Disusun Oleh :
RIZQI AKHLAQUL KARIMAH
NIM. S18043
A. Latar belakang
Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu
yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah hal yang normal di dalam
kehidupan karena kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya
yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak
rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan (ADAA, 2014).
Bahkan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan kecemasan
juga merupakan suatu komorbiditas (Luana, et al, 2012).
Dalam keadaan normal, setiap orang memiliki kemampuan
mengendalikan rasa takut, tetapi bila terpapar terus-menerus dengan hal yang
menjadi sumber ketakutannya, maka akan terjadi fiksasi dimana mental
seseorang terkunci pada sumber kecemasannya tersebut yang membuat
kecemasannya membesar (Aulia, 2012).
Penanganan kecemasan pada seseorang sangatlah penting, karena
perasaan cemas yang tidak segera ditangani secara tepat dapat menyebabkan
gangguan mental dan kejiwaan yang pada akhirnya dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari. Karena pada saat keadaan cemas, seseorang dapat
mengalami paranoia dan berpikir aneh-aneh yang bersifat khayalan. Seseorang
akan menjadi lebih waspada dan curiga terhadap emosi serta fakta. Kemudian,
berujung dengan mengasingkan dan mengisolasi diri sendiri (Afrilia, 2018).
Tindakan keperawatan untuk menangani masalah kecemasan pasien
dapat berupa tindakan mandiri oleh perawat seperti teknik relaksasi dan
distraksi. Salah satu teknik distraksi yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan pada pasien adalah dengan mendengarkan music klasik, karena
teknik distraksi merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian. Sedangkan
teknik relaksasi terutama latihan nafas dalam sering dilakukan dirumah sakit
dan dapat dilakukan dimana saja baik dengan posisi duduk atau berbaring
dalam posisi yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi kecemasan
(Potter dan Perry, 2010).
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan tanggal 20 April-21 April di
RSUD Xtentang gangguan kecemasan pada Tn.S dengan Depresi, didapatkan
data bahwa Tn. S mengeluh batuk kering, sesak napas, tampak retraksi dinding
dada dan badan lemas. Menurut Aulia (2012), gejala kecemasan jika tidak
segera ditangani akan membuat kecemasannya semakin membesar dan
mengganggu kualitas hidup. Berdasarkan data-data tersebut, penulis tertarik
untuk membuat Laporan Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan gangguan
kecemasan di Bangsal Anggrek RSUD X untuk memenuhi penugasan Praktik
Keperawatan Dasar program studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners S18
Universitas Kusuma Husada Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kecemasan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep teori gangguan kecemasan meliputi: definisi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan (medis dan keperawatan), dan asuhan keperawatan
sesuai teori.
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.S dengan
gangguan kecemasan pada Depresi.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan
gangguan kecemasan pada Depresi.
d. Mampu menentukan intervensi keperawatan yang tepat pada Tn.S
dengan gangguan kecemasan pada Depresi.
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.S dengan
gangguan kecemasan pada Depresi.
f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. S dengan gangguan
kecemasan pada Depresi.
g. Mampu menganalisa kondisi gangguan kecemasan pada Tn.S dengan
dibandingkan jurnal penelitian yang terkini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kecemasan merupakan reaktivitas emosional berlebihan, depresi
yang tumpul, atau konteks sensitif, respon emosional (Clift, 2011).
Pendapat lain menyatakan bahwa kecemasan merupakan perwujudan dari
berbagai emosi yang terjadi karena seseorang mengalami tekanan perasaan
dan tekanan batin. Kondisi tersebut membutuhkan pnyelesaian yang tepat
sehingga individu akan merasa aman. Namun, pada kenyataannya tidak
semua masalah dapat diselesaiakn dengan baik oleh individu bahkan ada
yang cenderung dihindar. Situasi ini menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan dalam bentuk perasaan gelisah, takut atau bersalah
(Supriyantini, 2010).
B. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
kecemasan menurut Stuart (2013), dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Faktor predisposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan :
1) Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id
mempunyai dorongan naluri dan impuls primitive seseorang,
sedangkan Ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi
kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya
bahaya yang akan datang (Stuart, 2013).
2) Teori Interpersonal
Stuart (2013) menyatakan, kecemasan merupakan perwujudan
penolakan dari individu yang menimbulkan perasaan takut.
Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kecemasan.
Individu dengan harga diri rendah akan mudah mengalami
kecemasan.
3) Teori Perilaku
Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus
lingkungan spesifik, pola berpikir yang salah, atau tidak produktif
dapat menyebabkan perilaku maladaptif. Menurut Stuart (2013),
penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam situasi
tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi
ancaman merupakan penyebab kecemasan pada seseorang.
4) Teori biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus yang dapat meningkatkan neurogulator inhibisi (GABA)
yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berkaitan
dengan kecemasan. Gangguan fisik dan penurunan kemampuan
individu untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari
kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor Eksternal
a) Ancaman Integritas Fisik
Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap kebutuhan dasar
sehari-hari yang bisa disebabkan karena sakit, trauma fisik,
kecelakaan.
b) Ancaman Sistem Diri
Diantaranya ancaman terhadap identitas diri, kehilangan, dan
perubahan status dan peran, tekanan kelompok, sosial budaya.
