Anda di halaman 1dari 34

KETERAMPILAN MANAGEMEN

1.1 Komunikasi
1.1.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi tidak akan dibutuhkan jika manusia hidup
dilingkungan hampa,dalam sebuah sel yang tidak dapat ditembus, jika
seseorang lahir, hidup dan mati terisolasi dari dunia luar, atau jika
seseorang hanya membutuhkan dirinya sendiri untuk memenuhi semua
kebutuhannya. Manusia adalah mahkluk sosial yang tergantung, mandiri
dan saling terkait dengan orang lain disekitarnya. Satu-satunya alat untuk
dapat mencapai hubungan dekat dengan orang lain di lingkungannya
adalah komunikasi melalui baik bahasa verbal (Perancis, Italia,Jerman dan
sebagainya) maupun bahasa non verbal (bahasa tubuh dan isyarat yang
banyak dimengerti oleh berbagai suku bangsa) (La Monica, 1979).
Shannon dan Weaver (1949) mendefinisikan komunikasi sebagai
semua yang terjadi diantara 2 pikiran atau lebih. Karena tingkah laku
adalah apa yang dipersepsikan oleh orang lain, maka semua tingkah laku
adalah komunikasi, dan semua komunikasi menghasilkan tingkah laku.
Davis (1981) mendefinisikan komunikasi sebagai “pemindahan informasi
dan pengertian dari satu orang ke orang lain “ (hal.399). Komunikasi
menjadi jembatan penghubung diantara individu. Johnson (1981) melihat
dan mengharapkan respon dari orang tersebut.
Oleh karena itu, komunikasi selalu melibatkan seseorang pengirim
dan seorang penerima. Meskipun Gibran (1951) mengatakan bahwa
seseorang dapat berbicara secara verbal dengan dirinya sendiri,
komunikasi dalam organisasi selalu melibatkan paling sedikit dua individu
dan dua peran yaitu pengirim dan penerima. Davis (1981) secara tepat
mengatakan bahwa manager yang mengirim berita secara tertulis kepada
bawahannya, baru dapat dikatakan sudah berkomunikasi jika bawahannya
menerima, membaca dan mengerti pesan yang dikirim.
1.1.2 Proses Komunikasi
Pengirim pesan mempunyai sebuah ide dan ingin
mengkomunikasikan ide tersebut kepada orang lain. Davis (1981)
menyatakan dengan tegas bahwa pengirim pesan harus berfikir sebelum
mengirim berita, tahap ini sangat penting. Setelah pengirim mempunyai
ide yang jelas didalam pikirannya, kemudian dipilih bahasa yang sesuai
dengan ide yang akan disampaikan. Selain itu juga perlu ditentukan bahasa
tubuh mana yang akan digunakan. Perlu diingat bahwa kepemimpinan dan
managemen melibatkan strategi yang sadar dan yang dapat dikenali untuk
semua perilaku. Pilihlah bahasa yang mempunyai kemungkinan paling
tinggi untuk dapat mengirimkan pesan secara akurat.
Setelah ide ‘diterjemahkan’ kedalam bahasa yang dipilih, maka
pesan tersebut akan ditransmisikan oleh pengirim melalui saluran verbal
dan atau non verbal yang sudah dipilih. Penerima pesan, yang harus masuk
kedalam saluran si pengirim, akan menerima pesan dan
‘menerjemahkannya’ kembali dari sebuah bahasa ke sebuah ide.
Kemudian penerima berita akan bertindak sebagai respon terhadap pesan
yang disampaikan. Pesan tersebut dapat disimpan atau diabaikan,
penerima berita bisa mengkomunikasikan ide lain kepada pengirim ,atau
hanya melakukan tugas sebagai respon terhadap pesan.
Apapun yang dilakukan oleh si penerima sebagai respon terhadap
pesan pengirim, disebut sebagai umpan balik, yaitu sebuah pesan yang
dikirim kembali ke si pengirim. Penerima pesan kemudian berperan
sebagai pengirim berita dan proses komunikasi dimulai lagi. Lingkaran
seperti ini akan terus berlanjut sampai komunikasi berakhir.
Mengevaluasi umpan balik adalah cara dari pengirim pesan untuk
mengevaluasi apakah pesan telah diterima sesuai dengan maksud semula.
Tentu saja, tujuan dari komunikasi adalah adanya kesamaan maksud antara
pesan yang dikirim oleh pengirim dan pesan yang diterima oleh penerima.
Validasi ini sangat penting karena manusia mengkomunikasikan dan
menerima pesan sesuai dengan sikap, pengetahuan dan pengalaman
sendiri-sendiri (Berlo, 1960). Persepsi yang terjadi bersifat selektif.
Sehingga apa yang dikirim melalui ‘jembatan’ kemungkinan tidak
diterima sesuai dengan tujuan. Jika perlu, pesan lanjutan dapat diberikan
untuk memperjelas maksud semula.
1.1.3 Tujuan Komunikasi
Tujuan umum dari kepemimpinan dan managemen adalah
memotivasi sintem untuk mencapai tujuan. Komunikasi ke dan dengan
orang lain adalah “jembatan” (media transmisi) dimana seorang manager
dan sumber daya manusia di dalam simtemnya saling berhubungan.
Seorang manager harus mampu berkomunikasi secara efektif untuk dapat
memenuhi perannya dengan baik. Lebih jauh lagi, seorang manager
bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara “ jembatan”
meskipun sumber daya manusianya berperan serta merancang desain dan
strukturnya , managerlah yang menjadi pemimpin dalam pembangunan
“jembatan” ini. Davis (1981) mengidentifikasi persamaan dibawah ini
ketika ia membahas tujuan dari komunikasi :
Kemampuan bekerja + kemauan bekerja = kerja tim
Sudah terbukti dari teori sistem umum dari von Bertalanffy (1968,
1975) bahwa kerja tim memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
membuahkan hasil dengan kualitas yang tinggi, menurunkan biaya, dan
meningkatkan moral karyawan. Komunikasi adalah jembatan yang penting
pada setiap kerja tim.
Persamaan diatas dapat berhubungan dengan teori Hersey dan
Blanchard (1977) tentang ketangan pekerjaan dan kematangan psikologis.
Didalam teori ini, pimpinan mengharapkan memiliki sumber daya manusia
yang berada pada tingkat kematangan “ berorientasi ke arah tujuan”, yaitu
yang berkemampuan dan berkemauan. Sehingga sistem tersebut akan
menyelesaikan tugasnyakarena orang-orangnya mempunyai motivasi
intrinsik serta pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan. Sebutan
kemampuan (ability) dalam teori Hersey dan Blanchard tampaknya setara
dengan sebuah keterampilan (skill) yang digunakan oelh Davis ( 1981).
Sumber daya manusia yang belum mampu, harus diberika informasi-
informasi yang perlu untuk membuat mereka menjadi terampil. Sikap
kemauan, yang akan mendorong kerja tim, serta motivasi dan kepuasan
kerja juga harus dikomunikasikan.
Hewitt (1981) menjabarkan lebih spesifik tentang tujuan dari
penggunaan proses komunikasi. Ia mengatakan bahwa tujuan-tujuan
komunikasi dibawah ini jarang digunakan secara sendiri sendiri.
1. Untuk mempelajari atau mengajarkan sesuatu
2. Untuk mempengaruhi perilaku seseorang
3. Untuk mengungkapkan perasaan
4. Untuk menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Untuk berhubungan dengan orang lain
6. Untuk menyelesaikan sebuah masalah
7. Untuk mencapai sebuah tujuan
8. Untuk menurunkan ketegangan atau menyelesaikan konflik
9. Untuk menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain
1.1.4 Jenis –jenis Komunikasi
Ada dua jenis utama dari komunikasi yaitu verbal dan non verbal.
Setiap jenis dapat dipecah lebih lanjut menajdi komunikasi satu arah
maupun dua arah.
Semua hal yang ditulis atau diucapkan termasuk dalam komunikasi
verbal. Interaksi verbal antara/ diantara pimpinan dan bawahan, rekan
sejawat, perawat dan pasien, perawat dana nggota tim kesehatan lainnya
dan sebagainya, membentuk dasar bagi komunikasi verbal. Nota tertulis,
pengumuman dipapan buletin dan pemberitahuan rapat, berita-berita
disurat kabar, permintaan tertulis, tugas tertulis, dan sejenisnya, juga
termasuk komunikasi verbal.
Komunikasi non verbal adalah bahasa tubuh yang tidak diucapkan
dan tidak ditulis tetapi dikomunikasikan dengan kuat melalui gerakan
tubuh. Manusia berkomunikasi non verbal melalui gerakan tubuh, posisi
tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, perubahan jarak, kekerasan dan nada
suara, dan sebagainya. Isi maupun intensitas intraksi antara/ diantara
individu sangat dipengaruhi oleh komunikasi non verbal. Perbedaan antara
apa yang dirasakan dan diucapkan oleh pembicara sering kali
