Anda di halaman 1dari 53

`KEMENTERIAN KESEHATAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN


JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 29 JAKARTA 10560
KOTAK POS 1226 JAKARTA, TELP. 62-21-4261088

PROTOKOL PENELITIAN KESEHATAN


(Dibuat rangkap tiga, diketik satu spasi pada halaman yang tersedia)

1. Identitas Pengusul
a. Nama : Jusniar Ariati, SSi, MSi
b. No Keanggotaan APKESI :
c. Jabatan : Peneliti Madya
d. Instansi/Kantor/Lembaga : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat
e. Alamat kantor, telepon : Jln. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat
f. Hp dan e-mail : 08111155507/yusniarariati@yahoo.com
g. Alamat rumah : Komplek Palem Raja no. 24 Bubulak, Bogor

a. Judul Penelitian
(Pilih judul yang singkat tapi cukup menjelaskan gagasan penelitian ini)

Riset implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik)


dalam Penanggulangan DBD (multicenter 2019)

1
2. Identitas Pengusul

3. Daftar isi

Halaman
1. Judul ............................................................................................................ 1
2. Identitas Pengusul ………………………………………………….….……… 1
3. Daftar Isi ………………………………………………….…………….……… 2
4. Ringkasan Penelitian ……………………………………………….………… 3
5. Latar Belakang ............................................................................................ 5
5.1. Topik………….. .................................................................................... 7
5.2. Fokus penelitian ……………………..……………………………….…… 11
5.3. Kajian Pustaka ……………………………………………………….…… 12
5.4. Perumusan Masalah………………………………………………………. 19
5.5. Pertanyaan Penelitian…………………………………………………….. 19
5.6. Hipotesis…………………………………………………………………… 19
6. Tujuan Penelitian ………………….…………………………………………… 19
Tujuan umum …………………………….…………………………… 19
Tujuan khusus …………………………………….…………………… 20
7. Manfaat penelitian ………………..………………………..……………..…… 20
8. Hipotesis ……………………………………………………………………..… 20
9.. Metoda Penelitian ………………………………………………………..…… 21
9.1. Kerangka teori dan kerangka konsep …………………………..…..… 21
9.2. Tempat dan waktu …………………………………………………….… 23
9.3. Hipotesis ……….………………..……………..………………………… 23
9.4. Definisi Operasional …………………………..…………………..….… 23
9.5. Disain Penelitian………………. …......………………………………… 24
9.6. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….…… 24
9.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi …………………………………………… 25
9.8. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………….…… 25
9.9. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data ……………………….……. 28
9.10. Pengolahan dan Analisis Data …………………..……………….…… 31
9.11. Rencana / Alur Kegiatan….. ………………….………………………… 33
10 Pertimbangan Izin Penelitian....................................................................... 35
11. Daftar Kepustakaan .................................................................................... 35
12. Susunan Tim Peneliti .................................................................................. 36
13. Jadual Kegiatan Penelitian ......................................................................... 38
14. Rincian Anggaran Belanja . ........................................................................ 38
15. Rekapitulasi Biaya Pengeluaran ................................................................. 39
16. Biodata Ketua Pelaksana Penelitian............................................................ 40
17. Persetujuan Atasan Yang Berwenang ........................................................ 41
Lampiran ..................................................................................................... 42
Naskah Penjelasan
Persetujuan Setelan Penjelasan (PSP)
Formulir Pendataan Rumah Tangga
Formulir Pendataan Tempat Umum dan Institusi
Kuesioner Rumah Tangga
Formulir Pemeriksaan Jentik

2
Daftar Lampiran
No Judul Lampiran Hal

Lampiran 1 Naskah Penjelasan 34

Lampiran 2 Persetujuan Setelah Penjelasan 35

Lampiran 3 form 01 ris.dbd.19 format pendataan rumah tangga 36

Lampiran 4 form 02 ris.dbd.cmh-tsk.18. format pendataan tempat-tempat 40


umum dan tempat-tempat institusi

4. Ringkasan Penelitian

Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat.

Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun kejadian kasus
masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan sistem
surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya penyakit.

Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru
Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J) dikampanyekan
oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus dengue dalam
semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan keluarga (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian Kesehatan RI 2016;
Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 2016; Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2016a).

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh


puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar
keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk
vektor serta kasus DBD.

Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J,
namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam kabupaten
tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka diperlukan peningkatan peran
sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik (JURBASTIK).

3
Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan
upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan
GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J.

Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program
1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of
ownershipdari program menjadi milik masyarakat.

Penelitian ini direncanakan selama 2 tahun anggaran, kegiatan tahun pertama dibagi atas
dua tahap, tahap pertama mengidentifikasi permasalahan program gerakan 1R1J yang
sudah berjalan, tahap kedua pengembangan model implementasi 1R1J sesuai temuan di
daerah/wilayah ( local specifik), transfer of ownership dari program ke masyarakat,
sementara di tahun kedua adalah evaluasi model implementasi 1R1J.

Metode penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada
tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua kelompok
masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk mengetahui
apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota
rumah tangga dalam program 1R1J.

Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus DBD dari
fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan dengan
pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap
gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif
menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi
anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan
denganpengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index, Breuteu Index dan
Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk merumuskan
dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local spesifik dan uji coba wilayah.

Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory


Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept
terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan
sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan
pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J

4
Tahun kedua direncanakan melakukan evaluasi hasil dari implementasi model intervensi
pada setiap level program, tujuannya untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari
intervensi yang telah dilakukan.

Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan model


dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung upaya
pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan oleh pelaksana program dalam
pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat diterima oleh program dan
masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership)

Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka
Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka.
Balai Litbangkes Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi
Sumatera Selatan, Loka Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten,
Balai Litbangkes Banjarnegara, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai Litbangkes Tanah
Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, Balai Litbangkes
Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Loka Litbangkes
Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Provinsi
Jawa Timur danRiau

5. Latar Belakang

5.1. Topik
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue,ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Ae.
albopictus(1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat(2) dan banyak menimbulkan
kematian pada anak(3).
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang terinfeksi
dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %), DBD terus
menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah menjangkiti seluruh
provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota terjangkit adalah 436
dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%).Selain itu terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912
kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,
perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi

5
(4)
lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut .Pada saat ini, menurut data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue
di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara
ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis(5).

Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-sepuluh
tahunankarena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor
dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah
hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan
lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan
vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya(6). Selain itu, faktor perilaku
dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan
mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi
menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.

Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan
tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata incidence rate (IR) adalah 49,55
per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun setiap tahunnya mengalami naik turun
dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan Papua Barat
tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah 137.469 penderita (IR
= 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita (IR=68,22 per 100.000
penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi 156.086 penderita (IR=65,70 per
100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011 menjadi 65.725 penderita
(IR=27,67 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi
90.245 penderita (IR=37,11 per 100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511
penderita (IR=68,22 per 100.000 penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508
penderita (IR=39,80 per 100.000 penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650
penderita (IR=50,75 per 100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita
(IR=78,85 per 100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling
rendah dalam periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000
penduduk)(7).

