Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS EDH (EPIDURAL HEMATOMA)

Di susun oleh:

OKTAVIANA HIDAYATIS A

(14401.16.17030)

PRODI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah trauma
kepala (Taufan, Tamara, Dara dkk. (2016)).
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebihbesar,sehingga menimbulkan perdarahan ( Afif,Muhammad,alfian.(2018).
Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media. (NICNOC2015)
B. ETIOLOGI
Penyebab epidural hematoma antara lain :
1. Kecelakaan jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat berolahraga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan bernturan biasanya lebih besar sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural
hematom diantaranya adalah:
1) Mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak dalam kurun
waktu beberapa jam hingga 1-2 hari
2) Adanya suatu keadaan “lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma
kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita
adalah baik.
3) Tekanan darah yang semakin bertambah tinggi
4) Nadi semakin bertambah lambat
5) Sakit kepala yang hebat
6) Hemiparesis
7) Dilatasi pupil yang ipsilateral
8) Keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea)
9) susah bicara
10) Mual
11) Pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular
12) Suhu meningkat
13) Funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian)
14) dan foto rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan
arteri meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002)

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Otak berbentuk seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg
pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya),
mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane,
2003). Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon')
dan sumsum tulang belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya
merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu
perlindungan. Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya (Price & Wilson, 2005). Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam
sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian
tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa
materi putih.
Gambar 1. (a) Subtansi kelabu dan putih pada sumsum tulang belakang, (b) substansi kelabu dan
putih pada otak

a. Lapisan Pelindung Otak


Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan
ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari piameter, lapisan
arakhnoid, dan durameter (Gambar 2) (Sloane, 2003).
1. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdii dari jaringan penyambung yang halus
serta dilalui pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membaran yang impermeable halus, yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membran ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari
piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum
subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ ruangan yang
dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian dalam. Pada
daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus membentuk villi
arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat perembesan
cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Struktur yang berjalan dari dan ke otak
menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Durameter
Lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Terdiri dari:
a. Lapisan periosteal luar
b. Lapisan meningeal dalam
c. Ruang subdural, memisahkan durameter dai arachnoid pada regia kranial dan
medulla spinalis
d. Ruang epidural adalah ruangan potensial antara periosteal luar dan lapisan
meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

Gambar 2. Lapisan Pelindung Otak


b. Bagian-bagian otak
Otak terletak di dalam rongga kranium otak. Seperti terlihat pada gambar di atas, otak
dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)


2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
1) Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
b. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
d. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Fungsi serebrum antara lain:
i. Mengingat pengalaman yang lalu.
ii. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
iii. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
2) Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-dua
belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah
ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Fungsi dari
diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol
ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di
sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius
berjalan ke ventral di bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah
dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons
varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan
medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan
pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata
dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula
oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula
oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral
medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
3) Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang


tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh
pons varoli dan di atas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut
aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya
lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan
yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang
masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum. Fungsi
serebelum, yaitu:
a. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga
dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan
rangsangan pendengaran ke otak.
b. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari
reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus)
kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot pengunyah.
c. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan
sisi badan.
E. PATOFISIOLOGI
1. Pathway
Cidera kepala

( trauma tumpul, benda tajam, dll)



Fraktur tulang tengkorak

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal


Hematom epidural

Menekan lobus temporalis

Kompresi
↓ ↓
okulomotorius Korteks serebri
↓ ↓ ↓
Dilatasi Palpebra Suplai 02 ke otak ↓
ptosis

Produksi sputum ↑ ← ↓Penurunan kesadaran
Nyeri Kepala Peningkatan TIK ↓ ↓
↓ ↓ Bersihan jalan Risiko perfusi cerebral tidak
nafas tidak efektif efektif
Nyeri Akut Herniasi ↓

↓ Kerusakan medulla spinalis

Gangguan saraf ↓
pusat
↓ Neuropati
Difusi O2 ↓
terhambat
↓ Inkontenensia urin berlanjut

pola nafas tidak


efektif

Imobilisasi

Penurunan tonus otot

Gangguan mobilitas fisik
2. Narasi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau
trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah
arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara
durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan
perdarahan yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak
durameter, maka darah akan memotong atau menjauhkan daerah durameter
dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan
menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke
bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek yang cukup
berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan
saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan
terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus
okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK,
akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et
al, 2006).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada
kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang
kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan
biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi
mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran
antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya
fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
1. Terapioperatif
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau
dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan
sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya
edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).
2. Terapimedikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mengelevasikan kepala pasien 30osetelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
b. Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
c. Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
d. Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN secara TEORI
1. PENGKAJIAN
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi ), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila
perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi:
(1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori);
(2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia;
(3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata;
(4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh;
(5) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan
(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal
selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kepala b/d Agen pencedera fisik
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sputum meningkat
3. Pola nafas tidak efektif b/d Gangguan neurologis
4. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b/d oksigen ke otak berkurang
5. Inkontenensia urin berlanjut b/d kerusakan saraf simpatis / parasimpatis
6. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan tonus otot
J. INTERVENSI

NO DX KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1. Nyeri Akut b/d Agen Setelah dilakukan  Keluhan nyeri MANAJEMEN NYERI
 Observasi
pencedera fisik tindakan asuhan menurun 5
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 2x24  Kemampuan
durasi,frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
jam tingkat nyeri menuntaskan
2. Identifikasi skala nyeri
menurun aktivitas
3. Identifikasi nyeri non verbal
meningkat 5
 Teraupetik
 Frekuensi nadi
1. Berikan tehnik non farmakologi (terapi
membaik 5
musik, terapi pijat, kopres hangat/dingin)
 Pola napas
2. Fasilitasi istirahat tidur
membaik 5
3. Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
NO DX KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

2. Bersihan jalan Nafas tidak Setelah dilakukan  Produksi sputum MANAJEMEN JALAN NAPAS
 Observasi
efektif b/d produksi tindakan asuhan menurun 5
1. Monitor pola napas
sputum meningkat keperawatan selama  Dipsnea membaik 5
2. Monitor bunyi nnapas tambahan
2x24 dipsnea membaik  Sulit bicara membaik
3. Monitor sputum
5
 Teraupeutik
 Gelisah menurun 5
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Berikan oksigen jika perlu
 Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu
NO DX KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

3. Pola nafas tidak efektif setelah dilakukan  Tekanan ekspirasi PEMANTAUAN RESPIRASI
meningkat 5
b/d Gangguan neurologis tindakan 2 kali 24 jam OBSERVASI :
 Tekanan inspirasi
pasien dapat memberikan meningkat 5 1. Monitor jalan nafas ( frekuensi,kedalaman,
 Dipsnea menurun
ventilasi yang adekuat usaha napas )
5
 Frekuensi nafas 2. Monitor pola nafas ( mis bradipnea,
membaik 5
takipnea, hiperventilasi)
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. Auskultasi bunyi nafas
5. Monitor saturasi oksigen

TERAPEUTIK :

1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai


dengan kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan

EDUKASI :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


2. Informasikan hasil pemantauan jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Taufan, Tamara, Dara dkk. (2016). TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT. Yogyakarta : nuhamedika.

Amin, Hardi. ( 2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis


dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta : Mediaction

Afif,Muhammad,alfian.(2018). Gawat Darurat Medis dan Bedah.Surabaya :


Airlangga

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018

Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Cetakan ke
II 2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN KASUS EDH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh :

OKTAVIANA HIDAYATIS A
14401.16.17030
Kelompok 02

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakanmemenuhikompetensi
Mengetahui,

Pembimbing CI PembimbingAkademik

............................................. .............................................

KepalaRuang

.........................................................
LEMBAR KONSULTASI

Nama : OKTAVIANA HIDAYATIS A


NIM : 14401.16.17030
Prodi : D3 Keperawatan

No Hari/Tgl Saran TTd/Paraf

Anda mungkin juga menyukai