2) Faktor Eksternal
a) Usia
Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh seseorang
yang mempunyai usia lebih muda dibandingkan individu
dengan usia yang lebih tua (Kaplan & Sadock, 2010).
b) Stressor
Kaplan dan Sadock (2010) mendefinisikan stressor merupakan
tuntutan adaptasi terhadap individu yang disebabkan oleh
perubahan keadaan dalam kehidupan. Sifat stressor dapat
berubah secara tiba-tiba dan dapat mempengaruhi seseorang
dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme koping
seseorang. Semakin banyak stressor yang dialami, maka
semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh sehingga jika
terjadi stressor yang kecil dapat mengakibatkan reaksi
berlebihan.
c) Lingkungan
Individu yang berada di lingkungan asing lebihmudah
mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan
yang biasa dia tempati (Stuart, 2013).
d) Jenis Kelamin
Wanita lebih sering mengalami kecemasan daripada pria.
Wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan bahwa wanita lebih
peka dengan emosinya, yang pada akhirnya mempengaruhi
perasaan cemasnya (Kaplan & Sadock, 2010).
e) Pendidikan
Dalam Kaplan dan Sadock (2010), kemampuan berpikir
individu dipengaruhi oleh tingkat pendidkan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah berpikir
rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan analisis
akan mempengaruhi individu dalam menguraikan masalah
baru.
C. Patofisiologi
Sistem syaraf pusat menerima suatu persepsi ancaman. Kemudian
terjadi ketidakmampuan menghadapi stressor sehingga timbul
ketidakseimbangan sistem otonom (sistem otomatis tubuh yang mengatur
organ-organ dalam) yang sebagian besar akibat faktor psikis seperti stres
emosional, frustasi, dsb. Sehingga gejala yang muncul juga berhubungan
dengan gejala-gejala organ dalam seperti sesak, berdebar, dan gangguan
lambung. Selain itu, stressor tersebut juga mengganggu keseimbangan
komunikasi sel saraf di otak sehingga seakan orang tersebut terus
"terstimulasi" Rico, 2015).
Pathway
D. Manifestasi Klinik
1. Subjektif
a. Batuk kering
b. Sesak nafas
c. Badan lemas
d. Takut dan khawatir bila terkena penyakit covid-19
2. Obyektif
a. Tampak gelisah
b. Tampak tidak memiliki energi
c. Bingung karena ketidaktahuan penyakit yang dideritanya
E. Komplikasi
Menurut Stuart (2013) komplikasi yang muncul akibat gangguan
kecemasan adalah:
1. Depresi
2. Hipertensi
3. Sesak Nafas
4. Kelemahan Umum
5. Somatoform
6. Skizofrenia
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab cemas antara
lain (Andri, 2012) :
a. Pemeriksaan fungsi tiroid (TSHs dan FT4) untuk mengetahui penyakit
tiroid yang sering kali mirip dengan gangguan cemas
b. Pemeriksaan kadar kortisol darah yang dilakukan pagi dan sore hari
c. Uji hormon paratiroid untuk mengetahui kadar rendah paratiroid yang
menyebabkan hipokalsemia dan cemas
d. F-MRI dan PET-Scan untuk memperlihatkan bagian otak yang aktif dan
yang tidak aktif
e. Uji psikologis untuk mengetahui adanya gangguan psikologis
G. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hawari (2013) penatalaksanaan medis untuk gangguan
kecemasan adalah :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup Olahraga
4) Tidak Merokok
5) Tidak meminum minuman keras
b. Terapi Psikofarma
Terapi psikofarma merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neurotransmiter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system). Terapi psikofarma yang sering dipakai adalah obat
anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam,
bromazepam, lorazepam, buspirone HCL, meprobamate, dan
alprazolam.
c. Terapi Somatik
Gejala atau kelelahan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan
obat-obatan yang ditunjukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu antara lain:
1) Psikoterapi Supportif
2) Psikoterapi Re-Edukatif
3) Psikoterapi Re-Konstruktif
4) Psikoterapi Kognitif
5) Psikoterapi Psikodinamik
6) Psikoterapi Keluarga
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dengan cara memberikan informasi terkait
kesehatan kepada suatu individu, kelompok, dan masyarakat
dengan tujuan agar terdapat peningkatan pengetahuan sehingga
berupaya untuk berperilaku sehat. Pendidkan kesehatan pada
pasien dan keluarganya terkait penyakit yang dialami oleh
anggota keluarganya (pasien) dapat menurnkan ansietas (Jauhari,
2016).
b. Konseling
Pelaksanaan konseling pada pasien dengan gangguan kecemasan,
yaitu suatu bentuk khusus dari komunikasi dimana interaksi yang
terjadi antara konselor dan konseli dengan tujuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, memperkuat struktur
kepribadian, ketahanan dan kekebalan fisik maupun mental serta
kemampuan beradaptasi dan menyelesaikan stressor (Hawari,
2013).
c. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi adalah teknik yang didasarkan kepada keyakinan
bahwa tubuh berespons pada ansietas yang merangsang pikiran
karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan
dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di
kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik
relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan
pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang (Asmadi,
2010).
