Anda di halaman 1dari 28

1

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN


Identitas pasien adalah sebagai berikut:
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 72 tahun
Alamat : Sukomulyo, Kendal
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Masuk RS : 11 Januari 2019
Ruang : IGD
No. CM : 572113

I.2 DAFTAR MASALAH


No Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tangga
. l
1. Stroke Infark 11-01-2019

I.3 DATA DASAR


Data dasar pasien adalah sebagai berikut:
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 Januari 2019 di IGD pada pukul 10.00
WIB.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Lemah anggota gerak kanan
Onset dan kronologis : ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit pasien
merasakan lemah anggota gerak kanan tiba-tiba
Kualitas : lemah anggota gerak kanan dirasakan mengganggu
aktivitas
2

Kuantitas : lemah anggota gerak kanan menetap selama 30


menit, tidak memberat dan tidak ada perbaikan
Faktor memperberat :-
Faktor memperingan :-
Gejala penyerta : pusing berputar (+), bicara pelo (+), muntah (-)
afasia (-), kejang (-), telinga berdenging (-), baal (-),
demam (-), sulit menelan (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat darah tinggi (+) tidak terkontrol
 Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya (-)
 Riwayat alergi obat/ makanan (-)
 Riwayat konsumsi obat-obatan (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat sakit seperti ini disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan 3 orang anak yang
sudah mandiri. Pembiayaan Rumah Sakit ditanggung BPJS PBI.
Kesan : sosial ekonomi kurang

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Januari 2019 di IGD pk 10.00 WIB.
Keadaan umum : Tampak lemah
3

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5=15


Tanda Vital
 Tekanan darah : 210/130 mmHg
 Denyut nadi : 80x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 Laju pernafasan : 22x/menit
 Suhu : 36,8 C (aksiler)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-), discharge (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), bibir kering (+), faring
hiperemis (-), uvula di tengah (+), tonsil T1-T1 hiperemis
(-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Leher : trakea di tengah, JVP R±0 cm (Barbara Bates),
pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), hipertrofi musculus
SCM (-), terdapat bekas luka operasi biopsi kelenjar limfe
leher.
Thoraks : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi suprasternal (-),
retraksi epigastrial (-), retraksi intercostal(-), spider
naevi(-), atrofi m. Pectoralis (-)
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : VBS kanan = kiri, Rhonki -/-, Wheezing -/-
4

Paru Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : VBS kanan = kiri, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi spatium intercostalis V linea
mid clavicularis sinistra, thrill (-), kuat angkat (-), pulsasi
parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas = spatium intercostalis II linea parasternal
sinistra
Batas kiri = sesuai ictus cordis
Batas kanan = linea parasternal dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, bising (-), gallop S3 (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, rash (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, area traube timpani, pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), liver span 10 cm
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Paronikia -/- -/-
Edema -/- -/-
5

Sianosis -/- -/-


Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Status Neurologis
Superior Inferior
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 4 4 4/5 5 5 4 4 4/5 5 5
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-
Tonus N/N N/N
Trofi Eu/Eu Eu/Eu
Klonus - -
Sensorik : normal
Vegetatif : BAK normal , BAB normal
Nervi Craniales : Parese N.VII dan XII sinistra

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi (11 Januari 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Hemoglobin 10,9 g/dL 13 – 18
Hematokrit 35,6 % 39 – 54
Leukosit 11,7 103/uL 4 – 10
Trombosit 327 103/uL 150 - 500
Pemeriksaan Kimia Klinik (11 Januari 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Ureum 39 mg/dl 10-50
Creatinine 0,96 mg/dl 0,50-1,10
EKG (11 Januari 2019)
Kesan : OMI
6

CT scan kepala non kontras (14 Januari 2019)


Ekspertise :
- Tampak lesi hipodens pada corona radiate sinistra
- Tak tampak lesi hiperdens intracerebri
- Sulkus kortikalis dan fisura silvii dekstra sinistra tampak normal
- Ventrikel I, II, III, dan IV tampak normal
- Tak tampak midline shifting
- Pons dan cerebellum baik
Kesan : infark pada corona radiate sinistra, tak tampak tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial

I.4 RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Stroke infark + HT Emergensi + OMI


- Assessment : - Riwayat penyakit
- Indikasi dan kontraindikasi
- Komorbiditas
- Dukungan psikososial
- Initial Plan :
Dx : Darah rutin, EKG, CT scan kepala non kontras
Rx : - O2 2 lpm nasal kanul
- Infus NaCl 0,9% 20tpm
- Nicardipin drip 10,5cc / jam  ukur tekanan darah per 6 jam
(di stop bila tekanan darah < 180/90 mmHg)
- Injeksi Citicolin 2x250mg
- Injeksi Piracetam 3x1gr
- Alprazolam 1x0,5mg
- Amlodipin 1x10mg
- Candesartan 1x16 mg
- Nitrokaf 1x2,5mg
7

- Herbesser 1x100mg
- Valsartan 1x30mg
Mx : Monitoring KU/TV, keluhan pusing berputar
Ex :- Menjelaskan bahwa pasien menderita stroke infark dan
hipertensi yang tidak terkontrol
- Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilaksanakan
- Menjelaskan bahwa pasien harus rajin meminum obat, cara
minum dan efek samping obat.

PEMBAHASAN

Definisi

Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba,
dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan
diakibatkan oleh gangguan vaskuler.

Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak
didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri
diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea.

Klasifikasi

Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke
hemoragik sendiri diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS)
sebanyak 15% dan perdarahan subaraknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).

Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab


pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi
8

pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan
pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi
dalam 48 jam pertama.

Faktor Resiko Stroke


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
dijelaskan dalam table berikut : [6]
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
9

hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.


Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
10

risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa


lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
11

Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.

Patofisiologi Stroke Infark


Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah
otak yang persisten, biasanya baik oleh blokade pembuluh darah yang
memberikan suplai (arterial), atau yang lebih jarang, oleh hambatan aliran
12

vena yang menyebabkan stasis darah di otak, dengan gangguan sekunder


penghantaran oksigen dan nutrient.
Sistem saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang
hanya dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolik yang terus menerus dan
tidak terputus. Pada keadaan normal, energi tersebut semata-mata berasal
dari metabolisme aerob glukosa. Otak tidak memiliki persediaan energi
untuk digunakan saat terjadi potensi gangguan penghanaran substrat. Jika
tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron
akan menurun dalam beberapa detik.
Sejumlah energi yang berbeda dibutuhkan agar jaringan otak tetap
hidup (intak secara structural) dan untuk membuatnya tetap berfungsi.
Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah
sekitar 5-8 ml per 100 gr per menit (pada jam pertama iskemia).
Sebaliknya kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi
adalah 20 ml per 100 gr per menit. Karena itu dapat terlihat adanya deficit
fungsional tanpa terjadinya kematian jaringan (infark). Jika aliran darah
yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh thrombolisis
spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi
kembali seperti sebelumnya, yaitu deficit neurologis pulih sempurna. Hal
ini merupakan rangkaian kejadian pada transient ischemic attack (TIA),
yang secara klinis didefinisikan sbagai deficit neurologis sementara
dengan durasi tidak lebih dari 24 jam.delapan puluh persen dari seluruh
TIA berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasinya bergantung pada teritori
vascular otak tertentu yang terkena. TIA pada teritori serebri media sering
ditemukan ; pasien mengeluhkan parestesia dan deficit sensorik
kontralateral sementara, serta kelemahan kontralateral sementara.
Serangan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan dari kejang epileptic
fokal. Iskemia pada teritori vertebrobasilar, sebaliknya, menyebabkan
tanda dan gejala batang otak sementara, termasuk vertigo.
Deficit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurng
meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus
13

tersebut, bukan disebut sebagai TIA, tetapi PRIND (prolonged reversible


ischemic neurological deficit)
Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi
oleh jaringan otak, terjadi kematian sel. stroke iskemik tidak reversible.
Kematian sel dengan kolaps sawar darah otak mengakibatkan influx cairan
ke dalam jaringan otak yang infark (edema serebri yang menyertai).
Dengan demikian infark dapat mulai membengkak dalam beberpa jam
setelah kejadian iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari
kemudian, dan kemudian perlahan-lahan kembali mengecil.
Pada pasien dengan infark yang luas dengan edema yang luas yang
menyertainya, tanda klinis hipertensi intracranial yang mengancam jiwa
seperti sakit kepala, muntah, dan gangguan kesadaran harus diamati dan
diterapi dengan sesuai. Volume infark kritis yang dibutuhkan untuk
menimbulkan keadaan ini bervariasi sesuai dengan usia pasien dan volume
otak. Pasien yang lebih muda dengan otak berukuran normal berisiko
setelah mengalami infark luas di teritori arteri serebri media saja.
Sebaliknya, pasien yang lebih tua dengan atrofi serebri dapat tidak
terancam kecuali infark melibatkan teritori dua atau lebih pembuluh darah
serebri. Pada keadaan ini, umumnya nyawa pasien dapat diselamatkan
hanya dengan terapi medis pada saat yang tepat untuk menurunkan
tekanan intracranial, atau dengan pengangkatan fragmen besar tulang
tengkorak secara operatif (hemikraniektomi) untuk dekompresi otak yang
membengkak.
Sebagai kelanjutan infark, jaringan otak yang mati mengalami
likuefaksi dan diresorpsi. Yag tersisa adalah ruangan kistik yang berisi
cairan serebrospinalis, kemungkinan mengandung beberapa pembuluh
darah dan jalinan jaringan ikat, disertai perubahan glial reaktif
(astrogliosis) di parenkim sekitarnya. Tidak ada jaringan parut yang
terbentuk pada keadaan ini (proliferasi jaringan kolagen).
Makna sirkulasi kolateral. Perjalanan dan luasnya edema parenkim
otak pada suatu saat tidak hanya bergantung pada saat patensi pembuluh
14

darah yang normalnya menyuplai region otak yang berisiko. Tetapi juga
ketersediaan sirkulasi kolateral melalui jalur lain. Secara umum, arteri-
arteri otak adalh end artery fungsional : jalur kolateral normalnya tidak
dapat menyediakan darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan jaringan otak di distal arteri yang tiba-tiba teroklusi.
Namun, jika suatu arteri menyempit dengan sangat lambat dan progresif,
kapasitas sirkulasi kolateral dapat meningkat.kolateral sering dapat dibuat
oleh hipoksia jaringan ringan yang kronik hingga dapat mencukupi
kecukupan energi yang dibutuhkan jaringan bahkan jika suplai arteri
utama terhambat untuk periode yang relative lama. Akibatnya infark dapat
terlihat lebih kecil, dan lebih sedikit neuron yang hilang, daripada yang
terlihat jika arteri yang sama tiba-tiba teroklusi dari keadaan patensi
normal.
Suplai darah kolateral dapat berasal dari pembuluh darah lingkaran
anostomosis (sirkulus willisi) atau dari anastomosis leptomeningeal
superficial arteri serebri. Pada umumnya, sirkulasi kolateral lebih baik di
bagian perifer infark daripada di bagian tengahnya. Jaringan otak yang
iskemik di perifer yang berisiko mengalami kematian sel (infark) tetapi,
karena adanya sirkulasi kolateral, belum mengalami kerusakan yang
irreversible disebut sebagai penumbra (half-shadow) infark. Tujuan semua
bentuk terapi stroke akut, termasuk terapi trombolitik adalah
menyelamatkn area ini.

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
15

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan


lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
16

tetraplegia (traktus piramidal).


 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh
(namun kesadaran tetap dipertahankan).

Gejala Klinis
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.
Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin
terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom
hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat
mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
17

batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.

Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan

CT scan merupakan metode yang paling sering dipakai untuk menegakkan


diagnosis dari stroke. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab
lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan. CT scan dapat
mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan dan infark akut.

Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2011):

Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan
stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan
cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi
gejala dan klinik stroke akut meliputi:

a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita


saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1

b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu


tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
18

kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan
ekstremitas.1

c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama


pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).1

2. Terapi Umum

a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan

 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,


tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam,
pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).2
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95% (ESO, Class V, GCP).2
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C).
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen 41 (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 50 mmHg), atau syok, atau
pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
19

 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika


pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.

b. Stabilisasi Hemodinamik

 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan


hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat- obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
sedang/tinggi, norepehinephrin atau ephineprin dengan target berkisar
140 mmHg

c. Pemeriksaan awal fisik umum

 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

 Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan


memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
20

 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
 Sasaran terapi TIK < 20 mmHg dan CPP >70 mmHg
 Elevasi kepala 20-30º.
 Hindari penekanan vena jugulare
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolemia
 Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam dengan target <310 mOsm/L kalau perlu diberikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
 Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti


phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
 Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan


antipiretika dan diatasi penyebabnya.
 Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

 EKG
21

 Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis,


KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
 Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
 Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12
mmHg.
 Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
 Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu
diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
 Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

 Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.


 Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau
kesadaran menurun.
 Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

Penurunan Tekanan Darah Pada Stroke Akut

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan
ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke
22

akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di


bawah ini.

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini :

a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus
dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam
setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.

b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP)
>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit

c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
23

d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B)

e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,


penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg

f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral

g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan


esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas

h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan


peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau


dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang
(AHA/ASA, 50 Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
24

j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan


penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin

k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat


dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan
darah belum jelas.

l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
25
26
27

Prognosis

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi, dan volume


perdarahan. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk.
Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang
tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak
2 kali lipat. Umur lanjut, hipertensi, koma, komplikasi kardiorespirasi, hipoksia,
hiperkapnia, dan hiperventilasi neurogenik merupakan faktor prognosis yang tidak
menggembirakan.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic


2009 Update: A Report From the American Hearth Association Statistic
Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.
2. Behr, Mathias. 2005. Duss’ Topical Diagnosis In Neurologi : Anatomi,
Physiology, Sign, Symptoms. Germany: Georg Thieme Verlag.
3. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and
Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available
from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.html
4. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency
Medicine, Mount Sinai Medical Center. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke
2011. Jakarta: PERDOSSI.
6. Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular
Diseases. In: Kasper, D.L. et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of
Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2372-2392.
7. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey,
G., 2008. Stroke: Practical Management 3rd edition. Massachusetts:
Blackwell Publishing.
8. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The
WHO STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai