Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MAKALAH PENUGASAN

“KONSEP PENYAKIT INFEKSI : ISPA”

KELOMPOK 1:

Novita Triyuliandari 18031003

Faliatasya Amanda Nurfitriyani 18031004

Ade Tiya Dinata 18031012

M. Zikri Maarij 18031013

Ruwi Donalia Triandika Sari 18031021

Alifia Gusti Estrada 18031022

Nila Sari 18031029

Shelsy Aulora Elvadila 18031030

Dewi Napisa 18031037

Alpiansah 18031038

Nopita Pertiwi Putri 18031047

Melania Yantika Safitri 18031048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes HANG TUAH PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kami
kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak unuk membantu
menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu,kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari masih banyak sekali kesalahan dan kekeliruan didalam makalah ini. Oleh karena
itu,kami meminta maaf dan kami menerima kritik maupun saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.

Pekanbaru, 10 Mei 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi ISPA 3

2.2 Klasifikasi 3

2.3 Etiologi 4

2.4 Faktor Risiko 4

2.5 Fisiologi 7

2.6 Patofisiologi 8

2.7 Manifestasi Klinis 9

2.8 Pemeriksaan Penunjang 9

2.9 Farmakologi 10

2.10 Asuhan Keperawatan 10

2.10.1 Pengkajian 10

2.10.2 Diagnosa Keperawatan 10

2.10.3 Rencana Intervensi Keperawatan 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 15

3.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi akut yang terjadi
pada bagian saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang serta salah satu penyebab
kunjungan pasien ke puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15% - 30%). Semua kasus
ISPA yang terjadi di masyarakat 7 – 13% merupakan kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit. Kasus ISPA di Indonesia menempati urutan pertama penyebab
kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014), dan 63,45% (2015). Selain
itu , penyakit ISPA sering masuk dalam daftar 10 peyait terbanyak pada rumah sakit
(Kemenkes RI,2016). Penduduk kondisi ekonomi menengah ke bawah lebih sering
terserang penyakit ini (Nur Fauzia Laily Mubarokah, 2019).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang ada di negara maju dan berkembang. Hal ini karena tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat ISPA pada balita. Menurut laporan WHO, angka kesakitan akibat infeksi
saluran pernapasan akut mencapai 8,2%. Kunjungan kesehatan akibat infeksi saluran
pernapasan akut dilaporkan sebanyak 20% di negara berkembang. Di Indonesia, infeksi
saluran pernapasan akut menempati urutan pertama pada tahun 2008, 2009 dan 2010 dari
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Indonesia. Infeksi saluran pernapasan
akut merupakan kasus yang tinggi pada balita dan anak. Penyakit yang diderita oleh anak
dibawah 5 tahun, lima puluh persen diantaranya adalah infeksi saluran pernapasan akut.
Pada anak-anak berusia 5 – 12 tahun, kurang lebih sebanyak 30% anak menderita
penyakit ini. Pada umumnya infeksi saluran pernafasan akut ini mengenai saluran
pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah terutama pneumonia. Angka kematian
akibat infeksi saluran pernapasan akut di negara berkembang sebanyak 20% dimana 1/3 –
1/2 merupakan kematian pada balita (Irma Suryani, 2015).

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit ISPA
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit ISPA
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit ISPA
4. Untuk mengetahui factor risiko penyakit ISPA
5. Untuk mengetahui fisiologi pernapasan
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit ISPA
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit ISPA
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA
9. Untuk mengetahui pengobatan penyakit ISPA
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit ISPA
1.3 Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu penyakit ISPA
2. Agar mahasiswa dapat memahami apa saja klasifikasi penyakit ISPA
3. Agar mahasiswa dapat memahami etiologi dari penyakit ISPA
4. Agar mahasiswa dapat memahami factor risiko penyakit ISPA
5. Agar mahasiswa dapat memahami fisiologi pernapasan
6. Agar mahasiswa dapat memahami patofisiologi dari penyakit ISPA
7. Agar mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis dari penyakit ISPA
8. Agar mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA
9. Agar mahasiswa dapat memahami apa saja pengobatan penyakit ISPA
10. Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada penyakit ISPA

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataupun bakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. Adapun, Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih
dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah pleura) (Eva Nur Widyastutik, 2019).

Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan, dan menyaring


udara. Bersama udara, masuk berbagai pathogen, yang dapat nyangkut di hidung, farings
(tonsila), larings, atau trakea, dan dapat berproliferasi, bila daya tahan tubuh menurun.
Penyebaran infeksi (bila terjadi) tergantung pada pertahanan tubuh pula, dan dari virulensi
kuman yang bersangkutan. Contoh ISPA : nasofaringitis, influenza (virus) yaitu radang
nasofarings, farings, larings, trakea, disertai pembengkakan membrane mukosa dan keluarnya
eksudat serosa mukopurulen (infeksi sekunder) (Jan Tambayong, 2000).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas


dan mortalitas pada anak. Anak dibawah lima tahun adalah kelompok umur yang sangat
rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur yang lain. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian
karena ISPA terutama pada bayi dan balita (Suman Yus Mei Hadiana, 2013).

2.2 Klasifikasi

Menurut Suman Yus Mei Hadiana (2013) yang dikutip dari Depkes RI (1996), Dalam
penentuan derajat keparahan penyakit, dibedakan atas dua kelompok umur yaitu kurang dari
2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun sebagai berikut :

a) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala berikut, batuk pilek biasa
(common cold) yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukkan penarikan dinding dada ke dalam.
b) Pneumonia adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi
napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast breting), hal ini ditentukan

3
dengan alat menghitung frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah frekuensi
napas sebanyak :
1. 60 kali permenit atau lebih pada usia kurang 2 bulan.
2. 50 kali permenit atau lebih pada usia 2 bulan sampai kurang dari satu tahun.
3. 40 kali permenit atau lebih pada usia 1 sampai 5 tahun.

2.3 Etiologi

ISPA dapat disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari streptococcus homolitikus, stafilococcus, pneumococcus,
hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan korinobacterium difteri. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan mikosovarius (virus influenza, virus parainfluenza, dan virus
campak), adenovirus, koronavirus, pikomavirus, mikoplasma, dan herves virus (Suman Yus
Mei Hadiana, 2013).

Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA
antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain
Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara
lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan aspirasi lain yang juga
dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar
minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-
bijian (Diana Maryani R, 2012).

2.4 Faktor Risiko

Menurut Diana Maryani R (2012) yang dikutip dari Departemen Kesehatan RI


(2001;2) secara umum terdapat 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan,
factor individu anak, dan faktor perilaku.

1. Faktor Lingkungan
a. Pencemaran udara di dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan

4
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga
dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak yang tinggal
di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan
6 – 10 tahun.
b. Luas ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang
optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-
zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh,
kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai sarana
untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk
dalam ruangan. Luas ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar
yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar
rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian, akan menyebabkan kualitas udara
dalam rumah menjadi buruk.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
d. Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut.
1. Suhu udara nyaman berkisar 180-300 Celcius.
2. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%.
3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

5
4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni. 5. Konsentrasi gas
formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.
2. Factor Individu Anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan
oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun
terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan
lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
c. Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak
itusendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan
antopometri: berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat pneumonia. Selain itu adanya hubungan antara gizi buruk
dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya
tahan tubuh anak terhadap infeksi.
d. Vitamin A
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan
menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada
dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit
penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, maka dapat
diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk
jangka yang tidak terlalu singkat.

6
e. Status imunisasi
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita
ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih
berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis. Pemberian imunisasi campak efektif mencegah
11% kematian pneumonia balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian
pneumonia pada balita.
3. Factor Perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu
dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa
anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat
atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang
sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit
ISPA ini ketika anaknya sakit.

2.5 Fisiologi

Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung


oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung
pada waktu bernapas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonary, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di
pompakan ke seluruh tubuh. Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membrane alveoli dan kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai mulut dan hidung (Rendy Febriyanto Ramli Saputro, 2013).

7
2.6 Patofisiologi/WOC (Web of Caution)

8
2.7 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis menurut Rendy Febriyanto Ramli Saputro (2013) dikutip dari
(Wong’s 1996, Nelson 2000) adalah sebagai berikut:

a. Demam (umur 6 bulan – 3 tahun) pada bayi baru lahir tidak ada
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Diare
e. Nyeri abdomen
f. Sumbatan nasal
g. Keluaran nasal
h. Batuk
i. Sakit tenggorokan

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Rendy Febriyanto Ramli Saputro (2013) pemeriksaan penunjang pada


penyakit ISPA yaitu:

a. Pemeriksaan radiologi (foto torak) adalah untuk mengetahui penyebab dan


mendiagnosa secara tepat.
b. Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (Respiratory Sinisial Virus).
c. Gas darah arteri yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran pernapasan
kandungan oksigen dalam darah.
d. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat.

Pemeriksaan penunjang yang lazim digunakan adalah:

a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan


kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

9
2.9 Farmakologi

Menurut Rendy Febriyanto Ramli Saputro (2013) pengobatan pada ISPA yaitu:

1. Pneumonia berat : dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotic parental, oksigen


dan sebagainya.
2. Pneumonia : diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotic pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia : tanpa pemberian antibiotic. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan, dan
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi
antibiotic (penisilin) selama 10 hari.

2.10 Asuhan Keperawatan

2.10.1 Pengkajian

a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.


b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakitkepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk,pilek dan sakittenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang.
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga
yang pernahmengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu
dan padat penduduknya.
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang
berlebihan,dan perubahan frekuensi nafas, dan perubahan pola nafas.

10
2. Hipertermia berhubungan dengan takikardia, takipnea, dan vasodilatasi
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan vaksinasi tidak adekuat, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen dan terpajan pada wabah.
2.10.3 Rencana Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Indicator Awal Akhir
Keperawatan
Ketidakefektifa Status pernapasan : Manajemen Jalan
n bersihan jalan Ventilasi Nafas
nafas Defenisi: keluar  Auskultasi
berhubungan masuknya dari dan ke suara nafas,
dengan mukus dalam paru. catat area
yang  Frekuensi Deviasi Deviasi yang
berlebihan,dan pernapasan berat ringan ventilasinya
perubahan  Irama Deviasi Deviasi menurun atau
frekuensi nafas, pernapasan berat ringan tidak ada dan
dan perubahan  Kedalaman Deviasi Deviasi adanya suara
pola nafas. inspirasi berat ringan tambahan
 Suara perkusi Deviasi Deviasi  Monitor status
nafas berat ringan pernapasan
 Suara nafas Berat Ringan dan
tambahan oksigenasi

 Retraksi Berat Ringan sebagimana

dinding dada mestinya


 Lakukan
fisioterapi
dada sesuai
kebutuhan
 Posisikan
untuk
meringankan
sesak nafas
 Instruksikan
bagaimana
agar bisa

11
melakukan
batuk efektif.
Hipertermia Kontrol Risiko: Pengaturan Suhu
berhubungan Hipertermia  Monitor suhu
dengan Defenisi: tindakan paling tidak
takikardia, individu untuk setiap 2 jam
takipnea, dan mengerti, mencegah, sesuai
vasodilatasi. mengeleminasi, atau kebutuhan
mengurangi ancaman  Monitor
kesehatan yang tekanan
berkaitan dengan suhu darah,nadi
tubuh yang tinggi. dan respirasi
 Mencari Jarang Konsisten sesuai
informasi menunjukan menunjuk kebutuhan
terkait an  Tingkatkan
hipertemia intake cairan
 Mengidentifika Jarang Konsisten dan nutrisi
si faktor risiki menunjukan menunjuk adekuat
hipertermia an  Informasikan
 Mengidentifika Jarang Konsisten mengenai
si tanda dan menunjukan menunjuk indikasi
gejala an adanya
hipertermia hipotermia
 Memonitor Jarang Konsisten dan
perubahan menunjukan menunjuk penanganan
status an emergensi
kesehatan Jarang Konsisten yang tepat
 Modifikasi menunjukan menunjuk sesuai
intake cairan an kebutuhan.
sesuai  Diskusikan
kebutuhan pentingnya
termoregulasi
dan
kemungkinan