H. Asuhan Keperawatan Sesuai Teori
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien ansietas menurut Stuart (2013)
yaitu:
a. Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan
atau situasional.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara Id dan super ego atau antara
keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada
individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realistis sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi
konsepdiri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
stres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik
dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadnya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin
dapat menekan neurotransmiter gamma amino butric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggungjawab menghasilkan kecemasan.
b. Kaji Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal, yaitu:
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran
baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, dan sosial
budaya.
c. Kaji Perilaku
Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui
respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui
pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan
kecemasan.
(a) Respon fisologis
Mengaktifkan sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis
(b) Respon Psikologis
Kecemaan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun
personal.
(c) Respon kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemempuan berpikir baik
proses pikir maupun isi pikiran, diantaranya adalah tidak
mampu memperhatikan, konsentrasi menurn, mudah lupa,
menurunnya lapangan persepsi bingung.
(d) Respon afektif
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan
curiga berlebihan sebagai reaksi terhadap kecemasan
c) Kaji penilaian terhadap stressor
d) Kaji sumber dan mekanisme koping
e) Rentang perhatian menurun
f) Gelisah, iritabilitas
g) Kontrol impuls buruk
h) Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya
i) Deficit lapangan persepsi
j) Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal
d. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital:
TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan
N : Menurun
S : Normal (36oC-37-5oC), ada juga yang mengalami hipotermi
tergantung respon individu dalam mengatasi ansietasnya
P : Pernafasan, napas pendek, dada sesak, napas dangkal, rasa
tercekik terengah-engah
1) Ukur : TB dan BB normal
2) Keluhan Fisik : reflex, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan
umum, gerakan lambat, kaki goyah.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Tim Pokja
PPNI (2017) dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, yaitu:
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan dibuktikan
dengan pola napas abnormal
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan menanyakan masalah yang dihadapi
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut Tim Pokja PPNI (2018) dalam Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, intervensi keperawatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Tujuan : Cemas menurun
Kriteria hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun (5)
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun (5)
3) Perilaku gelisah menurun (5)
4) Perilaku tegang menurun (5)
Intervensi :
Reduksi Ansietas (I.09314)
▪ Monitor tanda-tanda ansietas
▪ Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Hutahaean (2010) Implementasi adalah proses dalam
keperawatan untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang
ditetapkam. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
1) Memonitor tanda-tanda ansietas
2) Menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
3) Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4) Menginformasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
5) Melatih teknik relaksasi
6) Mengkolaborasi pemberian obat ansietas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan dibuktikan
dengan pola napas abnormal
1) Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Memonitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing,
ronki kering)
3) Memposisikan semi fowler atau fowler
4) Memberikan oksigen
5) Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
6) Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut Hutahaean (2010) adalah
tindakan akhir dari proses keperawatan dan merupakan suatu
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi yang
diharapkan dapat dicapai pada pasien ansietas adalah:
a. Pasien dapat menerima informasi terhadap suatu penyakit yang
sedang dihadapi
b. Pasien tidak lagi merasa khawatir dari kondisi yang dihadapi
c. Pasien dapat mengontrol tingkat cemas
d. Pasien merasa tenang
e. Pasien tidak lagi mengeluh sesak napas dan tidak berdaya
f. Pengetahuan pasien mengalami peningkatan
g. Frekuensi napas dalam rentang normal 16-24 x/menit
h. Frekuensi nadi dalam rentang normal 60-100 x/menit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN KECEMASAN
DI BANGSAL ANGGREK RSUD X
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kartasura, Sukoharjo
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kartasura, Sukoharjo
Hubungan dengan Klien : Istri Klien
II. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama
Batuk kering
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 47 tahun dirawat di Bangsal Anggrek RSUD
X dengan keluhan batuk kering, sesak napas, tampak retraksi dinding
dada dan badan lemas. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan, hasil
pemeriksaannya TD : 110/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S:
36,6 oC, SPO2: 99%. Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan takut
dan khawatir bila terkena penyakit Covid-19, keluarga dan pasien
bertanya-tanya tentang penyakitnya dan pasien bertanya apakah
penyakitnya bisa disembuhkan atau tidak.
