Anda di halaman 1dari 16

BIODATA

Nama Lengkap : Wahyuni Yusuf

Nama Panggilan : Ayun

Tempat/Tanggal Lahir : Gorontalo, 14 Juni 1999

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Kasmat Lahay. Desa Tunggulo. Kecamatan Limboto Barat.


Kabupaten Gorontalo. Provinsi Gorontalo.

Alamat Email : ayunyusuf99@gmail.com

Akun Sosmed : Instagram @ayunysf_


JUDUL : TRUE FRIEND

PENULIS : AYUN YUSUF

Siang yang panas. Sekarang tidak ada dosen yang masuk dikelasku. Kelas yang semula
tenang menikmati materi demi materi yang disampaikan kemudian ramai, ricuh, melakukan
sesuatu dengan kesibukan mereka masing-masing setelah mata kuliah sebelumnya berakhir. Hari
ini adalah hari terakhir perkuliahan. Tak lama lagi acara kelulusan akan dilaksanakan. Aku
duduk diam di bangku ku yang tepat berada sebelah jendela. Duduk termenung, memikirkan
sesuatu yang mungkin sudah kusesali dari dulu. Segera aku mengambil laptop ku mengusir
kesunyian kala siang itu. Memandang kembali foto-foto setahun yang lalu. Salah satu foto
mengundang perhatianku. Foto yang mengandung kenangan yang tak akan pernah aku lupakan
hingga sampai saat ini. Seorang gadis dengan senyum yang indah jelas terukir di wajahnya.
Pashmina berwarna abu muda tampak senada dengan pakaian yang dipakainya. Gadis itu tepat
berdiri berfoto disebelahku. Rara dan Nadin menggandeng ku bersama. Kami terlihat sangat
bahagia. Foto itu diambil ketika hari peringatan ulang tahun kampus.

Bagi beberapa orang kenangan mungkin hanya sebagai hiasan saja, tapi bagiku kenangan
adalah hal dimana kita bisa mengenangnya, terbawa dalam suasana dulu. Meski itu telah
berlalu aku tidak akan lupa tentang hari itu.

Kini aku merasa kesepian tanpa kehadiran kedua sahabatku. Rara dan Nadin adalah orang
pertama yang berkesan bagiku. Mereka bukan hanya sekedar sahabat, melainkan hal spesial
buatku. Aku mengenal mereka sejak pertama masuk. Hingga suatu saat ketika masalah datang
yang tak aku harapkan. Aku menyesal menyianyiakan hal yang ada didekatku ini. Merasa telah
gagal.

*2 tahun yang lalu*


Matahari mulai menampakan wajahnya. Sesekali bercak sinarnya mengenai wajah ku yang
masih terlelap dalam tidur.

“Keyra! Bangun nak sudah pagi” teriak Mama dari dapur yang berusaha membangunkanku
sedari tadi. Letak dapur dan kamarku tak begitu jauh, hanya butuh beberapa langkah untuk bisa
sampai ketempat yang penuh peralatan memasak itu.

“Hoamm… dikit lagi ma. Key masih ngantuk nih” Kataku yang masih setengah bangun. Aku


menutup wajah dengan selimut. Ingin melanjutkan tidur.

“Bangun Key, nanti kesiangan loh ke kampusnya” tak diduga mama sudah berada di dalam
kamarku. Ia sudah kehilangan kesabarannya yang sedari tadi membangunkan aku yang masih
saja malas beranjak dari tempat tidur.

“Ke kampus kan besok ma, ini hari minggu tahu” kata ku masih saja setengah sadar.

“Ini udah hari senin Key. Lihat Jam nya sekarang!. Mama gak mau tahu yaa” pinta mama yang
terdengar kesal.

Setelah mendengar ocehan mama aku menengok ke arah jam yang menempal tegak di dinding.
Sudah jam 6 lebih 20 menit. Aku telat! pikirku setelah sadar sepenuhnya dalam tidurku. Segera
aku bangun, mengambil handuk berwarna biru yang tergantung di belakang pintu kamar, berlari
menuju kamar mandi. Aku sedikit kesal pada diriku yang malas ini, ini adalah hari pertama
masuk kampus. Tak seharusnya aku terlambat di hari pertama.

Sekitar 15 menit aku keluar dari kamar mandi. Mengambil seragam dinas kampus yang sudah
menjadi seragam khas bagi mahasiswa keperawatan. Seragam dengan atasan putih yang
sederhana, bawahan rok yang berwarna biru, dan di lengkapi dengan kerudung putih dihiasi pita
pinggir berwarna senada. Hari ini aku terlihat seperti benar-benar mahasiswa. Tak ada lagi
seorang Keyra yang berseragam SMA yang khas dengan seragam putih abu-abu. Kini adalah
Keyra yang tampil baru, lembaran baru, dan mendapatkan teman-teman baru.