dikomunikasian secara non verbal kepada pendengar. Walaupun
komunikasi non verbal dapat membesarkan, melawan, dan atau
memperluas apa yang dikomunikasikan secara verbal, tetapi komunikasi
non verbal juga dapat berdiri sendiri.
James (1932) mencoba menyusun informasi yang bersedia menjadi
sebuah metode untuk menganalisa tingkah laku. Ia mengatakan bahwa
posisi tubuh yang dimiringkan kedepan mengkomunikasikan sikap positif
terhadap lawan bicara, sedangkan menyandarkan tubuh kebelakang
mengkomunikasikan dikap negatif.
1.1.5 Bagaimana Pimpinan Berkomunikasi
Pimpinan berkomunikasi dalam beberapa cara berikut :
menyampaikan, menjual, berperan serta, mendelegasikan, mendengar,
memberikan dan menerima umpan balik. Gambar 8-3 memperlihatkan
hubungan antara bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan model
kepemimpinan “Ohio State” yang telah dibahas pada bab 5. Model
kepemimpinan menyajikan bagaimana pimpinan berperilaku kepada
bawahannya, pimpimnan berperilaku dengan komunikasi kepada (satu
arah) dan dengan (komunikasi dua arah) bawahannya.
1.1.5.1 Mendengar
Mendengar membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan orang lain, lingkungan dan mengartikan pesan yang terkatakan dan
tidak terkatakan (La Monica, 1979). Davis (1981) menyatakan bahwa
mendengar (hear) menggunakan telinga tetapi mengarkan (listen) adalaj
proses pemikiran. Mendengarkan adalah kemampuan menerima pesan
yang sebenarnya yang dimaksud oleh si pengirim, sejauh kemampuan
meneima pesan yang sebenarnya yang dimaksu oleh si pengirim, sejau
kemampuan manusiawi. Jika pesan dapat diterima secara akurat maka
dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, karena input informasinya
yang jelas. Waktu juga dapat dihemat jika orang mendengarkan, karena
lebih banyak hal (ualitatif maupun kuantitatif) untuk suatu waktu tertentu.
Lebih jauh Davis menekankan bahwa kemampuan mendengarkan dengan
baik mencerminkan kemampuan seseorang dalam bersopan santun dan
merupakan sebentuk pembentukan perilaku yang memungkinkan orang
lain memberi tanggapan dengan mendengarkan dengan lebih efektif.
1.1.5.2 Memberi dan Menerima Umpan Balik
Wang dan Hawkin (1980) menyatakan bahwa komunikasi yang
efektif membutuhkan umpan balik. Tujuan umpan balik adalah
meningkatkan pengertian bersama tentang perilaku, perasaan, dan
motivasi, memfasilitasi pengembangan hubungan yang saling percaya dan
yang saling terbuka diantara manusia, dan memberikan informasi tentang
efek perilaku seseorang kepada orang lain (La Monica, 1979). Umpan
balik juga mempunyai makna “ proses pengaturan kegiatan yang akan
datang yang didasarkan pada informasi tentang penampilan sebelumnya “
(Haynes,Massie,Wallace, 1975,.260). umpan balik dapat berupa verbal dan
atau non verbal.
1.2 Dinamika Kelompok
1.2.1 Tujuan Kelompok
Telah dinyatakan berulang kali pada buku ini bahwa kelompok
harus mempunyai tujuan. Kadang-kadang tujuan ini bersifat formal, dan
kadang tidak formal, misalnya sebuah pertemuan perdebatan sengit untuk
mengeluarkan perasaan tidak puas. Tujuan-tujuan ini menunjukkan tugas
kelompok. Perilaku kelompok adalah bagaimana kelompok sebagi tim
menyelesaikan tugas ini .
1.2.2 Latar Belakang Kelompok
Riwayat dan tradisi kelompok secara langsung berpengaruh pada
hidup kelompok sementara ia berusaha menyelesaikan tugas tugas jangka
pendeknya (Lippit, Seashore, 1980). Tradisi, noerma-norma, prosedur dan
aktivitas harus diteliti dalam hal bagaimana pengaruh mereka ada. Aspek
positif perilaku kelompok masa lalu (aspek dimana pemimpim
mempertimbangkan sebagi memiliki kemungkinan untuk membantu
menyelesaikan tugas ) harus diusakan. Strategi untuk meniadakan dimensi
negatif sebelumnya harus spesifik dan di implementasikan.
1.2.3 Partisipasi Kelompok
Sasaran pemimpin harus membantu penuhnya kemungkinan
partisipasi sistem sumber daya manusia. Mengingat kembali asumsi sistem
terbuka dari von Bertalanffy’s (1968)- kelompok adalah lenih dari jumlah
bagian-bagiannya (Bab 2) makin banyak energi untuk anggota membuat
tim kerja, makin banyak keluaran akan dihasilkan dari kelompok.
Pemimpin harus menggunakan teori motivasi untuk menyelesaikan aspek
penting dari perilaku kelompok ini.
1.2.4 Pola Komunikasi
Area ini meliputin organisasi sosial dari kelompok. Alasan utam
untuk mempelajari pola komunikasi adalah untuk menyimpulkan isu yang
ada pada nggota danmemfokuskan kepada isu tugas secara lebih efektif.
Area yanh harus didiskusikan adalah siapa berbicara dengan siapa, apa
yang dikatakan, bagaimana mengatakannya, perilaku non verbal, dan siapa
mendengarkan siapa (La Monica, 1979, Lippitt, Seashore, 1980).
Jaringan kerja komunikasi berbagai jaringan komunikasi
mempunyai pengaruh pada berbagai variabel, seperti misalnya pada
kecepatan penampilan, keakuratan, kepuasan kerja, kelenturan, dan
sebagainya.
Menurut AT, orang mempunyai tiga status ego, yaitu orang tua,
anak, dan orang dewasa. Status orang tua adalah bagian evaluatif dari kita
semua. Ini adalah hati nurani kita, yang menjadi tempat bagi nila-nilai,
aturan, standart, dan sebagainya. Dua jenis status orang tua adalah orang
tua yang pengasuh dan orang tua yang kritis.
Orang dewasa adalah status ego yang rasional , berorientasi pada
realita.orang dewasa mengatasi masalah dan membuat keputusan dengan
menyeimbangkan status ego anak dan status ego orang tua terhadap realita
lingungan, pada waktu dan tempat tertentu. Gambar 9-2 menunjukkan tiga
status ego dengan subkategorinya.
Ketiga status ego pada manusia pada waktu yang berbeda-beda.
Masalah timbul bila satu atau dua status ego menjadi dominan. Orang
dengan dominan orang tua cenderung untuk meyakini bahwa jawaban
mereka benar, mereka tahu apa yang benar dan salah : orang dengan ego
status dewasayang dominan akan selalu bekerja. Individu dengan dominan
anak, sering kali bersikap egois dalam kelompok dan tidak mempunyai
kecenderungan untuk rasional dan berpikir di luar dirinya.
1.2.5 Kepaduan Kelompok dan Keanggotaan
Lippittdan seashore (1980) melihat kepanduan kelompok sebagai ‘
daya tarik kelompok terhadap anggotanya’ (hal.Lippittdan seashore (1980)
melihat kepanduan kelompok sebagai ‘ daya tarik kelompok terhadap
anggotanya’ (hal.Lippittdan seashore (1980) melihat kepanduan kelompok
sebagai ‘ daya tarik kelompok terhadap anggotanya’ (hal.4). kepanduan
meliputi kemauan anggota untuk menerima keputusan kelompok dan
apakah aktivitas kelompok berdasarkan komitmen untuk tujuan bersama
atau pada perasaan suka atau tidak suka satu sama lain. Dalam kelompok –
kelompok bisa timbul sup-sup kelompok (sering di sebut juga sebagai
’klik’). Biasanya, mereka berdasarkan persahabatan atau kebutuhan
bersama. Bila keinginan kelompok berbagi-bagi di antara anggotanya,
maka dapat terbentuk satu ayau lebih perkumpulan di dalam kelompok.
Idealnya, kelompok harus bekerja bersama sambil tetap mempertahankan
individualitas mereka. (lippitt, seashore, 1980)
1.2.6 Suasana Kelompok
Suasana kelompok adalah nada dan situasi lingkungan yang
diciptakan oleh kelompok. Misalnya apakah anggotanya bersaing, tegang,
sopan, bersahabt, loyo, bersemangat, dan/atau antusias? Menciptakan
suasana kelompok yang positif adalah hal yang penting karena antusias
dan enerji bersifat ‘ menular ‘ dan cenderung bertumbuh membesar.
Sayangnya, suasana kelompok yang negatif juga ‘ menular ‘ dan
bertumbuh membesar ( la monica, 1979)
1.2.7 Norma-Norma Kelompok
Norma – norma kelompok meliputi standart atau aturan dasar
kelompok. Keyakinan dari sebagian besar anggota kelompok biasanya
membentuk norma-norma yaitu “perilaku apa yang harus ada atau harus
tidak ada di dalam kelompok” (Pfeiffer, Jones, 1972, hlm 24). Norma-
norma mungkin ekplisit, implisit, atau berlaku di luar kesadaran anggota.
