Anda di halaman 1dari 10

LARANGAN MEMBELANJAKAN HARTA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akad Muamalah Klasik

Dosen Pengampu: Shofiyulloh, M.H.I.

Disusun Oleh:
1. Amalia Rhomadhoni (1917202161)
2. Sekar Nurlaeli Adetia (1917202162)
3. Vina Septiani (1917202164)
4. Isna Anggitasari (1917202186)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. Yang telah memberikan nikmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami selaku tim penyusun makalah diberikan kemudahan dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
Nabi Agung Muhamad saw. Yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah nanti,
aamiin.
Makalah yang kami buat ini membahas tentang larangan membelanjakan harta, dalam
hal ini kata “harta” yang dimaksud adalah tertuju pada uang. Beberapa hal yang akan kami
sampaikan didasarkan atas Kitab Fathul Qorib bab VII tentang Transaksi dan Waris pasal
larangan membelanjakan uang (al-hajr).
Dalam penyusunan makalah ini mungkin banyak kekeliruan, oleh karena itu kami
selaku tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi tim penulis dan juga bagi para pembaca pada
khususnya.

Purwokerto, 6, April 2020

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Harta adalah sesuatu yang semua orang miliki. Tak ada satu pun orang yang
tidka memiliki harta. Hanya perbedaanya dari seberapa banyak atau jumlahnya harta
yang orang miliki dan bagaimana cara memperoleh maupun cara membelanjakan atau
menggunakannya, dan lain-lain.
Fokus pembahasan dari makalah ini adalah larangan membelanjakan harta.
Dalam hal ini “harta” yang dimaksud adalah uang. Pada makalah ini akan dibahas
secara detail mengenai larangan membelanjakan harta sesuai dengan apa yang ada
dalam Kitab Fathul Qorib Bab VII tentang Transaksi dan Waris pasal larangan
membelanjakan uang (al-hajr).
Dalam Kitab ini menjelaskan mengenai hal tersebut dalam hal golongan
orang-orang yang dilarang untuk membelanjakan harta (uang). Golongan orang-orang
tersebut disebutkan ada 6 antara lain adalah anak kecil, orang gila, orang bodoh/tolol,
orang muflis, orang sakit yang mengkhawatirkan penyakitnya, dan hamba yang tidak
diijinkan berdagang oleh tuannya.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja orang-orang yang masuk dalam orang yang dilarang
membelanjakan harta (uang) menurut Kyai Mushannif?
2. Bagaimana hukum membelanjakan harta bagi orang-orang yang termasuk
kedalamnya?
C. Tujuan
1 Mengetahui 6 golongan orang yang dilarang untuk membelanjakan harta
(uang) menurut Kyai Mushannif
2 Mengetahui hukum membelanjakan harta (uang) bagi orang yang masuk
kedalam 6 golongan tersebut
PENJELASAN KITAB FATHUL QORIB TENTANG LARANGAN MEMBELANJAKAN
HARTA
1. Fasal : Menerangkan tentang terhalangnya orang bodoh/tolol dan orang yang jatuh
menjadi miskin dalam membelanjakan harta. Kata “Hajru” menurut bahasa artinya
“pencegahan/pelarangan”. Sedangkan menurut syara’ ialah mencegah seseorang dari
mengatur urusan hartanya, lain halnya mengatur urusan selain harta seperti thalaq,
maka thalaq yang keluar dari orang yang bodoh/tolol tetap jalan/sah. Mushannif
membagi Hajru menjadi enam macam, yaitu anak kecil, orang gila dan orang
bodoh/tolol melalui perkataannya, yaitu orang yang menyia-nyiakan hartanya, artinya
harta tersebut ditasarrufkan bukan pada sasarannya.
Pembahasan:
Disini dijelaskan mengenai pengertian hajru itu apa baik secara bahasa maupun secara
syara’. Maksud dari thalaq yang keluar dari orang yang bodoh/ tolol tetap jalan/sah
adalah thalaq yang diajukan oleh orang tersebut tetap sah karena syarat dalam