Tabel 1

Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam BerdarahDengue per Provinsi di Indonesia
Tahun 2008 - 2017

Tahun Tahun Jumlah Tahun


No Provinsi
2008-2012 2013-2017 2008-2017

6
Rata- Rata- Rata-
Kasus Kasus Kasus
rata IR rata IR rata IR
1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,97
2 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,72
3 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,27
4 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,40
5 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,03
6 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,14
7 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,65
8 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,64
9 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,92
10 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,99
11 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,21
12 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,94
13 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,83
14 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,97
15 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,22
16 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,15
17 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,16
18 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,89
19 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,13
20 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,07
21 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,05
22 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,58
23 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,80
24 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,65
25 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,93
26 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,96
27 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,41
28 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,09
29 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,27
30 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,77
31 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,24
32 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,29
33 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,91
34 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,39
35 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55

Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017

Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode
tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur (151.579
kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali (81.720 kasus),
Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus), Banten (37.272
kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI Yogyakarta
(27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855 kasus),

7
Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Sedangkan berdasarkan
incidence rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR = 209,03 per
100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR = 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan Timur
(IR = 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun terakhir
(IR = 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR = 81,13 per 100.000
penduduk), DI Yogyakarta (IR = 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR =
61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR = 53,94 per 100.000 penduduk),
Kalimantan Barat (IR = 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR = 53,05 per
100.000 penduduk), Jawa Barat (IR = 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan Tengah
(IR = 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR = 45,22 per 100.000 penduduk), Sulawesi
Tenggara (IR = 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR = 42,92 per
100.000 penduduk).

Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi risiko tinggi
apabila IR > 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang dan rendah yaitu, risiko
sedang apabila IR 20-55 per 100.000 penduduk, dan risiko rendah apabila IR<20 per
100.000 penduduk. Dengan demikian, secara nasional wilayah Indonesia termasuk dalah
kategori sedang, tetapi terdapat beberapa provinsi dalan kategori risiko tinggi(8).

Meluasnya DBD, selain mengancam jiwa manusia, juga bisa menimbulkan kerugian
secara ekonomi cukup besar. Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit
Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan
saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang
ekonomi,kerugian non medisnya justru lebih besar. Tahun 2010total kerugian ekonomi
akibat DBD mencapai Rp 3,1 triliun dari total jumlah penderita DBD yang mencapai
157.370 kasus. Kerugian tersebut, hanya di bawah 10% yang menjadi tanggungan
pemerintah,sisanya tanggunganmasyarakat (9).

Penyakit DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh
perilaku manusia, iklim dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tersedia dan
terjangkauannya tempat perkembangbiakan oleh nyamuk Aedes spp sebagai
vektornya(10).Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa keberadaan
nyamuk Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya penularan virus dengue di
masyarakat. Sedangkan keberadaan nyamuk Aedes spp, selain dipengaruhi oleh iklim
dan kondisi lingkungan, juga dipengaruhi oleh periaku masyarakat setempat (11).Dengan
demikian, dalam penanggulangan DBD, aspek lingkungan dan perilaku manusia adalah
dua hal yang pokok yang harus menjadi perhatian.

8
Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara seta curah
hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan regional, curah
hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap kehadiran nyamukAedes
aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah komponen penting karena dapat
membengaruhi faktor lain seperti kesuburan vegetasi dan keberadaan air pada
kontainer,serta memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk
sehingga angka kejadian demam berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu sesuai
dengan tinggi rendahnya curah hujan(12).

Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil
penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa Infeksi primer maupun infeksi sekunder
DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) <
95%(13).Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau
bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan
jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100%. Yang dimaksud
dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun, dan tempat fasilitas
umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya. Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95%, dengan demikian untuk tidak
terjadi penularan DBD maka ABJ di suau wilayah minimal 95%. Sampai dengan tahun
2016, ABJ secara nasional belum mencapai target minimal meskipun ABJ tahun 2016,
yaitu sebesar 67,6% meningkat dibandingkan tahun 2015 sebesar 54,2%. Hal ini dapat
disebabkan Puskesmas sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) secara rutin sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
sudah mulai digalakkan kembali. Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup
sebagian wilayah kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin
meningkat. Dalam periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai angka
minimal nasional, paling tinggi hanya 80,2% (tahun 2010) dan paling rendah 24,1%
(tahun 2014). Pada periode tersebut, berturut ABJ nasional setiap tahunnya adalah
80,2% (tahun 2010), 76,2% (tahun 2011), 79,3% (tahun 2012), 80,1% (tahun 2013),
24,1% (tahun 2014), 54,2% (tahun 2015) dan 67,6% (tahun 2016)(7).

Penelitan di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat berkaitan


dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN (84,7%), rutin melakukan PSN
setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk PSN (49,5%), dan rutin menugaskan
PSN (42,5%). Sedangkan hasil survai jentik di rumah responden pada penelitian yang
menunjukan ABJ 34,1%. Selanjutnya dilaporkan, penyebab tidak rutin melakukan PSN

9
paling tinggi adalah karena bukan kewajiban (46,51%), karena sibu (36,43%), karena
sudah ada petugasnya (7,75%), karena malas (6,20%), karena lupa (1,55%), dan karena
lain-lain alasan sebesar 1,56%(14).

Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan
pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain
penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan
dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan
(15)
dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD .Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya dan yang paling
utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan Pengendalian Sarang
Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah
diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus
yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan
nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan
karena setiap tahun masih terjadi peningkatan angka kematian(16).

Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai pelaku


utamanya. Sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu proses : Stimulus
Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang yang bersangkutan.
Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu dengan lainnya atau antara
komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda karena manusia mempunyai aktivitas
(17)
masing-masing .Perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan
pendorong dan kekuatan penahan, yang dapat berubah apabila terjadi
(18)
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang .

Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka kematian akibat
DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat berbasis
keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini merupakan program PSN untuk
mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif dalam
mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota masyarakat yang
dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan perkembangan jentik

10
nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah melalui Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras bak mandi, menutup
tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus cegah gigitan nyamuk(19).

Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp.
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan
masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD
melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala keluarga / anggota
keluarga /penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan
pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh
pengelola TTU atau TTI untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTI adalah
perkantoran, sekolah, rumah sakit, sedangkan contoh TTU adalah pasar, terminal,
pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman, tempat wisata.
Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih jumantik/kader yang ditunjuk oleh Ketua RT
untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik
lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja
DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan
pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT. Sebagai
pemantau dan pelaksana PSN, maka dibentuk juru pemantau dan pembasmi jentik yang
disingkat Jumbastik yang merupakan penerapan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan
setiap keluarga, tempat-tempat umum (TTU) dan di tempat-tempat institusi (TTI) dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jumbastik terdiri dari
Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas
nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yaitu di TTU dan di TTI yang
bertugas memantau dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing(20).

Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik yang
umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan masyarakat dan
terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan.Kader kesehatan seharusnya
mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka mampu secara
mandiri melakukan tugasnya dengan baik.Beberapa studi menyebutkan bahwa partisipasi
kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan dan keterampilan teknis,
keterampilan sosial, kemampuan perencanaan dan problem solving (kemampuan
manajerial).Prinsip pemberdayaan kesehatan pada dasarnya mendorong masyarakat
untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian dalam bertindak dan menentukan

11
keputusan yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh
warga(21).Tugas Jumantik selain untuk surveilans dan pemberantasan vektor di
pemukiman maupun tempat-tempat umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku
masyarakat dalam PSN 3M plus yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan
nilai CI(22).

5.2. Fokus penelitian


Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN dan
surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi keberadaan dan
kepadatan vektor sebagai salah satu factor risiko kesakitan DBD.Kementerian Kesehatan
RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang menitik beratkan pada
pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh Jumantik Rumah dan
Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, diharapkan adanya
peningkatan peran jumantik menjadi jurbastik (Juru Pembasmi Jentik) sebagai upaya
survailans dan pemberantasan vektorsecara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga.
Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk
kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk
meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.