Seorang pemimpin harus berusaha memfasilitasi kesadaran ini dan sering
memeriksa norma-norma kelompok.
1.2.8 Prosedur Pengambilan Keputusan Kelompok
Prosedur yang digunakan oleh kelompok untuk membuat keputusan
haruslahdipelajari. Scein (1969) mendiskusikan enam cara dimana
kemlompok membuat keputusan :
1. Keputusan dengan kurangnya respon (“plop”). Ini terjadi bila anggota
mengusukan keputusan tanpa adanya diskusi tentang isu yang
bersangkutan dan pilihan-pilihan yang ada, kelompok tidak
mengabaikan ide-ide. Kemudian diusulkan satu ide, dan kelompok
dengan segera memutuskan bahwa itulah yang terbaik. Biasanya
terdapat perilaku yang tersembunyi, yang sering kali berupa kurangnya
komitmen terhadap tujuan dan atau perasaan tidak berdaya dari
anggota. Akibat dari prosedur pengambilan keputusan jenis ini adalah
perasaan negatif tentang diri sendiri dan anggota kelompok lainnya.
2. Keputusan oleh aturan yang berwenang. Wewenang didelegasikan
pada seseorang yang berada dalam posisi kekuasaan yaitu pemimpin.
Jenis pengambilan keputusan ini akan baik apabilan pemimpin
mengkomunikasikan bahwa ia membuat keputusan tetapi
membutuhkan nasehat. Tetapi bila pemimpin mengkomunikasikan
bahwankelompok dapat mengambil keputusan tentang tindakan yang
akan diambil dan kemudian mengakhiri pertemuan dengan
mengabaikan usulan kelompok, maka kelompok dapat merasa menjadi
korban, dengan efek yang negatif untuk jangka panjang.
3. Keputusan oleh aturan masyarakat. Dalam jenis ini, satu atau lebih
orang akan menggunakan teknik menekan untuk mengarahakan sebuah
keputusan. Dan angoota-anggota selebihnya akan merasa tidak
berdaya, putus asa, dan tidak dapat bersuara. Mereka mungkin
bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi.
4. Keputusan oleh aturan mayoritas, pemilihan suara dan atau
mengumpulkan pendapat umum. Ini adalah bentuk pengambilan
keputusan kelompok secara umum. Posisi dari setiap anggota terhadap
akan ditanya baik secara formal atau tidak formal. Anggota dapat
mendukung atau melawan isu, mengajukan resolusi, atau abstain dari
pembuatan keputusan. Prosedur kelompok yang terbaik adalah
menyatakan isunya kemudian memfasilitasi diskusi kelompok tentang
sega segi isu tersebut, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan
keputusan melalui pemilihan suara dan atau pengumpulan pendapat
umum. Bila kelompok harus menerapkan keputusan dalam arti secara
individu merela harus melakukan sesuatu agar tujuan tercapai maka
keputusan kelompok melalui aturan mayoritas bukanlah yang terbaik.
Keputusan melalui konsensus akan lebih baik daripada aturan
mayoritas., karena anggota kelompok akan lebih mungkin untuk
berkomitmen terhadap keputusan dan kurang mungkin bahwa
keputusan atau tugas akan dirusak selama pelaksanaannya.
5. Keputusan oleh konsensus. Ini adalah status psikologis dimana anggota
kelompok melihat alasan dari keputusan dan setuju untuk
mendukungnya. Ini berlangsung dalam situasi dimana beberapa
anggota mungkin lebih atau kurang berkomitmen dibandingkan
anggota lainnya, bahkan mungkin dalam minoritas.
6. Keputusan oleh suara kesepakatan . meskipun sangat diinginkan,
tetapi jenis ini jarang terjadi didalam organisasi. Didalam sidang
pengadilan, haruslah terjadi pengambilan keputusan jenis ini, tetapi
dalam situasi managemen, biasanya cukup dengan konsesnsus.
Peran-peran yang dimainkan oleh pemimimpin dan anggota dalam
sebuah kelompok juga perlu diamati. Hal tersebut akan didiskusikan pada
bagian berikut.
1.2.9 Peran-peran Kelompok
Pemahaman terhadap peran-peran yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat meningkatkan keefektifitas usaha kelompok. Yang sama
pentingnya adalah kesadaran abggota akan bagaimana mereka melihat
peran mereka, mensejajarkannya atau mencocokannya dengan bagaimana
anggapan orang lain terhadap peran mereka. Peran dari pemimpin formal
akan didiskusikan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan daftar peran-peran
umum yang dimainkan oleh semua anggota kelompok (termasuk
pemimpin formal dan tidak formal). Perlu dicatat bahwa anggota
kelompok dapat diamati di dalam satu atau lebih peran selama suatu
pertemuan kelompok.
1.3 Kekuasaan
1.3.1 Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah penerapan kembali atau pengaruh kepada orang
lain atau kepada kelompok. Tetapi, dengan semangat ingin tahu, para
peneliti telah dengan tekun mengspesifikasi teori yang berbeda tentang
kekuasaan sosial.
Peteori masa lalu mendefinisikan Kekuasaan sebagai keuatan atau
kendali yang di sengaja. Peteori meyakinin bahwa kekuasaan timbul dari
pengamatan efek dari interaksi diantara mereka yang terlibat. Simon
(1957) menyebut ini sebagai relasi mempengaruhi yang tidak simetris.
Masih ada pendapat yang lain yang menggambarkan kekuasaan sebagai
sebuah hubungan pertukaran sosial (Adams, Romney, 1959, Blau 1964,
Gouldner, 1960, Harsanyi, 1962, Homans, 1958, thibaut, Kelley, 1959).
1.3.2 Tipe Kekuasaan
Etzioni (1961) memberikan 2 tipe kekuasaan : kekuasaan posisi
dan kekuasaan pribasi. Ia memandang kekuasaan sebagai kemampuan
seseorang untuk menularkan atau mempengaruhi perilau orang lain.
a. Kekuasaan posisi
Kekuasaan posisi berasal dari dalam organisasi. Seorang manager
yang dapat mempenagruhi kelompok untuk mencapai tujuan karena
posisinya didalam organisasi, dikatakan menggunakan kekuatan posisi
(Etzioni, 1961). Hersey dan blanchard (1977) menyatakan bahwa
kekuatan posisi mengalir kebawah dalam suatu organisasi , pimpinan
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak buah,
yang kemudian akan mengulang kembali proses ini. Dengan kata lain,
kekuatan posisi seseorang mungkin berhubungan dengan jumlah
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada dan atau
diambil atasannya. Karena itu memiliki posisi dalam managemen tidak
selalu berarti bahwaseseorang mempunyai kekuasaan posisi.
Aspek penting kekuasaan posisi adalah konsep wewenang atau
otoritas. Bennis (1959) melihat otoritas sebagai “proses dimana
seorang pegawai membuat seorang bawahan untuk bertindak dalam
cara yang diinginkan” (hlm 295). Dengan kata lain, otoritas diberikan
kepada seorang pemimpin ini merupakan hak yang sah ( moloney,
1979) yang dapat atau tidak dapat diberikan oleh para atasan dalam
sebuah organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi dan mengendalikan orang lain dan bukan sebuah
proses. Otoritas adalah soal memiliki alat sedangkan kekuatan adalah
soal menggunakan alat.
b. Kekuasaan Pribadi
Menurut Etzioni ( 1961), kekuasaan pribadi berasal dari
pengikut/anak buah. Ia mengalir keatas kepada seorang pemimpin dan
dengan demikian dihargai oleh anak buah dan mereka akan setia
kepada pemimpin mereka (Hersey, Blanchard, 1977).kekuasaan
pribadi adalah kekuasaan tida formal sedangkan kekuasaan posisi
adalah kekuasaan formal. Kekuasaan tidak formal dapat dilihat dalam
kehidupan sehari hari karena ia dapat diberi oleh anak buah dan juga
dapat diambil (Hersey, Blanchard, 1977). Pemimpin tidak formal
dalam kelompok adalah contoh orang yang telah diberi dan atau telah
mengambil keputusan pribadi.
Pada paragraf sebelum ini telah dibahas bahwa kekuasaan dapat
diberikan dan atau diambil. Setiap orang mempunyai kontrol terhadap
kekuasaanya sendiri memang bukan kontrol total karena ada sistem
interaksi sosial, namun begitu ia tetap mempunyai kontrol. Para atasan
memberikan posisi kekuasaan dengan mendelegasikan otoritas atau
wewenang dan tanggung jawab kepada seorang pemimpin, pemimpin
mendapat kepercayaan atasan dengan sikapnya yang percaya diri,
mampu, berkemauan, dan dapat dipercaya. Anak buah memberikan
kekuasaan pribadi kepada seorang pemimpin mererka membiarkan diri
mereka untuk di pimpin. Seorang pemimpin mendapat kekuasaan
pribadi dengan memperlakukan orang lain dengan hormat, dengan
bersikap adil, dan dengan memiliki menggunakan pengetahuan dan
pengalaman yang perlu untuk memimpin orang lain untuk mencapai
tujuan.
Kekuasaan adalah sebuah tegangan antara atau diantara orang-
orang. Dalam emngatakan bahwaseseorang diberi kekuasaan berada
dalam kendali si pemberi, bukan si penerima. Dalam mengatakan
bahwa kekuasaan diambil berarti si pemberi tidak memilikinya.
Ekuasaan dapat dan selalu hadir secara implisit pada semua bagian dari
suatu sistem. Tetapi bukti perilaku dari keberadaanya, dapat diamati
pada orang-orang yang berbeda dalam berbagai konteks. Semua orang
tidak dapat menggunakan kontol pada waktu yang berbeda dalam
berbagai konteks. Semua orang tidak dapat menggunakan kontrol pada
waktu yang bersamaan setidaknya tanpa perebutan kekuasaan yang
besar dan disfungsional.
Etzoni (1961) dan Machiaveli (1950) percaya bahwa yang terbaik
adalah memiliki kekuasaan posisi dan kekuasaan pribadi sekaligus
artinya ditakuti dan dicintai pada saat yang sama. Apa yang terjadi bila
kombinasi ini tidak mungkin terjadi ? Hersey dan Blanchard (1977)
mengatakan bahwa bila seseorang tidak dapat memimilki kedua jenis
kekuasaan tersebut, maka kekuasaan pribadi saja akan lebih baik dari
pada kekuasaan posisi saja. Pengarang ini cenderung menyetujui
pernyataan ini seorang pemimpin akan segera menjadi tidak berdaya
bila anak buahnya secara kolektif memilih untuk tidak mengikutinya.
Machiavelli (1950) percaya bahwa hubungan yang berdasarkan rasa
takut akan hukuman (posisi kekuasaan) cenderung untuk bertahan
lebih lama daripada hubungan yang berdasarkan rasa cinta karena
hubungan cinta dapat diakhiri dengan cepat tanpa hukuman atau
penghargaan. Sedangkan pengakhiran hubungan yang berdasarkan rasa
takut akan hukuman haruslah ada “harga” yang harus dibayar.
Meskipun manager kontemporer tidak mengikuti pedoman Machiavelli
sebagai prinsip untuk perilaku mereka, namun machavelli telah
membuat pernyataan yang perlu diwaspadai oleh semua manager.
1.3.3 Sumber-sumber Kekuasaan
Kekuasaan berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber ini juga
disebut dasar-dasar kekuasaan (Hersey, Blanchard, 1977, Stogdill, 1974).
Tiap sumber akan dibahas secara terpisah meskipun seorang pemimpin
dapat memiliki dan menggunakan beberapa sumber pada waktu yang
sama.
a. Kekuasaan yang dipaksakan. Sumber kekuasaan ini didasarkan pada
rasa takut. Kepatuhan dtimbulkan karena kegagalan untuk patuh akan
mengakibatkan hukuman atau ancaman (French, Raven, 1959).
b. Kekuasaan hubungan. Seorang pemimpin dengan kekuasaan hubungan
mempunyai ikatan dengan orang-orang yang berpengaruh dan penting
di dalam dan luar organisasi. Dengan mematuhi pemimpin, anak buah
percaya bahwa mereka akan mendapat keuntungan dengan orang-
orang penting yang mempunyai hubungan dengan pemimpin
mereka(Hersey, Blanchard, Natemeyer, 1979).
c. Kekuasaan imbalan. Ini didasari pada keyakinan anak buah bahwa
pemimpin dapat meberikan imbalan bagi mereka. Kepatuhan pada
strategi pemimpin akan menimbulkan imbalan seperti meningkatnya
gaji, pengakuan, dan sebagianya (French, Raven, 1959).
d. Kekuasaan yang sah. Berdasarkan pada posisi seorang pemimpin, anak
buah percaya bahwa pemimpin mempunyai hak untuk mempengaruhi
mereka, dengan demikian mereka rela untuk mengikuti. Maka tinggi
posisi seseorang, makin sahlah kekuasaan yang ia miliki.
e. Kekuasaan kehormatan. Sumber ini berdasarkan pada sifat kepribadian
pemimpin, ini merupakan sebagian dari kekuasaan pribadi seseorang.
Seorang pemimpin yang dikagumi, disukai, dan dibanggakan dapat
menimbulkan kepatuhan dari anak buahnya(French, Raven, 1959).
f. Kekuasaan informasi. Kekuasaan informasi didasarkan pada pemilikan
atau akses informasi. Ini dapat memengaruhi orang karena ia percaya
bahwa keputusan aakn membuat ia mendapat informasi- anak buah
sering meempunyai keputusan untuk menjadi ‘ bagian dari sesuatu’
(raven, runglanski, 1975)
g. Kekuasaan keahlian – kompentensi- yaitu pengetahuan, keahlian,
kentrampilan- memberikan kekuasaan ahli. Anak buah dipengaruhi
karena pemimpin mereka memiliki kemampuan untuk membantu
penyelesaian tugas pekerjaan mereka (french, raven, 1959).
Meskipun sumber – sumber kekuasan didiskusikan secara terpisah,
tetapi mereka berhubungan satu sama lain. Kekuasaan yang di pasaksakan
dan kekuasaan penghargaan adalah dua ujung dari dua retangan yang
sama; seorang pemimpin dapat memberikan penghargaan pada yang
mereka yang patuh dan menghukum mereka yang tidak patuh. Wewenang
semacam ini mungkin di peroleh sebagai akibat alami dari sebuah posisi,
yaitu kekuasanyang sah. Kekuasaan kehormatan dan kekuasaan ahli
terdapat di dalam diri seseorang dan karenanya dapat di sebut sebagai
kekuasaan pribadi. Kekuasaan hubungan dapat melibatkan posisi atau
dapat merujuk pada mereka yang berhubungan dengan pemimpin, terlepas
dari posisi yang di milikinya. Karena itu kekuasaan hubungan dapat
sekaligus merupakan kekusaan pribadi dan kekuasaan posisi karena
seorang pemimpin dapat memiliki akses informasi karena posisi yang
didudukinya atau karena alasan- alasan pribadi. Tabel 11-1 merupakan
sebuah daftar sumber dan tipe kekuasaan.
1.3.4 Penggunaan Kekuasaan
Literatur keperawatan penuh dengan anjuran bahwa kekuasaan
harus menjadi aspek penting dari kepribadian para pemimpin (Courtade,
1978, Masson, 1979, Peterson, 1979, Shiflett, McFarland, 1978). Para
pemimpin perawat harus mengetahui kekuasaan dan menggunakannya.
Selain sumber-sumber dari mana kekuasaan didapatkan, pemimpin
perawat dapat menerapkan strategi kekuasaan untuk mencapai tujuan.
a. Hukum dan peraturan dapat digunakan untuk menghambat
upaya anak buah untuk melakukan perubahan yang tidak
sejalan dengan tujuan tertentu (Claus, Bailey, 1977, Sceff,
1961).
b. Konfrontasi langsung dalam soal soal nyata dan angka-angka
adalah usaha yang dapat digunakan untuk mendorong ke arah
tujuan yang diinginkan (Peterson, 1979)
c. Sifat kepribadian yang menarik dapat diperbesar ketika
menjual diri untuk posisi karena penelitian menunjukkan
bahwa makin menarik dan ramah seseorang, akan makin besar
daya pengaruhnya terhadap orang lain (Claus, Bailey, 1977.
d. Koalisi atau kelompok gabungan, dibentuk sehingga berbagai
sumber daya dapat dikumpulkan dan muncul front kesatuan.
Kelompok ini dapat digunakan untuk mengatasi perlawanan
(Claus, Bailey,Peterson, 1979).
e. Ruang sosial adalah fenomena yang diteliti oleh korda (1975).
Posisi dan pengaturan meja dan kursi dapat menjadi strategi
untuk mendapatkan kekuasaan. Duduk dengan lapang
dibelakang sebuah meja sementara menempatkan seorang tamu
atau anak buah di area yang sempit akan menurunkan
kenyamanan psikologis dari si tamu. Berada di “ tengah-tengah
segalanya” juga menghasilkan kekuasaan karena adanya akses
terhadap informasi.
f. Sikap asertif adalah metode komunikasi yang kuat yang
diketahui dan dugunakan oleh orang-orang dalam interaksi
sehari hari. Hal ini sangat penting dalam kepemimpinan dan
managemen dan akan di bahas pada bab berikut.
1.3.5 Kekuasaan dalam Profesi Keperawatan
Leininger (1977) menyatakan bahwa “tidak ada bidang yang sangat
terlibat dengan kekuasaan, politik, dan teritorialitas seperti bidang
keperawatan”. Ia memahami kebutuhan akan pemimpin yang kuat dan
dinamis dalam sistem pendidikan, sistem pelayanan, dan kelompok-
kelompok pembuat kebijakan. Ketiga sistem ini sesungguhnya merupakan
subsistem didalam struktur kekuasaan keperawatan.
Tiga komponen utama dari profesi keperawatan adalah
pendidikan , pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan. Tetapi, ketiga
kelompok ini saling bergerak ke arah satu sama lain, meskipun mereka
memiliki fungsi yanag mandiri. Kekuasaan posisi meningkat saat