Aku menatap cermin , sedikit terdiam. Entah apa yang aku pikirkan. Semoga saja bisa menjadi
awal yang baru. Ucapku dalam hati, mendesuh napas lega. Aku menatap kembali jam tangan
yang melingkar di lengan tanganku yang kecil.
“Gawat! Makin terlambat kalo gini” Ucapku tak karuan. Segera aku bergegas berlari menuju
meja makan. Menghampiri Papa dan Mama yang tengah duduk bersama.

“Ma Pa aku pamit pergi dulu!” ucapku mencium punggung tangan mama terburu-buru, diikuti
Papa yang tengah menikmati sarapan. Belum akan memasukan sendoknya kedalam mulut sudah
kucegah lebih dulu.

“Makan dulu Key!” teriak mama yang melihatku aneh. Papa masih sibuk dengan makanannya.

“Ntar aja kalo udah di kampus Ma”

“Hati-hati jalannya. Jangan terburu-buru kek gitu”

“Tenang aja Ibu Negara” ucapku terkekeh kemudian berlalu meninggalkan meja makan. Mama
hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkahku pagi ini.

Motor Matic berwarna hijau terparkir rapih di halaman rumah. Aku menaiki Si Hijau, Karena tak
akan sempat jika aku harus menunggu angkot. Itu malah akan membuatku semakin terlambat.
Tidak ada pilihan lain selain menaiki Si Hijau. Motor yang selalu menemani dulu sewaktu SMA.
Rumahku dengan Kampus lumayan Jauh, butuh 20 menit untuk sampai. Terlebih lagi itu sudah
pukul 7 tepat. Semoga saja tidak apa-apa jika terlambat dihari pertama ini.

Setelah melewati berpuluh-puluh rumah, aku sampai di sebuah Kampus yang lumayan megah
dan besar. Gedung 5 lantai sangat jelas dilihat dari kejauhan. Gedung berwarna khas Biru itu
adalah gedung jurusannku.

Universitas Bergengsi adalah sebuah kampus yang berada di provinsi gorontalo, kampus itu
menampung para mahasiswa D-III dan D-IV. Terdapat 3 jurusan diantaranya Keperawatan,
Kebidanan, dan Gizi. Setelah lulus dari SMA aku tak berniat untuk masuk ke kampus ini, karena
setelah didengar dari beberapa orang kampus ini adalah kampus yang bergengsi, untuk masuk
saja sangat sulit. Banyak yag mendaftar tapi banyak juga yang kurang beruntung. Oleh sebab itu
aku merasa rendah diri untuk mendaftar. Tetapi takdir berkata lain, setelah dinyatakan tidak lulus
dari universitas yang aku inginkan akhirnya aku mendaftar ke kampus ini, mengikuti teman
sekelasku lainnya dengan Jalur Prestasi, dan Alhamdulillah aku Lulus. Setelah meminta
pertimbangan dari Mama dan Papa aku menyetujuinya.
Aku memakirkan Si Hijau di sebuah tempat parkir yang memang disediakan oleh pihak kampus.
Suasana yang aku rasakan saat ini adalah tak sama dengan masa sekolah dulu. Tak banyak
mahasiswa lainnya yang berlarian terburu-buru sepertiku. Masa kuliah memang beda dengan
masa sekolah. Dimana masa kuliah bisa dibilang santai, ingin masuk kelas atau tidak itu tak
bermasalah, tak dimarahi oleh guru karena absen kelas. Tetapi yang bedanya lagi jika tidak
masuk kelas selama 3x maka tidak bisa mengikuti Ujian Akhir. Itu adalah konsekuensi
terberatnya. Oleh karena itu aku tidak ingin itu terjadi dihari pertamaku.

Aku bergegas menuju gedung keperawatan, mencari-cari teman-teman sekelasku. Aku


menghubungi Nadin, teman pertama yang aku temui sewaktu pelatihan mahasiswa baru.

“Gedung Keperawatan Lantai 3, kelas IB D-III Keperawatan” pesan singkat dari Nadin masuk,
setelah membaca pesan tersebut aku berlari menuju dalam gedung, menaiki anak tangga hingga
sampai ke lantai 3. Dengan nafas terengah-rengah aku paksakan agar tidak telat nantinya.
Sebelum dosen pertama akan masuk memberikan mata kuliah. Beruntungnya belum ada dosen
yang masuk, Ibu Rani agak terlambat untuk masuk.