5.3. Kajian pustaka

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, melalui perantara
nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak selama 2
sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi.
Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami gejala mirip flu. Gambaran klinis
demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia pasien. Diagnosis DBD ditegakkan
berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO. Pasien yang sudah terinfeksi virus dengue
dapat menularkan kepada orang lain melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala
pertama muncul (selama 4-5 hari; maksimal 12) (WHO, 2017b).

Epidemiologi DBD
Dalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu
virus dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah,
keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan
baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status ekologi dari

12
ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling berkaitan,
menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu lokasi dengan
lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu.

Virus Dengue
Virus dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, family Flaviviridae, terdiri dari 4
jenis serotype, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran
kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid dengan
bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang yang telah
terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan memberikan kekebalan
seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan silang terhadap serotipe
lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan sementara. Infeksi selanjutnya oleh
serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam berdarah yang lebih parah (WHO,
2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh lebih
dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat
serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus
yang dominan dan diketahui banyak menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes,
2004) dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan
Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c).

Vektor Demam Berdarah Dengue

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue
dari manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk Aedes betina infektif.
Ae. aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang
hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat
meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air buatan
seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk tempat
berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim hujan. Pada
musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi menjadi tempat
penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya jumlah kasus DBD.
Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan
dan merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae.
aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua
perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.

13
albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan virus
dengue.

Morfologi Nyamuk Ae. aegypti


Nyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenaldari bentuk morfologi yang khas
sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) ang putih pada
punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik putih
perak. Oksiput brsisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik putih
pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih
memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen
basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0 mm
bersisik hitam.
Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thra\oax
yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang
dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara
Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-empat yang alami di rimba dan
hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak disekitar
tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.vii

Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti


Nyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva –
pupa – dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium
dewasa hidup diluar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1 – 2 hari setelah
terendam dengan air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5 – 15 hari, dalam
keadaan normal berlangsung 9 – 10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang
berlangsung 2 hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus
berikutnya. Dalam suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa
memerlukan waktu sedikitnya 9 hari.
Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami
metamorfosis sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa
adalah 7 -14 hari denngan tiap-tiap fase : telur – jentik : 1 – 2 hari, jentik – kepompong 7 –
9 hari dan kepompong – dewasa 2 – 3 hari. Antara nyamuk Ae aegypti dan Aedes
albopictus lama siklushidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup
nyamuk Ae. aegyptiadalah sebagai berikut :

14
Nyamuk dewasa
betina

Pupa Telur
2 - 4 hari 1 – 2 hari

Jentik/larva
7 – 9 hari

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti

Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung


disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer ini
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)
Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada
umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir seperti bak mandi,
bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.
b. Bukan tempat penampungan air (non TPA)
Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk keperluan
sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol,
pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.
c. Tempat perindukan alami.
Bukan tempat penampungan air teapi secara alami dapat menjadi tempat
penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang berisi
air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan
bahwa :9
1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami
2) Jenir kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer
semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik
3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai
sebagai tempat berkembang biak.

15
4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak
didapatkan larva.

Habitat nyamuk Vektor


Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau mempelajari
bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat 2 macam lingkungan yaitu
lingkungan fisik dan biologi.
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer, ketinggian
tempat dan iklm.
1) Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,
semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah
sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding
dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut tidak
disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular
membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-desakan dan kumuh
mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2) Macam kontainer
Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam
pemilihan temat bertelur.
3) Ketinggian tempat
Pengaruhvariasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae aegypti dan Aedes
albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan
laut
4) Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari: suhu
udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenyamenurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai
dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 350c juga mengalami
perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu
optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250 c – 270 c. pertumbuhan nyamuk
akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100 C atau lebih dari 400 C.

16
b) Kelembaban nisbi
Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah
menjadi basah dan lembab yang memungkinkan berkembangbiaknya uman atau
bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40% - 70%.
Untuk mengukur kelembaban udara digunakan hidrometer, yang dilengkapi
dengan jarum penunjuk angka relatif kelembaban.9
c) Curah hujan
Hujanberpengaruh terhadap kelembaban nisbi udara dan tempat perindukan
nyamuk juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu
udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk.
Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor penyakit,
mengingat keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan dilakukan
pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembaban udara.
b. Lingkungan Biologi
Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis
lengkap yaitu mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran
lebih kurang 50 mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan
bila terdapat dalam air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar
1 akan berkembang terus menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian
berubah menjadi nyamuk dewasa memerlukan waku antara 2-3 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti sejak dari telur sampai
nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan nyamuk jantan lebih cepat
menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva nyamuk Ae. aegypti lebih
banyak ditemukan berturut-turut pada bejana yang terbuat dari metal, tanah liat,
semen, dan plastik. Lingkungan biolog yang mempengaruhi penularan DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya
kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan
tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.

c. Lingkungan Sosial
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang
memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju,

17
kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan
halaman rumah, dan juga pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka
pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulan resiko terjadinya transmisi
penularan penyakit DBD di dalam masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih
buruk dimana masyarakat sulit mendapatkan air bersih, sehingga mereka
cenderung untuk menyimpan air dalam tandon bak air, karena TPA tersebut
sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial
sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.

Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah Dengue


Transmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia,
dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan
pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil
yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam memastikan
tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain :

a. Virus Dengue
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis
serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang
terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe
tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue Syock
Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder Dengue. Faktor
virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS (McBridea &
Ohmann, 2000).

b. Nyamuk Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan
oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi vektor
penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap darah
inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari darah host,
nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada tempat-tempat yang
sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa penelitian menyebutkan
terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan restingplace di dalam dan diluar
rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016; Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010).
Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina diperlukan untuk proses pematangan telur
demi kelanjutan generasi nyamuk selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan
terbang dengan jarak 40-100 m (Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan

18
lingkungan dengan radius tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas
wilayah pengendalian vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit
(Sumantri, 2015).
Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah
kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007).
Dalam program pengendalian DBD, survey larva yang biasanya dilakukan adalah dengan
cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva pada setiap
TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk pemantauan tingkat
kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container Index (CI), dan
Breteau Index (BI) (WHO, 2011).

5.4. Perumusan masalah

Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN dan
surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi keberadaan dan
kepadatan vektor sebagai salah satu factor risiko kesakitan DBD.Kementerian Kesehatan
RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang menitik beratkan pada
pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh Jumantik Rumah dan
Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, diharapkan adanya upaya
survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan kasus DBD secara aktif oleh
masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program
kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi dini
kasus DBD.

5.5.Pertanyaan penelitian

1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan


sudah sama dan tepat ?
2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat Provinsi, Kabupaten, Puskesmas dan di
masyarakat ?
3. Apakah sinkronisasi kegiatan antar program
sudahberjalan/terkoordinasi(Surveilans, pemberantasan vektor dan Program
Pengendalian Penyakit)?
4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai
SOP?
5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat secara
terus menerus dan berkesinambungan?

19
6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat?
7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J?
7.6. Hipotesa

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J pada
kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”

6. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan
upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan
jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat.