seseorang bergerak dari bagian paling bawah subkelompok ke puncak dari
subkelompok yang sama .
1.4 Menjadi Asertif
1.4.1 Apakah Sifat Asertif Itu ?
Tidaklah mengherankan bila banyak orang yang menganggap
asertif mempunyai arti yang sama dengan agresif. Menurut rumusan-
rumusan yang ada di kamus, mereka dikatakan sebagai sinonim. Tetapi
para profesional yang mendidik sikap asertif pada orang-
orang,memberikan arti yang berbeda pada kedua kata tersebut. Sebuah
rentangan yang menunjukkan letak dari sikap asertif, tergambar pada
Gambar 12-1.
Komunikasi pasif adalah sebuah komunikasi dimana kebutuhan,
einginan, hasrat, atau kekhawatiran seseorang tidak diungkapkan secara
eksplisit, biasanya karena pengirim meyakini bahwa penerima pesan
menginginkan sesuatu yang lain, atau pengirim secara sadar atau tidak
sadar merasa bahwa penerima bertanggung jawab untuk memahami atau
mebaca pikiran.
Komunikasi agresif melibatkan pembebanan kebutuhan, keinginan,
hasrat atau kekhawatiran seseorang kepada orang lain. Dalam komunikasi
yang asertif selalu terdapat dua pemeran, dua orang dapat mengungkapkan
kebutuhan, keinginan, atau hasrat, kekhawatiran mereka, dan terdapat
kesempatan bagi keduanya untuk saling mendengar dan berespon secara
tidak defensif. Pesan yang asertif adalah pesan yang terbuka yang
membantu atau meningkatkan komunikasi yang efektif, pemahaman, dan
atau kedekatan.
Jarang orang melulu pasif, asertif, atau agresif, pesan biasanya
berkaitan dengan konteksnya. Jadi, mungkin saja semisal staf perawat
yang sangat terdiam terhdap pengawasnya di tempat kerja, ternyata
bersikap jelas, tegas, dan percaya diri terhadap anggota keluarganya,
pendidikan anak-anaknya, dan montir di bengkel di dekat rumahnya.
Pengawas yang sama, yang merupakan seorang administrator yang efektif,
bisa saja mengalami kesulitan untuk mengembalikan baju ke toko, untuk
mengubah pesanan di restoran, atau meminta bantuan kepada anggota
keluarga. Untuk menggabungkan berbagai kesempatan bagi seseorang
agar ia bisa menjadi asertif, Alberti (1977) telah mengembangkan sebuah
model untuk membedakan perilaku asertif yang disebut CRIB, singkatan
dari “ Context, Response, Intent, dan Behavior”
1.4.2 Mengapa Sikap Asertif Diperlukan ?
Pesan-pesan agresif dan pasif keduanya adalah merugikan, kadang-
kadang hanya merugikan percakapan tetapi sering kali juga merugikan
relasi. Komunikasi pasif membiarkan pengirim atau penerima pesan
dengan pikiran-pikiran atau perasaan yang masih memerlukan ungkapan,
ini sering menimbulkan keyakinan atau kebencian bahwa seseorang telah
salah mengerti atau bahwa apa yang dikatakan tak ada akibatnya pada
orang lain. Meskipun ada bukti kebencian, tetapi sumbernya tidak jelas.
Pesan pasif adalah komunikasi yang tidak lengkap, sehingga tidak
membantu orang lain untuk mengerti kebutuhan, keinginan, hasrat,
kekhawatiran, atau membatasi pemahaman kepada si pengirim. Agenda
tersembunyi dibalik pesan pasif sering merupakan ketidakmauan untuk
bertanggung jawab terhadap masalah yang ditangani, keinginan untuk
diasuh, berbagai harapan yang tidak realistik (“Jika ia benar-benar sayang
pada saya, ia akan tahu apa yang saya butuhkan”), atau ketidakmauan
untuk menerima akibat atas tindakannya sendiri.
Perilaku agresif mempunyai efek merugikan yang langsung dan
jelas terlihat pada korbannya, sehingga kadang-kadang tidak teramati oleh
si agresor. Perilaku agresif cenderung menimbulkan reaksi “Fight atau
Flight” (melawan atau melarikan diri), orang memberikan respon dengan
agresi yang sama atau lebih besar, atau menarik diri. Pada kedua kasus
reaksi ini, agresor seharusnya peka terhadap kenyataan bahwa ia
sedikitnya bertanggung jawab terhadap reaksi yang terjadi tetapi, kepekaan
ini sangat jarang ada pada saar agresi tersebut.
Kepasifan yang lama, sering menjurus ke ledakan agresi jika
terjadi rangsangan yang “tepat” atau seperti pepatah “jerami yang
mematahkan punggung unta”. Pada saat tersebut, tidak lagi ada waktu
untuk diskusi dan mediasi. Pernyataan “saya telah muak, dan saya telah
berhenti”, dapat menunjukkan telah menumpuknya kebencian yang
diakibatkan dari kepasifan. Jelas bahwa tidak terdapat banyak kesempatan
untuk tawar menawar karena orang yang membuat pernyataan ini sudah
“bangkit dan pergi”.
Perilaku asertif diperlukan, sedikitnya jika dilihat dari dua sudut
pandang :
a. Ini menunjukkan komunikasi yang terbuka, dewasa, dan
langsung, yang memungkinkan orang lain untuk melihat dan
mengetahui perasaan seseorang, serta meningkatkan harga diri
(Percell, 1977) dan
b. Merupakan cara yang tidak terlalu mahal untuk menciptakan
hubungan antar pribadi yang efektif daripada perilaku pasif
atau agresif.
1.4.3 Perilaku Asertif pada Perawat
Kebutuhan untuk perilaku sikap asertif bagi para perawat telah
banyak dicatat, baik melalui praktek keperawatan dilangan maupun secara
tertulis di literatur (Clark, 1978, 1979, Marriner, 1979, Pardue, 1980).
Tetapi, ungkapan akan kebutuhan ini selama ini terbatas untuk kepala dan
manager perawat. Terdapat alasan untuk meyakini bahwa staf perawat,
terutama pada permulaan karir mereka, dapat memperoleh keuntungan dari
latihan sikap asertif, khususnya karena kebanyakan perawat adalah wanita,
yang sering kali merupakan korban dari semua akibat sosialisasi peran
seksual, yang dilaksanakan untuk menghambat perilaku asertif
(Jaubowski-Spector, 1973). Lebih jauh lagi, bila perilaku asertif dipelajari
sejak awal karir seseorang perawat, maka terdapat kemungkinan yang
lebih besar untuk berkembang selama berjalannya waktu. Perilaku yang
dewasa ini memampukan seseorang untuk menjadi calon yang lebih baik
di posisi administrasi dan menjadi lebih efektif pada posisi seperti itu.
Karakteristik pekerjaan keperawatan sedang berubah, sehingga
tercipta tuntutan untuk tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar
pada semua tingkat profesi keperawatan. Kebutuhan ini merubah konsep
peran dan konsep diri profesional dari para praktisi keperawatan.
Super (1957) mengatakan bahwa pemilihan karir adalah sebuah
cara untuk implementasi konsep diri seseorang. Karenanya, keterlibatan
dengan pekerjaan yang memungkinkan ungkapan diri dan yang sesuai
dengan nilai-nilai pribadi dapat menjadi sebuah fungsi dan gaya
kepribadian, selain juga merupakan sumber dan kesempatan. Meskipun
terdapat banyak alasan untuk memilih keperawatan sebagai karir, tetapi
motif utama seseorang adalah kesempatan untuk menolong orang lain. Di
masa dulu, perawat menerima saja tuntutan untuk kepatuhan yang tidak
dapat dipertanyakan, bertahannya posisi seseorang di dalam hirarki, dan
ketergantungan bawahan pada atasan. Akar sejarah keperawatan telah
menimbulkan pandangan yang meluas tentang perawat sebagai tangan
kanan dokter, lebih bersifat pelaku dari pada pemikir, dan lebih bersifat
reaktor dari pada inisiator (Keller, 1973).
Beralasanlah untuk menduga bahwa orang yang tertarik pada
pandangan lama tentang keperawatan akan sulit menyesuaikan diri pada
tuntutan yang baru dan merubah perilaku mereka untuk lebih berinisiatif,
lebih tabah, dan lebih menggunakan wewenang diri dalam pengambilan
keputusan. Setiap anggota profesi keperawatan yang sedang bertumbuh ini
terlibat dengan perjuangan untuk meningkatkan profesionalisme. Juga
dapat diduga bahwa penigkatan profesionalisme ini akan mendapat
hambatan dari para dokter, administrator rumah sakit, dan pasien yang
sering kali masih mempertahankan pandangan lama tentang keperawatan.
Melanjutkan paragraf yang sebelumnya, terdapat beberapa alsan
mengapa pelatihan sikap asertif menarik minat para perawat :
a. Para perawat yang lebih menyukasi sikap reaktif mungkin perlu
lebih mengenal dan mahir dalam keterampilan dan bahsa yang
lebih aktif berpartisipasi dalam pekerjaan mereka
