Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENDIDIKAN KESEHATAN

OLEH

HUMAIROH SRI ANJARSWATI HARMAIN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTAO
2020

1
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasan : Hipertensi
sub pokok bahasan : a. Definisi Hipertensi
b. Etiologi Hipertensi
c. Penatalaksanaan Hipertensi
d. Penyakit komorbid memperburuk prognosis Covid-19
c. Penanganan komorbid terhadap Covid-19
Sasaran : Orang Tua
Hari/Tanggal : Mei 2020

I. Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia) (Kemenkes, 2020).
Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia
yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7
Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut
sebagai jenis baru coronavirus ((Pedoman Kesiapsiagaan Mengahadapi Infeksi Novel
CoronaVirus 2019-nCov, 2020).
Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of
International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19
berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara. Sampai dengan 3
Maret 2020, secara global dilaporkan 90.870 kasus konfimasi di 72 negara dengan 3.112
kematian (CFR 3,4%).
COVID- 19 memiliki Case Fatality Rate (CFR) lebih rendah yaitu sebesar 3,5%.
CFR menunjukkan jumlah persentase kematian yang terjadi dibandingkan jumlah
seluruh populasi yang terjangkit. CFR meningkat pada pasien-pasien usia 60-69 tahun
(3,6%), 70-79 tahun (8%), dan > 80 tahun (14,8%). CFR juga meningkat pada pasien
dengan riwayat penyakit kronis seperti hipertensi (6%), diabetes (7,3%), kanker (5,6%),
penyakit paru-paru (6,3%) dan jantung (10,5%). Walaupun memiliki CFR lebih rendah,
namun COVID-19 menginfeksi lebih banyak individu dan wilayah sebaran yang luas
(Porcheddu, Serra, Kelvin, & Rubino, 2020).
2
Studi kasus Li et al. diterbitkan dalam New England Journal of Medicine (NEJM)
pada 29 Januari 2020, merangkum 425 kasus pertama yang dicatat di Wuhan. Data
menunjukkan bahwa usia rata-rata pasien adalah 59 tahun, dengan kisaran 15 hingga 89
tahun. Dengan demikian, mereka melaporkan tidak ada kasus klinis pada anak di bawah
15 tahun. Tidak ada perbedaan gender yang signifikan (56% pria). Dalam Journal of
American Medical Association (JAMA) (24 Februari 2020), kasus-kasus fatal terutama
adalah pasien usia lanjut, khususnya mereka yang berusia ≥ 80 tahun (sekitar 15%), dan
70 hingga 79 tahun (8,0%). Sekitar setengah (49,0%) dari pasien kritis dan terkena
komorbiditas yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit, diabetes, penyakit pernapasan
kronis, penyakit onkologi, dan kardiovaskular.
Salah satu penyakit yang sering dialami lansia adalah hipertensi. Menurut AHA
(American Heart Association) (2017), kategori tekanan darah terbaru bahwa seseorang
dengan nilai tekanan darah sistolik (TDS) lebih dari sama dengan 130 mmHg dan
diastolik (TDD) lebih dari sama dengan 80 mmHg sudah dapat didiagnosis menderita
hipertensi. Hipertensi pada lansia di dunia didapatkan pada tahun 2013 di Amerika
menunjukkan penderita hipertensi di seluruh dunia berkisar satu miliar. Di bagian Asia
tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2013 dan diprediksi akan menjadi 67,4
juta orang pada tahun 2025 (Muhammadun, 2013).
Menurut Riskesdas (2018), prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur > 18 tahun sebesar 27%. Prevalensi hipertensi berdasarkan umur untuk
kelompok usia 45-54 tahun sebesar 45,3%, kelompok umur 55-64 tahun sebesar 55,2%,
kelompok umur 65-74 tahun sebesar 63,2%, dan untuk kelompok umur 75 tahun keatas
sebesar 69,5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya usia maka rentan
terhadap kejadian hipertensi. Menurut Junaidi (2011), semakin tinggi tekanan darah
maka semakin tinggi pula risiko untuk mengalami stroke. Kejadian hipertensi bisa
merusak dinding pembuluh darah yang bisa dengan mudah akan menyebabkan
penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak.
Terapi non farmakologi adalah modifikasi gaya hidup untuk pencegahan dan
penatalaksanaan hipertensi yang meliputi kurangi berat badan berlebih, batasi asupan
alkohol, kurangi asupan natrium, pertahankan asupan kalium, pertahankan inteke
kalsium dan magnesium, berhenti merokok, kurangi asupan lemak jenuh serta kolestrol
untuk kesehatan kardiovaskuler secara keseluruhan dan tingkatkan aktifitas fisik (Abdul
Gofir, 2002).

3
II. Tujuan
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, klien mampu mengetahui penyakit
hipertensi dan penanganannya. 
B. Tujuan Khusus
1. Untuk  mengetahui penyakit hipertensi dan penanganannya
2. Untuk mengetahui penyakit komorbid yang memperburuk prognosis Covid-19
3. Untuk mengetahui Penanganan komorbid terhadap Covid-19
III. Materi
1. Konsep Hipertensi
2. Penyakit komorbid yang memperburuk prognosis Covid-19
3. Penanganan komorbid terhadap Covid-19
IV. Metode
Penyuluhan melalui ceramah
V. Media/alat
Poster
VI. Anggota Kelompok
1. Humairoh Sri Anjarswati Harmain
VII. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan Materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan dan Kekrativitas Media
2. Evaluasi Proses
a. Dimulai sesuai waktu yang direncanakan
b. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga dapat menjelaskan penyakit hipertensi dan penanganannya
b. Keluarga dapat menyebutkan penyakit komorbid yang memperburuk prognosis
Covid-19
c. Keluarga dapat menyebutkan Penanganan komorbid terhadap Covid-19

4
VIII. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan dilakukan menggunakan Aspek Kognitif (DARING) :
1. Dalam memaksimalkan kontribusi dalam upaya penanggulangan wabah COVID-
19 maka, setiap kelompok melakukan edukasi online/daring terkait penyakit
hipertensi dan penanganannya diberbagai media sosial yang dimiliki khususnya
grup yang dimiliki, beranda story dan sebagainya untuk menggencarkan materi ini
dengan menggunakan sumber yang terpercaya dan dibuat secara kreatif.
2. Bisa dalam bentuk gambar ataupun video dan dibuat semenarik mungkin dengan
memperhatikan nilai edukasi.
3. Mendokumentasikan tugas tersebut dengan melampirkan bukti melakukan edukasi
berupa bahan edukasi serta bukti chat atau video.
IX. Pengorganisasian
Pembuat Media dan SAP :
1. Pemateri : Humairoh Sri Anjarswati Harmain

5
LAMPIRAN MATERI PENYULUHAN
PENYAKIT HIPERTENSI
A. Konsep Hipertensi
1. Hipertensi
a) Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus
lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).
Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg
(Syamsudin, 2011).
b) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut
Irianto (2014), Padila (2013), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
1) hipertensi esensial atau hipertensi primer
hipertensi esensial atau hipertensi primer merupakan 90% dari seuruh
kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik).
Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
seperti berikut ini :
- Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak
dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan
darah tinggi.
- Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada
perempuan.
- Diet : konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
6
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena
dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah
dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan penderita
hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam
yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam
akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam
tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada
volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa
lebih banyak cairan.
Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang
menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan
tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal
memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar iniakan
lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang
mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi
untuk menghadirkan proteinyang menyeimbangkan kadar garam dan
kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam
meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium
dan garam dalam pembuluh darah. Kalsium dikirim ke pembuluh darah
untuk menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah
yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah
tinggi.
Konsumsi garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal
menyempit dan menahan aliran darah. Ginjal memproduksi hormon
rennin dan angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan
tekanan darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa
mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar dan kuat
ini menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Konsumsi garam per
hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau setara dengan
satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap
garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan
tekanan darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan
anda dari komplikasi yang bisa terjadi.