mengajukan thalaq adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan
talak atas kemauannya sendiri. Disini disebutkan berakal sehat memiliki makna yang
berkebalikan dengan orang gila. Jadi, tidak sahnya pengajuan thalaq jika sang suami
itu gila bukan bodoh/tolol. Kemudian dijelaskan pula bahwa Mushannif (kyai
pengarang kitab al-jurumiyah) , membagi golongan orang-orang yang termasuk dalam
larangan membelanjakan harta yaitu antara lain anak kecil, orang gila dan orang
bodoh/tolol melalui perkataannya, yaitu orang yang menyia-nyiakan hartanya, artinya
harta tersebut ditasarrufkan bukan pada sasarannya.
2. Dan orang muflis. Pengertian muflis menurut bahasa ialah orang yang hartanya
menjadi uang kuno (yakni uang berupa lempengan tembaga), kemudian “fulus”
sebagai gelar sedikitnya harta atau tidak adanya. Sedang menurut syara’ ialah orang
yang hutangnya tumpuk-tumpuk. Sedangkan harta yang dimiliki tidak mencukupi
(untuk melunasi) hutangnya-atau hutang-hutang (yang tertumpuk-tumpuk itu).
Pembahasan:
Disini dijelaskan bahwa orang dilarang membelanjakan harta jika dia memiliki utang
apalagi jika utangnya sampai bertumpuk-tumpuk. Dia berkewajiban untuk melunasi
hutangnya terlebih dahulu sebelum dia membelanjakan harta atau menggunakan harta
(uang) untuk keperluan yang lain. Hutangnya itu harus didahulukan, karena dalam
islam melunasi atau membayar hutang hukumnya adalah wajib. Apabila kita tidak
membayar hutang dan menunaikan harta milik orang lain, berarti kita telah merampas
serta mengambil secara paksa hak dan harta orang tersebut. kita juga disebut telah
mendzalimi sekaligus menyakiti orang lain, sebab hak dan harta tersebut seharusnya
sudah dimiliki oleh orang lain.
3. Tasarrufnya anak kecil, orang gila dan orang bodoh/tolol, itu tidak sah. Dari mereka
(anak kecil, orang gila dan orang bodoh) tidak sah berjualan, membeli, memberi dan
lain-lainnya dari bentuk tasarruf. Adapun orang yang bodoh/tolol, maka hukum
nikahnya sah, dengan izin dari walinya.
Pembahasan:
Tasarruf artinya adalah perpindahan. Perpindahan yang dimaksud dalam kitab ini
adalah penjualan ataupun pembelian. Tasarruf dianggap tidak sah karena
dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak terutama bagi
anak kecil tersebut, begitu pula bagi orang yag bodoh/tolol. Namun dalam hal
pernikahan orang bodoh/tolol tetap dianggap sah karena dalam syarat syahnya sebuah
pernikahan hanya disebutkan orang yang menikah itu harus beragama islam saja. Jadi
bagi orang yang bodoh/tolol pernikahannya tetap sah.
4. Tasarrufnya orang muflis hukumnya sah dalam tanggungan dirinya. Maka jika orang
muflis itu menjual makanan atau lainnya dengan bentuk “pesanan” atau membeli
masing-masing dari keduanya itu dengan harga dalam tanggungannya, maka
hukumnya sah. Tidak boleh/sah mentasarrufkan beberapa harta bendanya. Sedangkan
tasarrufnya orang muflis dalam urusan nikah semisal, thalak atau khuluk, maka
hukumnya sah.
Pembahasan:
Orang muflis atau orang yang pailit (bangkrut). Dalam hal ini terdapat beberapa
hukum yang berkaitan dengan hajr terhadap muflis.
1.) Tidak boleh menetapkan hajr kepada muflis, kecuali bila jumlah
hutangnya betul-betul telah melebihi jumlah harta yang ia miliki.
Adapun jika harta milik muflis itu setara dengan jumlah hutangnya,
atau lebih banyak dari hutang-hutangnya, maka tidak boleh melakukan
hajr terhadapnya, sama saja apakah yang ia belanjakan dari harta
utangnya maupun dari hasil jerih payahnya sendiri.
2.) Tidak boleh menetapkan hajr kepada muflis, kecuali atas permintaan
para pemilik harta (pemberi hutang). Dan jika di antara mereka terjadi
perselisihan dalam hal tuntutan hajr, maka boleh dilakukan hajr