“Key disini!” Nadin melambaikan tangannya ke arahku. Aku menuju tempat Nadin berdiri. Ia
menyambutku dengan tersenyum. Kaki ku terasa lemah, lantai 3 telah membuatku lemah seakan
ingin jatuh saja kelantai.

Nadin mengajakku masuk kedalam kelas. Bisa kulihat seisi kelas berisikan orang yang terasa
asing bagiku, orang-orang yang belum sama sekali aku temui. Mereka menatapku, tersenyum
padaku akupun membalas senyumannya. Banyak gadis-gadis yang berparas cantik dikelas ini,
penampilan mereka tampak modis kebanyakan dari kalangan orang kaya. Tapi berbeda dengan
Nadin, ia tampil sederhana apa adanya. Riasan wajahnya tidak menor seperti kebanyakan gadis.
Ia adalah orang yang sempurna menurutku. Kerudung putih dengan gaya khasnya selalu melekat
dalam dirinya. Nadin adalah seorang gadis yang alim, dia juga cantik, Nadin termasuk orang
yang tidak banyak berbicara. Tata bahasanya sangat lembut, bicaranya pelan. Kadang-kadang
aku sampai tidak bisa mendengarnya berbicara. Keterlaluan sekali bukan?

Aku letakkan ransel ku di kursi bersebelahan dengannya. Kami duduk bersama, mengobrol apa
saja yang membuat kami menyenangkan.
“Hai!” sapa seorang gadis yang duduk disebelah ku sambil menepuk bahuku pelan. Ia
tersenyum. Senyum manis yang ramah terhadap orang. Gadis itu Cantik, penampilannya sopan
tetapi tidak seperti Nadin.

”Hei!” aku membalas nya dengan tersenyum.

“Nama kamu siapa? Aku Rara” gadis itu menjulurkan tangannya.

“Keyra. Salam kenal Rara” balasku tersenyum menerima uluran tangannya.

Rara dan Nadin kemudian saling berkenalan. Kami bertiga mengobrol banyak. Saling mengenal
diri masing-masing. Aku yang berada ditengah-tengah mereka mendengarkan dengan seksama
cerita sekaligus curhatan mereka mengenai pelatihan mahasiswa kemarin. Pelatihan yang
membuatku sempat muak karena begitu banyaknya tugas yang panitia berikan. Setelah lumayan
lama mengobrol Ibu Rani masuk dengan membawakan mata kuliah Keperawatan Dasar.

***

2 jam berlalu dengan pelajaran yang sama. Selama pelajaran berlangsung aku mendengarkannya
dengan baik, berusaha memahami materinya. Bisa kurasakan hal yang berbeda dengan masa
sekolah dulu. Dimana seorang mahasiswa dituntut untuk dapat mandiri, tidak seperti sewaktu
SMA yang masih harus dijelaskan oleh seorang guru. Di sesi akhir pelajaran aku mulai tak focus,
sebab perut terus saja memanggil untuk di isi daya segera. Sedari tadi aku baru menyadari bahwa
pagi tadi sama sekali belum sarapan. Setelah ibu Rani keluar dari kelas kami, Rara dan Nadin
mengajakku makan diluar kampus. Kenapa? Karena kampus ini belum disediakan kantin umum
untuk dikunjungi para mahasiswa untu beristirahat, yang ada hanya sebuah koperasi mahasiswa
yang menyediakan makanan secara terbatas.

Kami pergi kesebuah warung makan tepat berada diseberang jalan. Sebuah warung yang banyak
diramaikan oleh mahasiswa lain, kebanyakan senior di atas tingkatku yang makan diwarung itu.
Setelah sampai didepan tadinya aku menolak untuk masuk, kulihat banyak senior yang makan
ditempat itu, tetapi mereka berdua terus membujukku. Tak ada salahnya juga jika kami makan
disini. Toh kita niatnya untuk makan dengan tenang bukan untuk mengajak tauran. Begitu
pikirku sebelumnya. Aku mengiyakan. Kami memesan makanan.
”Eh setelah ini kalian mau kemana?” tanyaku kepada dua gadis yang tengah duduk diantara aku.
Selalu saja aku tepat berada ditengah-tengah mereka.

“Gak ada tuh. Mau kemana emang?” celetuk Rara.

“He emm.. sama aku juga!” sahut Nadin kemudian mengacungkan tangannya keatas, yang
membuat tatapan menarik dari senior. Mereka melihat kami. Aku, Rara dan Nadin hanya
bertatapan, kami merasa malu ditambah takut setelah senior di atas kami melihat tingkah Nadin.
Kami berbisik pelan.

“gimana kalo kita nonton aja?” ujarku setengah berbisik.