Tn. A Tn. Y
21 th 18 th Nn.N
16 th
Keterangan :
Tn. S
47 th
: Pasien (Tn. S)
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
: Mempunyai anak
Sebelum sakit
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Selama sakit
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Ket:
0: Mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat; 4: tergantung total
b. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
1) Frekuensi : 3x sehari
2) Jenis : Nasi, lauk, sayur, air putih
3) Porsi : 1 porsi habis
4) Keluhan : Tidak ada
Selama Sakit
1) Frekuensi : 3x sehari
2) Jenis : Nasi, lauk, sayur, buah, air putih, susu
3) Porsi : 1 porsi tidak habis
4) Keluhan : tidak nafsu makan karena sering batuk,
makanan terasa hambar
5. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAB : 1x /pagi hari
2) Konsistensi : Lunak berbentuk
3) Warna : Kuning kecoklatan
4) Keluhan/ kesulitan BAB : Tidak ada
5) Penggunaan obat : Tidak ada
pencahar
Selama Sakit
1) Frekuensi BAB : 1x /pagi hari
2) Konsistensi : Lunak berbentuk
3) Warna : Kuning kecoklatan
4) Keluhan/ Kesulitan BAB : Tidak ada
5) Penggunaan obat : Tidak ada
pencahar
b. BAK
Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAK : 5x/hari
2) Jumlah Urine : + 250 cc sekali BAK
3) Warna : Kuning
4) Keluhan/ kesulitan BAK : Tidak ada
Selama Sakit
1) Frekuensi BAK : 7x/hari
2) Jumlah urine : + 250 cc sekali BAK
3) Warna : Kuning
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : Tidak ada
ANALISA KESEIMBANGAN CAIRAN SELAMA PERAWATAN
Intake Output Analisa
1. Minuman : + 1. Urine : + Intake: 2775 cc
700 cc 1750 cc
2. Makanan : + 2. Feses : + 300 Output: 2875 cc
300 cc cc
3. Infus : 1500 3. IWL :
cc 15 x BB = 15
4. Air x 55
metabolism : =
5 x BB = 5 x 55 825 cc
= 275
cc
Total : Total : Balance: -100 cc
2775 cc 2875 cc
8. Pola koping
a. Masalah utama selama masuk RS :
Pasien takut jika sakitnya ternyata karena virus Corona yang sedang
melanda dunia. Ia takut jika dijauhi oleh orang-orang disekitarnya
b. Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya :
Selama dirawat di RS, pasien tidak dijenguk oleh teman dan
kerabatnya dikarenakan penerapan physical distancing di tengah
pandemi Covid-19
c. Pandangan terhadap masa depan :
Pasien mengatakan jika sakitnya sudah sembuh ia akan meningkatkan
kesehatan dirinya
d. Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah :
Pasien mencari informasi dengan menanyakan penyakitnya kepada
perawat dan terus berdoa kepada tuhan semoga penyakitnya dapat
disembuhkan
9. Pola seksual-reproduksi
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan sudah memiliki 3 orang anak
10. Pola peran hubungan
a. Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat :
Pasien sebagai suami dan kepala rumah tangga yang
bertanggungjawab dan membina hubungan yang harmonis dengan
keluarga dan masyarakat sekitar.
b. Apakah pasien punya teman dekat :
Pasien memiliki teman dekat dari semasa dia sekolah dan sekarang
tinggal di desa yang sama dengan pasien.
c. Siapa yang dipercaya untuk membantu pasien jika ada kesulitan :
Jika pasien membutuhkan bantuan dan kesulitan, yang dimintai tolong
pertama kali adalah keluarganya
d. Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana
keterlibatan klien?
Selama pasien sehat, ia aktif dalam mengikuti kerja bakti dan gotong
royong
2) Hidung
• Fungsi penghidung : normal, tidak ada gangguan
• Sekret : bersih, tidak ada
• Nyeri sinus : tidak ada nyeri, tidak ada
sinusitis
• Polip : tidak ada
• Napas Cuping hidung : tidak ada
• Terpasang oksigen nasal kanul 5 liter/menit
3) Mulut
• Kemampuan bicara : normal, tidak ada gangguan
• Keadaan bibir : kering, tidak ada sariawan
• Selaput mukosa. : basah
• Warna lidah : merah
• Keadaan gigi : bersih, sebagian gigi ada
yang berlubang
• Bau nafas : tidak berbau
• Dahak : tidak ada dahak
4) Gigi
• Jumlah : 32
• Kebersihan : bersih
• Masalah : sebagian gigi ada yang berlubang
dan ada kerak pada gigi
5) Telinga
• Fungsi pendengaran : tidak ada gangguan
• Bentuk : normal
• Kebersihan : bersih
• Serumen : tidak ada
• Nyeri telinga : tidak ada
c. Leher
• Bentuk : normal
• Pembesaran tiroid : ada, tidak terlihat menonjol
• Kelenjar getah bening : tidak ada
• Nyeri waktu menelan : tidak ada
• JVP : meningkat 5+2 cm
d. Dada (Thorax)
1) Paru-paru
• Inspeksi : kanan dan kiri simetris, terlihat
adanya retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu
pernapasan, tidak ada jejas
• Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : kanan dan kiri (sonor)
• Auskultasi : terdengar suara tambahan wheezing
2) Jantung
• Inspeksi : simetris, ictus cordis terlihat pada
ICS V
• Palpasi : batas jantung normal, batas kanan
atas: ICS II linea parasternal line dekstra, batas kiri atas:
ICS II linea parasternal line sinistra, batas kanan bawah :
ICS IV linea parasternal line dekstra, batas kiri bawah ;
ICS IV line medial clavicula
• Perkusi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada
palpitasi ictus cordis teraba
• Auskultasi : bunyi jantung normal (SI dan SII),
irama reguler
e. Abdomen
• Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, warna kulit
normal (sawo matang), tidak ada distensi abdomen, lingkar
abdomen: 89 cm (normal)
• Auskultasi : bising usus 14 kali/menit (normal: 5-30
kali/menit)
• Perkusi : suara timpani
• Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada
hepatomegali, tidak ada pembesaran ginjal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 20 April 2020 pukul 10.00 WIB
Jenis Nilai Satuan Hasil Keterang
Pemeriksaa Normal an Hasil
n
Hb 12,0 – g/dL 13,6 Normal
Hmt 16,0 % 33,0 Tidak
Ur 37,0-52,0 mg% 17,0 Normal
Cr 10-50 mg% 0,90 Normal
Eritrosit 0,6 – 1,3 juta/ul 3,2 Normal
Trombosit 4,20-5,50 ul 337 Tidak
Leukosit 150-450 ul 11,6 Normal
GDS 4,8-10,8 mg/dL 131 Normal
TSH 70-130 µIU/mL 4,59 Tidak
0,270- Normal
4,20 Tidak
Normal
Tidak
Normal
Tanggal Pemeriksaan : 21 April 2020 pukul 10.05 WIB
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. S No. CM : 009xxxx
Umur : 47 tahun Diagnosa Medis : Asma
DO :
Pasien tampak
gelisah dan merasa
khawatir dengan
akibat dari kondisi
yang dihadapi.
