Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KELOMPOK

“BUDAYA MUTU”
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
Manajemen Kualitas

DOSEN MATA KULIAH :

Disusun Oleh :
Sesi 02

Ade Putra Triyans Stevent 20160101012


Siti Nurfadlia 20170101046
Teguh Candra Maulana 20170101051
Selly Yola Yuvita 20170101053
Aisy Yuna Ayu Pratiwi 20170101055
Junita Dwi Astuti 20170101056

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA BARAT
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, atas segala


limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Budaya Perusahaan Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini
berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan dosen pembimbing serta teman-teman yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini untuk itu dalam kesempatan
ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang Kami miliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis, teman-teman dan seluruh
pembaca.

Jakarta, 19 September 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Budaya Mutu.................................................................................1
B. Lebih Tentang Budaya.....................................................................................1
C. Budaya Mutu Berdasarkan Iso.........................................................................2
D. Dasar Budaya Mutu..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengiatkan Perubahan Budaya Mutu.............................................................6
B. Perubahan Budaya...........................................................................................8
C. Landasan Kerja Manajemen Mutu..................................................................9
D. Evolusi Manajemen Mutu...............................................................................10
E. Elemen Budaya Mutu......................................................................................12
F. Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Mutu.....................18
G. Penetapan Budaya Mutu................................................................................23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................III

3
BAB I

LATAR BELAKANG

A. Pengertian Budaya Mutu


Budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang
ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan
kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
adaptasi keluar dan integrasi internal, dan karena dalam kurun waktu tertentu telah berjalan
atau berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan bahwa setiap anggota
organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan
pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi oleh Shein (1985-1990).
Disisi lain, menurut Krober dan Klukhon (1950) kebudayaan, definisinya adalah
kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi
yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya
secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan
benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan
terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan budaya lebih terfokus
pada pola pikir seseorang yaitu bagaiman cara menganalisa sesuatu hal berdasarkan
keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan diambil dalam rangka beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu harapan atau tujuan. Sedangkan, kebudayaan itu
sendiri lebih menyangkut pada tradisi yang dianut, symbol yang dibentuk suatu kelompok
tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil tindakan apa yang
dibenarkan sesuai dengan tradisi masing – masing kelompok etnis.

B. Lebih Tentang Budaya


Budaya adalah keyakinan bersama, nilai, sikap, lembaga, dan pola perilaku yang
menjadi ciri anggota komunitas atau organisasi. Dalam budaya bisnis yang sehat, apa yang
baik bagi perusahaan dan bagi pelanggan datang bersama-sama dan menjadi kekuatan
pendorong di belakang apa yang semua orang tidak suka. Ini adalah budaya yang secara
alamiah menekankan perbaikan terus menerus dalam proses, yang menghasilkan tempat kerja
yang sehat, pelanggan yang puas, dan perusahaan, tumbuh menguntungkan. Sebuah kekuatan
besar TQM dan pandangan sistem adalah bahwa hal itu menunjukkan kepada kita bahwa
pertumbuhan, profitabilitas, kepuasan pelanggan, dan lingkungan kerja yang sehat yang tidak
4
saling eksklusif. Bahkan, mereka saling mendukung dan perlu untuk berhasil dalam jangka
panjang.
Budaya mutu pada dasarnya adalah penggabungan kualitas dalam sistem keseluruhan
organisasi yang mengarah pada lingkungan internal positif dan penciptaan pelanggan
senang. Sebuah pola pikir berubah di semua tingkat manajemen adalah alat dasar untuk
pelaksanaan seperti suatu budaya. Sebagai proses memulai dimulai kualitas budaya dengan
manajer yang memahami nilai pandang sistem dan juga percaya dalam implikasinya. Jadi
dalam rangka menciptakan budaya seperti pola pikir yang berubah adalah penting. Dan itu
dicapai baik melalui realisasi diri di tingkat atas atau melalui pelatihan dan lokakarya atau
mengikuti organisasi.

C. Budaya Mutu Berdasarkan Iso


Budaya mutu perlu diterapkan dalam organisasi/perusahaan. Apalagi dengan adanya
International Stadart Organization (ISO. Pengukuran kinerja bisnis dengan penerapan ISO
9001 dan profesi dibidang mutu.”Dalam dunia bisnis, kita tidak dapat berjalan tanpa
perencanaan. Target dan objective bisnis dapat dicapai jika resources kita handal. Kita harus
meningkatkan kinerja bisnis dengan aplikasi Quality Management System dan proses
continual improvement.
Ternyata semua organisasi/perusahaan punya peluang sama untuk mendapatkan
sertifikasi ISO, meskipun organisasi tersebut hanya memiliki satu orang tenaga kerja.
Organisasi bisa memperoleh sertifikasi ISO jika tenaga kerjanya multi skill dan mampu
meng-handle seluruh pekerjaan dalam organisasinya berdasarkan standar mutu. Tapi
sertifikasi ISO bukan hanya dipajang sebagai hiasan dinding saja.

D. Dasar Budaya Mutu


Untuk mengelola dan mengoperasikan sebuah budaya mutu dengan berhasil, bagi
pimpinan perlu mengarahkan, mengendalikan dan mengukur dengan cara sistematis dan
transparan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Keberhasilan dapat tercapai jika
penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen yang dirancang dapat untuk memperbaiki
kinerja mutu dan dapat memenuhi kepuasan kebutuhan semua pihak berkepentingan
(pengguna jasa mutu). Pengelolaan manajemen mutu pada organisasi mutu mencakup
berbagai disiplin ilmu lainnya, tidak sekedar ilmu manajemen saja. Ada delapan dasar
manajemen mutu dapat dipakai oleh pucuk pimpinan untuk memimpin organisasi yang
menuju ke arah perbaikan kinerja, yaitu meliputi :
5
 Orentasi perhatian terpusat pada kepuasan kebutuhan pengguna
Keberlangsungan hidup mutu bergantung pada pengguna jasanya. Pengguna jasa
terbesar untuk mutu adalah mahasiswanya. Oleh karenannya, sudah selayaknya jika mutu
hendaknya memahami kebutuhan sekarang dan mendatang mahasiswanya, tidak sekedar
memenuhi kebutuhan minimal saja tetapi berusaha melampaui harapan mahasiswanya.

 Kepemimpinan
Pemimpin perusahaan hendaknya menyusun perencanaan strategi untuk mencapai
visi, misi, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui program-program yang telah
disusun. Mereka hendaknya menciptakan dan memelihara lingkungan internal yang
memungkinkan semua karyawan dapat melibatkan dirinya secara penuh dalam pencapaian
tujuan organisasi.

 Melibatkan semua karyawan


Karyawan merupakan inti penggerak organisasi, baik karyawan administrasi maupun
karyawan edukatif. Semua karyawan tidak memandang tingkatan hendaknya menggunakan
segala kemampuannya untuk dapat memberikan manfaat bagi organisasi yang menaunginya.

 Menekankan Proses bukan Hasil


Proses kegiatan merupakan hal penting dan utama bagi suatu proses kualitas. Hasil
yang berkualitas tidak dapat dihasilkan tanpa proses yang berkualitas. Efisiensi akan terjadi
secara sendirinya jika proses yang dilakukan berkualitas. Oleh karena itu optimalisasi
sumberdaya yang dimiliki dan hasil kegiatan yang ingin dicapai perlu dikelola dalam suatu
bentuk serangkaian proses.