“boleh juga!” ucap Rara yang setuju dengan ajakanku. “kamu Din bisa?”

“emm, aku Tanya dulu sama ummi dulu. Ntar aku sms kalian”

“Siap den Nadin” ucapku terkekeh kea rah Nadin, menirukan panggilan yang biasanya Mba Nia
lakukan. Ia hanya tertawa melihat ku.

“ehh tapi kalo Nadin jadi ikut mau naik apa? Motorku kan Cuma muat 1 orang aja” ucapku
kebingungan baru menyadari kalau kita bertiga.

“Eh iya juga ya” ucap Rara kemudian sambil menaruh jarinya di hidung. “Ah!! Aku ajak Dani
aja, gimana?”

“Boleh juga sih Ra, tapi aku gak mau naik sama dia” Kata Nadin melihat kearah, mengisyaratkan
sesuatu.

“Duh aku lupa. Hehe” Rara terkekeh setelah menyadari bahwa Nadin tidak terbiasa untuk naik
bersama Lawan Jenis. “yaudah aku bareng Dani aja”

“Oke dah. Udah selesai nentuin kendaraannya kan? Kita makan aja dulu, tuh udah mau selesai
pesanannya” kataku sambil menunjuk kearah Mba Sumi salah satu karyawan yang berkerja
disini.

“Siap!” ucap mereka bersamaan.


Tak lama makanannya sudah masak. Berbagai macam menu makanan diletakkan diatas meja
kami. Wangi masakannya sangat menggiurkan, tak terasa air liurku mengalir sedikit, membuat
mereka menertawakanku. Wajar saja perutku sudah merasa lapar hingga pelajaran pertama tadi
berlangsung. Tak butuh menunggu lama aku sigap menyantap makananku. Begitu juga dengan
Rara dan Nadin. Mereka tampak lahap sekali.

***

Hal yang kami rencanakan berhasil. Kami tiba di sebuah studio cinema, sore itu lumayan banyak
orang yang datang untuk menonton film kesukaannya. Setelah menunggu Rara di rumahnya
Nadin, ia datang diboncengin Dani. Seorang laki-laki yang merupakan teman Rara sewaktu
SMA. Mereka sekali. Dani mempunyai paras yang tampan, sopan dan ramah terhadap semua
orang. Ia akhirnya makin dekat berteman bersama kami bertiga. Kami selalu mengajak nya untuk
keluar jalan-jalan bersama kami, dan anehnya saking baiknya orang itu ia selalu mau ikut tanpa
pernah menolak. Benar-benar orang yang baik kan?

Seiring waktu terus berlanjut, persahabatan kami semakin erat. Dari jalan-jalan bersama, hangout
kemana saja yang penting aman, membuat aku, Rara, dan Nadin semakin dekat. Kemana saja
kami selalu melengket, jika satu orang tak ikut maka yang lain pun juga tidak ikut. Teman
sekelas bahkan sempat membahas pertemanan kami yang begitu erat itu.

Semester tiap semester terus berlalu, masa-masa semester 1 tak sama dengan semester 2. Dimana
akan dimulainya kesibukan lainnya yang membuat kami bertiga jarang berjalan bersama-sama.
Walaupun begitu komunikasi tetap terus berjalan. Jarak bukanlah merupakan suatu penghalang
untuk sebuah hubungan kan? Layaknya hubungan pacaran, entah sampai sejauh apapun itu
akan tetap dipertahankan.

Uts, Uas, kemudian disusul oleh Osce datang menghantui mahasiswa seangkatan denganku.
Ketiganya itu akan menyerbu di semester 2 ini. Setelah Uas, kami akan disibukkan dengan
persiapan turun praktek ke masing-masing Rumah Sakit. Kami bertiga akan dipisahkan nantinya.
Berbeda-beda tempat sesuai pembagian dari pihak Jurusan. Setelah Uas kurang lebih 2 minggu
selesai kemudian dilanjutkan dengan Osce selama 1 minggu sebelum turun dinas. Benar-benar
melelahkan jika menjadi mahasiswa keperawatan. Siapa yang tak suka jika setelah Uas yang
biasanya dipakai untuk berlibur malah berbeda dengan orang lain pikirkan. Osce ini benar-benar
membuatku lelah, ditambah lagi harus mengejar target. Setelah dilakukan pembimbingan Osce
nantinya akan dilaksanakan Ujian Osca sebelum turun dinas. Hal terberat lagi adalah jika tidak
lulus dalam Ujian Osce ini tidak akan di izinkan untuk ikut Praktek Lapangan.