Tujuan khusus :

1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah


2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat di masyarakat (Rumah
tangga)
3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat – petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya
4. Memperkuat sumber daya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran komunikasi
setempat dalam rangka menanggulangi DBD melalui kegiatan 1R1J dengan peran
sebagai jurbastik
5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program Jurbastik

6. Manfaat Penelitian
Sebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan program
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai jurbastikdalam upaya
pemberantasan DBD

7. Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J pada
kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada yang tidak diberi perlakuan”

20
8. Metode Penelitian
8.1. Kerangka teori dan Kerangka Konsep

Iklim
Lingkungan
- Curah hujan
- Suhu - Intensitas cahaya
- Kelembaban - Keberadaan, rimbunan dan tinggi
tanaman
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Kepadatan penduduk

Virus Dengue Nyamuk Aedes sp Penduduk


Serotipe virus - Kepadatan nyamuk - Umur
dengue - Kepadatan jentik - Jenis kelamin
- Tempat - Status gizi
perkembangbiakan - Imunitas
- Kesenangan - Pendidikan
menggigit(feeding - Perilaku PSN (menguras,
habits) menutup, memanfaatkan
- Keberadaan resting barang bekas, menabur
places larvasida, menggunakan
- Jarak terbang (flight anti nyamuk, memelihara
range) predator larva, menanam
tanaman pengusir
nyamuk, mengatur
ventilasi rumah,
menghindari
menggantung pakaian)

Transmisi
DBD

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber : Guzman & Haris, 2015, McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al., 2012;
Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016; Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al 2013.

21
Kerangka konsep penelitian

Pre intervensi Post Intervensi

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ
lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain Dalam
penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur variabel-vriabel
sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan mix methode yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut diperlukan beberapa
indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan kepada petugas
kesehatandan masyarakat untuk mengetahui Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap
program gerakan 1R1J. Pengukuran indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan
pengumpulan data kualittif dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah,

22
pemegang program, Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi
terkait adanya SK 1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan
PSN, Petunjuk teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran.Pada penelitian ini model
intervensi yang dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru
pembasmi jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan
pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal spesifik
ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat itu sendiri
dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi masalah di
wilayahnya.

Variabel terikat :
Nilai ABJ > 95%

Variabel bebas :
 Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
 Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

8.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019 di 11


Provinsi yang merupakan wilayah dengan kasus DBD tertinggi dan telah dilakukan
sosialisasi oleh program mengenai 1R1J.

Penelitian ini merupakan penelitian Multi center yaitu antara Pusat Penelitian Upaya
Kesehatan Masyarakat dengan 7 Balai/Loka ampuan, penentuan wilayah penelitian
berdasarkan pada wilayah kerja Satker dan memiliki angka Incidence Rate (IR) yang
tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J. Wilayah penelitian tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Balai Litbangkes Baturaja : Jambi dan Sumatera Selatan


2. Loka Litbang Pangandaran : Banten dan Subang
3. Balai Litbangkes Banjarnegara : Kalimantan Barat
4. Balai Litbangkes Tanah Bumbu : Kalimantan Timur
5. Balai Litbangkes Donggala : Sulawesi Tengah
6. Loka Litbang Waikabubak : Bali
7. Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat : Jawa Timur dan Riau

23
8.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J
(Jurbastik) pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada non perlakuanl”

8.4. Definisi Operasional variabel


Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah lingkungan
desa/kelurahan
1R1J adalah : Suatu program gerakan satu rumah satu jumantik dimasyarakat, dimana
anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik
Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan memiliki atap
untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia

8.5. Disain penelitian

Desain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah
model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota
rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan kontrol
pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama

8.6. Populasi dan sampel


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati
rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten/kota
terpilih saat pelaksanaan penelitian

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang
ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel
berasal dari semua rumah/bangunandi lingkungan RW lokasi penelitian.
Besar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi (Lemeshow,
1997) dengan rumus sebagai berikut :

24
Keterangan :
n : Besar sampel minimal
Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96
Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28
α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05
ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05
P1 :Proporsi keberadaan larva Aedesdi daerah kasus DBD di Lombok sebagai
daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)
P2 : Proporsi keberadaan larva Aedesdi daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2 =
0,27

P : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk


perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggap perbedaan
proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)

Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden ditambahkan
10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk kelompok intervensi
dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total sampel adalah 300
responden.

Pengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan


tahapan sebagai berikut :
Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD
tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten/kota akan ditentukan 1 kecamatan
dengan kasus DBD tertinggi tahun 2017 dan telah dilakukan sosialisasi gerakan 1R1J
sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kategori
yaitu kecamatan sebagai lokasi intervensi dan 1 kecamatan sebagai kontrol, dan di
masing-masing kecamatan terpilih, ditentukan 1 unit lokasi penelitian yaitu adalah RW
atau kampung yang mencukupi sampel minimal. Penentuan rumah yang disurvei
dilakukan secara random sampling

8.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi

a. Kabupaten telah melakukan gerakan 1R1J (SK) thn 2015-2017


b. Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga
c. Bersedia ikut serta dalam penelitian.
d. Terdapat anggota keluarga dewasa yang ada di rumah tangga.
e. Semua tempat-tempat umum yang terdapat dilingkungan RT setempat

25
Kriteria eksklusi

a. Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).
b. Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.

8.8. Instrumen Pengumpulan Data


8.8.1. Data pre (sebelum intervensi)

Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi sebagai


baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah penelitian baik
daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol dilakukan
sosialisasisesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit Arbovirosis)
namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada daerah
intervensi.

Data yang dikumpulkan meliputi :

a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat

 Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel


terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.
 Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor
dan kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara
ditulis pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.
 Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.

b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat

 Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan


apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk
Aedes pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.
 Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat
catatannya.
 Bagaimana tindakan selanjutnya?
 Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.

c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp

 Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada


kontainer di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan
dilakukan pada pre dan post.
 Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang
berisi air di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada
format pengumpulan data.
 Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik,
formulir/format isian dan kuesioner.

26
8.8.2. Intervensi

Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program


JURBASTIK pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada
Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan oleh kader/Koordinator
Jumantik,Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan pendekatan metode
Participatory Active Research(PAR ), cara yang dipakai dalam mengumpulkan
informasi berdasarkan pada keinginan dan kehidupan masyarakat setempat. PAR
lebih focus pada „proses‟ mengetahui pengetahuan masyarakat dan menekankan
pada keterlibatan masyarakat setempat di semua bagian penelitian (Koning,
Martin, 1996),yaitu menerapkan model intervensi berdasarkan lokal spesifik ke
daerahan.
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :
a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor.

Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota


masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader
yang akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi
intervensi penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik
untuk membina maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator
Jumantik yang direkrut berasal dari RT yang sama dengan keluarga
binaannya.Selanjutnya di masing-masing RW akan direkrut seorang
Supervisor Jumantik yang merupakan anggota Pokja DBD atau orang yang
ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengolahan
data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT.

b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor

Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut


selanjutnya dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor
dan kasus DBD serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas
sektoral tingkat kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim
peneliti.

c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.

Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan


dan mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator,

27
supervisor, Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota

d. Sosialisasi RW
Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan
DBD di wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta
penyebabnya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader
dan perwakilan masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi
membahas permasalahan DBD untuk mencari solusi bersama.

Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dariwarga berkaitan dengan surveilans


vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor secara bersama-sama.
Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di setiap rumah yang
bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-masing serta
bertanggungjawab pada pemberantasannya.

e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim


peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh
kader terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor
DBD, active case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan
oleh lintas sector kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap
bulan.Selama periode pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap
kinerja kader keadaan lingkungan oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten
dan kecamatan.

f. Pembuatan buku saku.

Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan


kasus DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang
berisi : Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu,
Cara-cara melakukan pengendalian jentik, dengan PSN
Buku saku tersebut akan dibagikan kepada lintas sektoral tingkat kota dan
kecamatan, kader kesehatan serta warga masyarakat binaan.

