangsang.
 Alcohol.
c. Keadaan yang menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
 Penyakit DM berat.
 Kanker.
 HIV.
 Obat-obatan (Imunosupresi, Kortikosteroid).
 Radiasi.
D. Manifestasi klinik
Herpes zoster
1. Gejala prodomal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama
1 – 4 hari.
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise,
nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa
terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
c. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang
timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
d. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap
cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur,
penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–
papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada
hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta
dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai
hari ke 7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan
jaringan parut (pitted scar)
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih
sensitive terhadap nyeri yang dialami.
Herpes simpleks
Masa inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang
kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung dalam 3
fase, yakni:
1. Fase Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
a. Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
b. Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
c. Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah sehingga
menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang kemerahan
(eritematus), dan nyeri.
d. Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan
nyeri otot.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang
Herpes genitalis.
2. Fase Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun
kekambuhan terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor
pencetus, misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan
perlukaan setelah hubungan intim.
a. Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih
ringan. Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh
(unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya dapat
hilang dalam 5 hingga 7 hari.
b. Sebelum muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan
nyeri.
3. Fase Laten
Fase ini berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat
ditemukan dlm keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
E. Komplikasi
Nyeri post herpetik adalah nyeri yang timbul setelah gejala-gejala herpes zoster mulai
membaik. Nyeri tersebut dapat merupakan komplikasi yang paling umum terjadi di
masyarakat. Neuralgia paost herpetika (NPH) adalah komplikasi yang serius dari
Herpes Zoster, nyeri dirasakan di tempat penyembuhan ruam Herpes Zoster, terjadi 9
% hingga 15 % pasien herpes zoster yang tidak diobati, dengan risiko yang lebih
tinggi pada usia tua. Data seluruh dunia menunjukkan di antara pasien herpes zoster
yang berumur di atas 60 tahun, 6% masih merasakan nyeri saat 1 bulan sejak terkena
herpes zoster dan 1% masih merasakan nyeri 3 bulan sesudahnya.
Selain itu komplikasi-komplikasi lain yang dapat terjadi di beberapa bagian
tubuh lainnya, diantaranya :
 Pada mata
Diawali dengan mata merah meradang, air mata banyak keluar, penglihatan
rangkap, nyeri bola mata, sebagian penglihatan kabur sampai hilang. Komplikasi
herpes zoster ke mata bisa menyebabkan macam  macam kerusakan dan
kemungkinan bisa sampai buta. Biasanya setelah herpes ini sembuh bisa
menyisakan cacat pada kornea, atau tekanan bola mata berubah meninggi
(glaucoma).
 Pada telinga
Bisa menimbulkan rasa nyeri pada telinga, kualitas pendengaran menjadi
menurun, baik itu bersifat sementara ataupun juga permanen serta bisa
menyebabkan wajah menjadi lumpuh sebelah.
 Pada otak
Komplikasi herpes ke saraf otak bisa menyisakan rasa nyeri kepala yang hebat
sampai berbulan - bulan lamanya.
F. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Pada stadium
vesicular yang terpenting adalah menjaga gelembung/Plenting cairan agar
tidak pecah supaya tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi
kuman yang lain, yaitu dengan cara pemberian Acyclovir salep digunakan
untuk mengobati luka dingin (lepuh demam, lepuh yang disebabkan oleh
virus) pada wajah dan mata. Acyclovir bekerja dengan cara menghentikan
penyebaran virus herpes dalam tubuh (MIMS Annual Indonesia 2008).
Acyclovir yang topical terdapat dalam bentuk sedian cream dan salep
untuk dioleskan ke kulit. Acyclovir cream biasanya dioleskan lima kali sehari
selama selama 4 hari. Sedangkan untuk salep Acyclovir biasanya dioleskan
enam kali sehari (biasanya 4 jam terpisah) selama 7 hari. Cara terbaik
memulai menggunakan salep Acyclovir sesegera mungkin setelah pasien
mengalami gejalah pertama infeksi. Perlu diingat Acyclovir cream dan salep
hanya digunakan di kulit jangan sampai cream atau salep masuk ke mata,
hidung, dan mulut. Jika gejalah semakin memburuk segera hubungi dokter
kembali (MIMS Annual Indonesia 2008)
Efek samping dari Acyclovir topical adalah Kering atau bibir pecah-
pecah, Terkelupas, mengelupas atau kulit kering, Terbakar atau kulit
menyengat, Kemerahan, pembengkakan, atau iritasi di tempat di mana pasien
dioleskan obat, gejala lainnya yaitu Gatal-gatal, Ruam, Rasa gatal, Kesulitan
bernapas atau menelan, Pembengkakan wajah, leher, bibir, mata, tangan, kaki,
pergelangan kaki, atau kaki yang lebih rendah, Suara serak. Beberapa efek
samping dapat serius. Jika pasien mengalami gejala-gejala tersebut, segera
hubungi dokter (MIMS Annual Indonesia 2008)
2) Pengobatan Sistemik
a) Acyclovir
b) Analgetik : Paracetamol/Acetamenofen
c) Vaksin zoster (Zostavax)
d) Kortikosteroid
b. Non farmakologi
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien dan
dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut meliputi
penjelasan atas jalannya penyakit, rencana pengobatan, dan perlu memperhatikan
aturan dosis antivirus. Tidak adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien
tentang Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang
resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar air. Instruksikan pasien
agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan kering untuk meminimalkan
resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap perubahan suhu badan, dan
menggunakan baju yang bersih dan hidup sehat untuk mengurangi
ketidaknyamanan.
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan istirahat dan makan-makanan bergizi
karena infeksi virus akan cepat membaik dengan meningkatnya system imun
tubuh, serta berkonsultasi ke dokter kulit dan kelamin.
G. Patofisiologi

Anda mungkin juga menyukai