Anda di halaman 1dari 9

CONCEP MAP

Artritis Reumatoid
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti. Penyakit ini merupakan peradangan
sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang menyebabkan
inflamasi sendi yang berlangsung kronik.

Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit
autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis
kelamin, keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai
pencetus awal RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan
ikut sebagai faktor pencetus. RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang
menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial (Lapisan
terdalam kapsula sendi yg melapisi keseluruhan sendi).
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek,
tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal. mungkin infeksi virus. Terjadi
pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal, sehingga
terjadi reaksi imun komplek (autoimun). Dikatakan terjadi berbagai peran yang
saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas
selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator peradangan. Semua peran ini,
satu sam lainnya saling terkait dan pada akhirnya menyebabkan peradangan pada
sinovium (membran tipis di dalam kapsul sendi) dan kerusakan sendi disekitarnya
atau mungkin organ lainnya.
Sitokin merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan
pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai
sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama
dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim
seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran
enzim penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra
dkk,2013). Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam
patofisiologi RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang
pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis
adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi
sendi.
Sedangkan sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat patogen,
kemudian menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi
dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut
menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus
tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit
dan kondrosit yang menyerang kartilago.
Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah
satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut (CRP),
anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta mampu
mempengaruhi hypothalamic-pituitary-adrenalaxis, sehingga menyebabkan
kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di
bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, dan penyumbatan pembuluh darah
oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas, secara makros
akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan
pembentukan vili (jaringan yang berbetuk seperti jonjot akar). Secara mikros
terlihat hiperplasia (meningkatnya jumlah sel yang terjadi pada organ tertentu
akibat peningkatan proses mitosis) dan hipertropi (peningkatan volume organ atau
jaringan akibat pembesaran komponen sel) sel sinovia.
Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental berupa distensi
vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan perivaskuler. Pada
RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan
tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang
mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena
adanya Pannus (Putra dkk,2013).

Manifestasi Klinis:
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut
dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi. Keluhan
umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun, peningkatan
panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
Kelainan sendi terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat
terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki.
Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di
pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.

Pathway Artritis Reumatoid

Inflamasi non-bakterial disebabkan oleh


Artritis Reumatoid
infeksi, endokrin, autoimun, dan faktor
genetik.

Menginfeksi Sendi

Merusak lapisan sendi yaitu membran


synovium

Artritis Reumatoid

Sinovitis Kelainan pada tulang Reaksi Peradangan


Hambatan nutrisi
Hiperemia dan Erosi tulang dan kerusakan Pannus pada kartilago
pada tulang rawan artikularis
pembengkakan

Nekrosis Ruptur tendon secara parsial Instabilitas dan deformitas Kartilago Nekrosis
atau total sendi

Kerusakan dalam Gangguan Mobilitas Fisik Erosi Kartilago


Gangguan mekanis dan
ruang sendi
fungsional pada sendi
Adhesi permukaan
Nyeri Akut Gambaran khas nodul Perubahan bentuk tulang sendi
subkutan dan sendi

Kerusakan kartilago
Ansietas Cemas dan bingung
dan tulang

Hilangnya kekuatan otot Tendon dan


ligamen melemah

Risiko Cedera
Terapi Farmakologi
1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan sendi.
2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan Sulphasalazine.
Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini akan berfungsi untuk
menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut.
3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis dan tidak
memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius.
4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk pasien
dengan penyakit sistemik.
5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi. Belum ada
aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA.

Terapi Non farmakologi


Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi komplementer.
Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan suplementasi minyak ikan
cod), kompres panas dan dingin serta massase untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan
istirahat, dan penyinaran menggunakan sinar inframerah.
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan kerusakan
sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo. Metode
bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan
artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang
kehidupan sehari-hari (Sjamsuhidajat, 2010).

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif tidak
menyingkirkan diagnosis
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam diagnosis
dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun
hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang sendi,
demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.
No
Diagnosa Keperawatan SLKI SDKI
.