8.8.3. Kontrol
Pada wilayah kontrol dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan oleh
program DBD yaitu sebelum dan setelah sosialisasi, dilakukan juga pengukuran
untuk mengetahui PSP dan survei vektor

28
8.9. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data
8.9.1. Bahan
Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman
panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian
kuesioner, recorder, alat tulis, map plastik, flash disk
Pengumpulan data vektor : Senter, pipet plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan,
selang, formulir, alat tulis

8.9.2. Cara Pengumpulan Data


 Penentuan lokasi penelitian
Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah
melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P.
Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2
RT/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah
perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh,ditentukan pemilihan
secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.
Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah
kabupaten/kota setempat

 Pengumpulan data sekunder


Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun terakhir
yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit
dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain, mengenai kapan
mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan kegiatan 1R1J, kegiatan
surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ, sumber dana 1R1J.

Selain itu dilakukan juga rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas
survei :

a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota


POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala
Desa/Lurah/Ketua RW.

b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap


kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Setiap
kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di masing-

29
masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang merupakan
kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-masing RT. Maka di
setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per provinsi.

c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak
memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap
kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per provinsi.

 Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei


Setelah dilakukan rekrutmen, selanjutnya akan dilakukan pelatihan bagi petugas
survai, Koordinator Jumantik serta Supervisor Jumantik.
Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta
latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang
petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas
sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.

 Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI


Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh rumah
tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi (TTI) di
lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh kader yang
baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan dilakukan oleh petugas
Puskesmas setempat.

 Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)


Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth interview di
level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, kabupaten, puskesmas,
tokoh masyarakat dan kader.Beberapa pertanyaan diantaranya adalah :
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat
- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,
- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat
- Berapa nilai ABJ di wilayahnya
- dsb...

 Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)


Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di
masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan
program 1R1J

30
Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab
melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan
wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir
PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan diantaranya:
- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas
- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas
- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?
- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh
jumantik keluarga?
- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga
- Dsb

 Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)


Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .
Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan jentik
pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan lembaran/SOP
yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei jentik dilakukan
pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun kontrol. Survei jentik
dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang berpontensi sebagai
perkembangbiakan jentik Ae. aegypti. Di setiap rumah sampel akan dihitung
kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes
spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.

 Pengamatan dan Pembinaan


Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi tingkat RW, akan dilakukan pengamatan dan
pembinaan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam sosialisasi
tingkat RW. Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh Koordinator Jumantik,
Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan dan tingkat
kabupaten/kota, serta tim peneliti.
Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap ruta
dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara melakukan
kunjungan rumah setiap 2 minggu. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kondisi
lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan larva/pupa nyamuk
vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit DBD [ada masa
pengamatan. Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan individu sesuai dengan

31
keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan selama 5 bulan bulan berturut-
turut.

 Post (sesudah intervensi).


Setelah selesai 5 bulan pembinaan di 4 daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh
dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama dengan
pengumpulan data sebelum intervensi.
Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti
kegiatan sebelum intervensi

8.10. Pengolahan dan Analisis Data

8.10.1. Manajemen Data


Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik
Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri
pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.

8.10.2. Analisis Data


Data terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan
masing-masing jenis survai yang dilakukan.
Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data,
yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah
penelitian.
a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
i. Pembobotan
Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan,
sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0.

Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item
pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item
perilaku diberi pembobotan 3.

ii. Status PSP


Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item
perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu nilai
apabila jawaban betul semua.

Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu
status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status BURUK
apabila nilainya <80% dibandingkan nilai maksimal.

iii. Penilaian

32
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan
status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan


status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.

b. Kegiatan Surveilans vektor yang dilakukan oleh masyarakat


i. Status pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat

Surveilans vektor oleh keluarga dilakukan setiap minggu. Selama 6 bulan


pembinaan, pengamatan oleh keluarga setidaknya dilakukan 5 bulan kali 4
minggu yaitu 20 kali, karena pada bulan pertama merupakan awal pembinaan.

Berdasarkan catatan di masing-masing keluarga, dihitung jumlah kegiatan


pengamatan yang dilakukan dan dicross check pada rekapan yang ada di kader
pembinanya. Apabila jumlahnya >20 kali, statusnya dilaksanakan terus
menerus, dan apabila jumlahnya <20 kali maka statusnya dilaksanakan tidak
terus menerus.

ii. Penilaian

Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status pelaksanaan kegiatan


surveilans yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu 0 apabila dilaksanakan terus
menerus dan 1 untuk status dilaksanakan tidak terus menerus.

Dihitung jumlah dan persentasi keluarga dengan status dilaksanakan terus


menerus dan status dilaksanakan tidak terus menerus pada data hasil pre dan
data hasil post. Selanjutnya data pre dan data post dibandingkan serta dihitung
besarnya kenaikan atau penurunan status dilaksanakan terus menerus.

c. Keberadaan larva/pupa nyamuk


i. Keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp
Berdasarkan data hasil survai keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp, pada
setiap rumah sampel dilakukan pemberian kategori yaitu TIDAK ADA (diberi
tanda TA) dan ADA (diberi tanda A). Selanjutnya dilakukan skoring yaitu 0 pada
rumah responden dengan kategori TA, dan 1 untuk kategori A.

Selanjutnya, dihitung jarak keberadaan jentik Aedes spp antara data post test
dengan pretes untuk keperluan analisa data, dengan rumus skore post test –
skore pre. Hasilnya adalah :

 Bila skore pre 0 dan jarak 0, diberi nilai 0


 Bila skore pre 0 dan jarak 1, diberi nilai 1
 Bila skore pre 1 dan jarak -1, diberi nilai 0
 Bila skore pre 1 dan jarak 0, diberi nilai 1

ii. Menghitung angka entomologi

Di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi
air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang
ditemukan.

33
Rumusnya adalah :

Jumlah kontainer positif jentik


CI = X 100
Jumlah kontainer diperiksa
Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer indeks,
juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas jentik (ABJ).

Rumusnya adalah :

Jumlah rumah positif jentik


HI = X 100
Jumlah rumah diperiksa

Jumlah kontainer positif jentik


BI = X 100
Jumlah rumah diperiksa

ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik


X 100
Jumlah rumah diperiksa

8.11. Rencana/Alur Kegiatan

Penentuan lokasi diawali dengan pemilihan daerah/wilayah/provinsi yang telah


melakukan gerakan 1R1J berdasarkan informasi dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P,
Kemenkes. Selanjutnya di masing-masing provinsi ditentukan 1 kabupaten/kota yang
akan di ambil sebagai sampel dan ditentukan 2 kecamatan dengan kasus DBD tertinggi
tahun 2016, 2017 dan 2018 sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih selanjutnya
dibagi menjadi dua kategori yaitu 1 kecamatan sebagai lokasi intervensi dan 1 kecamatan
sebagai kontrol, di masing-masing kecamatan terpilih, ditentukan 1 lokasi penelitian yaitu
RW atau kampung dengan kasus DBD tertinggi. Pada RW/ kampung ditetapkan masing-
masing sebanyak 150 rumah untuk wilayah intervensi dan satu wilayah kontrol,
diharapkan berbeda kecamatan.
Tahapan penelitian
1. Identifikasi lokasi penelitian (wilayah endemis DBD) yang telah melakukan
gerakan 1R1J
2. Konsolidasi tim dan sosialisasi penelitianke Dinas Kesehatan provinsi dan
Kabupaten dilakukan di pusat
3. Pelatihan terhadap anggota tim terhadap gerakan 1R1J (TOT) sesuai dengan
NSPK dan Juknis dari Program
4. Pembuatan modul pelatihan/buku saku
5. Pengumpulan data sekunder (Baseline data)pada daerah kontrol dan intervensi
6. Pengumpulan data kualitatif (Pre intervensi) daerah kontrol dan intervensi
7. Pengumpulan data kuantitatif (Pre intervensi) daerah kontrol dan intervensi
8. Pengumpulan data vektor (Pre intervensi) daerah kontrol dan intervensi

34
9. Sosialisasi sesuai program (daerah intervensi dan kontrol)
10. Penentuan intervensi : Penerapan Jurbastik secara lokal spesifik (daerah
intervensi) --- Metode pendekatan PAR (Participatory Active Research)
11. Pelatihan (daerah intervensi)--- Metode pendekatan PAR
12. Pendampingan (daerah iintervensi)--- Metode pendekatan PAR
13. Sistem pelaporan (daerah intervensi)--- Metode pendekatan PAR
14. Pengumpulan data kuantitatif (post intervensi) (daerah kontrol dan intervensi)
15. Survei entomologi/jentik (post intervensi) (daerah kontrol dan intervensi)
16. Analisis data
17. Evaluasi model implementasi (tahun kedua)

Bagan tahapan penelitian

35
Gambar 2. Bagan tahapan penelitian pada daerah kontrol dan intervensi

36
9. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini melibatkan manusia dan hewan sebagai subyek penelitian. Untuk
melindungi subyek penelitian maka akan dimintakan pertimbangan etik penelitian (ethical
clearance) ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan.