12
efek negatif
dari demam
yang
berlebihan
seusai
kebutuhan.
Risiko Infeksi Kontrol Risiko: Kontrol Infeksi
berhubungan Proses Infeksi  Alokasikan
dengan Defenisi: tindakan kesesuaian
vaksinasi tidak individu untuk luas ruang per
adekuat, kurang mengerti, mencegah, pasien,seperti
pengetahuan mengeliminasi atau yang
untuk mengurangi ancaman diindikasikan
menghindari terkena infeksi. oleh pedoman
pemajanan  Mencari Jarang Sering pusat
patogen dan informasi terkait menunjukan menunjuk pengendalian
terpajan pada kontrol infeksi an dan
wabah.  Mengidentifikasi Jarang Sering pencegahan
faktor risiko menunjukan menunjuk infeksi.
infeksi an  Bersihkan
 Mengenali faktor Jarang Sering lingkungan
risiko individu menunjukan menunjuk dangan baik
terkait infeksi an setelah
 Mengetahui Jarang Sering digunakan
perilaku yang menunjukan menunjuk untuk pasien
berhubungan an  Tingkatkan
dengan risiko Intake nutrisi
infeksi yang tepat
 Mengidentifikasi Jarang Sering  Lakukan
tanda dan gejala menunjukan menunjuk tindakan
infeksi an tindakan
 Memonitor Jarang Sering pencegahan
perubahan status menunjukan menunjuk yang bersifat
kesehatan an universal

13
 Ajarkan cara
cuci tangan
bagi tenaga
kesehatan.
 Ajarkan
pasien dan
anggota
keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi.

14
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya
(sinus, rongga telinga tengah pleura) dan merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak. Anak dibawah lima tahun adalah kelompok umur yang sangat rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur yang lain. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian
karena ISPA terutama pada bayi dan balita. Pada materi ini ataupun makalah ini terdapat
etiologi, manifestasi klinis, klasifiksai, patofisiologi serta pemeriksaan penunjang pada pasien
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dan juga terdapat asuhan keperawatan yang dimana
kelompok mengangkat tiga diagnosa yaitu: A. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebihan,dan perubahan frekuensi nafas, dan perubahan
pola nafas. B. Hipertermia berhubungan dengan takikardia, takipnea, dan vasodilatasi. C.
Risiko Infeksi berhubungan dengan vaksinasi tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen dan terpajan pada wabah.
4.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa di pertanggung jawabkan
dari banyaknya sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, GM., dkk. (2013). Nursing intervention classification (NIC). Edisi 6. Oxford:

Elsevier.

Hadiana, S.Y.M. (2013). Hubungan status gizi terhadap terjadinya infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Pajang Surakarta. Naskah

publikasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Herdman, T.H. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2018-2020.

Jakarta: EGC.

Maryani R, D. (2012). Hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok

anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Bandarharjo Kota

Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Moorhead, S., dkk. (2013). Nursing outcomes classification (NOC). Edisi 5. Oxford:

Elsevier.

Mubarokah, N.F.L. (2019). Sistem informasi program pelaporan ISPA di Kota Surabaya.

Jurnal biometrika dan kependudukan Vol. 8, No. 2. Surabaya: Universitas Airlangga.

Saputro, R.F.R. (2013). Bersihan jalan nafas tidak efektif pada An. R pada kasus infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA) di ruang cempaka RSUD dr. R Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga. Skripsi. Jawa Tengah: Universitas Muhammadiyah

Purwokerto.

Suryani, I., dkk. (2015). Hubungan lingkungan fisik dan tindakan penduduk dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal kesehatan

andalas Vol. 4, No. 1. Padang: Universitas Andalas Padang.

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai