Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stroke timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang

menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan

penderita menderita kelumpuhan atau bahkan kematian (Batticacca, 2008).

Ada dua klasifikasi umum cedera serebrovaskular, yaitu stroke iskemik dan

stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah

arteri yang lama kebagian otak (Corwin, 2009 dalam (Haryono & Putri, 2019)

Stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam

yang paling umum dari cacat. Sekitar 15 juta orang menderita stroke yang

pertama kali setiap tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta

mengakibatkan kematian (3,5 juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). Stroke

merupakan masalah besar di Negara-negara berpenghasilan rendah daripada di

negara berpenghasilan tinggi. Lebih dari 81% kematian akibat stroke terjadi di

negara-negara berpenghasilan rendah presentase kematian dini karena stroke

naik menjadi 94% pada orang dibawah usia 70 tahun (WHO, 2016 dalam

(Nurtanti & Ningrum, 2018).

Prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill yang terdiagnosis memiliki

gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi

Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan di Provinsi

1
Jawa Tengah sebesar (7,7%). Prevalensi stroke antara laki-laki dengan

perempuan hampir sama (Kemenkes RI, 2013 dalam (Nurtanti & Ningrum,

2018).

Prevalensi Stroke di Indonesia data dari Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS), Prevelensi (per mil) Stroke berdasarkan Diagnosis Dokter

pada tahun 2018 pada Penduduk tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun

dengan jumlah 43,4% sedangkan jika dilihat dari jenis kelamin penyakit

stroke lebih tinggi pada kelompok Laki-laki sebanyak 11,4% dibandingkan

perempuan 10,4%. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)

Berdasarkan hasil pengambilan data awal di Puskesmas Kota Timur,

jumlah kunjungan pasien stroke yang tercatat dari bulan Januari sampai

Oktober sebanyak 2 orang, masing-masing dari tahun 2018 dan 2019.

Salah satu aspek yang penting dalam keperawatan keluarga adalah

keluarga itu sendiri. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat

merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga

sangat berperan dalam menentukan asuhan keperawatan yang diperlukan

dalam menentukan anggota keluarga yang sakit. (Pramudika, 2013).

Menurut Friedman (2003) mengatakan bahwa keluarga merupakan

salah satu aspek penting dalam keperawatan. Hal ini disebabkan karena

keluarga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan di dalamnya.

Selain itu, keluargalah yang tetap berperan sebagai pengambil keputusan

dalam memelihara kesehatan para anggotanya. Dengan demikian, dapat

2
disimpulkan bahwa keluargalah yang menjadi faktor penentu sehat-sakitnya

anggota keluarga, yang akan berdampak pada munculnya berbagai masalah

kesehatan anggota keluarga.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan keluarga melaksanakan

fungsi perawatan kesehatan keluarga di rumah, maka penting bagi keluarga

untuk memahami dan melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga. Friedman

(2003) menyampaikan bahwa lima tugas kesehatan keluarga meliputi:

pertama, keluarga diharapkan mampu mengenal berbagai masalah kesehatan

yang dialami oleh seluruh anggota keluarga. Kedua, keluarga mampu

memutuskan tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi berbagai

masalah kesehatan yang dialami oleh seluruh anggota keluarga. Ketiga,

keluarga mampu melakukan perawatan yang tepat sehari-hari di rumah.

Keempat, keluarga dapat menciptakan dan memodifikasi lingkungan rumah

yang dapat mendukung dan meningkatkan kesehatan seluruh anggota

keluarga. Kelima adalah keluarga diharapkan mampu memanfaatkan

pelayanan kesehatan untuk mengontrol kesehatan dan mengobati masalah

kesehatan yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh keluarga.

Gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai keterbatasan dalam

gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2017).

Dalam mengatasi masalah keperawatan pada diagnosa keperawatan gangguan

mobilitas fisik yaitu mobilisasi dilakukan secara rutin dan terus menerus untuk

mencegah terjadinya komplikasi stroke, terutama kontraktur. Salah satu

bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk

3
mencegah terjadinya kecacatan pada penderita stroke ialah latihan Range Of

Motion (ROM). Latihan Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang

dilakukan untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2010 dalam

(Diaztiningrum, n.d.).

Selain itu, latihan ini juga sebagai salah satu bentuk intervensi

fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen

terapeutik bagi penderita dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi

cacat permanen pada penderita stroke paska perawatan di rumah sakit,

sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada keluarga,

meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita.

Demi mempertahankan atau memelihara kekuatan otot pada anggota

keluarga yang mengalami stroke, maka penulis ingin memberikan “Asuhan

Keperawatan Keluarga dengan gangguan mobilitas fisik pada anggota

keluarga yang menderita Stroke Non Hemoragik dengan Pemberian Latihan

ROM (Range Of Motion) di Puskesmas Kota Timur”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas. Maka dapat dibuat rumusan

masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana penerapan Asuhan

Keperawatan Keluarga dengan gangguan mobilitas fisik dalam

pemberian Latihan ROM pada pasien dengan stroke non hemoragik?”

B. Tujuan Studi Kasus

4
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan

mobilitas fisik pada keluarga yang menderita stroke non hemoragik, yakni

meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawataan, rencana

keperawatan, implementasi, dan evaluasi.

C. Manfaat Studi Kasus

Manfaat studi kasus ini yakni sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

Studi kasus ini di harapkan dapat membantu pasien dan keluarga

dalam mengatasi gangguan mobilitas fisik dengan melakukan latihan

ROM pada keluarga yang sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam proses pembelajaran terutama

mengenai asuhan keperawatan keluarga pada pasien stroke non hemoragik

3. Bagi Penulis

Studi kasus ini di harapkan untuk meningkatkan wawasan

pengetahuan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga

dengan gangguan mobilitas fisik pada anggota keluarga yang menderita

stroke non hemoragik dengan pemberian latihan ROM (Range Of Motion).

Anda mungkin juga menyukai