10. Daftar Kepustakaan

1. WHO. 2009. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
New Edition. Geneva: World Health Organization.
2. Weissenbock H, Hubalek Z, Bakonyi T, Noowotny K. 2010. Zoonotic Mosquito-
borne Flaviviruses: Worldwide Presence of Agent with Proven Pathogenesis and
Potential candidates of Future Emerging Diseases. Vet Microbiol. ; Vol 140:271-
80.
3. Novriani H. 2002. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue
dan Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. Vol 134:46-9.
4. Anonim. 2010. Bulettin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi. Kemenkes RI.).
5. Agniya Khoiri, 2016. Indonesia Peringkat Dua Negara Endemis Demam Berdarah.
CNN Indonesia.
6. Aj. Mc Michael. 2006. Population Health as the bottom line of sustainability.
7. Anonim. 2011-2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 s.d. Tahun 2017
8. Anonim. 2010. Bulettin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi. Kemenkes RI.
9. Anonim. Kamis, 16 Juni 2011. Kerugian akibat DBD Rp 3,1 triliun. http://nasional.
kontan.co.id/news/kerugian-akibat-dbd-rp-31-triliun-1
10. WHO. 2009. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
New Edition. Geneva: World Health Organization.
11. Lubis I. 1990. Peranan Nyamuk Aedes dan Babi Dalam Penyebaran DHF dan JE
di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 1990. Vol. 60.
12. Bee, T.K. Lye, K.H. Yean, S.T. 2009. Modeling Dengue Fever Subject to
Temperature Change. Sixth International Conference on Fuzzy Systems and
Knowledge Discovery. P 62-65).
13. Agus Putra Murdani, Santi Martini, Windhu Purnomo. 2016. Pemetaan Kejadian
Dbd Berdasarkan Angka Bebas Jentik Dan Jenis Infeksi Virus Dengue Jurnal
Keperawatan & Kebidanan – Stikes Dian Husada Mojokerto.
18. Lukman Hakim. 2014. Perumusan Model Pengendalian Vektor Demam Berdarah
Dengue Berbasis Masyarakat. Laporan Penelitian Loka Litbang P2B2 Ciamis.
19. Anonim. 2016. Petunjuk Teknis Implementasi PSN 3 M - Plus Dengan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik. Kemenkes RI
20. Anonim. 2008. Modul pelatihan bagi pelatih pengendalian sarang nyamuk demam
berdarah dengue (PSN-DBD) dengan pendekatan komunikasi perubahan perilaku
(communication for behavioral impact). Ditjen P2PL Depkes RI.
21. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

37
22. Uha, Suliha, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan dan Keperawatan. Jakarta : EGC
23. Anonim. 2018. Gerakan “1 Rumah 1 Jumantik” untuk Cegah Demam Berdarah
Dengue. http://www.greeners.co/berita/gerakan-1-rumah-1-jumantik-cegah-
demam-berdarah-dengue/
24. Lukman Hakim. 2018. Modul Pelatihan dan Kader Kesehatan pada Pelaksanaan
penelitian Penguatan Sistem Surveilans Berbasis Keluarga Dalam Pengendalian
DBD Di Kota Cimahi Dan Kota Tasikmalaya. Loka Litbangkes Pangandaran.
25. Riandi, Muhammad Umar; Hadi, Upik Kesumawati; Soviana, Susi. 2017.
Keberadaan Jentik Aedes spp. dan Faktor-Faktor Pendukungnya pada Dua
Kelurahan di Kota Tasikmalaya
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87492.
26. Mubarokah R & Indarjo S, 2014. Upaya Peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ)
DBD melalui Penggerakan Jumantik. Unnes Journal of Public Health, 3 (1), pp.1–
9.
27. Anonim. 2015. Jawa Barat dalam Angka. BPS Prov. Jawa Barat
28. Riyanto A. 2009. Penerapan Analisis Multivariat Dalam Penelitian Kesehatan.
Bandung. Niftra Media Press.

38
11. Susunan Tim Peneliti
Keahlian/
No Nama Kesarjanaan Kedudukan dalam Tim Uraian tugas

1. Jusniar Ariati, Ssi, MSi Entomologi Koordinator Peneliti Bertanggungjawab terhadap


seluruh provinsi keseluruhan
pelaksanaanpenelitian di seluruh
provinsi wilayah penelitian
2. Dr. Miko Hananto, Epidemiologi Koordinator Peneliti Mengkoordinir kegiatan peneliti
SKM, MKes Provinsi Pusat 3 di Provinsi dibawah Pusat 3

3. Anorital, SKM, MKes Epidemiologi Anggota tim Membantu pelaksanaan


pengumpulan data di Prov. Jawa
Timur
4. Rina Marina, Ssi, Epidemiologi Anggota tim Membantu pelaksanaan
MKes pengumpulan data di Prov. Jawa
Timur
5. Dian Perwitasari, SKM, Biomolekuler Anggota tim Mengkoordinir penelitian di
MBiomed Provinsi Riau

6. Dra. Rachmalina Sosiologi Anggota tim Membantu pelaksanaan


Prasodjo, MSc pengumpulan data sosial, dan
analisis kualitatif

7. Doni Lasut, SKM, Biostatistik Anggota tim Membantu pelaksanaan


MKes pengumpulan data di Prov. Riau

8. Dra. Shinta, MSi Parasitologi Anggota tim Mengkoordinir penelitian di


Provinsi Riau
9. Dra. Noer Endah Epidemiologi Anggota tim Membantu pelaksanaan
Pracoyo, MKes pengumpulan data di Prov. Riau

10 dr. Faika Rahmawati Epidemiologi Anggota tim Membantu pelaksanaan


pengumpulan data di Prov Riau

11. Ida, SKM, MKes Sosiolog Anggota tim Membantu pelaksanaan


pengumpulan data sosial, dan
analisis kualitatif

12. Khadijah Azhar, SKM, Biostatistik Anggota tim Membantu pelaksanaan


MKM pengumpulan data, pengolahan
data dan pelaporan
13. Herri Andris Ass. Anggota tim Membantu pelaksanaan
Entomologi pengumpulan data, pengolahan
data dan pelaporan
14. Erlina Setiani, SKM, Arbovirosis Anggota tim dari Subdit Membantu pelaksanaan
MPH Arbovirosis, Ditjen P2P pengumpulan data, pengolahan
data dan pelaporan
15. Dr. Suwito, MSi Entomologi Anggota tim dari Subdit Membantu pelaksanaan
Pengendalian Vektor, pengumpulan data, pengolahan
Ditjen P2P data dan pelaporan