 Pengelolaan Manajemen mutu Menggunakan Pendekatan Sistem


Pengelolaan Manajemen mutu menggunakan pendekatan sistem. Artinya, aktivitas
yang diselenggarakan sebuah mutu merupakan serangkaian banyak proses kegiatan yang
banyak melibatkan karyawan dari berbagai unit kerja, sehingga tidak dibatasi oleh fungsi
kegiatan. Karena itu dalam mengelola aktivitas tersebut terintegrasi dalam sebuah sistem.
Tuntutan untuk mengetahui, memahami dan mengelola proses yang terkait sebagai sistem
menjadi hal penting bagi semua orang sehingga setiap orang akan memberi sumbangan pada
keefektifan dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
6
 Peningkatan Perbaikan Berkelanjutan
Keefektifan dan keefisienan dalam melaksanakan proses kegiatan tidak dapat
diperoleh secara tiba-tiba tetapi perlu terencana dan terprogram serta tidak sesaat. Metode
dan cara kerja dari setiap individu dalam organisasi dituntut untuk dapat menemukan metode
dan cara yang efektif dan efisien, sehingga untuk mencapainya perlu perbaikan-perbaikan
terus menerus. Peningkatan perbaikan berkelanjutan terjadi jika secara periodik ada evaluasi
terhadap metode dan cara kerja tersebut. Dengan demikian, perbaikan berkelanjutan
organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan tujuan tetap dari organisasi.

 Pendekatan fakta pada pengembalian keputusan


Sampai saat ini dikalangan pimpinan Organisasi masih banyak yang memutuskan
suatu kebijakan tidak didasarkan fakta, tetapi interpretasi pribadi. Hal ini mengakibatkan
kebijakan yang diambil cenderung by accident atau sekedar trend sehingga hasil yang
diperoleh minimalis atau kurang efektif/tidak tepat sasaran dan cenderung high cost
(pemborosan) yang seharusnya tidak terjadi. Keputusan yang didasarkan pada analisa data
dan informasi akan menghasilkan hasil yang efektif dan tepat sasaran.

 Hubungan kemitraan yang saling menguntungkan


Pada hakekatnya unit-unit kerja dalam satu organisasi merupakan mitra kerja,
sehingga hubungan antar unit kerja adalah kemitraan. Hasil kerja (keluaran) unit satu akan
menjadi dasar pekerjaan (masukan) unit kerja lainnya. Jika keluaran yang dihasilkan unit
sebelumnya cacat maka akan membuat unit penerimanya harus memproses kembali agar
dapat dikerjakan. Hal ini berarti unit penerima tidak diuntungkan. Akibatnya secara
keseluruhan terjadi pemborosan baik waktu maupun biaya. Oleh karena itu, perlu dibangun
hubungan kemitraan yang saling menguntungkan agar tercapai efektivitas dan efisiensi dari
proses aktivitas tersebut sehingga menciptakan nilai tambah. Hal ini juga berlaku bagi mitra
di luar organisasi.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengiatkan Perubahan Budaya Mutu


Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem
kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan
salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian
maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai
perubahan-perubahan tersebut.
Keberadaan TQM yang digunakan dalam penerapan di dunia bisnis menuai hasil yang
sangat signifikan, sehingga TQM memiliki daya tarik tersendiri, untuk bisa diaplikasikan
pada objek-objek kelembagaan atau organisasi, baik dalam bidang politik, sosial. Hal ini
dalam rangka efektivitas dan hasil yang baik sebagai target yang diidam-idamkan.
Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah
perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi
memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu
8
sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu
dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan
pelanggan.
Pelanggan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal
customer) dan pelanggan luar (external customer). Yang termasuk pelanggan adalah
pengelola dan penyelenggara organisasi maupun lembaga. Adapun pelanggan luarnya adalah
mayarakat, pemerintah dan dunia bisnis. Jadi, suatu organisasi dikatakan bermutu apabila
kepuasan pelanggan dalam dan pelanggan luar telah terpenuhi.
Oleh karena itu, untuk memposisikan organisasi seperti industri jasa, maka harus
memenuhi standar mutu Total Quality Management, serta harus memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan. Secara operasional mutu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu
terpenuhinya semua spesifikasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna
jasa. Menurut Edward Sallis (2008: 7) yang pertama dapat disebutquality infect (mutu
sesungguhnya) dan kedua disebut quality in perception (mutu persepsi).
Selanjutnya dalam operasi Total Quality Management in Education perlu diperhatikan
beberapa hal pokok sebagai konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas atau
mutu. Adapun hal-hal yang pokok tersebut adalah:
pertama, perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Konsep ini
mengandung pengertian bahwa pihak pengelola hendaknya senantiasa mengadakan
perbaikan-perbaikan guna tercapainya mutu yang benar-benar berkualitas sebagaimana yang
diharapkan. Adapun perbaikan tersebut membutuhkan introspeksi agar setiap kesalahan yang
didapat dalam perjalanannya diketahui dan kemudian terus diperbaiki.
Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Ini merupakan konsep
mendasar untuk menentukan apakah bermutu atau tidak tergantung pada standar mutu yang
telah ditentukan oleh pihak pengelola. Penentuan standar mutu harus memenuhi seluruh
aspek yang terdapat dalam organisasi, mulai dari tujuan hingga pada peraturan yang
digunakan dalam suatu organisasi. Selain itu juga perlu ditentukan standar evaluasi yang bisa
dijadikan sebagai alat untuk mancapai kemampuan dasar pada pelanggan.
Ketiga, perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk
dan menanamkan kesadaran kepada seluruh pengurus dan pengelola organisasi. Di sini
pemimpin dituntut untuk terus memotivasi anggotanya agar tetap semangat dan senantiasa
menjaga hubungan baik satu sama lain di dalam organisasi.
Keempat, perubahan organisasi (up-down organization). Dalam mata rantai dan
sturktur organisasi tradisional pada umumnya pemimpin atau menajer tertinggilah yang

9
mempunyai kekuasaan penuh dan berhak memerintahkan apa saja kepada bawahan.Akan
tetapi menurut Edward Sallis (2008: 80) pada kultur organisasi Total Quality
Management (TQM) ini bisa digambarkan seperti piramida terbalik, yang paling teratas
dalam struktur tersebut adalah karyawan. Dengan demikian, manajer senior tugasnya
hanyalah memberikan dukungan dan wewenang kepada karyawan, bukan memerintahnya.
Kelima, menjaga hubungan baik dengan pelanggan (keeping close to be
customer). Karena organisasi mengedapankan kepuasan pelanggan, maka para pengelola
dituntut untuk selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan karyawan. Jika tidak
ada hubungan yang baik di antara mereka maka mustahil akan terjadi kepuasan pada
pelanggan.
Lima faktor pokok di atas hendaknya menjadi perhatian besar bagi para praktisi
organisasi yang menginginkan untuk menerapkan Total Quality Management in
Education. Sebab, jika lima hal pokok di atas tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu
yang diinginkan oleh para pelanggan tidak akan tercapai. Selain itu, perlu disadari
menjalankan roda organisasi memerlukan manajemen dan pengaturan yang baik. TQM
adalah salah satu model manajemen dalam berbasis industri yang dapat dikembangkan.