Terdapat
abnormalitas pada
pemeriksaan TSH :
4,59 ( normal:
0,270-4,20
µIU/mL)
2. Senin/20 DS: Pola napas Kecemasan Pola napas
April tidak efektif tidak efektif
Pasien mengeluh
2020/12.00 (D.0005) (D.0005)
batuk kering selama
WIB berhubungan
1 minggu terakhir.
dengan
Sesak nafas
kecemasan
meningkat selama 1
hari terakhir. Pasien
mengatakan merasa
lemas.
DO:
Pemeriksaan
TTV: Tekanan
Darah 110/100
mmHg, RR: 26x
/menit, suhu:
36,6oC, Nadi : 82
x/menit, SPO2:
99%, hasil
pemeriksaan GDS
65 mg/dL (normal :
70-140 mg/dL).
Pasien tampak
gelisah dan tidak
memiliki energi.
Pasien terlihat
menggunakan otot
bantu pernapasan
dan adanya retraksi
dinding dada, vocal
fremitus paru kanan
dan kiri sama.
Pasien terpasang
infus NaCl 0,9% 20
tpm dan terpasang
oksigen 5
liter/menit,
pemeriksaan
rontgen terdapat
kesan bronkus
utama menipis
3. Senin/20 DS: Defisit Kurang Defisit
April Pengetahuan terpapar Pengetahuan
Pasien menanyakan
2020/12.00 (D.0111) informasi (D.0111)
penyakit apa yang
WIB berhubungan
sedang dideritanya
dengan
dan apakah
kurang
penyakitnya bisa
terpapar
disembuhkan
informasi
DO:
Pasien tampak
gelisah dan
menunjukkan
persepsi yang keliru
bahwa dirinya
terkena penyakit
Covid-19.
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
D. RENCANA KEPERAWATAN/ INTERVENSI
Nama : Tn. S No. CM : 009xxxx
Umur : 47 tahun Diagnosa Medis : Asma
No Diagnosis Tujuan dan kriteria Intervensi / SIKI Tt
Keperawat hasil / SLKI d
an
1. Senin/ Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
20 April berhubun tindakan (I.09314)
2020/ gan keperawatan ▪ Monitor tanda-
13.00 dengan selama 3x24 jam, tanda ansietas
WIB kurang diharapkan cemas ▪ Ciptakan suasana
terpapar menurun atau terapeutik untuk
informasi pasien dapat menumbuhkan
tenang dengan kepercayaan
kriteria: Tingkat ▪ Gunakan
ansietas (L.09093):
pendekatan yang
5) Verbalisasi
tenang dan
kebingungan
meyakinkan
menurun (5)
▪ Informasikan
6) Verbalisasi
khawatir akibat secara factual
kondisi yang mengenai
dihadapi diagnosis,
menurun (5) pengobatan, dan
7) Perilaku gelisah prognosis
menurun (5) ▪ Latih teknik
8) Perilaku tegang relaksasi
menurun (5) ▪ Kolaborasi
pemberian obat
ansietas
2. Senin/ Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan
20 April tidak tindakan Napas (I.01011)
2020/ efektif keperawatan ▪ Monitor pola napas
13.00 berhubun selama 3x24 jam, (frekuensi,
WIB gan diharapkan pola kedalaman, usaha
dengan nafas membaik napas)
kecemasa dengan kriteria: ▪ Monitor bunyi
n Pola nafas napas tambahan
(L.01004): (gurgling, mengi,
4) Dispnea wheezing, ronkhi
menurun(5) kering)
5) Penggunaan ▪ Posisikan semi
otot bantu nafas
fowler atau fowler
menurun (5)
▪ Berikan oksigen
6) Frekuensi napas
membaik (5) ▪ Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
▪ Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik.