b. Mereka yang mendukung peran perawat yang profesional dan
primer mungkin akan menemukan bahwa pelatihan sikap
asertif akan berguna untuk memungkinkan perkembangan
sikap sikap perilaku keperawatan yang bertanggung jawab,
serta keterampilan komunikasi yang efektif
c. Para profesional keperawatan yang peduli pada pandangan
masyarakat terhadap keperawatan mungkin dapat menemukan
car untuk mengkomunikasikan sikap-sikap dan harapan-
harapan mereka dengan lebih jelas.
1.5 Perubahan
1.5.1 Tingkat-Tingkat Perubahan
Setelah suatu masalah di analisa, termasuk penggambaran lapang
kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan
siklus perubahan akan dapat berguna. Hersey dan Blanchard (1977)
menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkat perubahan : pengetahuan,
sikap, perilaku individual dan perilaku kelompok .
Perubahan dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan
yang paling mudah dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca
buku, atau mendengarkan dosen yang baik. Struktur sikap digerakkan oleh
emosi dengan cara yang positif dan atau negatif. Karenanya, mereka lebih
sulit berubah daripada pengetahuan. Dilihat dari tingkat kesulitan yang
berikutnya adalah perilaku individual. Misalnya, seorang manager
mungkin mengetahui dan mengerti tentang keperawatan primer, dan
menyukainya, tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilaku karena
berbagai alsan, seperti merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
Perilaku kelompok adalah yang paling sulit untuk diubah karena
melibatkan banyak orang. Mencoab mengubah kebiasaan, adat istiadat,
dan tradisi juga sangat sulit (Hersey, Blanchard, 1977).
Dua siklus perubahan dikenali dari empat tingkat perubahan :
perubahan partisipasif dan perubahan yang diarahkan atau perubahan
paksaan (Hersey, Blanchard, 1977).
a. Perubahan Partisipatif
Siklus perubahan partisipatif terjadi bila perubahan berlanjut
dari pengetahuan ke perilaku kelompok, seperti ditunjukkan
dalam gambar 13-5. Pertama-tama kepada anak buah
disediakan pengetahuan, dengan maksud bahwa mereka akan
mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian
menduga bahwa orang berperilau berdasarkan sikap-sikap
mereka, maka seorang pemimpin akan menginginkan bahwa
hal ini memang benar. Sesudah orang-orang berperilaku dalam
cara tertentu, maka orang-orang ini menjadi guru dan
karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan maka perilaku kelompok cenderung
juga berubah. Siklus perubahan partisipatif dapat digunakan
oleh pemimpin dengan ekuasaan pribadi dan atau kekuatan
posisitif. Perubahan ini bersifat lambat dan secara evolusi,
tetapi ini cenderung tahan lama karena anak buah umumnya
meyakini apa yang mereka lakukan perubahannya tertanam
secara intrinsik dan bukan merupakan tuntutan ekstrinsik
(Hersey, Blanchard, 1977).
b. Perubahan diarahkan (Paksaan)
Gambar 16-6 menunjukkan bahwa perubahan yang diarahakan
terjadi dalam arah yang berlawanan dari perubahan partisipatif.
Dengan menggunkaan kekuasaan posisi, managemen lebih
tinggi memberikan arah tentang model perilaku untuk sistem
dari masalah, aktualnya seluruh organisasi dapat menjadi
fokus. Perintah disusun dan anak buah diharapkan untuk
memenuhi dan mematuhinya. Harapan manager yaitu bahwa
setelah anak buah melihat rencana dilaksanakan, mereka akan
mengembangkan sikap positif tentang hal tersebut dan
kemudian mendapatkan pengetahuan lebih lanjut. Jenis
perubahan ini bersifat berubah-ubah, cenderung menghilang
bila manager tidak menerapkannya (Hersey, Blanchard, 1977).
Kekuasaan posisi penting dalam siklus ini.
1.5.2 Proses Perubahan
Lewin mengenali ada 3 tahap dalam proses perubahan yaitu :
a. Mencairkan bekuan
Ini melibatkan penghancuran cara normal yang melakukan sesuau
memutus pola-pola, kebiasaan , dan rutinitas sehingga orang siap
untuk menrima alternatif baru (Hersey, Blanchard, 1977)
b. Perubahan
Kepatuhan terjadi bila perubahan didesakkan oleh seseorang dengan
kekuasaan posisi yang memanipulasi imbalan dan hukuman.
Identifikasi berarti bahwa model peran untuk perilaku yang baru sudah
tersedia dan individu belajar untuk mengidentifikasi dirinya dan
berusaha untuk menyerupainya.
c. Membekukan kembali
Pembekuan terjadi bila perilaku baru sudah menjadi bagian dari
kepribadian seseorang. Perilaku terjadi karena seseorang mempunyai
pengetahuan sikap positif, dan penglaman dengan perilaku baru ini.
1.5.3 Strategi Perubahan
Masalah masalah perubahan dapat dilakukan pendektan oleh individu dan
kelompok dengan berbagai cara, dan setiap strategi yang dilakukan oleh
pemimpin adalah unik strategi seseorang tidak, tidak dapat dan tidak akan
hadir kembali dalam bentuk yang persisi sama. Strategi biasanya gabungan
dari berbagai macam metode, model, dan substrategi yang digunakan oleh
pemimpin.
a. Strategi persahabatan
Setiap orang diperlalukan secara setara dan penekanan ditekankan
kepada pembangunan tim didalam kelompok, mengenal anggota
kelompok, dan membangun ikatan sosial di antara anggota. Strategi ini
ideal untuk anak buah yang mempunyai kebutuhan dan harga diri
sosial yang tinggi.
b. Strategi politis
Strategi politis berarti mengidentifikasi struktur kekuasaan formal dan
informal. Setelah struktur ini di identifikasi, dilakukan upaya untuk
mempengaruhi mereka yang berada pada kekuasaan. Anggapan dasar
dari strategi ini adalah sesuatu akan dicapai bila orang-orang yang
berpengaruh dalam sebuah sitem mau melaksankannya.
c. Strategi ekonomis
Tekanannya adalah pada mendapatkan atau mengendalikan materi.
Dengan sumber daya materi, apapun dan siapapun dapat dipengaruhi
yaitu, membeli dan menjual. Perlibatan hal ini ke dalam kelompok
sering didasarkan pada pemeilikan atau pengendalian sumber-sumber
daya yang dapat dijual. Pengumpul dana sering menggunakan strategi
ini.
d. Strategi akademis
Pada strategi akademis, pengetahuan dan pendalaman pengetahuan
merupakan pengaruh primer. Anggapan dasarnya adalah bahwa orang
adalah logis, rasional, dan objektif, bahwa keputusan yang didasarkan
pada apa yang dianjurkan oleh penelitian adalah jalan yang terbaik
untuk diikuti.
e. Strategi teknis
Metode ini memunngkinkan perubahan pada orang yang cenderung
untuk mengabiakn subjek subjek dengn memperhatikan lingkungan
sekitar. Karenanya ini merupakan pendekatan sosiologis dengan
anggapan dasar bahwa bila lingkungan sekelilingnya berubah maka
orang dalam lingkungan tersebut akan berubah.
f. Strategi militer
Kekuatan fisik dan ancaman nyata adalah nama nama permainan ini.
Istilah istilah seperti “berkuasa dengan tangann besi “ dan “
menjalankan perahu sempit” menggambarkan iklim dari lingkungan
ini. Kekuasaan posisi digunakan dalam bentuk ancaman dan hukuman
bila keinginan pimpinan tidak dipatuhi.ini adalah strategi struktur
tinggi.
g. Strategi konfrontasi
Pendekatan ini menimbulkan konflik non kekerasan dan non fisik
diantara orang-orang. Dengan melakukan ini, seorang pemimpin
mendesak orang untuk mendengar dan melihat apa yang terjadi pada
situasi.tujuannya adalah bahwa setelah orang menyadari apa yang
terjadi, selanjtnya akan ada perubahan.
1.5.4 Penolakan Terhadap Perubahan
Istilah agen perubahan saja dapat menimbulkan sikap
mepertahankan diri pada subyek-subyek perubahan dan dapat menakutkan
si gen perubahan. Tak seorangpun benar benar ingin berubah, karena
orang menyukai perilaku kenyamanan dari perilaku yang telah dilakukan
di masa sebelumnya.
Untuk mengatakan bahwa orang akan berubahn atau bahwa
seseorang adalah agen perubahan akan menimbulkan penolakan. Davis
(1981) menjelasan penolakan ini sebagai salah satu dari dua jenis : yaitu
penolakan yang berdasarkan pada perlawanan rsional terhadap perubahan
dan penolakan yang berdasarkan pada emosi dan hasrat yang egois. Pada
penolakan jenis pertama, anak buah dapat meyakini dan memberian bukti
dari hal yang mereka yakini bahwa “ biaya “ perubahan akan lebih besar
dari pada manfaatnya. Istilah biaya digunakan secara harfiah dan simbolik.
Pada pertahanan jenis kedua, anak buah mengabaikan manfaat dari hasil
perubahan karena kebutuhan pribadi dan ketakutan mereka.
1.5.5 Mengahadapi Penolakan Terhadap Perubahan
Salah satu cara terbaik melawan penolakan terhadap perubahan
adalah dengan meyakini bahwa perubahan proses alami yang terjadi secara
kontinu dalam hidup setiap orang pada setiap menit. Sebutan perubahan
adalah kutil yang membandel proses perubahan adalah seperti regenerasi
sel ini terjadi tanpa kesadaran kognitif, dan tak seorang pun benar benar
merasakannya. Manager harus melkukan pekerjaan mereka, memimpin
orang, dan melupakan sebutan. Perubahan akan terjadi.
1.6 Managemen Waktu
1.6.1 Filosofi Waktu
Waktu yang telah didefinisian oleh arnold sebagai sebuah sistem
referensi untuk pemahaman dan penggambaran kejadian dan urutan
peristiwa-peristiwa. Waktu juga adalah sumber daya yang tidak dapat
disimpan atau ditimbun tidak dapat dinyalakan atau dimatikan. Menurut
Drucker, waktu begitu penting, sehingga hal apapun lainnya tidak akan
bisa diatur, jika tidak dapat mengatur watu.
1.6.2 Jenis waktu
Seorang pemimpin mempunyai 2 jenis waktu yaitu waktu khusus
dan waktu manajerial. Waktu khusus meliputi tanggung jawab yang harus
dilakukan sendiri. Ini tidak mengesampingkan kebutuhan masukan dari
orang lain, seperti yang diperlukan oleh tugas. Ini hanya berarti bahwa
aktivitas harus dilakukan, biasanya dilakukan sendiri oleh pemimpin.
Waktu manajerial adalah waktu yang dibagikan atau diberikan
kepada orang lain didalam sebuah sistem hal ini melibatkan beberapa
tahap interaksi diantara orang-orang. Waktu manajerial dapat dibagi lagi
kedalam waktu respon dan waktu pilihan bebas. Waktu respon biasanya
melibatkan aktivitas aktivitas seperti bicara ditelpon dengan penelpon atau
menelpon kembali, menerima tamu kantor, menghadiri rapat ,dan
memerika keliling. Walaupun waktu pilihan bebas ada hubungannya
dengan aktivitas aktivitas yang menyarankan atau meminta respon tetapi
pemimpin mempunyai pilihan untuk menentukan apakah ia akan bertindak
sesuai atau tidak sesuai dengan permintaan. Mungkin saja waktu dapat
digunakan untuk aktivitas lain.
1.6.3 Proses Managemen Waktu
Proses managemen waktu adalah perluasan dari metode pemecahan
masalah.
Seseorang pertama tama harus melihat situasinya saat ini pada
lingkungan pribadi dan profesional. Seseorang harus bersikap dan
menjawab pertanyaan dimana posisinya dalam area area yang penting.
Kemudian dengan proyeksi yang masuk akal tentang kondisi-kondisi
lingkungan yang akan ada dibeberapa periode waktu yang berbeda satu
bulan, satu tahun, lima tahun dan apa yang dihasilkan dari pemikiran ini
seperti pembaca tahu, adalah masalah tujuan. Sasaran-sasaran yang
mengalir tujuan menggambarkan hasil yang diinginkan.
Setelah sasaran ditentukan mereka harus diatur bersadasarkan
prioritas, lalu kembangkan alternatif strategi untuk mencapai sasaran-
sasaran ini. Strategi ini akan memperhatikan bagaimana sasaran akan
dicapai.
1.6.4 Teknik Managemen Waktu
Bagian ini terdiri dari berbagai teknik untuk menyerang “ para pasit dan
piranha” . tiap topik dijelaskan secara terpisah .
a. Komitmen pribadi untuk perbaikan
b. Memutuskan apa yang tidak perlu dilakukan
c. Belajar mengatakan tidak
d. Mencatat bagaimana waktu digunakan
e. Perencanan penggunaan waktu
f. Memerangi kebakaran versus mencegah kebakaran
g. Waktu utama
h. Membuat program blok waktu
i. Mengatur ruang kerja
j. Memo itis
1.7 Menghadapi Konflik
1.7.1 DEFINISI KONFLIK
Deutsch (1969) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan
atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran,
hasrat, dan perilau seseorang terancam. Gangguan ini mengakibatkan
ketidak-cocokan perilaku yang mengganggu pencapaian tujuan. Douglass
dan Bevis (1979) menyatakan bahwa konflik adalah perjuangan diantara
kekuatan-kekuatan interdependen. Perjuangan ini bisa terjadi di dalam
individu (konflik intrapersonal) atau di dalam kelompok (konflik
intragrub) (Nielsen, 1977).
Karena konflik selalu ada, seorang pemimpin mempunyai kekuatan
untuk menggerakkan konflik ke penyelesaian yang bersifat membangun
(konstruktif) atau bersifat merusak (destruktif). Pada pendekatan
konstruktif, hasilnya mengakibatkan pertumbuhan individu dan/atau
kelompok, peningkatan kesadaran dan pemahaman diri dan orang lain, dan
perasaan positif kearah hasil interaksi. Resolusi destruktif mengakibtakan
pengembagan konflik dan perasaan negatif terhadap diri dan/atau orang
lain.
1.7.2 Tipe Konflik
Konflik timbul di dalam, di antara, dan antara orang-orang akibat
adanya perbedaan pada kenyataan, definisi, pandangan, otoritas, tujuan,
nilai, dan kendali. Konflik dalam organisasi secara struktural dapat
dikategorikan sebagai konflik vertikal atau horizontal (Marriner, 1979a).
Konflik vertikal meliputi perbedaan di antara pemimpin dan anak buah.
Hal ini sering diakibatkan oleh buruknya komunikasi dan kurang
penyebaran persepsi tentang harapan akan perilaku yang tepat untuk peran
diri sendiri dan/atau orang lain. Konflik horizontal adalah garis konflik
antara staf dan ada hubungannya dengan praktik, keahlian, otoritas, dan
sebagainya. Sering berupa perselisihan antara departemen.
1.7.3 Penyebab Konflik
Literatul keperawatan penuh dengan diskusi tentang faktor-faktor
predisposisi dari konflik (Douglass, Bevis, 1979; Filley, 1980; Nielsen,
1977). Edmund (1979) menyebutkan sembilan faktor umum berikut yang
tampaknya berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab:
1. Spesialisasi : Sebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk tugas
teetentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari
kelompok lain. Seringkali akibatnya adalah konflik antar kelompok.
2. Peran yang bertugas banyak : Peran keperawatan membutuhkan
seseorang untuk dapat menjadi seorang manajer, seorang pemberi
asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan antara manusia,
seorang negosiator, seorang penasehat, dan sebagainya. Setiap sub-
peran dengan tugas-tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda
yang dapat menyebabkan konflik.
3. Interdepedensi peran : Peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi
tidak akan serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang
multidisiplin. Pada tim multidisiplin, tugas seseorang perlu
didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing untuk area-
area tertentu.
4. Kekaburan tugas : Ini diakibatkan oleh peran mendua dan kegagalan
untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu
tugas pada individu atau kelompok.
5. Pembedaan : Sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi
perilaku sikap, emosi, dan kognitif orang-orang ini terhadap peran
mereka bisa berbeda. Ini menimbulkan konflik, terutama dalam
kegiatan pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
6. Kekurangan sumber daya : Persaingan untuk uang, pasien, dan jabatan
adalah sumber absolut dari konflik antar pribadi dan antar kelompok.
7. Perubahan : Kapanpun terjadi perubahan, maka konflik berada tidak
jauh di belakangnya. Saat perubahan menjadi lebih tampak dan/atau
mengancam, maka kemungkinan dan kedalaman konflik akan
meningkat secara proporsional.
8. Konflik tentang imbalan : Bila orang mendapat imbalan secara
berbeda, maka sering timbul konflik, kecuali jika mereka terlibat
dalam pembuatan sistem imbalan tersebut.
9. Masalah komunikasi : Sikap mendua, penyimpangan persepsi,
kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak
benar, semuanya dapat menyebabkan konflik.