B. Perubahan Budaya
Kualitas yang telah disepakati dalam suatu organisasi akan menjadi budaya dalam
organisasi tersebut, untuk menuju kondisi tersebut memerlukan proses pergerakan ataupun
perlawanan para anggota organisasi tersebut. Proses menuju budaya kualitas sebagai berikut :

B.1 Mekanisme perubahan budaya


Proses ini memerlukan tahapan–tahapan apakah jangka pendek maupun jangka
panjang, semuanya sangat tergantung warga organisasi. Tahapan perubahan yang cepat dan
lambat semuanya akan terdapat untung dan rugi bagi organisasi, yang terpenting kesiapan
semua anggota organisasi sehingga mekanisme dapat berjalan dengan lancar. Warga
organisasi yang bertekad dan komitmen membangun kualitas memerlukan waktu yang tidak
terlalu lama, yang penting menyadari saat ini telah berada di era globalisasi yang penuh
dengan persaingan.
Untuk memenangkan persaingan dibutuhkan SDM yang berkualitas, karena SDM
yang berkualitas yang mampu menghadapi dan memenangkan persaingan. Dengan demikian
mekanisme perubahan budaya menjadi budaya kualitas suatu keharusan guna tidak
tersisihkan dari persaingan dan guna memenangkan. Misalnya suatu perguruan tinggi yang

10
menganut budaya tradisional menuju budaya kualitas dalam proses belajar mengajar. Proses
pembelajaran yang menggunakan transfaransi menuju menggunakan/berbasis teknologi
informasi. Mekanisme perubahan ini biasanya akan mendapat perlawanan dari dosen-dosen
yang senior/tua, karena perubahan tersebut membuat dosen senior/tua akan tersiksa.
Inventarisasi pada masing-masing perguruan tinggi mengenai perubahan budaya akan
berbeda-beda sangat tegantung karakteristiknya.

B.2 Penolakan Terhadap Perubahan Budaya


Penjelasan di atas telah menggambarkan mekanisme perubahan budaya kemungkinan
mulus dan tidak mulus perubahannya. Perubahan budaya yang mulus mungkin proses waktu
dapat cepat atau lambat, sedangkan perubahan budaya yang tidak mulus akan melalui
pertentangan yang lama. Kedua hal tersebut mengandung penolakan, kalau yang mulus unsur
penolakan tidak terlalu lama dan yang tidak mulus unsur penolakan cukup lama dan dapat
terjadi pertentangan selamanya.

B.3 Pembentukan Budaya Kualitas


Penjelasan di atas menggambarkan bagaimana sulitnya mekanisme perubahan budaya
dan penolakan terhadap perubahan budaya. Manusia pada umumnya tidak mau berubah
karena sudah merasa enak, dan kalau sudah duduk malas untuk bangun. Diperlukan
komitmen anggota organisasi terhadap perubahan budaya tradisional menjadi budaya
kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama, dituntut kesabaran dan sebagainya.
Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam pembentukan budaya kualitas, dan
terdapat 8 langkah pembentukan budaya kualitas yaitu:
1) mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan,
2) menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan,
3) mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan,
4) memahami proses transisi emosional,
5) mengidentifikasi orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan,
6) menerapkan heart and minds approach (level emosional dari pada level intelektual),
7) menerapkan strategi courtship (kemesraan), dan
8) memberikan dukungan

C. Landasan Kerja Manajemen Mutu

11
Manajemen mutu adalah merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi yang
menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan melalui setiap aspek dalam
kegiatan organisasi. Manajemen mutu membutuhkan pemahaman mengenai sifat mutu dan
sifat sistem mutu serta komitmen manajemen untuk bekerja dalm berbagai cara. Manajemen
mutu sangat memerlukan figure pemimpin yang mampu memotivasi agar seluruh anggota
dalam organisai dapat memberikan konstribusi semaksimal mungkin kepada organisasi. Hal
tersebut dapat dibangkitkan melalui pemahaman dan penjiwaan secara sadar bahwa mutu
suatu produk atau jasa tidak hanya menjadi tanggung jawab pimpinan, tetapi menjadi
tanggung jawab seluruh anggota dalam organisasi.
Pengertian Mutu adalah Dugaan dan penafsiran yang sering timbul bahwa "mutu"
diartikan sebagai sesuatu yang :
 Unggul dan bermutu tinggi
 Mahal harganya
 Kelas, tingkat atau bernilai tinggi

Dugaan dan penafsiran tersebut di atas kurang tepat untuk dijadikan dasar dalam
menganalisa dan menilai mutu suatu produk atau pelayanan. Tidak jauh berbeda dengan
kebiasan mendefinisikan "mutu" dengan cara membandingkan satu produk dengan produk
lainnya. Misalnya jam tangan Seiko lebih baik dari jam tangan Alba. Kedua pengertian mutu
tersebut pada dasarnya mengartikan tingkat keseragaman yang dapat diramalkan dan
diandalkan, disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat diterima oleh pelanggan (custumer).
Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan
atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan. Manajemen mutu dapat
dianggap memiliki tiga komponen utama: pengendalian mutu, jaminan mutu dan perbaikan
mutu. Manajemen mutu berfokue tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk
mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap
proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten.

D. Evolusi Manajemen Mutu


Manajemen mutu adalah fenomena mutakhir. Kebudayaan maju yang mendukung
seni dan kerajinan membolehkan pembeli memilih barang dengan standar mutu yang lebih
tinggi dibandingkan dengan barang normal. Dalam masyarakat dimana seni dan kerajinan
dihargai, salah satu tugas dari sang empu adalah mengepalai bengkel, serta melatih dan
mengawasi pegawai dan pemagang. Sang empu menetapkan standar, menilai pekerjaan
12
pegawai dan memerintahkan pengerjaan ulang ataupun perbaaikan yang diperlukan.
Pekerjaan secara kerajinan memiliki keterbatasan yaitu hanya mampu menghasilkan sedikit
produk, namun dipihak lain memiliki keunggulan yaitu setiap produk dapat dibuat secara
berbeda sesuai dengan keinginan pemesan. Pendekatan pekerjaan kerajinan terhadap mutu
merupakan masukan utama saat pembentukan awal manajemen mutu sebagai bagian dari
ilmu manajemen.
Revolusi industri mengganti pendekatan pekerjaan kerajinan dengan produksi masal
dan pekerjaan berulang yang bertujuan untuk menghasilkan barang yang sama dalam jumlah
yang besar. Penggagas awal di Amerika Serikat terhadap pendekatan ini adalah Eli Whitney,
saat dia menganjurkan pembuatan komponen senapan, yang memiliki sifat mampu-tukar,
sehingga dapat membentuk lini perakitan senapan. Penggagas selanjutnya adalah Frederick
Winslow Taylor, seorang insinyur mekanik yang mengupayakan perbaikan efisiensi
industrial. Dia sering disebut sebagai "bapak manajemen ilmiah," Dia merintis gagasan
Pergerakan Efisiensi (Efficiency Movement) yang kemudian menjadi bagian dari dasar-dasar
manajemen mutu, termasuk aspek standardisasi dan praktek perbaikan. Henry Ford juga
merupakan tokoh penting yang menerapkan praktek manajemen mutu dalam lini perakitan
mobil Ford. Di Jerman, Karl Friedrich Benz, yang sering disebut sebagai penemu kendaraan
bermotor, mencoba praktek produksi secara perakitan, walaupun produksi masal sepenuhnya
baru dilaksanakan oleh Volkswagen setelah perang dunia kedua. Sejak periode ini, maka
selanjutnya perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat berfokus kepada produksi dengan
biaya yang lebih rendah dan efisiensi yang lebih tinggi.

Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam


manajemen mutu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Pelanggan internal (di dalam organisasi)
- Pelanggan eksternak (di luar organisasi)
Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan
melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan
dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada
pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju
keberhasilan.

E. Elemen Budaya Mutu

13
Sebagian besar ilmuan sosial yang melakukan studi tentang organisasi setuju bahwa
budaya itu berasal atau bahkan terdiri dari kepercayaan atau nilai yang mendasar.
Kepercayaan dan nilai ini biasanya diciptakan dan diekspresikan oleh pemimpin dan di
tularkan pada anggotanya.
Kepercayaan memberikan pernyataan “Jika….. maka……” jika melakukan sesuatu
maka akan mengakibatkan sesuatu yang lain. Sedangkan nilai diartikan sebuah proses yang
harus dikontrol untuk menentukan tiga hal, yaitu:
1. Performa yang luar biasa,
2. Memproduksi barang yang baik dan,
3. memberikan servis yang bermutu tinggi.
Nilai yang pertama merupakan nilai yang sulit dilaksanakan secara maksimal dalam
sebuah organisasi. Sedangkan nilai yang kedua merupakan nilai yang berhubungan secara
langsung dengan adaptasi dan pencapaian tujuan organisasi serta berhubungan tidak
langsung terhadap koordinasi dan aktivitas kerja yang efektif. Kepercayaan dan nilai
merupakan hal yang paling penting ketika menghadapi tiga bidang krusial dalam organisasi
fungsional, seperti: penyesuaian terhadap perubahan, pencapaian tujuan, dan
pengkoordinasian tenaga kerja.
Nilai dan kepercayaan yang membangun budaya TQM meyakinkan bahwa anggota
organisasi bekerjasama untuk menyelesaikan kerja mereka dengan tujuan utama: Kualitas
untuk pelanggan. Apabila TQM berguna untuk membangun elemen integral dari budaya
organisasi, Seperangkat nilai dan kepercayaan merupakan bagian terpenting dari budaya
tersebut. Nilai dan kepercayaan mengingatkan pada kita yang benar dan yang
salah (if….then…).
Bentuk budaya sangat komplek. Dalam membentuk budaya organisasi, kepercayaaan
dan nilai saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. Agar dapat dimengerti dengan
baik, budaya TQM ini dibagi menjadi delapan elemen penting yaitu sebagai berikut:
1) Etika
2) Integritas (kejujuran)
3) Kepercayaan
4) Pelatihan (training)
5) Kerja tim (team work)
6) Kepemimpinan (leadership)
7) Penghargaan (recognition)
8) Komunikasi

14
TQM telah diciptakan untuk menggambarkan sebuah filsafat yang menjadikan mutu
sebagai tenaga penggerak di belakang kepemimpinan, desain, perencanaan, dan inisiatif
perbaikan. Untuk hal itu, TQM membutuhkan bantuan dari kedelapan elemen kunci di atas.
Elemen-elemen ini selanjutnya dapat dikelompokkan lagi ke dalam empat bagian berdasarkan
fungsinya dalam membentuk struktur bangunan TQM. Keempat bagian tersebut adalah:
 Etika, integritas dan kepercayaan (pondasi)
 Pelatihan, kerja tim, dan kepemimpinan (batu bata)
 Komunikasi (campuran semen)
 Penghargaan (atap)

1. Etika, Integritas Dan Kepercayaan (pondasi)


TQM dibangun di atas pondasi yang terdiri dari etika, integritas dan kepercayaan.
Ketiga hal tersebut membantu perkembangan keterbukaan, keadilan dan ketulusan, serta
menghargai keterlibatan semua individu. Etika, integritas dan kepercayaan merupakan kunci
untuk membuka potensi pokok dari TQM. Ketiga elemen ini bergerak bersama-sama, namun
demikian, setiap elemen menyumbangkan sesuatu yang berbeda dalam konsep TQM.
Etika adalah disiplin yang terkait dengan kebaikan dan keburukan dalam berbagai
situasi. Ia merupakan dua sisi mata uang yang dilambangkan oleh etika organisasi dan etika
individu. Etika organisasi membentuk sebuah kode etik bisnis yang menguraikan petunjuk
bagi semua anggotanya dan harus melekat dalam pekerjaan sehari-hari mereka. Sedangkan
etika individu mencakup kebenaran dan kesalahan perseorangan.
Integritas mencakup kejujuran, moral, nilai-nilai, keadilan, dan kesetiaan terhadap
kebenaran dan keikhlasan. Karakteristiknya adalah bahwa apa yang diharapkan oleh
pelanggan (internal/eksternal) dan apa yang memang layak untuk mereka terima. Lawan dari
integritas adalah sikap bermuka dua (munafik), dan TQM tidak akan dapat bekerja dengan
baik dalam suasana tersebut.
Kepercayaan adalah produk dari integritas dan prilaku yang beretika. Tanpa
kepercayaan, kerangka kerja dari TQM tidak dapat dibangun. Kepercayaan membantu
perkembangan partisipasi penuh dari semua anggota organisasi. Ia memperkenankan aktifitas
pemberian wewenang yang mendorong kebanggaan turut memiliki perusahaan dan juga
komitmen. Ia memberi peluang dilakukannya pengambilan keputusan pada semua level
dalam organisasi, mengembangkan penanganan resiko oleh tiap-tiap individu untuk
perbaikan berkelanjutan dan membantu dalam menjamin bahwa ukuran-ukuran yang
digunakan terpusat pada perbaikan proses dan tidak digunakan untuk melawan pendapat
15
orang lain. Kepercayaan adalah sifat dasar untuk menjamin kepuasan pelanggan. Jadi,
kepercayaan membangun lingkungan yang kooperatif (saling bekerjasama) sebagai dasar
untuk TQM.

2. Pelatihan, Kerja Tim, Dan Kepemimpinan(batu bata)


Dengan didasari oleh pondasi yang kuat dari etika, integritas, dan kepercayaan,
selanjutnya batu bata untuk membangun dinding TQM bisa diletakkan diatasnya sampai pada
dasar atap dari pengakuan atau penghargaan, dimana batu bata itu meliputi:
Pelatihan (training) sangat penting artinya bagi karyawan organisasi agar bisa
menjadi lebih produktif. Disamping itu para Supervisor mesti bertanggungjawab dalam
menerapkan TQM di departemennya, termasuk mengajarkan filsafat dasar dari TQM kepada
semua bawahannya. Training yang biasanya dibutuhkan oleh para karyawan dalam
mendukung penerapan TQM antara lain; kemampuan interpersonal, kecakapan bekerjasama
dalam tim, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, analisa dan perbaikan kinerja
pengelolaan pekerjaan, ekonomi bisnis, dan keterampilan teknis. Pada saat penciptaan dan
pembentukan TQM, para karyawan hendaknya segera dilatih agar mereka dapat menjadi
karyawan yang efektif bagi perusahaan.
Kerjasama tim juga merupakan sebuah elemen kunci dari TQM, yang menjadi alat
bagi organisasi dalam mencapai kesuksesan. Dengan menggunakan tim kerja, organisasi akan
dapat memperoleh penyelesaian yang cepat dan tepat terhadap semua masalah. Suatu tim
biasanya juga memberikan perbaikan-perbaikan permanen dalam proses dan operasi-operasi.
Dalam sebuah tim, orang-orang merasa lebih nyaman untuk mengajukan masalah-masalah
yang terjadi dan dapat dengan segera memperoleh bantuan dari pekerja-pekerja lainnya
berupa solusi-solusi yang akan digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapi. Secara umum terdapat tiga jenis tim yang diadopsi oleh organisasi TQM:

a) Tim Perbaikan Mutu (Quality Improvement Teams atau QITs)


