KELOMPOK 1:
Alpiansah 18031038
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kami
kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak unuk membantu
menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu,kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari masih banyak sekali kesalahan dan kekeliruan didalam makalah ini. Oleh karena
itu,kami meminta maaf dan kami menerima kritik maupun saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
2.2 Klasifikasi 3
2.3 Etiologi 4
2.5 Fisiologi 7
2.6 Patofisiologi 8
2.9 Farmakologi 10
2.10.1 Pengkajian 10
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit ISPA
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit ISPA
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit ISPA
4. Untuk mengetahui factor risiko penyakit ISPA
5. Untuk mengetahui fisiologi pernapasan
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit ISPA
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit ISPA
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA
9. Untuk mengetahui pengobatan penyakit ISPA
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit ISPA
1.3 Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu penyakit ISPA
2. Agar mahasiswa dapat memahami apa saja klasifikasi penyakit ISPA
3. Agar mahasiswa dapat memahami etiologi dari penyakit ISPA
4. Agar mahasiswa dapat memahami factor risiko penyakit ISPA
5. Agar mahasiswa dapat memahami fisiologi pernapasan
6. Agar mahasiswa dapat memahami patofisiologi dari penyakit ISPA
7. Agar mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis dari penyakit ISPA
8. Agar mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit ISPA
9. Agar mahasiswa dapat memahami apa saja pengobatan penyakit ISPA
10. Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada penyakit ISPA
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataupun bakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. Adapun, Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih
dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah pleura) (Eva Nur Widyastutik, 2019).
2.2 Klasifikasi
Menurut Suman Yus Mei Hadiana (2013) yang dikutip dari Depkes RI (1996), Dalam
penentuan derajat keparahan penyakit, dibedakan atas dua kelompok umur yaitu kurang dari
2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun sebagai berikut :
a) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala berikut, batuk pilek biasa
(common cold) yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukkan penarikan dinding dada ke dalam.
b) Pneumonia adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi
napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast breting), hal ini ditentukan
3
dengan alat menghitung frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah frekuensi
napas sebanyak :
1. 60 kali permenit atau lebih pada usia kurang 2 bulan.
2. 50 kali permenit atau lebih pada usia 2 bulan sampai kurang dari satu tahun.
3. 40 kali permenit atau lebih pada usia 1 sampai 5 tahun.
2.3 Etiologi
ISPA dapat disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari streptococcus homolitikus, stafilococcus, pneumococcus,
hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan korinobacterium difteri. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan mikosovarius (virus influenza, virus parainfluenza, dan virus
campak), adenovirus, koronavirus, pikomavirus, mikoplasma, dan herves virus (Suman Yus
Mei Hadiana, 2013).
Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA
antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain
Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara
lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan aspirasi lain yang juga
dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar
minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-
bijian (Diana Maryani R, 2012).
1. Faktor Lingkungan
a. Pencemaran udara di dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
4
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga
dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak yang tinggal
di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan
6 – 10 tahun.
b. Luas ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang
optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-
zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh,
kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai sarana
untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk
dalam ruangan. Luas ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar
yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar
rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian, akan menyebabkan kualitas udara
dalam rumah menjadi buruk.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
d. Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut.
1. Suhu udara nyaman berkisar 180-300 Celcius.
2. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%.
3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
5
4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni. 5. Konsentrasi gas
formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.
2. Factor Individu Anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan
oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun
terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan
lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
c. Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak
itusendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan
antopometri: berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat pneumonia. Selain itu adanya hubungan antara gizi buruk
dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya
tahan tubuh anak terhadap infeksi.
d. Vitamin A
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan
menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada
dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit
penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, maka dapat
diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk
jangka yang tidak terlalu singkat.
6
e. Status imunisasi
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita
ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih
berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis. Pemberian imunisasi campak efektif mencegah
11% kematian pneumonia balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian
pneumonia pada balita.
3. Factor Perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu
dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa
anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat
atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang
sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit
ISPA ini ketika anaknya sakit.
2.5 Fisiologi
7
2.6 Patofisiologi/WOC (Web of Caution)
8
2.7 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis menurut Rendy Febriyanto Ramli Saputro (2013) dikutip dari
(Wong’s 1996, Nelson 2000) adalah sebagai berikut:
a. Demam (umur 6 bulan – 3 tahun) pada bayi baru lahir tidak ada
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Diare
e. Nyeri abdomen
f. Sumbatan nasal
g. Keluaran nasal
h. Batuk
i. Sakit tenggorokan
9
2.9 Farmakologi
Menurut Rendy Febriyanto Ramli Saputro (2013) pengobatan pada ISPA yaitu:
2.10.1 Pengkajian
10
2. Hipertermia berhubungan dengan takikardia, takipnea, dan vasodilatasi
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan vaksinasi tidak adekuat, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen dan terpajan pada wabah.
2.10.3 Rencana Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Indicator Awal Akhir
Keperawatan
Ketidakefektifa Status pernapasan : Manajemen Jalan
n bersihan jalan Ventilasi Nafas
nafas Defenisi: keluar Auskultasi
berhubungan masuknya dari dan ke suara nafas,
dengan mukus dalam paru. catat area
yang Frekuensi Deviasi Deviasi yang
berlebihan,dan pernapasan berat ringan ventilasinya
perubahan Irama Deviasi Deviasi menurun atau
frekuensi nafas, pernapasan berat ringan tidak ada dan
dan perubahan Kedalaman Deviasi Deviasi adanya suara
pola nafas. inspirasi berat ringan tambahan
Suara perkusi Deviasi Deviasi Monitor status
nafas berat ringan pernapasan
Suara nafas Berat Ringan dan
tambahan oksigenasi
11
melakukan
batuk efektif.
Hipertermia Kontrol Risiko: Pengaturan Suhu
berhubungan Hipertermia Monitor suhu
dengan Defenisi: tindakan paling tidak
takikardia, individu untuk setiap 2 jam
takipnea, dan mengerti, mencegah, sesuai
vasodilatasi. mengeleminasi, atau kebutuhan
mengurangi ancaman Monitor
kesehatan yang tekanan
berkaitan dengan suhu darah,nadi
tubuh yang tinggi. dan respirasi
Mencari Jarang Konsisten sesuai
informasi menunjukan menunjuk kebutuhan
terkait an Tingkatkan
hipertemia intake cairan
Mengidentifika Jarang Konsisten dan nutrisi
si faktor risiki menunjukan menunjuk adekuat
hipertermia an Informasikan
Mengidentifika Jarang Konsisten mengenai
si tanda dan menunjukan menunjuk indikasi
gejala an adanya
hipertermia hipotermia
Memonitor Jarang Konsisten dan
perubahan menunjukan menunjuk penanganan
status an emergensi
kesehatan Jarang Konsisten yang tepat
Modifikasi menunjukan menunjuk sesuai
intake cairan an kebutuhan.
sesuai Diskusikan
kebutuhan pentingnya
termoregulasi
dan
kemungkinan
12
efek negatif
dari demam
yang
berlebihan
seusai
kebutuhan.
Risiko Infeksi Kontrol Risiko: Kontrol Infeksi
berhubungan Proses Infeksi Alokasikan
dengan Defenisi: tindakan kesesuaian
vaksinasi tidak individu untuk luas ruang per
adekuat, kurang mengerti, mencegah, pasien,seperti
pengetahuan mengeliminasi atau yang
untuk mengurangi ancaman diindikasikan
menghindari terkena infeksi. oleh pedoman
pemajanan Mencari Jarang Sering pusat
patogen dan informasi terkait menunjukan menunjuk pengendalian
terpajan pada kontrol infeksi an dan
wabah. Mengidentifikasi Jarang Sering pencegahan
faktor risiko menunjukan menunjuk infeksi.
infeksi an Bersihkan
Mengenali faktor Jarang Sering lingkungan
risiko individu menunjukan menunjuk dangan baik
terkait infeksi an setelah
Mengetahui Jarang Sering digunakan
perilaku yang menunjukan menunjuk untuk pasien
berhubungan an Tingkatkan
dengan risiko Intake nutrisi
infeksi yang tepat
Mengidentifikasi Jarang Sering Lakukan
tanda dan gejala menunjukan menunjuk tindakan
infeksi an tindakan
Memonitor Jarang Sering pencegahan
perubahan status menunjukan menunjuk yang bersifat
kesehatan an universal
13
Ajarkan cara
cuci tangan
bagi tenaga
kesehatan.
Ajarkan
pasien dan
anggota
keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi.
14
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya
(sinus, rongga telinga tengah pleura) dan merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak. Anak dibawah lima tahun adalah kelompok umur yang sangat rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur yang lain. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian
karena ISPA terutama pada bayi dan balita. Pada materi ini ataupun makalah ini terdapat
etiologi, manifestasi klinis, klasifiksai, patofisiologi serta pemeriksaan penunjang pada pasien
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dan juga terdapat asuhan keperawatan yang dimana
kelompok mengangkat tiga diagnosa yaitu: A. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebihan,dan perubahan frekuensi nafas, dan perubahan
pola nafas. B. Hipertermia berhubungan dengan takikardia, takipnea, dan vasodilatasi. C.
Risiko Infeksi berhubungan dengan vaksinasi tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen dan terpajan pada wabah.
4.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa di pertanggung jawabkan
dari banyaknya sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, GM., dkk. (2013). Nursing intervention classification (NIC). Edisi 6. Oxford:
Elsevier.
Hadiana, S.Y.M. (2013). Hubungan status gizi terhadap terjadinya infeksi saluran
Herdman, T.H. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC.
Maryani R, D. (2012). Hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok
anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan Bandarharjo Kota
Moorhead, S., dkk. (2013). Nursing outcomes classification (NOC). Edisi 5. Oxford:
Elsevier.
Mubarokah, N.F.L. (2019). Sistem informasi program pelaporan ISPA di Kota Surabaya.
Saputro, R.F.R. (2013). Bersihan jalan nafas tidak efektif pada An. R pada kasus infeksi
Purwokerto.
Suryani, I., dkk. (2015). Hubungan lingkungan fisik dan tindakan penduduk dengan kejadian
ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal kesehatan
16