16. dr. Yuwono Wiryawan, Pengarah Memberi masukan dan arahan


MKes jalannya penelitian

17. Dr. dr. Felly P Senewe, Pengarah Memberi masukan dan arahan
MKes jalannya penelitian

18. Dr. dr. Vivi Setiowaty, Pengarah Memberi masukan dan arahan
MBiomed jalannya penelitian

19. Nina Administrasi Bertanggungjawab pada


administrasi kegiatan penelitian
20. Adiministrasi Bertanggungjawab pada
administrasi kegiatan penelitian

39
12. Jadual Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan x x
 Etik peneltian
 Identifikasi wilayah 1R1J
 Surat2 Perijinan dan pemberitahuan
kegiatan ke daerahpenelitian
 Konsolidasi dan pelatihan program
1R1Jtim dari Balai/loka (TOT)
2 Pelaksanaan x x
 Sosialisasi Dinkes Prov & Kab
 Pelatihan tim gerakan 1 R1J
 Perijinan ke daerah
 Pengumpulan data sekunder
 Pengumpulan data kualitatif
2 Pengumpulan data kuantitatif dan survei x x
vektor (indeks entomologi) sebelum
intervensi
3 Analisis data dan penarikan kesimpulan x x
hasil pengumpulan (lokal spesifik)
4 Penyusunan model intervensi lokal spesifik x x
(pertemuan seluruh tim Balai/loka dgn nara
sumber, dll)
5 Implementasi model intervensi x x x x
pengendalian DBD Jurbastik
 Pelatihan petugas lapangan
 Pendampingan 1R1J
 Membuat aplikasi sistempelaporan 1R1J

6 Pengumpulan data kuantitatif dan survei x


vektor (indeks entomologi) setelah
intervensi pada daerah intervensi dan
kontrol
6 Analisis data dan Laporan akhir x x

13. Rincian Anggaran Belanja (RAB)

Biaya kegiatan penelitian ini bersumber dari DIPA Puslitbang Upaya Kesehatan
Masyarakat. Besar anggaran dalam penelitian adalah sebesar Rp.1.775.000.000
(terlampir)

40
15. REKAPITULASI BIAYA PENGELUARAN

Jenis Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Jumlah


No.
pengeluaran (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Honor output kegiatan 29.600.000 29.600.000

2 Belanja Bahan 76.150.000 162.682.000 11.200.000 250.032.000

3 Belanja Barang Non Operasional

4 Belanja Jasa Profesi 12.500.000 19.500.000 16.500.000 48.500.000

Belanja Sewa 7.200.000 7.200.000 14.400.000

5 Belanja Jasa Lainnya 50.000.000 50.000.000

6 Belanja Perjalanan Biasa 61.125.000 325.835.000 294.536.000 157.001.000 838.497.000

7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota 71.250.000 34.000.000 105.250.000

Belanja Perjalanan Dinas Paket


8 206.934.000 211.934.000 418.868.000
Meeting Dalam Kota

Jumlah total 1.766.845.005

16. Biodata Ketua Pelaksana Penelitian

1. NAMA PENGUSUL (Lengkapdengangelarkesarjanaandankeahlian)


Jusniar Ariati, Ssi, MSi

2. ALAMAT (Yang palingmudahdihubungilewat pos, telepon, faks, dan e-


mail)
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
Jln. Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat
email: yusniarariati@yahoo.com

3. PENDIDIKAN PROFESIONAL(Gelarakademis, namainstitusi/lembaga,


tempatsertawaktudiperoleh)
Magister Entomologi Kesehatan IPB Bogor tahun 2004

4. RIWAYAT PEKERJAAN (Mulaidengan yang dijabatsekarang, diutamakan


yang berhubungandenganpenelitian)
Peneliti di Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI 1997 - Sekarang

5. Pengalaman Penelitian 5 tahun terakhir


- PengembanganModel Prediksi Penyakit Demam Dengue (DD) / Demam
Berdarah Dengue (DBD)Berdasarkan Kondisi Iklim di Beberapa Kota di
Indonesia, Tahun 2012

41
- Pemetaan Status Kerentanan Aedes Aegypti Terhadap Insektisida diIndonesia
Tahun 2015
- Ketahanan Efektifitas Kelambu Berinsektisida (LLINs) dalam Pengendalian
Malariadi Daerah Endemis Papua Barat dan Seram Bagian Barat, 2015
- Penelitian Pengembangan Upaya Pengendalian Vektor Malaria dengan
Metode Penggeseran Populasidi Pulau Batam, Tahun 2016
- Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2017

RISET IMPLEMENTASI JURBASTIK DALAM PENANGGULANGAN DBD


(MULTICENTER 2019)

PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

Jakarta,.................................

Ketua PPI Pengusul

(DR. Ekowati Rahajeng, SKM, MKes) (Jusniar Ariati, Ssi, MSi)


NIP.196006101982022001 NIP.196907151997032003

Menyetujui
Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat

42
(dr. Dr. Vivi Setiowaty, MBiomed)
NIP. 1971012520050122001

Lampiran

1. Naskah Penjelasan
2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
3. Instrumen
a. Kuesioner kuantitatif

b. pencatatan survei jentik

43
KEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

NASKAH PENJELASAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang


Kesehatan mulai bulan Maret 2019 sampai dengan November 2019 akan melakukan
penelitian mengenai “RISET IMPLEMENTASIMODEL JURU PEMBASMI JENTIK
(JURBASTIK)DALAM PENANGGULANGAN DBD” Penelitian ini bertujuan mengetahui
keberhasilanprogram satu rumah satu Jurbastik di masyarakat.

Adapun kegiatan kami di rumah Bapak/Ibu adalah wawancara terkait program Satu
Rumah Satu Jurbastik pemberantasan sarang nyamk (PSN). Untuk mencapai tujuan
kegiatan tersebut, kami akan mengganggu waktu Bapak/Ibu sekitar 30 menit. Sebagai
kompensasi atas waktu Bapak/Ibu/Saudara luangkan maka akan kami berikan uang atau
souvenir sabun mandi sebanyak 2 (dua) buah dan sikat sebanyak 1 (satu) buah.

Untuk itu, kami bermaksud meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat berpartisipasi
dalam penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela dan berhak untuk
mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa ada sanksi apapun.

Semua informasi dan hasil pemeriksaan akan dirahasiakan dan disimpan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan,
Jakarta dan hanya digunakan untuk pengembangan kebijakan program kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan.

Bila Bapak/Ibu memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini, dapat
menghubungi Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat,
Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan Jl. Percetakan Negara No. 29
Jakarta; telepon (021) 4261088, atau : Jusniar Ariati, Ssi, MSi (Hp. 08111155507) selaku
Ketua Pelaksana Penelitian.

44
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini sebagai yang memberikan persetujuan
menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti
mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan
dengan judul “RISET IMPLEMENTASIMODEL JURU PEMBASMI JENTIK
(JURBASTIK)DALAM PENANGGULANGAN DBD” Saya memutuskan untuk ikut
berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Selama penelitian ini saya berhak mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi
apapun.

.................., ................................2019

Saksi Yang Memberikan Persetujuan

(.......................................................) (........................................................)

Mengetahui,

Tim Pelaksana Penelitian

(.......................................................)

