J Habibie
Biografi B.J Habibie - Salah satu tokoh panutan dan menjadi kebanggaan bagi banyak orang
di Indonesia dan juga Presiden ketiga Republik Indonesia, dialah Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc.
Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25
Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul
Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun
Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan
Thareq Kemal. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanakkanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat
cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar, namun ia harus kehilangan bapaknya yang
meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat ia sedang
shalat Isya.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya
dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang
membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie, karena kemauan untuk belajar
Habibie kemudian menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau
mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie
menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk di ITB
(Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena beliau mendapatkan
beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman,
karena mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya Dirgantara dan penerbangan bagi
Indonesia maka ia memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi
pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH) Ketika sampai
di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses, dengan
mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari.
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang
belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau
swasta dari pada teman-temannya yang lain. Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru
kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku.
Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan temantemannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk
bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Beliau mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 dengan
predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5, Dengan gelar insinyur, beliau
mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu
Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar untuk mengangkut barangbarang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat
persoalan seperti itu, Habibie mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap
pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische
Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian Habibie menikah pada
tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya
makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat
kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam hari
dan belajar untuk kuliahnya, Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat
pencucian umum untuk mencuci baju untuk menghemat kebutuhan hidup keluarga. Pada
tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude
(Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean.
Rumus yang di temukan oleh Habibie dinamai "Faktor Habibie" karena bisa menghitung
keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang sehingga
ia di juluki sebagai "Mr. Crack". Pada tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru
Besar) pada Institut Teknologi Bandung. dari tempat yang sama tahun 1965. Kejeniusan dan
prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional di antaranya,
Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman,
The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of
Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan
The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sementara itu penghargaan bergensi
yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan Award von Karman yang
hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan
tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak
sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi
Theodore van Karman Award, itu kembali dari habitat-nya Jerman, beliau selalu menjadi
berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar
doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu
bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi
panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10
perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah
oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto menjadi Presiden
Republik Indonesia ke 3. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie
berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat
refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR
RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke
Jerman.
Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat
yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu
tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN
yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli
pesawat negara mereka!
Pada tanggal 22 Mei 2010, Hasri Ainun Habibie, istri BJ Habibie, meninggal di Rumah Sakit
Ludwig Maximilians Universitat, Klinikum, Muenchen, Jerman. Ia meninggal pada hari
Sabtu pukul 17.30 waktu setempat atau 22.30 WIB. Kepastian meninggalnya Hasri Ainun
dari kepastian Ali Mochtar Ngabalin, mantan anggota DPR yang ditunjuk menjadi wakil
keluarga BJ Habibie. Ini menjadi duka yang amat mendalam bagi Mantan Presiden Habibie
dan Rakyat Indonesia yang merasa kehilangan. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun
adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih
dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas.
"Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, .......ibu Ainun istri saya. Ia
ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian
barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi
tidak dengan saya. Gini ya............saya mau kasih informasi........... Saya ini baru tahu bahwa
ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak
pernah ada keluhan keluar dari ibu........." Papar BJ Habibie.
Pada Awal desember 2012, sebuah film yang berjudul "Habibie dan Ainun" diluncurkan,
film ini Mengangkat kisah nyata tentang romantisme kedua saat remaja hingga menjadi
suami istri dan saat ajal memisahkan mereka. Film yang diambil dari buku terlaris karya BJ
Habibie, Film ini di garap oleh dua sutradara yaitu Faozan Rizal dan Hanung Bramantyo,
dengan pemeran Reza Rahardian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun
Habibie.
kemudian secara lancar beliau melanjutkan Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI,
orator paling unggul, itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah
Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai
Insinyur, Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang
berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada
ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh
Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi
dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus
dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat
tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan
how to build commercial aircraft bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI
kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan
teknologi berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan
strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.
Sekarang Dik, anda semua lihat sendiri, N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat
itu sudah terbang tanpa mengalami Dutch Roll (istilah penerbangan untuk pesawat yang
oleng) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun
kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat
turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi Fly by Wire bahkan sampai hari ini.
Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa
persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN
membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara
itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri apa
mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?
Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis
lainnya.
Dik tahu di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena
trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia. Sekarang, semua tenaga ahli teknologi
Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara,
khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa.
Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua?
Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi
pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan
kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para
karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi
kita yang beli pesawat negara mereka!
Pak Habibie menghela nafas, Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya....
Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk
Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang
sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli
dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu
tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia.
Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga
pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang
terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan
berbicara dalam menyampaikan sesuatu).. ia melanjutkan pembicaraannya;
Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun.......dan hari ini persis 597 hari Garuda
Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air Indonesia.
Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat..... saya menunggu hari
baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna
menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri
maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400
untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan
memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami
sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia.
Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata.......
Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;
Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan
agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui...
Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur
kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya
nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke
beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak
Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku
(pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan
langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya.
Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli
buku ini di kota mereka.
Dik, asal you tahu, semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk
memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini
dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh Habibie dan ibu Ainun untuk
menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. Kasihan
mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi
diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual
kembali ke yang lain.
Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa
sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain beberapa proyek pembuatan
pesawat terbang :
Masa Muda
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ
Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936.
Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil
Presiden RI ke-7. Habibie merupakan blaster antara orang Jawa [ibunya] dengan orang
Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Foto : BJ Habibie
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin
Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische
Hochscule Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga
S-3 di Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah
Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha
catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie
mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima
tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma
teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di
negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri
Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus
bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa
cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk
menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di
Messerschmitt-Blkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian
dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala
Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB
(1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice
President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast
Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya
orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang
Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam
desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi permata di negeri Jerman dan
iapun mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh
orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil
penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam
dunia pesawat terbang seperti Habibie Factor, Habibie Theorem dan Habibie
Method.
Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri
pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman
(SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk
industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto
mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke
Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di
Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada
bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat
menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat
terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978,
Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden
dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan
Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat
menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai
Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga
diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor
Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998,
Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah
krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah
terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri
jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan
swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran
mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat
Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi,
konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang menangkap
aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah
kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba.
Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi
momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden
Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32
tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama
32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah
Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan
konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan
alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni,
IMF dan konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan
selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa
bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin
negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara otorian
menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses
membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di
bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang
teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor
of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute
of Technology dan Chungbuk University.