Jenis ini merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk menyelesaikan suatu
masalah spesifik yang sering terjadi berulang-ulang. Tim ini biasanya dibentuk untuk periode
tertentu antara 3 sampai 12 bulan.

b) Tim Penyelesaian Masalah (Problem Solving Teams atau PSTs)


Jenis ini juga merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk memecahkan
masalah-masalah tertentu dan juga untuk mengidentifikasi dan mengatasi penyebab dari
16
masalah-masalah tersebut. Umumnya tim ini dibentuk untuk masa kerja 1 minggu sampai 3
bulan.

c) Tim Kerja Biasa (Natural Work Teams atau NWTs)


Jenis ini terdiri dari sejumlah grup-grup kecil dari pekerja-pekerja terampil yang
saling berbagi tugas dan tanggungjawab. Tim ini menggunakan konsep-konsep seperti
keterlibatan semua karyawan, pengaturan mandiri dan lingkaran mutu (quality circles). Tim-
tim ini biasanya bekerja untuk jangka waktu 1 sampai 2 jam per minggu.
Kepemimpinan mungkin merupakan hal yang paling penting dalam TQM. Ia muncul
pada semua tempat dalam organisasi. Kepemimpinan dalam TQM membutuhkan Manager-
Manager yang dapat memberikan pandangan atau visi yang dapat memberikan ilham,
membuat arahan strategis yang dapat dimengerti oleh semua orang dan menanamkan nilai-
nilai sebagai pedoman bagi bawahannya.
Agar TQM bisa berhasil diterapkan dalam organisasi, para Supervisor juga harus
secara sungguh-sungguh memimpin bawahannya. Seorang Supervisor harus mengerti TQM,
percaya akan kegunaannya dan kemudian menunjukkan kesungguhan dan kepercayaannya itu
dalam mempraktekkan TQM setiap hari. Para Supervisor harus memastikan bahwa strategi,
filsafat dasar, nilai-nilai dan sasaran-sasaran mutu telah disampaikan kepada bawahannya
disepanjang organisasi untuk menghasilkan fokus, kejelasan dan arah dari TQM.
Kunci terpenting adalah bahwa TQM harus diperkenalkan dan dipimpin oleh
manajemen puncak. Komitmen dan keterlibatan personal dari manajemen puncak dibutuhkan
dalam rangka penciptaan dan penyebaran nilai-nilai dan sasaran-sasaran mutu yang jelas dan
bersesuaian dengan sasaran-sasaran dari perusahaan, serta penciptaan dan penyebaran sistem
yang terdefinisi dengan baik, metoda-metoda dan pengukur kinerja untuk mengukur
pencapaian sasaran-sasaran tersebut.

3. Komunikasi (campuran semen)


Komunikasi akan mengikat segala sesuatu secara bersama-sama. Dimulai dari pondasi
sampai ke atap dari suatu bangunan TQM, semua elemen diikat oleh campuran semen
pengikat berupa komunikasi. Ia bertindak sebagai sebuah mata rantai penghubung antara
semua elemen TQM. Komunikasi berarti sebuah pemahaman bersama terhadap satu atau
sekelompok ide-ide antara pengirim dan penerima informasi. TQM yang sukses menuntut
komunikasi dengan, dan/atau diantara, semua anggota organisasi, pemasok dan juga
pelanggan.

17
Para Supervisor harus memelihara keterbukaan dari arus komunikasi dimana seluruh
karyawannya dapat mengirim dan menerima semua informasi tentang proses-proses TQM.
Adalah suatu hal yang vital bahwa komunikasi harus dirangkai dengan penyampaian
informasi yang benar bukan dengan informasi yang keliru. Supaya komunikasi bisa menjadi
sesuatu yang dapat dipercaya maka pesan yang disampaikan harus jelas dan penerima
informasi harus memiliki penafsiran yang sama dengan apa yang dimaksud pengirimnya.
4. Penghargaan (atap)
Penghargaan adalah elemen terakhir dari keseluruhan sistem TQM. Ia sebaiknya
diberikan untuk saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang memuaskan baik dihasilkan
oleh suatu tim ataupun individu. Para karyawan akan didorong untuk berusaha keras
memperoleh penghargaan untuk dirinya dan untuk timnya. Menemukan dan mengenal para
kontributor dari saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang baik tersebut merupakan tugas
dari seorang Supervisor. Begitu para kontributor ini dihargai, mereka akan dapat mengalami
perubahan yang sangat besar dalam hal penghargaan-diri, produktivitas, mutu dan jumlah
karya, yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk berusaha lebih giat dalam tugas
sehari-harinya. Penghargaan datang dalam bentuk terbaiknya jika saran-saran tersebut diikuti
oleh sebuah tindakan langsung untuk mencapai hasil yang baik oleh kontributor tersebut.
Penting interpretasi Anda sendiri pada ide-ide ini penting. Anda dapat membaca buku
atau menghadiri seminar yang menyarankan formula untuk mengikuti untuk mengubah
budaya Anda, tetapi ketika Anda mencoba rumus tidak bekerja. Alasannya adalah bahwa
formula tidak mengatasi masalah khusus Anda, kepribadian Anda, dan pengalaman
Anda. Anda tidak dapat mengikuti rencana orang lain dan berharap akan bekerja untuk Anda.
Rencana yang akan bekerja untuk Anda adalah milikmu, bukan milikku atau orang
lain. Namun, Anda juga perlu menghargai bahwa nilai-nilai seperti yang dibahas di sini
berada di jantung perusahaan yang adalah tempat yang bagus untuk bekerja dan perusahaan-
perusahaan yang terus semakin baik dalam melayani pelanggan. Jika saya telah berhasil
meyakinkan Anda tentang ini, maka mengambil kepemilikan ide-ide ini dan membuat mereka
sendiri. Bekerja dengan orang lain di perusahaan Anda untuk mengekspresikan mereka
dengan cara yang konsisten dengan kepribadian Anda dan kebutuhan perusahaan
Anda. Berikut adalah beberapa saran untuk melakukan hal ini.

18
F. Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Mutu
setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan
karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan
perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan
pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis
budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki
apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan
mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses.
Memajukan pengembangan tim dan kerja sama tim ketika kolaborasi yang tepat untuk
melaksanakan pekerjaan. Dalam jenis organisasi, orang memeriksa tugas-tugas yang perlu
dilakukan. Mereka kemudian melihat saling ketergantungan di antara orang yang terlibat dan
mengatur tim di seluruh tugas-tugas. Hal ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan akan
dilakukan oleh anggota tim saling mendukung satu sama lain. Hal ini menegaskan gagasan
bahwa setiap orang dalam perusahaan baik pelanggan dan pemasok kepada karyawan
lainnya. Saat masalah muncul, orang-orang dalam tim beroperasi bersama-sama untuk lebih
memahami proses dan mencari bersama bagaimana untuk memecahkan masalah. Manajer
tidak hanya bereaksi terhadap masalah.Sebaliknya, mereka secara proaktif mencari cara
untuk meningkatkan semua waktu untuk mengurangi kemungkinan masalah yang terjadi di
tempat pertama.
Komitmen untuk meningkatkan kerjasama tim tentu akan memperluas kepada
pemasok dan pelanggan. Perusahaan mengakui ketergantungannya pada pemasoknya dan
kebutuhan untuk melihat mereka sebagai mitra. Kerjasama memungkinkan pemasok untuk
menghabiskan energi mereka pada memberikan barang-barang berkualitas tinggi sebagai
pelanggan mereka. Yang menerjemahkan menjadi kualitas bagi pelanggan Anda.Kerjasama
ini menjadi pendekatan cerdas, logis. Pendekatan logis dan tidak pantas, sebaliknya, bekerja
sama dengan pemasok seolah-olah mereka musuh - masih praktek standar di banyak
perusahaan. Hal yang sama berlaku dengan pelanggan, mengingatkan kita bahwa
kesejahteraan perusahaan secara langsung terkait dengan kesejahteraan
pelanggan. Memperlakukan mereka sebagai anggota tim berarti bahwa membuat mereka
sukses menjadi bagian dari keberhasilan.
kerja sama perusahaan dapat membantu perusahaan menghasilkan kesetiaan karyawan
yang kuat, yang mengurangi biaya yang terlibat dalam merekrut, mempekerjakan, dan
penggantian pelatihan. Karyawan mengakui bahwa sulit untuk menemukan majikan yang
19
benar-benar mengerti apa artinya mengatakan "kita semua ini bersama-sama." Bila kita
memiliki teman yang tetap setia kepada kita melalui saat-saat yang baik dan yang buruk, kita
akan setia kepadanya atau dia juga. Hal yang sama berlaku dengan tempat kerja, loyalitas
melahirkan loyalitas. Dan gagasan bahwa setiap orang memiliki peran untuk bermain dan
saham dalam keberhasilan perusahaan berarti pemimpin sebagai manajer. Bila pemimpin
peduli tentang mereka, mereka akan peduli tentang pemimpin dan perusahaan.
Beberapa pengalaman yang karyawan telah memiliki dalam kehidupan kerja, di mana
manajer adalah inspirasi dan menyenangkan untuk bekerja. Pengalaman ini mungkin satu di
mana karyawan merasa lebih seperti seorang rekan untuk ini individu (dan untuk karyawan
sesama) daripada seorang bawahan. Anda juga mungkin merasa bebas untuk mencoba hal
baru tanpa takut akan pembalasan. Orang ini, dalam peran manajemen nya, mungkin melihat
ke luar untuk karyawan dan seseorang yang karyawan merasa bisa mengandalkan
manajer. Jika karyawan seperti kebanyakan dari kita, Anda mungkin merasa Anda bisa
menjadi paling produktif dan puas terhadap pekerjaan dalam situasi seperti ini.
Sekarang merenungkan saat-saat ketika kita sudah memiliki manajer yang mencoba
untuk menegaskan otoritas nya atas kita. Mungkin ini dalam menegakkan kebijakan
tampaknya tak ada artinya tanpa banyak pikir untuk nilai mereka atau tujuan untuk
mendapatkan sesuatu. karyawan tidak diragukan lagi merasa frustasi dan terbatas pada
kemampuannya untuk berkontribusi. Skenario terakhir ini prosedur standar operasi di banyak
perusahaan.
Dalam manajemen hirarkis tradisional, perusahaan menjadi tempat di mana orang
merasa mereka tidak dapat mengambil keuntungan penuh dari kemampuan mereka. Namun
dalam pasar yang kompetitif saat ini, ini hanya tidak masuk akal. Ini kontraproduktif untuk
membawa keluar yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain. Keberadaan atasan dalam
suatu perusahaan menciptakan kebutuhan bawahan.
Ini tidak berarti bahwa beberapa orang tidak memiliki tanggung jawab lebih dari yang
lain. Juga tidak berarti bahwa beberapa orang tidak ditugaskan untuk mengawasi proses di
mana beberapa orang yang bekerja. Ini menunjukkan kepada semua orang bahwa pekerjaan
semua anggota perusahaan yang penting dan menambah nilai terhadap hasil akhir. Ia
mengatakan kita akan fokus pada tujuan yang kita semua di sini: Untuk mendapatkan yang
lebih baik dan lebih baik menciptakan bahwa hubungan saling menguntungkan antara kami
dan pelanggan kami. Sebagai manajer, tugasnya adalah dengan menggunakan otoritas sebagai
manajer untuk mendukung kepentingan bersama dari tim secara terbuka dan dengan seksama.

20
Ketika sebuah budaya perusahaan menghilangkan mentalitas balik hubungan atasan-
bawahan, lebih banyak orang bebas mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka. Tentu
saja, ini hanya bisa terjadi jika manajer dan semua orang benar-benar percaya kerjasama apa
yang paling penting. Ketika semua orang merasa seperti seorang rekan dan bukan hanya roda
penggerak dalam sebuah mesin dikendalikan oleh orang lain, orang akan mengalami rasa
kerjasama. Ini kemudian menjadi motor penggerak sadar perilaku.
Penjelasan di atas telah menggambarkan mekanisme perubahan budaya kemungkinan
mulus dan tidak mulus perubahannya. Perubahan budaya yang mulus mungkin proses waktu
dapat cepat atau lambat, sedangkan perubahan budaya yang tidak mulus akan melalui
pertentangan yang lama. Kedua hal tersebut mengandung penolakan, kalau yang mulus unsur
penolakan tidak terlalu lama dan yang tidak mulus unsur penolakan cukup lama dan dapat
terjadi pertentangan selamanya.
setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan
karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan
perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan
pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis
budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki
apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan
mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses.
Memajukan pengembangan tim dan kerja sama tim ketika kolaborasi yang tepat untuk
melaksanakan pekerjaan. Dalam jenis organisasi, orang memeriksa tugas-tugas yang perlu
dilakukan. Mereka kemudian melihat saling ketergantungan di antara orang yang terlibat dan
mengatur tim di seluruh tugas-tugas. Hal ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan akan
dilakukan oleh anggota tim saling mendukung satu sama lain. Hal ini menegaskan gagasan
bahwa setiap orang dalam perusahaan baik pelanggan dan pemasok kepada karyawan
lainnya. Saat masalah muncul, orang-orang dalam tim beroperasi bersama-sama untuk lebih
memahami proses dan mencari bersama bagaimana untuk memecahkan masalah. Manajer
tidak hanya bereaksi terhadap masalah.Sebaliknya, mereka secara proaktif mencari cara
untuk meningkatkan semua waktu untuk mengurangi kemungkinan masalah yang terjadi di
tempat pertama.
Komitmen untuk meningkatkan kerjasama tim tentu akan memperluas kepada
pemasok dan pelanggan. Perusahaan mengakui ketergantungannya pada pemasoknya dan
kebutuhan untuk melihat mereka sebagai mitra. Kerjasama memungkinkan pemasok untuk
menghabiskan energi mereka pada memberikan barang-barang berkualitas tinggi sebagai

21
pelanggan mereka. Yang menerjemahkan menjadi kualitas bagi pelanggan Anda.Kerjasama
ini menjadi pendekatan cerdas, logis. Pendekatan logis dan tidak pantas, sebaliknya, bekerja
sama dengan pemasok seolah-olah mereka musuh - masih praktek standar di banyak
perusahaan. Hal yang sama berlaku dengan pelanggan, mengingatkan kita bahwa
kesejahteraan perusahaan secara langsung terkait dengan kesejahteraan
pelanggan. Memperlakukan mereka sebagai anggota tim berarti bahwa membuat mereka
sukses menjadi bagian dari keberhasilan.
kerja sama perusahaan dapat membantu perusahaan menghasilkan kesetiaan karyawan
yang kuat, yang mengurangi biaya yang terlibat dalam merekrut, mempekerjakan, dan
penggantian pelatihan. Karyawan mengakui bahwa sulit untuk menemukan majikan yang
benar-benar mengerti apa artinya mengatakan "kita semua ini bersama-sama." Bila kita
memiliki teman yang tetap setia kepada kita melalui saat-saat yang baik dan yang buruk, kita
akan setia kepadanya atau dia juga. Hal yang sama berlaku dengan tempat kerja, loyalitas
melahirkan loyalitas. Dan gagasan bahwa setiap orang memiliki peran untuk bermain dan
saham dalam keberhasilan perusahaan berarti pemimpin sebagai manajer. Bila pemimpin
peduli tentang mereka, mereka akan peduli tentang pemimpin dan perusahaan.
beberapa pengalaman yang karyawan telah dimiliki dalam kehidupan kerja, di mana
manajer adalah inspirasi dan menyenangkan untuk bekerja. Pengalaman ini mungkin satu di
mana karyawan merasa lebih seperti seorang rekan untuk ini individu (dan untuk karyawan
sesama) daripada seorang bawahan. Anda juga mungkin merasa bebas untuk mencoba hal
baru tanpa takut akan pembalasan. Orang ini, dalam peran manajemen nya, mungkin melihat
ke luar untuk karyawan dan seseorang yang karyawan merasa bisa mengandalkan
manajer. Jika karyawan seperti kebanyakan dari kita, Anda mungkin merasa Anda bisa
menjadi paling produktif dan puas terhadap pekerjaan dalam situasi seperti ini.
Sekarang merenungkan saat-saat ketika kita sudah memiliki manajer yang mencoba
untuk menegaskan otoritas nya atas kita. Mungkin ini dalam menegakkan kebijakan
tampaknya tak ada artinya tanpa banyak pikir untuk nilai mereka atau tujuan untuk
mendapatkan sesuatu. karyawan tidak diragukan lagi merasa frustasi dan terbatas pada
kemampuannya untuk berkontribusi. Skenario terakhir ini prosedur standar operasi di banyak
perusahaan.
Dalam manajemen hirarkis tradisional, perusahaan menjadi tempat di mana orang
merasa mereka tidak dapat mengambil keuntungan penuh dari kemampuan mereka. Namun
dalam pasar yang kompetitif saat ini, ini hanya tidak masuk akal. Ini kontraproduktif untuk

22
membawa keluar yang terbaik dalam diri sendiri dan orang lain. Keberadaan atasan dalam
suatu perusahaan menciptakan kebutuhan bawahan.
Ini tidak berarti bahwa beberapa orang tidak memiliki tanggung jawab lebih dari yang
lain. Juga tidak berarti bahwa beberapa orang tidak ditugaskan untuk mengawasi proses di
mana beberapa orang yang bekerja. Ini menunjukkan kepada semua orang bahwa pekerjaan
semua anggota perusahaan yang penting dan menambah nilai terhadap hasil akhir. Ia
mengatakan kita akan fokus pada tujuan yang kita semua di sini: Untuk mendapatkan yang
lebih baik dan lebih baik menciptakan bahwa hubungan saling menguntungkan antara kami
dan pelanggan kami. Sebagai manajer, tugasnya adalah dengan menggunakan otoritas sebagai
manajer untuk mendukung kepentingan bersama dari tim secara terbuka dan dengan seksama.
Ketika sebuah budaya perusahaan menghilangkan mentalitas balik hubungan atasan-
bawahan, lebih banyak orang bebas mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka. Tentu
saja, ini hanya bisa terjadi jika manajer dan semua orang benar-benar percaya kerjasama apa
yang paling penting. Ketika semua orang merasa seperti seorang rekan dan bukan hanya roda
penggerak dalam sebuah mesin dikendalikan oleh orang lain, orang akan mengalami rasa
kerjasama. Ini kemudian menjadi motor penggerak sadar perilaku.

G. Penetapan Budaya Mutu


Penjelasan di atas menggambarkan bagaimana sulitnya mekanisme perubahan budaya
dan penolakan terhadap perubahan budaya. Manusia pada umumnya tidak mau berubah
karena sudah merasa enak, dan kalau sudah duduk malas untuk bangun. Diperlukan
komitmen anggota organisasi terhadap perubahan budaya tradisional menjadi budaya
kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama, dituntut kesabaran dan sebagainya.
Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam pembentukan budaya kualitas, dan
terdapat 8 langkah pembentukan budaya kualitas yaitu:
1) mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan,
2) menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan,
3) mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan,
4) memahami proses transisi emosional,
5) mengidentifikasi orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan,
6) menerapkan heart and minds approach (level emosional dari pada level intelektual),
7) menerapkan strategi courtship (kemesraan), dan memberikan dukungan
Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem

23
kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan
salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian
maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai
perubahan-perubahan tersebut.
Keberadaan TQM yang digunakan dalam penerapan di dunia bisnis menuai hasil yang
sangat signifikan, sehingga TQM memiliki daya tarik tersendiri, untuk bisa diaplikasikan
pada objek-objek kelembagaan atau organisasi, baik dalam bidang politik, sosial. Hal ini
dalam rangka efektivitas dan hasil yang baik sebagai target yang diidam-idamkan.
Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah
perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi
memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu
sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu
dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan
pelanggan.
Pelanggan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelanggan dalam (internal
customer) dan pelanggan luar (external customer). Yang termasuk pelanggan adalah
pengelola dan penyelenggara organisasi maupun lembaga. Adapun pelanggan luarnya adalah
mayarakat, pemerintah dan dunia bisnis. Jadi, suatu organisasi dikatakan bermutu apabila
kepuasan pelanggan dalam dan pelanggan luar telah terpenuhi.
Oleh karena itu, untuk memposisikan organisasi seperti industri jasa, maka harus
memenuhi standar mutu Total Quality Management, serta harus memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan. Secara operasional mutu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu
terpenuhinya semua spesifikasi yang telah ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna
jasa. Menurut Edward Sallis (2008: 7) yang pertama dapat disebutquality infect (mutu
sesungguhnya) dan kedua disebut quality in perception (mutu persepsi). Selanjutnya dalam
operasi Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal pokok
sebagai konsep yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu. Adapun hal-
hal yang pokok tersebut adalah:
 menentukan standar mutu (quality assurance). Ini merupakan konsep mendasar untuk
menentukan apakah bermutu atau tidak tergantung pada standar mutu yang telah
ditentukan oleh pihak pengelola. Penentuan standar mutu harus memenuhi seluruh
aspek yang terdapat dalam organisasi, mulai dari tujuan hingga pada peraturan yang