45
Formulir 1

Formulir 01

FORMAT PENDATAAN RUMAH TANGGA

RT/RW :
Kelurahan :
Kecamatan :
Kota/Kabupaten :
Provinsi

Jumlah Perkiraan
No Nama KK Umur L/P Pekerjaan Pendidikan
ART Luas Rumah
1 2 3 4 5 6 7 8
1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.
11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

46
Formulir 2

Formulir 02

FORMAT PENDATAAN TEMPAT-TEMPAT UMUM


DAN TEMPAT-TEMPAT INSTITUSI
RT/RW :
Kelurahan :
Kecamatan :
Kota/Kabupaten :
Provinsi :

Nama Jumlah
Nama Jumlah Luas Sumber
No Jenis TTU/TTI Penanggung Pengunjung Per
TTU/TTI Pegawai Bangunan Air
jawab Hari
1 2 3 4 5 6 7 8
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

47
RAHASIA RM-
VEKT.DBD.2015

RISET IMPLEMENTASI
MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)
DALAM PENANGGULANGAN DBD, 2019

I. PENGENALAN TEMPAT

1 Provinsi 
2 Kabupaten/Kota*) 
3 Kecamatan 
4 Desa/Kelurahan*) 
5 Klasifikasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2. Perdesaan 
6 Nomor Kode Sampel 
7 Stratifikasi Wilayah DBD 1. Endemis
3. Potensial
2. Sporadis 
8 Alamat rumah Rt dan Rw
(Tulis dengan huruf kapital)

II. KETERANGAN RESPONDEN
(Jika Responden Tidak Dapat Diwawancarai, Maka Dapat Diwakilkan)

1 Nama:

2 Nama responden yang mewakili: 


3 Usia responden: …. 
4 Jenis Kelamin responden: 1. Laki-laki
2. Perempuan

1= Tidak/belum pernah sekolah
2= Tidak tamat SD/MI
3= Tamat SD/MI
5 Pendidikan Tertinggi responden: 4= Tamat SLTP/MTS 
5= Tamat SLTA/MA
6= Tamat D1/D2/D3
7= Tamat PT

48
1= PNS/ TNI/Polri/BUMN/BUMD
2= Pegawai swasta
3= Wiraswasta
6 Jenis Pekerjaan Utama responden: 4= Petani
5= Nelayan

6= Buruh
7= Tidak Bekerja (misal : IRT)
8= Lainnya

III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA


Nama Ketua
1 Nama PengumpulData: 4
Tim:

Tanggal. Pengumpulan
Tanggal. --
2
data: (tgl-bln-thn) -- 5 Pengecekan:
(tgl-bln-thn) 
Tanda
Tanda tangan
3 6 tangan Ketua
Pengumpul Data
Tim:

IV. RIWAYAT SOSIALISASI 1R1J

1 1.Ya
Apakah [RUMAH TANGGA} pernah disosialisasikan 1R1J ? ISIKAN KODE
JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK 2. Tidak ---- ke P

2 Tahun Berapa 1R1J di sosialisasikan di tempat saudara ?ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK

a. 2015
 b. 2016  c. 2017  d. 2018

3
Apakah salah satu anggota rumah tangga pernah mengikuti pelatihan 1R1J ?
1. Ya
2. Tidak

3. Ya,
4
Adakah diantara anggota rumah tangga yang di tunjuk sebagai 1R1J ? sebutkan………… 
4. Tidak
5 Berapa kali dalam 1 bulan, dilakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat penampungan air di rumah tangga?

a. 1 minggu 1x  b. 1 minggu 2x  c. 2 minggu 1x  d. 3 minggu 1x 


6 Apakah [RUMAH TANGGA] menggunakan bubuk pembunuh larva nyamuk 1. Ya
(Temefos) ? 2. Tidak  P.10 
3. Lainnya ...... P.10
7 1. 1 kali / mnggu
Berapa kali [RUMAH TANGGA] menaburkan bubuk larvasida ke dalam Tempat
Penampungan Air (TPA) ?
2. 1 kali / bulan 
3. 1 kali / 3 bulan

49
4. lainnya ..................


8 Dari manakah [RUMAH TANGGA] mendapatkan serbuk pembunuh jentik nyamuk (larvasida)?
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK 
b. c. Pejual
a. Membeli langsung dari toko  Kader/Nakes  keliling 
Lainnya ........ 
9 1. Sekali
Berapa kali [RUMAH TANGGA] menguras bak mandi dan Tempat
Penampungan Air (TPA) dalam seminggu ?
2. Lebih dari 1 kali 
3. Tidak Pernah
10 Apa yang biasa [RUMAH TANGGA] lakukan selama ini untuk mencegah penularan penyakit akibat gigitan nyamuk?
(JAWABAN TIDAK DIBACAKAN, LAKUKAN PROBING)

a. Tidur menggunakan
kelambu
 b. Memakai obat
nyamuk bakar/elektrik
 c. Ventilasi menggunakan
kasa nyamuk

d. Menggunakan repelen / e. Menyemprot ruangan
bahan-bahan pencegah  dalam rumah dengan  f. Lainnya .................. 
gigitan nyamuk obat nyamuk

CATATAN

V. PEMUKIMAN & LINGKUNGAN

1. 
2

a. Luas Lantai bangunan rumah …………………..m



b. Jumlah orang yang tinggal dalam satu bangunan rumah ........................ orang


50
2. Keadaan ruangan dalam rumah (OBSERVASI)
Penggunaan Kebersihan Ketersediaan jendela Ventilasi Pencah
1=Terpisah 1=Bersih, 1=Ada, dibuka tiap hari; 1=Ada, luasnya>=10% luas ayaan
2=Tidak 2=Tidak bersih 2=Ada, jarang dibuka; lantai; alami
Jenis Ruangan Terpisah 3=Tidak ada 2=Ada, luasnya <10% luas 1=Cuku
lantai; p
3=Tidak ada 2=Tidak
cukup
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

a. Tidur     
b. Masak/Dapur     
c. Keluarga     
3. Jenis lantai rumah terluas: 1. Keramik/ubin/marmer/semen 3. Papan/anyaman bambu/rotan 
2. Semen plesteran retak 4. Tanah
4 Jenis dinding terluas: 1. Tembok 3. Bambu

2. Kayu/papan/triplek 4. Seng
5 Jenis plafon/langit-langit rumah terluas: 1. Beton 4. Kayu/tripleks
2. Gypsum 5. Anyaman Bambu 
3. Asbes/GRC board 6. Tidak ada
6 Koordinat 
.............................................LS  


.............................................BT  

7 Apakah [Rumah Tangga] pernah dilakukan
fogging/pengasapan ?
1. Ya 2. Tidak   
Apakah [Rumah Tangga] menggunakan
inseektisida rumah tangga, dalam 1. Ya 2. Tidak   
pengendalian nyamuk?

8 Apakah rumah tinggal berada di daerah kumuh/tidak tertata? (OBSERVASI) 1. Ya 2. Tidak 

51
FORMULIR PEMERIKSAAN JENTIK

No. Kode Sampel :

Alamat rumah :

Nama KK :

Bahan TPA Warna Tipe TPA Letak TPA Keberadaan Keberadaan Keberadaan
No Jenis TPA
TPA Telur Larva Pupa
[KODE] 1. Disposable 1 = Di dalam
[KODE] 1 = Gelap (uncontrolled) rumah 1 = Ada 1 = Ada 1 = Ada
2 = Terang 2. Terkendali 2 = Di luar 2 = Tidak Ada 2 = Tidak Ada 2 = Tidak Ada
(controlled) rumah

[KODE] [KODE] [KODE] [KODE]


[KODE] [KODE]
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
1. Bak 1. Keramik
2. Ember 2. Semen
3. Drum 3. Plastik
4. Dispenser 4. Kayu
5. TPA kulkas 5. Karet
6. Toren air 6. Besi/logam
7. Pot 7. Tanah Liat
8. Tempat minum 8. Lainnya
binatang
9. Aquarium
10. Kolam
11. Ban bekas
12. Lainnya

52
53

Anda mungkin juga menyukai