3. Senin/ Defisit Setelah dilakukan Edukasi Manajemen
20 April pengetahu tindakan Stres (I.12392)
2020/ an keperawatan a. Identifikasi
13.00 berhubun selama 3x24 jam, kesiapan dan
gan diharapkan kemampuan
WIB
dengan pengetahuan menerima
kurang meningkat dengan informasi
terpapar kriteria: Tingkat b. Sediakan materi
informasi Pengetahuan dan media
(L.12111): pendidkan
a. Perilaku sesuai kesehatan
anjuran cukup c. Jadwalkan
meningkat (4) pendidikan
b. Kemampuan kesehatan sesuai
menjelaskan kesepakatan
pengetahuan d. Ajarkan teknik
tentang suatu relaksasi
topik cukup e. Anjurkan tetap
meningkat (4) menulis jurnal
c. Perilaku sesuai untuk
dengan menyingkirkan
pengetahuan optimisme dan
cukup melepaskan beban
meningkat (4)
d. Pertanyaan
tentang masalah
yang dihadapi
cukup menurun
(4)
e. Persepsi yang
keliru terhadap
masalah
menurun (5)
E. TINDAKAN KEPERAWATAN/IMPLEMENTASI
Nama : Tn. S No. CM : 009xxxx
Umur : 47 tahun Diagnosa Medis : Asma
Hari/Tgl No Implementasi Respon Ttd
/Jam Dx
Senin/ 1,2 a. Memonitor tanda-tanda S : Pasien bersedia
20 April ansietas dilakukan
2020/ b. Memonitor kecepatan, pemeriksaan. Pasien
14.00 irama, kedalaman, dan mengatakan sesak nafas,
WIB kesulitan bernapas dan lemas
c. Memonitor saturasi O : Pemeriksaan
oksigen TTV: Tekanan Darah
110/100 mmHg, RR:
26x /menit, suhu:
o
36,6 C, Nadi : 82
x/menit, SPO2: 99%.
Pasien tampak gelisah,
tampak adanya retraksi
dinding dada
Senin/ 1 a. Menciptakan suasana S : Pasien mengatakan
20 April terapeutik untuk bersedia diajarkan
2020/ menumbuhkan teknik relaksasi dengan
14.15 kepercayaan pelan pelan
WIB b. Menggunakan pendekatan O : Telah dibuat
yang tenang dan ruang rawat inap
meyakinkan pasien dengan tenang,
c. Menginformasikan secara Keluarga diminta
factual mengenai untuk menunggu
diagnosis, pengobatan, dan diluar. Pasien tampak
prognosis sedikit kesulitan
d. Melatih teknik relaksasi melakukan teknik
napas dalam relaksasi napas dalam
e. Mengkolaborasikan dengan bimbingan
pemberian obat antiansietas perawat
Senin/ 1,2 Memberikan injeksi S : Pasien mengatakan
20 April Diazepam 2 mg secara bersedia untuk
2020/ intravena diberikan obat injeksi
14.30 O : Diazepam 20 mg
WIB telah masuk melalui
vena pasien
Senin/ 2 a. Mengganti cairan infus S : Pasien bersedia
20 April NaCl 20 tpm yang sudah untuk diganti cairan
2020/ habis dengan yang baru infusnya yang telah
14.35 b. Mengatur tetesan infus habis
WIB NaCl 0,9% dengan O : NaCl 0,9% telah
kecepatan 20 tpm terpasang dengan dosis
20 tpm
Terapi relaksasi
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
c. Latih teknik relaksasi napas dalam
d. Berikan terapi relaksasi musik klasik
O: Pemeriksaan
TTV: Tekanan Darah 110/100 mmHg, RR: 26x /menit,
suhu: 36,6oC, Nadi : 82 x/menit, SPO2: 99%. Pasien
tampak gelisah dan tidak memiliki energi, terlihat retraksi
dinding dada. Pasien terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm,
dan oksigen 5 liter/menit
A: Masalah pola nafas tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Monitor tanda-tanda vital
Memonitor tekanan darah, nadi, dan suhu
Terapi Peroral
Lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pemberian
pengobatan (Benar obat, benar dosisi, benar pasien, benar
cara, benar waktu, benar dokumentasi)
Terapi relaksasi
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
c. Latih teknik relaksasi napas dalam
d. Berikan terapi relaksasi musik klasik
Terapi relaksasi
Latih teknik relaksasi napas dalam
Terapi Peroral
Lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pemberian
pengobatan (Benar obat, benar dosisi, benar pasien, benar
cara, benar waktu, benar dokumentasi).