Konflik ada di dalam orang dan di dalam kelompok, meskipun


dapat disebutkan secara umum, tetapi penyebab konflik adalah unik.
Bagian berikut berisi bahasa tentang proses konflik.

1.7.4 Proses Konflik


Filley (1980), menyimpulkan dari tulisan Corwin (1969), Fink
(1969), Pondy (1967, 1969), Walton dan Dutton (1969), dan Schmidt*,
menggambarkan enam tahap proses konflik:
1. Kondisi-kondisi yang mendahului adalah penyebab-penyebab
konflik yang telah didiskusikan pada bagian sebelumnya dari bab ini.
2. Konflik yang dipersepsi adalah pengenalan kondisi-kondisi yang ada
diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri yang dapat
menyebabkan konflik. Konflik yang dipersepsi bersifat logis , tidak
personal, dan objektif.
3. Konflik yang dirasakan adalah bersifat subjektif karena orang
merasa ada konflik relasi. Perasaan ini sering digambarkan sebagai
ancaman, permusuhan, ketakutan, dan/atau ketidakpercayaan.
4. Perilaku yang dinyatakan dapat mengambil bentuk sebagai agresi,
pasif, asertif, persaingan, debat, atau pemecahan masalah. Konflik
yang dipersepsi dan/atau yang dirasakan pada umumnya berakibat
dalam tindakan perilaku aktual yang tampak.
5. Penyesalan atau penekanan konflik, langkah berikut dalam proses
konflik, adalah mengakhiri konflik baik, dengan perjanjian diantara
yang terlibat atau melalui penaklukan salah satu pihak. Pada konflik
persaingan, peraturan akan menentukan hasil konflik.
6. Penyesalan akibat konflik adalah “warisan” yang tertinggal pada
akhir siklus ini perasaan, keyakinan, hadiah, dan sebagainya.
Kadang-kadang sisa ini disebut konsekuensi. Karena konflik dialami,
maka proses belajar terjadi di dalam diri seseorang dan proses
belajar yang negatif maupun positif dapat menjadi kondisi
pendahuluan untuk konflik di tempat dan waktu lain.

1.7.5 Penyelesaian Konflik


Sekarang setelah orang memahami bagaimana proses konflik, apa
yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memfasilitasi
penyelesaian konflik yang positif ? Para pengarang di dalam maupun di
luar profesi keperawatan menawarkan sejumlah besar ide untuk membantu
kelompok untuk menyelesaikan konflik. Pengarang ini tidak meyakini satu
atau dua cara terbaik untuk menyelesaikan atau mencegah konflik.
Sejumlah besar anjuran dari berbagai literatur dan pengalaman ditawarkan
sehingga peserta didik dapat memilih apa yang mereka yakini sebagai cara
yang terbaik untuk sebuah situasi unik tertentu. Pertama-tama akan
dibahas dua pendekatan formal untuk mencegah konflik, kemungkinan
keterlibatan dan manajemen konflik yang bertujuan. Kemudian akan
dilanjutkan dengan pembahasan sebuah sub-bagian tentang pendekatan
yang tidak terlalu formal.
1.7.6 Cara lain untuk menyelesaikan konflik
Nielsen (1977) mengajukan pendekatan yang disebut penyelesaian
konflik yang kreatif, yang terdiri dari enam tahap, mirip dengan metode
pemecahan masalah:
1. Pengenalan masalah dengan hasrat untuk mengatasinya.
2. Memusatkan upaya untuk mengatasi masalah melalui perilaku rutin.
3. Masa frustasi karena kegagalan dari tindakan yang biasa,
mengakibatkan pengunduran diri.
4. Masa inkubasi untuk merumuskan kembali masalah ke dalam
pendangan baru, perumusan kembali.
5. Penyelesaian semetara terhadap masalah yang berumusan baru.
6. Penyelesaian akhir.

Salah satu keuntungan dari pendekatan keratif adalah bahwa


konflik diberi waktu untuk “bernapas” dan berubah. Penyelesaian konflik
yang dipaksakan seringkali berakibat meningkatnya enerji ke arah
konflik yang lebih besar.

Marriner (1979b) menganjurkan tiga cara mengahadapi konflik.


Metode menangkalah termasuk penggunaan kekuasaan posisi, kekuatan
mental dan fisik, diam, aturan mayoritas, dan meluruskan jalan. Strategi
kalah-kalah termasuk kompromi, penyuapan untuk penyelesaian tugas
yang tidak menyenangkan, penggunaan wasit, serta penggunaan aturan
umum, bukan melihat isu secara kualitatif. Strategi menang-menang
berfokus pada tujuan, menejankan konsensus dan pendekatan integratif
terhadap pengambilan keputusan. Langkah-langkah strategi menang-
menang mengikuti metode pemecahan masalah.

Edmunds (1979) menggarisbawahi apa yang marriner (1979b)


anjurkan dan menambahkan bahwa cara paling konstruktif untuk
menangani konflik adalah komunikasi verbal, lebih dari pada komunikasi
non verbal, membicarakan bukan mengambil tindakan. Pengarang ini
meyakini bahwa kedua perilaku memang penting, komunikasi verbal
sering kali merupakan yang paing baik bila ini mendahului komunikasi
non verbal, membicarakannya dan kemudian bertindak atas dasar apa
yang telah didiskusikan.

Konfrontasi asertif sebagai cara untuk mengatasi konflik


didiskusikan oleh Hughes (1979), Haw (1980), dan Nichols (1979).
Mengungkapkan pendapat, perasaan, dan ide secara langsung dan jujur
dengan cara yag tidak menghina, merendahkan, atau mempermalukan
orang lain. Aktivitas memproses kelompok dan pemberian serta
penerimaan umpan balik adalah cara lain yag berguna untuk
menyelesaikan potensial konflik maupun konflik yang ada. Davis (1981)
menganjurkan konselin pegawai sebagai cara lain untuk mengatasi
konflik, khususnya konflik perorangan.

1.7.7 Hasil Konflik


Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk
pertumbuhan individu atau organisasi. Sebaliknya, konflik dapat sangat
destruktif (Kramer, Schmalenberg, 1978; Lewis, 1976; Myrtle, Glogow,
1978; Nielsen, 1977).
Deutsch (1969, 1973) mengenali empat faktor utama yang
menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapi
kebutuhan, dan komunikasi. Bahasan berikut ini diberikan Kramer dan
Schmalenberg (1978).
1. Isu
Pada konflik yang destruktif, isu dibesarkan, dirumuskan secara luas
dengan tambahan secara rinci, dan bermuatan emosi. Pada konflik
yang kontruktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang
dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
didiskusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan
reaksi.
2. Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui
ancaman dan paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil
menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi penemuan jalan
keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang baru, kebutuhan dan pandangan pribadi tidak
dipaksakan pada orang lain.
3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang
dipertimbangkan. Dengan berjalannya waktu, seseorang menjadi
semakin yakin bahwa keyakinannya dan perilakunya adalah benar.
Penyelesaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh
penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4. Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan
emosi, tentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian
yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, saling berbagi
kekhawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami
orang lain. Tujuannya adalah membuka masalah sehingga dapat
dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin
mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang
konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang suatu isu disuarakan dan
jika masaah dibuka, hal ini menunjukkan bahwa orang-orang terlibat
dan peduli. Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian.
Pada cinta dan benci terdapat enerji, mereka yang dicintai seseorang
akan mempunyai kekuasaan untuk menimbulkan kebencian.
Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji ditimbulkan melalui
penyelesaian konflik yang efektif dapat digunakan secara positif ke
arah pencapaian tujuan. Nielsen (1977) mengataka bahwa konflik
adalah “akar perubahan pribadi dan sosial” (hlm. 153). Konflik
merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif,
konflik dapat dinikmati, dan memungkinkan perkembangan identitas
pribadi.

Anda mungkin juga menyukai