***

Masih terlalu pagi untuk datang ke kampus. Setelah selesai mengemas barang-barang untuk
dinas pertama, aku berpamitan sama Mama dan Papa. Setiba dikampus, banyak mahasiswa
keperawatan tingkat semester II yang menempati auditorium yang ukurannya cukup besar
tersebut. Dengan balutan pakaian dinas putih yang masih terlihat baru, ada yang sibuk
memainkan ponselnya ada juga yang berbincang-bincang sekaligus mengabdikan momen
pertama dinas ini. Hari ini adalah hari pembukaan untuk seluruh mahasiswa Keperawatan untuk
turun praktik. Aku menghampiri Rara dan Nadin yang tengah duduk bersama. Mereka tampak
cocok dengan seragam dinas.

Pembukaan praktik lapangan telah selesai. Saat nya kami di arahkan oleh dosen pembimbing
menuju tempat praktik. Aku dan Rara menjadi teman se-dinas, sementara Nadin dan Dani
terpisah dari kami. Beruntung sekali aku satu kelompok dengan Rara. Begitupun dengannya ia
tampak senang. Karena nantinya kita berdua bisa saling membantu untuk membuat laporan akhir
bersama-sama.

Aku, Rara dan Dini dan empat orang lainnya merupakan kelompok 3.setelah melapor ke bagian
atasan Rumah Sakit kami di arahkan menuju ke ruangan rawat masing-masing. Gedung berlantai
2 masih tampak baru, rupanya baru digunakan sejak 3 bulan yang lalu. Fasilitas ruangan sangat
lengkap dan modern. Jika keluarga pasien ingin meminta pelayanan hanya menekan satu tombol
saja yang terletak di bagian atas tempat tidur pasien. Seluruh ruangan tampak bersih tidak seperti
ruangan rawat lainnya yang sudah tampak tua dan usang seakan-akan menyuruhnya untuk
direnovasi kembali. Senior perawat diruangan itu semua masih cukup muda, kebanyakan
berumur 20-an. Kepala ruangan menyuruh kami untuk berkenalan dengan mereka, kami
dibagikan menjadi beberapa kelompok untuk melakukan tugas siapa saja yang akan melakukan
tindakan. Aku dan Rara satu kelompok. Setiap akan melakukan tindakan aku selalu
mengajaknya, begitupun sebaliknya.
Awal minggu pertama dinas memang sangat menyenangkan. Kami banyak disibukan dengan
kegiatan merawat pasien walaupun hanya sebagian yang dapat dilakukan. Hari ini sudah
memasuki hari ke 5 dinas minggu pertama, minggu akan datang kami sekelompok akan bertukar
tempat dinas. Siang itu suasana masih sangat ramai, karena pada jam ini adalah Jam Besuk.
Dimana keluarga pasien datang untuk menjenguk.

Rara yang tengah berdiri di ruang perawat, ia telah melakukan tugasnya. Aku masih saja sibuk
dengan kegiatanku.

“Dek tolong perbaiki infus Ny. L di ruangan 201 ya. Cito!” pinta salah satu senior perawat
menyuruh Rara yang tengah beristirahat sejenak. Senior perawat itu kembali melakukan
kesibukannya sendiri, mengisi salah satu Informed Consent. Rara segera melakukan perintah
darinya, ia mengambil sebuah Spuit Disposibble di dalam ruang tempat penyimpanan obat. Spuit
Disposibble 3 cc di masukan kedalam Bengkok yang berbentuk seperti Ginjal tersebut,
meletakkan kapas alcohol secukupnya.

Ia berlarian mencari keberadaanku yang sekarang ini sedang membantu senior perawat yang
melakukan pemasangan infus di ruangan sebelah. Aku berpapasan dengannya. Ia memintaku
untuk menemaninya memperbaiki infus Ny. L.

“Key, temenin aku dong ke ruangan 201” ucapnya dengan mimic wajah setengah takut. Aku bisa
menyadari bagaimana perasaannya sekarang. Rara orangnya memang sedikit pemalu, tidak
berani sepertiku. Aku yang juga sedang sibuk di suruh senior dengan berat hati menolaknya.

“Maaf banget Ra, aku sibuk nih. Daritadi berlarian disuruh sama senior itu” ucapku menunjuk
kearah senior perawat yang ku maksud, dengan rasa bersalah aku menatap wajahnya. Berusaha
meyakinkan dia agar bisa melakukan nya sendiri.

Dimas kebetulan lewat di tempat kami berdiri. Ia menghampiri kami yang tengah berbincang-
bincang mencari solusi.

“Ada apa Key?” Tanya Dimas menatap kearahku dan Rara yang sekarang tampak gelisah.

“Kebetulan kamu lewat sini Dim. Kamu temenin Rara di ruang 201 ya. Aku lagi bantuin Ka
Adin disana” Ucapku terburu-buru sedari tadi Ka Adin menatapku dari dalam ruangan.
“Ohh ya udah. Sini Ra” ajak Dimas menuju ruang 201 diikuti Rara.

Mereka berlalu meninggalkan aku yang masih berdiri. Masih ada rasa bersalah yang bergejolak
dalam diri setelah menolak untuk tidak memenani Rara. Aku khawatir dengannya. Aku
memutuskan untuk melanjutkan membantu kak Adin, mungkin saja dia sudah bosan
menungguku.

***

Rara dan Dimas telah sampai didepan pintu ruang 201 yang biasanya ditempati oleh pasien kelas
1. Pintu kamar dibuka perlahan-lahan, ada rasa takut menghajar tubuh gadis itu. Dimas yang
berada di sampingnya bisa melihat kegugupan itu. Ny. L dan keluarganya yang tengah menjaga
nya siang ini menyambut mereka dengan baik, ada seorang anak kecil bersamanya yang sedang
menonton televise. Mereka tersenyum kea rah Rara.

“Siang Sus” sapa pasien paruh baya yang berbaring ditempat tidur.

“Siang Bu. Ada masalah apa Bu?” Tanya Rara sedikit gugup.

“Ini cairan infus saya macet Sus, gak jalan daritadi.” Terang pasien bernama Ny. L dengan
mimik kesal.

“Oh begitu. Sini kami bantu perbaiki Bu” ucap Dimas. Ia menatap Rara mengisyaratkan sesuatu
menyuruhnya untuk memperbaiki cairan infus yang tersumbat dengan darah.

“Ra, kamu aja yang perbaiki ya” ucap Dimas berbisik sambil menyodorkan sebuah Spuit
Disposibble.

“Kamu aja Mas. Aku takut” Rara menyodorkan kembali Spuit yang dipegangnya ke arah Dimas.
Tangannya gemetar.

“Kamu aja Ra”

Mereka berdua saling dorong. Tidak ada yang bersedia untuk melakukan tindakan tersebut. Ny.
L menatap mereka bergantian, membuatnya tak nyaman dengan keadaan tersebut. Ia kemudian
marah dan kesal melihat tingkah kedua mahasiswa tersebut.
“Jadi yang mau perbaiki ini siapa sih!” ketus pasien yang sudah berumur 50 tahun tersebut.

Rara hanya menatap Dimas. Memintanya untuk segera melakukan tindakan tersebut setelah
melihat Ny. L yang tampak marah. Dimas masih saja tidak ingin, ia menolak. Dengan berat hati
Rara melakukannya. Ia membuka plastic Spuit perlahan, gerakannya lambat. Pasien paruh baya
itu bisa melihat tangan Rara yang tremor memegang Spuit. Tatapannya aneh. Dengan perlahan
gadis itu membuka sambungan selang infus dengan jarum yang sudah tertancap di dalam vena.

Bruurr…

Darah dari vena Ny. L mencuar banyak keluar hingga sampai mengotori ke bawah lantai. Alas
tempat tidur yang tadinya berwarna putih bersih kini telah menjadi berwarna merah terkena
darah. Anak Ny. L kaget melihat hal yang terjadi. Dengan cepat ia menyingkirkan tangan Rara
yang masih terdiam mematung memegang selang infus, kini tangannya telah kotor dipenuhi
darah. Dimas yang berdiri disamping segera mengambil selang infus yang dipegang olehnya,
menutup penyambung infus tersebut agar bisa menghentikan perdarahannya lagi. Keluarga
pasien tersebut marah, sangat jelas tergambar diwajahnya, ia memandang sini Rara. Bahkan
sempat melontarkan sedikit makian pada gadis yang masih sementara mematung.

Setelah perdarahan nya terhenti, Anaknya Ny.L melapor dibagian Nurse Station. Meminta
kebijakan setelah apa yang terjadi pada Ibunya. Meminta pertanggungjawaban. Perawat senior
berusaha menenangkan Dia, membicarakannya baik-baik. Rara yang masih berada di ruang 201
pergi berlari meninggalkan Dimas yang masih membersihkan lantai yang telah kotor dipenuhi
darah. Gedung rawat tampak gaduh, banyak keluarga pasien bergosip mengenai kejadian itu.
Keyra yang telah selesai membantu kak Adin keluar dari ruangan perawatan. Ia mendengar
kejadian yang menimpa sahabatnya. Segera ia menghampiri Rara yang tengah berada di dalam
kamar mandi. Suara isakan tangisnya dapat terdengar dari luar. Keyra ingin sekali menghibur
sahabatnya itu, ingin membuatnya tenang sekaligus meminta maaf setelah menolak permintaan
Rara.

Kepala ruangan memanggil kami sekelompok ke ruangannya. Melakukan penyidangan terhadap


kejadian yang terjadi sebelumnya. Ia memperingatkan kami untuk berhati-hati dalam melakukan
tindakan, serta tidak sembrono bertindak. Wanita yang berumur 30 tahun itu meminta Rara untuk
menjelaskan hal yang terjadi, tapi ia masih terdiam menundukan kepalanya. Dimas membuka
suara, menjelaskannnya. Yang mengagetkan adalah Dimas tidak menjelaskan yang
sesungguhnya. Jelas tidak seperti yang dikatakan Rara setelah aku menyuruh dia menceritakan
peristiwa itu. Laki-laki berambut ikal tersebut dengan sengaja menjelek-jelekkan Rara.
Mengatakan bahwa Rara melakukan nya dengan sengaja serta tidak sesuai dengan prosedur yang
ada. Dimas yang berusaha membantunya tetapi Rara malah menolak tawaran tersebut. Benar-
benar tidak masuk akal. Apa yang dikatakan Dimas adalah bohong! Dia berusaha menambah
buruk suasana, membuat Rara tampak rendah. Aku geram mendengar penjelesannya yang tak
berbobot itu, tanganku mengepal keras membuat sebuah pukulan. Ingin rasanya melemparkan
pukulan ku ke wajahnya yang sok polos itu. Kenapa bisa ada laki-laki bermulut perempuan
seperti dia sekarang ini?

Aku mengenggam erat tangan Rara. Dengan maksud agar ia tetap tenang. Tak lama air matanya
menetes sedikit-demi sedikit. Tangisannya makin keras, membuat perawat senior yang berada
diluar ruangan dapat mendengar isakan tangis itu.

“Maaf bu. Maaf jika saya salah. Sejujurnya yang dikatakan Dimas tak seperti apa yang terjadi”
ucapnya terbata-bata menahan air mata agar tidak jatuh lagi. “sekali lagi maaf bu. Saya tidak bisa
melanjutkan nya lagi. Saya pamit pulang. Terima kasih” ucapnya singkat. Ia melepaskan
genggaman tanganku berlalu meninggalkan kami yang sedang berada di ruang kepala ruangan,
mengemas barangnya dan pulang dengan keadaan menangis.

Pertemuan telah selesai. Aku menarik Dimas keluar jauh dari keramaian. Sudah ku habisi dia
dengan kata-kata kasar yang memang sedari tadi inginku lontarkan. Ia hanya menunduk menatap
lantai. Setiap kata yang kau lontarkan mungkin membuatnya kini diam. Aku menyuruhnya minta
maaf kepada Rara setelah apa yang ia perbuat.

Hingga suatu saat Rara memberitahukan padaku bahwa ia akan menyerah. Tidak ingin
melanjutkan kuliahnya. Ia cukup terkupul dengan peristiwa yang telah berlalu itu. Ayah dan
Ibunya bahkan sudah menyerah untuk membujuknya mengurungkan niatnya. Ia bersih keras
untuk berhenti. Aku dan Nadin hanya saling menatap mendengar penuturan dari Ibu Rara. Ia
tampak sedih. Dimas telah melakukan apa yang aku pinta. Tapi itu tetap tak berhasil. Rara sudah
terlanjur sakit hati dengannya, bahkan melihat wajah Dimas saja ia muak.

Flashback off
“Keyra!” teriak Dani menyadarkan lamunanku yang menatap foto sedaritadi.

“Eh iya? Ada apa Dan?”

“Kita disuruh Ibu Nanda kebawah. Katanya buat foto kelulusan”

“Udah hari ini ya? Setahuku besok loh” ucapku yang sudah sadar.

“Gak tahu juga. Kita kesana aja. Anak-anak lain udah pada turun tuh”

Aku pun mengiyakan. Menutup laptop yang terbiar terbuka. Mengikuti Dani dari belakang. Hari
ini adalah pengambilan foto untuk kelulusan. Minggu depan aku akan pergi dari Kampus ini.
Tempat yang membawa semua kenangan-kenangan yang indah dulu. Andaikan Rara dan Nadin
masih ada bersamaku saat ini, pasti kita bertiga akan wisuda bareng. Mengabdikan momen
bersama yang sejak dulu kami rencanakan akan mengambil foto bersama sambil memegang toga
tersenyum bahagia ke depan kamera.

Setelah Rara berhenti kuliah beberapa bulan kemudian Nadin ikutan pergi meninggalkan aku
sendiri. Ia terpaksa pindah ke kota Bandung, mengikuti kedua orang tuanya yang pindah disana
Karena ditugaskan untuk pekerjaan mereka. Selama 2 tahun terakhir aku selalu melakukan apa
saja dengan sendiri. Dani yang juga sekelas dengannku dia menggantikan tugas Rara dan Nadin
selama mereka tidak ada. Sudah 2 bulan terakhir aku tak berkomunikasi dengan mereka berdua.
Rara dan Nadin tidak memberikan kabar. Mungkin saja mereka sibuk.

***

Aku sudah bangun sedari subuh. Menunggu Kak Naya langganan makeup keluargaku. Hari ini
aku ingin di makeup olehnya. Saat yang kutunggu penantian selama 3 tahun. Hari yang spesial
dimana akan terjadi sebuah kenangan yang indah. Mama membelikan sebuah kebaya berwarna
pink air dengan rok batik. Pashmina satin berwarna pink Fanta terlihat cocok kupakai. Kak Naya
mengkreasikan karyanya padaku. Ia sangat berbakat dalam hal ini. Mama dan Papa juga di
makeup olehnya. Mama kini terlihat lebih cantik dariku. Membuat pandangan Papa tak
mengalihkan kemana-mana.
Setelah di dandani Kak Naya, kami sekeluarga pergi menuju gedung tempat digelarnya acara
Wisuda. Tempat itu kini di kerumuni oleh orang-orang berpakaian kebaya serta gamis modern.
Banyak orangtua datang untuk melihat anaknya di-wisuda.

Semua proses pelaksanaan wisuda telah selesai. Setelah penyerahan ijazah dan berjabat tangan
dengan direktur kami dipersilahkan untuk berfoto bersama keluarga. Juru kamera membidik
kamera dengan lensa panjang itu ke arah kami. Saat setelah melihat hasil bidikannya, seseorang
memanggil namaku dari jauh. Suara yang sangat aku kenal. Tak salah lagi.

“Keyra!” teriak Rara dari pintu masuk gedung, disampingnya ada Nadin.

“Heii!” teriakku histeris kaget melihat kedua gadis yang sekarang berdiri didepannku. Senyum
tersimpul manis diwajah mereka. Rara dan Nadin berpakaian kebaya seperti aku sekarang. Nadin
terlihat anggun dengan kebaya berwarna biru langit yang ia kenakan. Begitu pun dengan Rara, ia
sangat cantik. Aku kaget setengah mati, setelah sekian lama mereka tak ada kabar tiba-tiba hadir
tepat didepanku seperti sekarang ini. Benar-benar kejutan yang luar biasa!

Aku memeluk mereka berdua dengan erat. Melepas kerinduan yang teramat dalam. Kenapa baru
sekarang terjadi? Nadin yang datang jauh-jauh dari bandung nekat datang demi menghadiri
Acara Wisuda ku. Sementara Rara ia telah berubah, ia sekarang tak takut lagi. Setelah kejadian
itu akhirnya ia beranikan diri untuk mengikuti seleksi CPNS, ia pun lulus. Dibalik kesibukan
mereka masih sempat mengingat aku.

Papa dan Mama menatap kami bertiga, mereka tertawa melihatku yang melompat dengan senang
setelah kehadiran Rara dan Nadin. Juru kamera membidikan kameranya kearah kami bertiga.
Aku menoleh kearah Pria yang lebih tua yang sedang memegang kamera dslr. Segera aku
mengajak kedua sahabatku untuk mengambil beberapa foto. Rara dan Nadin tepat berada
disebelahku, tersenyum satu sama lain dengan tawa bahagia. Mereka menggandeng bahuku
seperti foto 2 tahun silam. Foto pertama dimana kenangan itu dimulai. Tak terasa air mataku
jatuh menetes, merasa terharu dengan kejutan yang telah ditakdirkan oleh-Nya.

“Terima Kasih” ucapku lirik menatap kedua sahabatku bergantian.

“Sama-sama Key. Kami selalu ada buat kamu kok” ucap mereka secara bersamaan, tanpa pernah
dilatih sebelumnya kata yang selalu ingin aku dengar.
Aku tahu darimana semua itu dimulai, dan darimana juga itu akan berakhir yang kini
menjauhkan jarak kita bertiga. Tapi aku yakin ada sebuah pengganti yang akan datang. Sebuah
pengganti yang indah datang yang tak pernah berubah masih saja seperti yang dulu.

Terima kasih sahabat. Terima kasih telah hadir dalam sisiku untuk selama ini. Walaupun jarak
dapat memisahkan kita kapan saja, kenangan yang kalian berikan tidak akan aku lupakan.
Terima kasih kenangan!

-END-

Anda mungkin juga menyukai