3 Rabu/ S: Pasien dan keluarga mengatakan sudah paham dan
22 April 2020/ mengerti mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
14.00 WIB O: Pasien dan keluarga tampak menerima informasi dari
perawat dengan baik dan bersikap lapang dada
A : Masalah defisit pengetahuan teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. S mengeluh batuk kering, sesak napas, tampak retraksi dinding dada,
dan badan lemas. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaannya
TD: 110/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%. Saat
dilakukan pengkajian pasien mengatakan takut dan khawatir bila terkena penyakit
Covid 19, keluarga dan pasien bertanya-tanya apakah penyakitnya bisa
disembuhkan atau tidak. Pasien mengalami batuk selama 1 minggu terakhir,
pasien mengatakan mengalami sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien pernah dirawat di rumah sakit 2x dengan penyakit yang sama. Pasien
tidak mempunyai riwayat alergi, maupun TB paru. Keluarga pasien mengatakan
pasien sering mengeluh cemas dan sering memikirkan tentang penyakit yang
dideritanya saat ini.
Diagnosis keperawatan yang muncul pada Tn.S adalah ansietas (D.0080)
berhubungan dengan kurang terpapar informasi, pola napas tidak efektif (D.0005)
berhubungan dengan kecemasan, defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan
dengan kurang terpapar informasi.
Adapun kesenjangan yang didapat berdasarkan pengkajian dari kasus Tn.
S terhadap teori ansietas antara lain pada pemeriksaan fisik. Berdasarkan teori
didapatkan Tekanan darah meningkat dan nadi menurun, akan tetapi dalam kasus
Tn. S yang didapatkan adalah TD cenderung rendah dan nadi dalam rentang
normal.
Diagnosis keperawatan pertama adalah ansietas (D.0080) berhubungan
dengan kurang terpapar informasi. Kurang terpapar informasi ini dikarenakan
pasien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi. Diagnosis
keperawatan ini diangkat karena saat pengkajian diperoleh pasien mengatakan
takut dan khawatir apabila terkena penyakit Covid 19; Keluarga pasien
mengatakan pasien sering mengeluh cemas dan sering memikirkan tentang
penyakit yang dideritanya saat ini; TD: 110/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26
x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosis keperawatan
yang pertama adalah memonitor tanda-tanda vital, memonitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, dan
saturasi oksigen; memonitor hasil pemeriksaan TSH dengan tepat; menciptakan
suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan; menggunakan pendekatan
yang tenang dan meyakinkan; menginformasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis; melatih teknik relaksasi napas dalam dan
relaksasi musik klasik; memberikan injeksi Diazepam 2 mg/8 jam secara
intravena, Antasid 400 mg/8 jam secara peroral.
Evaluasi yang dilakukan setelah tiga hari mendapatkan tindakan
keperawatan adalah masalah ansietas teratasi (D.0080) dengan Tn.S mengatakan
sudah tidak cemas dengan penyakit yang dihadapinya, TD: 120/80 mmHg, RR: 17
x/menit, Suhu: 36oC, Nadi: 70x /menit, SPO2: 100%. Planning yang dapat
dipertahankan adalah terapi rileksasi napas dalam dan rileksasi musik klasik:
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan, latih teknik relaksasi napas dalam dan
berikan terapi musik klasik. Teknik relaksasi adalah teknik yang didasarkan
kepada keyakinan bahwa tubuh berespons pada ansietas yang merangsang pikiran
karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan
ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam
posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien
dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang (Asmadi, 2010).
Diagnosis keperawatan ke dua pola napas tidak efektif (D.0005)
berhubungan dengan kecemasan. Data pengkajian yang mendukung diagnosis ke
dua adalah Tn.S mengeluh batuk kering, sesak napas, tampak retraksi dinding
dada, dan lemas. Tn.S mengatakan mengalami batuk selama 1 minggu terakhir,
dan mengalami sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. TD: 110/100
mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%. Hal tersebut
adalah tanda-tanda khas dari cemas. Cemas disebabkan karena sistem syaraf pusat
menerima suatu persepsi ancaman (stressor). Kemudian terjadi ketidakmampuan
menghadapi stressor sehingga timbul ketidakseimbangan sistem otonom (sistem
otomatis tubuh yang mengatur organ-organ dalam) sehingga gejala yang muncul
juga berhubungan dengan gejala-gejala organ dalam seperti sesak, adanya retraksi
dinding dada, berdebar, dan gangguan lambung (Rico, 2015).
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi diagnosis
keperawatan yang ke dua adalah memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
kesulitan bernapas; mencatat pergerakan dada, mencatat kesimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, saturasi oksigen; memonitor nadi,
tekanan darah, suhu, dan status pernapasan; memonitor bunyi napas tambahan
(gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering); memposisikan semi fowler atau
fowler; memberikan oksigen tambahan; memberikan terapi infus NaCl 0,9 % 500
mL per 8 jam; memberikan terapi salbutamol 4 mg/8 jam, dan antacid 400
mg/8jam secara peroral.
Evaluasi yang dilakukan setelah tiga hari mendapatkan tindakan
keperawatan adalah masalah pola napas tidak efektif (D.0005) teratasi sebagian
dengan Tn.S mengatakan batuk dan sesak napas sudah berkurang, serta merasa
lebih nyaman dan rileks, TD: 120/80 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S:
36,6 oC, SPO2: 99%, sudah tidak tampak adanya retraksi dinding dada, terpasang
O2 nasal kanul 3 liter/menit. Planning yang dapat dipertahankan adalah terapi
peroral dan intravena (IV); Lakukan prinsip 6 benar sebelum memberikan infus
atau pemberian pengobatan (benar obat, benar dosis, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dokumentasi); jaga teknik aseptik dengan ketat.
Diagnosis keperawatan ke tiga adalah defisit pengetahuan (D.0111)
berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Data pengkajian yang
mendukung diagnosis ini adalah keluarga dan pasien bertanya-tanya apakah
penyakitnya bisa disembuhkan atau tidak, pasien memiliki persepsi yang salah
bahwa dirinya terkena penyakit Covid 19, TD: 110/100 mmHg, N: 82 x/menit,
RR: 26 x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%. Hal tersebut adalah tanda dari defisit
pengetahuan. Defisit pengetahuan merupakan ketiadaan atau kurangnya informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Pasien kurang mendapat informasi
mengenai penyakit Covid 19, sehingga kurang pengetahuan akan menimbulkan
persepsi yang salah.
Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi diagnosis
keperawatan ke tiga adalah mmeberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan
keluarga tentang depresi meliputi: definisi, faktor penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi, strategi mencegah komplikasi, dan penatalaksanaan depresi.
Evaluasi yang dilakukan setelah tiga hari mendapatkan tindakan
keperawatan adalah masalah defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan
kurang terpapar informasi teratasi dengan keluarga pasien dan Tn.S mengatakan
sudah paham dan mengerti mengenai penyakit yang diderita oleh pasien, pasien
mengatakan sudah tidak menganggap dirinya terkena penyakit Covid 19, TD:
120/80 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%. Intervensi
dihentikan.
Selama memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. S, tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus karena semua intervensi yang dilakukan sesuai
dengan teori. Selain itu terdapat faktor pendukung diantaranya adalah pasien dan
keluarga bersikap kooperatif, menghargai dan percaya terhadap kinerja perawat di
bangsal anggrek maupun dengan mahasiswa praktikan Sarjana Keperawatan.
Selain itu, pasien dan keluarga cepat menerima materi yang disampaikan saat
diberikan pendidikan kesehatan, mampu mengikuti dan menerapkan teknik
nonfarmakologi untuk mengatasi cemas seperti terapi relaksasi dengan baik dan
benar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai penulis tentang asuhan
keperawatan pada Tn. S dengan gangguan kecemasan, maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian yang dilakukan pada Tn. S didapatkan data subyektif dan
obyektif. Dari data subyektif pasien mengeluh batuk kering, sesak napas,
dan lemas. Pasien mengatakan takut dan khawatir apabila terkena penyakit
Covid 19. Keluarga juga mengatakan pasien sering mengeluh cemas dan
sering memikirkan tentang penyakit yang dideritanya saat ini. Dari data
obyektif didapatkan Tn. S terlihat adanya retraksi dinding dada, TD :
110/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 26 x/menit, S: 36,6 oC, SPO2: 99%,
terpasang O2 5 liter/menit, tidak terdapat suara tambahan paru-paru.
2. Diagnosa keperawatan utama pada Tn. S adalah ansietas (D.0080)
berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Perencanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan ansietas (D.0080)
berhubungan dengan kurang terpapar informasi adalah dengan
memberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan masalah
cemas menurun atau pasien dapat tenang dengan kriteria hasil verbalisasi
kebingungan menurun (5), verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
dihadapi menurun (5), perilaku gelisah menurun (5), perilaku tegang
menurun (5).
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn. S dengan ansietas
(D.0080) berhubungan dengan kurang terpapar informasi adalah
memonitor tanda-tanda vital, memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernapas, penggunaan otot bantu pernapasan, dan saturasi
oksigen; memonitor hasil pemeriksaan TSH dengan tepat; menciptakan
suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan; menggunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan; menginformasikan secara
faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis; melatih teknik
relaksasi napas dalam dan relaksasi musik klasik.
5. Evaluasi keperawatan pada Tn. S dengan ansietas (D.0080) berhubungan
dengan kurang terpapar informasi adalah pasien dapat mengontrol diri
terhadap impuls dan tingkat cemas, pada hari ketiga Tn.S mengatakan
bahwa sudah tidak cemas dengan penyakit yang dihadapinya, TD: 120/80
mmHg, RR: 17 x/menit, Suhu: 36oC, Nadi: 70x /menit, SPO2: 100%.
B. Saran
1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan di RSUD X dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien dengan ansietas
khususnya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal, khususnya
pada klien gangguan pemenuhan dengan ansietas. Perawat diharapkan
dapat memberikan pelayanan professional dan komprehensif.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional agar tercipta perawat yang professional,
terampilm inovatif, aktif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etika keperawwatan.
DAFTAR PUSTAKA
<https://www.kompasiana.com/psikosomatik_andri/55101e92813311d334
bc62f6/adakah-pemeriksaan-penunjang-untuk-depresi-dan-cemas>
Stuart, G. W., dan Sundden. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3,
Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia