Anda di halaman 1dari 3

BAPAK TEKNOLOGI

Aku Perkenan Perdana Thohari, biasa dipanggil Kenan. Usiaku saat ini 17 tahun dan
sedang duduk di kelas 12. Dimana kelas 12 ini aku sedang bingung memilih jurusan dan
perguruan tinggi. Aku hanya bisa berimajinasi dan takut masa depanku tidak sesuai harapan saat
ini. Saat berimajinasi, aku mengingat seorang tokoh negara yang sangat hebat. Beliau adalah
Bacharuddin Jusuf Habibie, seorang insinyur pesawat terbang yang sangat jenius, bahkan pak
Habibie memiliki IQ 200. Wow! Aku selalu berharap bisa menjadi seperti beliau. Tetapi, saat ini
aku mendapatkan nilai diatas 85 saja susah, bagaimana aku bisa seperti beliau?

Aku selalu yakin, bahwa suatu saat nanti aku akan menjadi orang hebat. Aku bisa seperti
pak Habibie yang bisa membuat pesawat terbang. Waktu kecil dahulu, aku sangat suka
menonton televisi. Acara televisi saat itu lebih banyak berita. Karena dahulu aku belum tahu
siapa aja mantan Presiden RI, maka aku mulai mencari nama-nama mantan presiden RI.
Akhirnya saat itu aku mengetahui semua nama-nama mantan Presiden RI. Dan aku mulai
menanyakan bagaimana tentang beliau-beliau kepada ibu saya. Setelah itu, saya mulai tertarik
dengan pak Habibie, karena waktu kecil saya sangat menyukai pesawat terbang. Sampai saya
mengoleksi banyak miniatur pesawat termasuk pesawat buatan pak Habibie.

Kemudian, aku mulai berimajinasi seandainya pak Habibie adalah kakekku. Pasti aku
sudah diajak naik pesawat keliling dunia bersama beliau. Aku ingin sekali melihat negara-negara
maju dari pesawat. Pak Habibie adalah seorang insinyur penerbangan dan sekaligus mantan
Presiden RI ke-3. Beliau orang yang sangat-sangat hebat, tetapi sayangnya pesawat buatan beliau
sama sekali tidak dihargai oleh pemerintah pada saat itu. Padahal kalau dihargai, akan ada pabrik
pesawat terbang di Indonesia, dan Indonesia akan menjadi negara maju. Dan yang pastinya pak
Habibie sangat kecewa dengan pemerintah RI. Tetapi beliau tetap sangat mencintai Indonesia.
Beliau memiliki 2 kewarganegaraan yaitu Indonesia dan Jerman (kehormatan).
Dan yang sangat menyenangkan adalah karya beliau sangat dihargai di Jerman. Tetapi,
yang membuat aku sedikit tidak suka yaitu beliau kalau berbicara tidak akan bisa berhenti. Bisa
hingga bejam-jam beliau berbicara kepada siapapun.

Suatu hari, aku sedang duduk santai di teras rumah bersama kakek.

“Kakek, bagaimana caranya aku biar bisa seperti kakek?” tanyaku.

Kakek menjawab, “Kalau kamu mau jadi seperti kakek, kamu harus selalu berdoa dan
belajar sungguh-sungguh.”

Kakek adalah orang yang sangat kuat, karena hampir setiap hari beliau mendapat
cemoohan dari teman-temannya sendiri. Meski tidak mendapat dukungan dari teman-teman
seperjuangannya bahkan sampai ditertawai, beliau tak pernah menyerah untuk mewujudkan
ambisinya. Hal itu beliau lakukan semata-mata untuk membangun negeri yang begitu beliau
cintai, yaitu Indonesia.

Kakek dikenal sebagai pribadi yang mengabdikan hidupnya untuk belajar. Bagi beliau,
belajar sungguh-sungguh akan menjadi kunci dirinya untuk dapat bekerja dan membahagiakan
orang tua beliau dahulu. Meskipun sibuk dengan belajar, hal itu tidak membat kakek melupakan
kewajibannya untuk beribadah. Hal itu sudah ditanamkan sejak kecil.

Pada tahun 1973, beliau berhasil menjabat sebagai Vice President sekaligus Direktur
Teknologi di salah satu Perusahaan Pesawat Jerman. Namun, ditengah masa kesuksesan di
Jerman, beliau dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto. Tanpa memandang jabatan yang beliau
pegang, beliau lebih memilih memenuhi panggilan Presiden Soeharto meskipun harus melepas
jabatannya yang tinggi di Jerman.

“Mengapa kakek memilih pulang ke Indonesia saat itu? Padahal ide kakek tidak pernah
diperhatikan oleh pemerintah.” tanyaku.
Kemudian kakek menjawab dan bertanya, “Nah jadi gini, kalau kamu lahir di Indonesia
terus sekolah ke Jerman, apakah kamu akan melupakan Indonesia?”
“Tidak kakek, aku akan tetap cinta Indonesia.” Jawabku
“Maka dari itu, kakek tidak pernah kecewa walaupun ide kakek ditolak oleh pemerintah.
Karena Indonesia lebih penting dari segalanya, tujuan kakek belajar ke Jerman adalah
bisa memajukan penerbangan di Indonesia.” Jelas kakek.

Nama kakek telah mengisi banyak penghargaan bergengsi, antara lain dari Lembaga
Penerbangan dan Angkasa Luar di Jerman, Inggris, Swedia, Prancis, hingga Amerika Serikat.
Pernah pula kakek mendapatkan Edward Warner Award dan Award von Karman, serta menjadi
pemegang 46 hak paten di bidang aeronautika.

Selain itu, kakek ternyata menemukan rumus tersendiri bernama Habibie Factor atau
Faktor Habibie. Formula buatannya ini menghasilkan julukan baru bagi dirinya yaitu Mr. Crack.
Dan di Indonesia, kakek mendapatkan penghargaan dari Institut Teknologi Bandung, yaitu
Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana

Dahulu kakek memulai pendidikan sarjana di Institut Teknologi Bandung jurusan Teknik
Mesin pada tahun 1954. Pada tahun 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan di
RWTH Aachen, Jerman Barat. Kemudian menerima gelar diplom ingenieur pada tahun 1960.
Setelah itu kakek mendapatkan gelar doctor ingenieur pada tahun 1965 dengan predikat summa
cum laude. Dan ternyata kakek mendapatkan gelar doktor tersebut pada usia 28 tahun.

Wah, ternyata sangat menyenangkan jika bisa menjadi bagian dari keluarga Pak Habibie.
Namun, suatu saat nanti aku bisa menjadi seperti Pak Habibie. Karena kecerdasannya, beliau
sampai mendapatkan kehormatan menjadi warga nergara Jerman.

Anda mungkin juga menyukai