A. MUQODDIMAH
Shoum Arofah merupakan ibadah sunnah yang mempunyai pahala yang sangat
agung, namun dalam penentuan kapan dilaksanakannya terdapat perbedaan pendapat
dalam kalangan ulama. Maka dari, itu kaum muslimin terbagi menjadi dua kubu. Kubu
pertama, mereka yang berpuasa dan menetapkan iedul adha mengikuti wukufnya
jama’ah haji di arafah. Kubu kedua, mereka yang tetap menentukan puasa arafah dan
iedul adha berdasarkan ru’yah hilal ditempat masing-masing. Maka dengan ini kami
hendak memaparkan permasalahan ini berdasar kepada literature yang ada.
1
Shoum Arofah yaitu shoum yang dikerjakan pada tanggal 9 Dzul Hijjah,
dinamakan hari Arofah disebabkan hari tersebut bertepatan dengan wukufnya para haji
di Arofah. Maka disunnahkan bagi yang yang tidak melaksanakan wukuf untuk
mengerjakan shoum Arofah.
Imam Syafi'i berkata bahwa syiam Arofah disunnahkan bagi yang tidak
mengerjakan haji, adapun yang berhaji dimakruhkan untuk mengerjakan shoum.5
Ibnu Qudamah berkata bahwa disunnahkann shoum pada tanggal 9 Dzul Hijjah.6
Abdurohman Al-Jazairi berkata : Abdurrahaman al-Jairi menyebutkan didalam
kitab fiqh ‘ala mazahib a’-arba’ah bahwa disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan
dzulhijah dan ini disebut dengan hari Arafah. Puasa ini dianjurkan bagi orang yang
tidak melakukan haji.7
Yusuf Qhardawi menyebutkan didalam fatwanya, Hari Arafah merupakan hari
paling utama dan termasuk dalam sepuluh hari dari bulan dzulhijah. Salah satu hadist
menyebutkan bahwa Nabi saw bersabda,
b. As-Sunnah
ض ُّح ْو َن ْ ص ْو ُم ْو َن َوالْ ِفطُْر َي ْو َم ُت ْف ِط ُر ْو َن َواْأل
َ َُض َحى َي ْو َم ت ُ َالص ْو ُم َي ْو َم ت
َّ
“Shiyam dilaksanakan pada hari kamu (umat Islam) melaksanakan shiyam, idul fithri
dilaksanakan pada hari kamu (umat Islam) beridul fithri, dan idul adha dilaksanakan
pada hari kamu (umat islam) beridul adha.”11
5
. Al-Majmu' 6/402
6
. Al-Kafi 1/ 362
7
. Kitab fiqh ‘ala mazahib arba’ah:1/505
8
. HR Muslim 1162
9
. Fatwa-fatwa kotemporer : 1/491
10
. QS Al-BAqoroh: 189
11
. HR At-Tirmizi 697, dan dishohihkan oleh Syaihk Al Bani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, No 224
2
Imam At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ahlul ilmi, bahwa
maknanya adalah pelaksanaan shiyam dan berbuka dilakukan bersama komunitas dan
kebanyakan manusia.”12
c. Fatwa Ulama
a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H.)
وإن ك ان يف نفس األمر يك ون، يص ومون التاسع يف الظ اهر املع روف عند اجلماعة: ق ال
ف ان فـي الس نن عن أيب هري رة عن النىب ص لى اهلل عليه. ولو ق در ثب وت تلك الرؤي ة،ًعاش را
وأضحاكم يوم تضحون، وفطركم يوم تفطرون، (( صومكم يوم تصومون: وسلم أنه قال
أهنا- رضي اهلل عنها- وعن عائشة. والرتم ذي وص ححه، وابن ماج ه،)) أخرجه أبو داود
واألض حى ي وم، (( الفطر ي وم يفطر الن اس: ق ال رس ول اهلل ص لى اهلل عليه وس لم: ق الت
. وعلى هذا العمل عند أئمة املسلمني كلهم، يضح الناس )) رواه الرتمذي
هل هو تاسع ذي احلجة ؟ أو عاشر ذي احلجة ؟: وصوم اليوم الذي يشك فيه: وقال
.. جائز بال نزاع بني العلماء
3
“Yang kuat menurut pendapat saya adalah: adanya perbedaan terbitnya hilal
tidak berpengaruh kepada keabsahannya sebagai sandaran hukum. Dan yang wajib
adalah bersandar kepada rukyah hilal dalam masalah shiyam, Idul Fitri dan Idul Adha,
yaitu tatkala rukyah sudah diputuskan secara syar’i, di negeri manapun juga;
berdasarkan keumumam hadits-hadits rukyah.”
Beliau juga berkata, “Dan apabila kita berpendapat bahwa perbedaan terbitnya
hilal itu sah sebagai sandaran hukum ataupun tidak, yang jelas bahwa hukum dalam
menentukan Ramadhan dan Idul Adha adalah sama, tidak ada perbedaan di
antara keduanya, sepanjang yang saya ketahui dari dalil-dalil syari’i.” 15
Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Bila hari Arafah itu berbeda
dikarenakan perbedaan negara dalam melihat hilal. Apakah kita shaum mengikuti
rukyah hilal di negeri kita tinggal, ataukah mengikuti rukyah Haramain
(Makkah dan Madinah)?”
Beliau menjawab, “Hal ini berdasar pada perselisihan ulama, “Apakah hilal itu
satu saja untuk seluruh dunia ataukah berbeda sebagaimana perbedaan mathla’
(terbitnya hilal)? Yang benar, bahwa penampakan hilal berbeda sesuai dengan
perbedaan mathla’. Contoh mudahnya, Apabila hilal telah terlihat di Makkah dan
ketika itu hari ke-9 Dzulhijjah (di Makkah), tapi di negeri lain terlihatnya sehari
sebelum Makkah sehingga hari Arafah menurut negeri itu adalah hari ke-10, maka
mereka tidak boleh shiyam pada hari tersebut karena hari tersebut adalah hari raya Idul
Adha (bagi mereka). Demikian juga bila diperkirakan rukyah mereka lebih lambat
daripada Makkah, yang menurut mereka bahwa hari ke-9 Dzulhijjah di Makkah adalah
hari ke-8 Dzulhijjah di negeri mereka.
15
. Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Bâz, 17/79
4
Maka hendaknya mereka shiyam pada hari ke-9 menurut mereka
meskipun di Makkah sudah tanggal 10 Dzulhijjah. Inilah pendapat yang kuat
(rajih). Karena Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallah bersabda, “Bila kalian melihatnya
(rukyah hilal) maka shaumlah kalian, dan bila kalian melihatnya (rukyah hilal)
kembali maka berbukalah.” Dan di negeri mereka yang belum terlihat hilal, tentunya
mereka belum melihatnya. Begitu pula manusia telah sepakat bahwa mereka
menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya matahari pada setiap wilayah disesuaikan
dengan wilayah masing-masing. Maka demikian pula penetapan waktu bulan seperti
penetapan waktu harian..”16
Beliau juga pernah memfatwakan, “Berdasarkan ini semua, maka lakukanlah
shiyam dan Idul Fitri seperti yang dilakukan oleh penduduk negeri yang kamu
tempati, walaupun (rukyah negeri lain) bisa sama atau berbeda dengan rukyah
negeri yang kamu tempati. Dan begitu juga hari Arafah, ikuti saja negeri yang
kamu bertempat tinggal di dalamnya.”17
E. Daftar Pustaka
1. Al-Majmu' : Ibnu Taimiyah
2. Al-Kafi: Ibnu Qudamah
3. 'Aunul Ma'bud: Abu Thoyib Syamsul Haq Al-'Adhim Abadi
4. Fatwa-fatwa kotemporer : Yusuf Qordowi
5. Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin
6. Jami'ul Tirmizi: Imam At-Tirmizi
7. Kitab fiqh ‘ala mazahib arba’ah: Abdurohman Al Jazairi
8. Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Bâz
9. Shohih Muslim : Imam Muslim
10. Sunan Abu Dawud: Imam Abu Dawud
16
. Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin, XX/47-48
17
. Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin, XIX/41