1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Manajemen Nyeri


x 24 jam, tingkat nyeri menurun, dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, dan
intensitas nyeri
Data Subjektif: 1. Keluhan nyeri cukup menurun 2. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
2. Meringis Cukup menurun sudah diberikan
1. Klien mengeluh nyeri 3. Kesulitan tidur cukup menurun

Teraupetik
Data Objektif:
3. Berikan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi
1. Tampak meringis rasa nyeri (misalnya, kompres hangat/dingin, tekhnik
2. Bersikap protektif imajinasi terbimbing).
3. Sulit tidur 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis, suhu)
5. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

6. Jelaskan penyebab nyeri


7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
9. Anjurkan tekhnik non farmakologis

Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Dukungan Mobilisasi
(D.0054) x 24 jam, Mobilitas fisik meningkat, Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Obsrvasi adanya nyeri atau keluhan lainnya
2. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
1. Pergerakan ekstremitas cukup
Data Subjektif: meningkat
2. Kekuatan otot cukup meningkat
1. Mengeluh sulit 3. Rentang Gerak cukup meningkat Teraupetik
menggerakkan 4. Kaku sendi cukup menurun
ekstremitas 5. Nyeri cukup menurun 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis,
2. Nyeri saat bergerak 6. Kecemasan cukup menurun sisi tempat tidur)
3. Merasa cemas saat 4. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
bergerak 5. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Data Objektif:
Edukasi
1. Kekuatan otot
menurun 6. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Rentang gerak 7. Anjurkan mobilisasi secara dini (mis, duduk ditempat
menurun tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat
3. Sendi kaku tidur ke kursi)
4. Gerakan terbatas

B. Tekhnik Latihan Penguatan Sendi


Observasi
1. Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi

Teraupetik
2. Lakukan pengendalian nyeri sebelum memulai
latihan (kompres air hangat/ dingin)
3. Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi
4. Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang gerak
5. Berikan penguatan positif untuk melakukan latihan
bersama

Edukasi

6. Jelaksan kepada pasien/keluarga tujuan dan


rencanakan latihan bersama
7. Ajarkan duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur
atau dikursi
8. Anjurkan melakukan rentang gerak secara sistematis
9. Anjurkan ambulasi, sesuai toleransi

3. Risiko Cedera (D.0136) Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Pencegahan Cedera


x 24 jam, Risiko cedera tidak terjadi, Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi area lingkungan yang menyebabkan
cedera
1. Toleransi aktivitas cukup meningkat 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki elastis pada
2. Kejadian cedera cukup menurun ekstremitas bawah
Faktor Risiko:

1. Eksternal
a. Ketidakamanan Teraupetik
Transportasi
2. Internal 3. Gunakan lampu tidur selama jam tidur
a. Disfungsi 4. Gunakan alas lantai jika beresiko
autoimun 5. Sediakan alas kaki
b. Perubahan fungsi 6. Sediakan psipot untuk eliminasi
psikomotor 7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
c. Perubahan 8. Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
orientasi afektif 9. Pertahankan posisi tempat tidur pada posisi terendah
10. Gunakan pengaman tempat tidur
11. Diskusikan mengenai latihan atau terapi fisik
12. Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas (mis,
tongkat)

Edukasi

13. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh kepada


keluarga
14. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit sebelum berdiri

4. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Reduksi Ansietas


x 24 jam, Tingkat ansietas menurun, Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda ansietas (mis, verbal dan non
verbal)
1. Verbalisasi kebingungan cukup
menurun Teraupetik
Data Subjektif: 2. Verbalisasi khawatir cukup menurun
3. Perilaku gelisah cukup menurun 2. Ciptakan suasana teraupetik
1. Merasa bingung 4. Perilaku tegang cukup menurun 3. Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Merasa khawatir 5. Konsentrasi cukup membaik 4. Gunakan pendekatan yang tenang
dengan kondisi yang 5. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
dihadapi kecemasan
3. Sulit berkonsentrasi

Data Objektif: Edukasi

1. Tampak gelisah 6. Jelaskan prosedur, termasuk situasi yang mungkin


2. Tampak tegang dialami
3. Sulit tidur 7. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis
pengobatan
8. Anjurkan mengungkapkan perasaan
9. Lakukan kegiatan pengalihan
10. Latih tekhnik relaksasi

Anda mungkin juga menyukai