24
digunakan dalam suatu organisasi. Selain itu juga perlu ditentukan standar evaluasi
yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mancapai kemampuan dasar pada pelanggan.
 perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk dan
menanamkan kesadaran kepada seluruh pengurus dan pengelola organisasi. Di sini
pemimpin dituntut untuk terus memotivasi anggotanya agar tetap semangat dan
senantiasa menjaga hubungan baik satu sama lain di dalam organisasi.
 perubahan organisasi (up-down organization). Dalam mata rantai dan sturktur
organisasi tradisional pada umumnya pemimpin atau menajer tertinggilah yang
mempunyai kekuasaan penuh dan berhak memerintahkan apa saja kepada
bawahan.Akan tetapi menurut Edward Sallis (2008: 80) pada kultur organisasi Total
Quality Management (TQM) ini bisa digambarkan seperti piramida terbalik, yang
paling teratas dalam struktur tersebut adalah karyawan. Dengan demikian, manajer
senior tugasnya hanyalah memberikan dukungan dan wewenang kepada karyawan,
bukan memerintahnya.
 menjaga hubungan baik dengan pelanggan (keeping close to be customer). Karena
organisasi mengedapankan kepuasan pelanggan, maka para pengelola dituntut untuk
selalu menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan karyawan. Jika tidak ada
hubungan yang baik di antara mereka maka mustahil akan terjadi kepuasan pada
pelanggan.
Lima faktor pokok di atas hendaknya menjadi perhatian besar bagi para praktisi
organisasi yang menginginkan untuk menerapkan Total Quality Management in
Education. Sebab, jika lima hal pokok di atas tidak dilaksanakan dengan baik, maka mutu
yang diinginkan oleh para pelanggan tidak akan tercapai. Selain itu, perlu disadari
menjalankan roda organisasi memerlukan manajemen dan pengaturan yang baik. TQM
adalah salah satu model manajemen dalam berbasis industri yang dapat dikembangkan.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
budaya lebih terfokus pada pola pikir seseorang yaitu bagaiman cara menganalisa
sesuatu hal berdasarkan keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan diambil dalam
rangka beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai suatu harapan atau tujuan.
Sedangkan, kebudayaan itu sendiri lebih menyangkut pada tradisi yang dianut, symbol yang
dibentuk suatu kelompok tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil
tindakan apa yang dibenarkan sesuai dengan tradisi masing – masing kelompok etnis.
Budaya adalah keyakinan bersama, nilai, sikap, lembaga, dan pola perilaku yang
menjadi ciri anggota komunitas atau organisasi. Dalam budaya bisnis yang sehat, apa yang
baik bagi perusahaan dan bagi pelanggan datang bersama-sama dan menjadi kekuatan
pendorong di belakang apa yang semua orang tidak suka.
Keberhasilan dapat tercapai jika penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen
yang dirancang dapat untuk memperbaiki kinerja mutu dan dapat memenuhi kepuasan
kebutuhan semua pihak berkepentingan (pengguna jasa mutu).
Pada zaman globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
yang semakin canggih terus menggelobal dan berdampak pada hampir semua sistem
kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Lembaga ataupun organisasi merupakan
salah satu sistem juga tidak dapat terhindar dampak dari kemajuan tersebut, dengan demikian
maka disetiap lembaga maupun organisasi dituntut untuk dapat mengantisipasi berbagai
perubahan-perubahan tersebut.
Secara singkat mutu dapat diartikan: kesesuaian penggunaan atau kesesuaian tujuan
atau kepuasan pelanggan atau pemenuhan terhadap persyaratan. Manajemen mutu dapat
dianggap memiliki tiga komponen utama: pengendalian mutu, jaminan mutu dan perbaikan
mutu. Manajemen mutu berfokue tidak hanya pada mutu produk, namun juga cara untuk
mencapainya. Manajemen mutu menggunakan jaminan mutu dan pengendalian terhadap
proses dan produk untuk mencapai mutu secara lebih konsisten.
Sebagian besar ilmuan sosial yang melakukan studi tentang organisasi setuju bahwa
budaya itu berasal atau bahkan terdiri dari kepercayaan atau nilai yang mendasar.

26
Kepercayaan dan nilai ini biasanya diciptakan dan diekspresikan oleh pemimpin dan di
tularkan pada anggotanya.
sulitnya mekanisme perubahan budaya dan penolakan terhadap perubahan budaya.
Manusia pada umumnya tidak mau berubah karena sudah merasa enak, dan kalau sudah
duduk malas untuk bangun. Diperlukan komitmen anggota organisasi terhadap perubahan
budaya tradisional menjadi budaya kualitas, memerlukan proses sosialisasi yang lama,
dituntut kesabaran dan sebagainya. Kesediaan warga organisasi menjadi tumpuan dalam
pembentukan budaya kualitas.
setiap orang mendefinisikan perusahaan tidak hanya sebagai bangunan, aset, dan
karyawan, tetapi juga pelanggan dan pemasok. Ini menyoroti bahwa kesejahteraan
perusahaan secara langsung terikat dengan yang pemasok, karyawan, dan
pelanggan. Tujuannya adalah konsisten menang-menang bagi semua pihak. Dalam jenis
budaya, orang-orang berbagi kepedulian untuk semua orang di perusahaan terus memperbaiki
apa yang mereka lakukan untuk kesejahteraan bersama antara perusahaan dan pelanggan, dan
mereka telah menyiapkan metode untuk melembagakan perbaikan proses.
Secara filosofis manajemen menekankan pada kepuasan pelanggan, layaknya sebuah
perusahaan yang selalu mengutamakan kepuasan pelanggan(customer). Yakni, institusi
memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tentunya haruslah bermutu
sehingga dapat memuaskan pelanggan. Dengan demikian organisasi maupun lembaga selalu
dituntut untuk memperbaiki kualitas mutu demi tercapainya mutu yang baik dan kepuasan
pelanggan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kuliatas, Edisi Pertama, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta,1999.
Dr. Ridwan Amirudi, SKM., M.Kes, Makalah Pendekatan Mutu dan Kepuasan
Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan, 2007 Buku Disarankan untuk Mempelajari Lebih
Banyak tentang Ide ini

Peter M. Senge, The Fifth Discipline: The Art & Practice Organisasi Belajar (New
York: Buku Mata Uang Doubleday, 1990).
Brian L. Joiner, Manajemen Generasi Keempat: Kesadaran Bisnis Baru (New York:
McGraw-Hill, 1994).
Hal F. Peters McFerrin Rosenbluth dan Diane, Nasabah Comes Kedua (New York:
William Morrow, 1992).
James C. Collins dan Jerry I. Porras, Built to Last: Kebiasaan Sukses Perusahaan
Visioner (New York: HarperCollins, 1994).
Charles C. Manz dan Sims P. Henry, Jr, Bisnis Tanpa Bos (New York: John Wiley &
Sons, 1993).
William Lareau, Amerika Samurai (New York: Warner Books, 1991).

28

Anda mungkin juga menyukai