7
- Berat badan : Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat
badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal)
dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau
hipertensi.
- Gaya hidup : Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan
pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi
yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok
dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi
alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat
meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan
darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah
pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar
terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi
adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal
atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf
pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena
hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal
hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan
darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan
pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan
darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga
merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang
mengakibatkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder
antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik
(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf
simaptis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada
pembuluh darah.
8
c) Manifestasi Klinis
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai berdebar–
debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat
untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian dada, bengkak pada kedua
kaki atau perut (Setiati dkk. 2014). Gejala yang muncul sakit kepala, pendarahan
pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi saat
orang menderita hipertensi.
Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan penderita
tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer, mengalami
peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom cushing,
polidipsia, poliuria. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit
kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
(Setiati dkk. 2014).
Hipertensi terjadi sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam
keadaan yang berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur. semua
itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Pada
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
mengakibatkan penderita mengalami koma karena terjadi pembengkakan pada
bagian otak. Keadaan tersebut merupakan keadaan ensefalopati hipertensi.
(Irianto, 2014).
d) Penatalaksanaan
1) Pengaturan diet
Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan
lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan resiko
tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih segar yang
belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam yang berlebih
(Syamsudin, 2011).
2) Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat
Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik
bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat
badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total.
9
Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol
tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih
segar dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).
3) Menejemen Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi
hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi diharapkan mampu
mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istrirahat
(Lumbantobing, 2010).
Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga
teratur membuat badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi
(Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan
stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien
hipertensi yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi
kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot
progresif, olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).
4) Mengontrol kesehatan
Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan
darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru
menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan
untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut. Obat
antihipertensi juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengendalian
tekanan darah (Sudoyo dkk. 2010). Keteraturan berobat sangat penting untuk
menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk menghindari
komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
(Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013).
5) Olahraga teratur
Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan
kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan
bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan
seperti berjalan dengan cepat. (Syamsudin, 2011).
B. Penyakit Komorbid Yang Memperburuk Prognosis Covid-19
Komorbid merupakan kondisi dua atau lebih penyakit kronis yang diderita oleh
seorang pasien. Pada pasien covid-19 yang memiliki komorbid adalah mereka yang yang
10
sudah memiliki penyakit bawaan sebelumnya (WHO, 2020).
Berdasarkan data yang sudah ada penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus,
jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-
CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga terkait dengan
prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes
melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2 (Susilo, dkk 2020).
Diaz JH menduga pengguna penghambat ACE (ACE-I) atau angiotensin receptor
blocker (ARB) berisiko mengalami COVID-19 yang lebih berat. Terkait dugaan ini,
European Society of Cardiology (ESC) menegaskan bahwa belum ada bukti meyakinkan
untuk menyimpulkan manfaat positif atau negatif obat golongan ACE-i atau ARB,
sehingga pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya
(Susilo, dkk 2020).
COVID- 19 memiliki Case Fatality Rate (CFR) lebih rendah yaitu sebesar 3,5%.
CFR menunjukkan jumlah persentase kematian yang terjadi dibandingkan jumlah
seluruh populasi yang terjangkit. CFR meningkat pada pasien-pasien usia 60-69 tahun
(3,6%), 70-79 tahun (8%), dan > 80 tahun (14,8%). CFR juga meningkat pada pasien
dengan riwayat penyakit kronis seperti hipertensi (6%), diabetes (7,3%), kanker (5,6%),
penyakit paru-paru (6,3%) dan jantung (10,5%). Walaupun memiliki CFR lebih rendah,
namun COVID-19 menginfeksi lebih banyak individu dan wilayah sebaran yang luas.
Berdasarkan CDC, 1 orang pasien terinfeksi dapat menyebarkan ke 2-3 orang sehat. Pada
11 Maret WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemik. Saat ini jumlah kasus
terkonfirmasi per 30 Maret 2020 yaitu 721.946 kasus dengan 33.966 kematian dan
151.312 sembuh dari 199 negara dan 2 kapal internasional (Porcheddu, Serra, Kelvin, &
Rubino, 2020).
Studi kasus Li et al. diterbitkan dalam New England Journal of Medicine (NEJM)
pada 29 Januari 2020, merangkum 425 kasus pertama yang dicatat di Wuhan. Data
menunjukkan bahwa usia rata-rata pasien adalah 59 tahun, dengan kisaran 15 hingga 89
tahun. Dengan demikian, mereka melaporkan tidak ada kasus klinis pada anak di bawah
15 tahun. Tidak ada perbedaan gender yang signifikan (56% pria). Data klinis dan
epidemiologis dari CDC China dan mengenai 72.314 catatan kasus (dikonfirmasi,
dicurigai, didiagnosis, dan kasus tanpa gejala) dibagikan dalam Journal of American
Medical Association (JAMA) (24 Februari 2020), memberikan ilustrasi penting tentang
kurva epidemiologi dari wabah China. Ada 62% kasus yang dikonfirmasi, termasuk 1%
dari kasus yang tidak menunjukkan gejala, tetapi positif laboratorium (tes asam nukleat
11
virus). Selanjutnya, tingkat fatalitas kasus secara keseluruhan (pada kasus yang
dikonfirmasi) adalah 2,3%. Dari catatan, kasus-kasus fatal terutama adalah pasien usia
lanjut, khususnya mereka yang berusia ≥ 80 tahun (sekitar 15%), dan 70 hingga 79 tahun
(8,0%). Sekitar setengah (49,0%) dari pasien kritis dan terkena komorbiditas yang sudah
ada sebelumnya seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis,
dan penyakit onkologi (Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid 19, 2020).
C. Penanganan Covid-19 terhadap Penyakit komorbid pada lansia
Ada beberapa penangan covid 19 t terkait penyakit komorbid pada lansia menurut
Kemenkes 2020, diantaranya :
1. Mengkonsumsi makanan yang sehat dan gizi cukup secara teratur
2. Istirahat yang cukup (6-8 jam/hari)
3. Melakukan olahraga/aktivitas fisik Olahraga bagi lanjut usia dapat dilakukan dengan
cara senam, jalan kaki, atau peregangan anggota tubuh sambil duduk di kursi,
disesuaikan dengan kemampuan fisik lanjut usia tersebut.
4. Etika yang benar pada saat batuk atau bersin
5. Pendamping dapat mengajarkan kepada keluarga untuk berjemur di pagi hari.
Manfaatnya agar tubuh memperoleh asupan vitamin D yang cukup dari paparan sinar
UV, yang berguna untuk kesehatan dan mencegah penyakit. Waktu yang terbaik
untuk berjemur adalah di pagi hari pukul 10.00 dengan rentang waktu 10-15 menit.
6. Pendamping dapat mengajarkan keluarga mengenai Social Distancing, seperti :
a) Menghindari tempat keramaian
b) Menjaga jarak saat interaksi dengan orang lain
c) Tidak melakukan sentuhan fisik dengan orang lain (jabat tangan, cium pipi, dan
berpelukan)
d) Menunda acara-acara yang melibatkan banyak orang.
e) Pendamping dapat mengajarkan kepada keluarga tentang pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan. Selain dapat menimbulkan rasa nyaman, lingkungan yang
bersih juga dapat meningkatkan taraf kesehatan dan mencegah berbagai penyakit.
7. Menurut Kemenkes RI Tahun 2020 Tentang Penanganan pada penyandang PTM
dimasa pandemi covid-19 :
a) Dirumah saja, karena anda rentan, terutama usia diatas 50 tahun dengan penyakit
komorbiditas seperti DM, hipertensi, gagal ginjal, kanker, penyakit jantung, paru
kronik dan gangguan imunologis lainnya.
b) Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter dan menyimpan kontak dokter
12
tempat anda berobat. Beberapa hari sebelum obat habis segera hubungi kontak
tersebut dan konsultasuikan tentang kelanjutan konsumsi obatnya.
c) Konsumsi makanan sehat, hindari gula, garam, dan lemak berlebihan serta
mengkonsumsi buah-buahan.
d) Berjemur 15 – 20 menit setiap hari diantara waktu pukul 08.00-11.00
e) Menggunakan masker saat bepergian
f) Sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitazer
g) Jika sedang batuk gunakan masker atau tutup mulut ketika bersin dan batuk
dengan lengan atau tisu
h) Berhenti merokok dan minum minuman berlakohol
i) Bila muncul gejala (demam,batuk, suara serak dan sesak napas), segara memberat
kontak ke fasilitas kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI


2020. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Irianto, K (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: PT Bhuana Ilmu Populer


Kelompok Gramedia
KEMENKES RI. 2020.

Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Corona Virus Disesase (Covid-19. Penerbit :


Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P)

KEMENKES RI 2020. Panduan Pencegahan Covid 19 Bagi Pendamping LKS-LU.

Model RRC (2020). Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019. Pencegahan,
Pengndalian, Diagnosis dan Managemen. Komisi Kesehatan Nasional RRC,
Administrasi Nasional Pengobatan RRC.

Moh. Hasan (2019). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia
Puskesmas Blega. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Gresik.

Muhammadun. (2013). Hidup Bersama Hipertensi : Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh
Sekejap. Yogyakarta : In Books

Padila.(2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika

Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri. 2020. Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid
19.

Porcheddu, R., Serra, C., Kelvin, D., Kelvin, N., & Rubino, S. (2020). Similarity in Case
Fatality Rates (CFR) of COVID- 19/SARS-COV-2 in Italy and China. The Journal
of Infection in Developing Countries, 14 (02), 125-128.

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Heri kurniawan, Sinto, R., et al.
(2020). Coronavirus Disease 2019 : Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease

14
2019 : Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45-
67.

Syamsudin, 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Pustaka Salemba
Medika, Jakarta.

World Health Organization. 2020. Tatalaksana Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat
(SARI) suspek penyakit covid 19.

15

Anda mungkin juga menyukai