terhadap muflis atas dasar keinginan orang-orang yang menuntutnya
dengan syarat jumlah harta yang mereka hutangkan kepada muflis
lebih bbanyak dari jumlah harta muflis.
3.) Apabila hakim menjatuhkan hajr kepada muflis, maka hak para
pemilik harta (pemberi hutang) berubah dari keterikatannya langsung
dengan hartanya. Seperti sesuatu yang dijadikan jaminan, maka ia
menjadi hak orang yang menerima jaminan.
4.) Dianjurkan bagi hakim untuk menyiarkan keputusan hajr-nya terhadap
muflis agar khalayak tidak bermuamalah (harta) secara bebas
dengannya.
5.) Hakim harus menjual harta benda muflis yang ada, kemudian hasilnya
dibagikan kepada para pemilik harta (pemberi hutang.
6.) Jika harta benda muflis telah dibagikan kepada para pemilik hak
(pemberi hutang) sesuai prosentase haknya masing-masing, maka para
pemilik hak hendaknya memberi tangguh kepada muflis, jika masih
tersisa hak mereka padanya sampai ia terbebas dari belitan
kesusahannya.
Hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan hukumnya sah bagi orang muflis,
bila dilakukan secara tempo, ia juga boleh melakukan pernikahan dengan mahar yang
ditempokan.
5. Adapun perempuan yang muflis, bila ia melakukan khuluk (memberikan harta pada
suami agar menceraikannya) dengan menggunakan harta bendanya, maka tidak sah,
atau apabila dengan hutang yang menjadi tanggungannya, maka khuluknya sah. Dan
tasarrufnya orang yang sakit pada harta selebihan dari sepertiga, itu ditangguhkan
sampai dapat izin ahli waris. “Bila para waris itu mengizinkan tasarruf selebihan dari
sepertiga, maka hukumnya sah, bila tidak maka tidak sah”.
Pembahasan:
Dalam hal perempuan yang memberikan harta pada suami agar menceraikannya
dianggap tidak sah karena syarat dari pengajuan cerai yaitu harus diajukan oleh sang
suami. Namun secara hukum negara, baik dari pihak istri maupun suami bisa
mengajukan perceraian ke pengadilan. Namun lain halnya dalam islam, hal tersebut
tetap harus diperhatikan salah satunya tentang khuluk. Khuluk tidak sah jika
menggunakan uang atau harta yang diberikan oleh seorang istri. Karena dari uang
tersebut dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Dan tidak sahnya hal
tersebut dikarenakan pembelanjaan atau pemanfaatan harta digunakan untuk hal yang
kurang baik yaitu perceraian salah satunya.
6. Dan orang sakit yang mengkhawatirkan penyakitnya. Adapun larangan tasarruf
hartanya yang lebihan dari sepertiga, yaitu dua pertiga dari harta peninggalan,
dilarangnya tasarruf baginya semata-mata untuk meniaga haknya ahli waris.
Demikian ini jika memang baginya tidak ada tanggungan hutang, maka jika atas
dirinya ada tanggungan hutang yang dapat menghabiskan harta peninggalan orang
sakit, maka hendaknya dilarang untuk mentasarrufkan hartanya yang sepertiga dan
begitu juga selebihnya.
Pembahasan:
Sebaik-baiknya cara mengatur pembelanjaan harta adalah dengan mengikuti petunjuk
Allah SWT. Ketika seseorang sedang sakit dan memiliki hutang namun jika dia
melunasi hutangnya dapat menghabiskan hartanya itu dilarang. Karena, itu dapat
menyusahkan si penghutang dan apabila si penghutang itu yang sedang sakit
membayar hutangnya dengan ahli warisnya melebihi sepertiga hartanya itu juga
dilarang.
7. Dan hamba yang tidak diijinkan berdagang oleh tuannya, maka tidak sah tasarrufnya
hamba tersebut tanpa seijin tuannya. Mushannif tidak mengomentari seluruh macam-
macam larangan tasarruf yang tersebut di dalam kitab yang panjang-lebar
keterangannya. Di antara larangan-larangan itu ialah larangan tasarruf bagi orang
murtad untuk menjaga haknya orang-orang Islam dan juga larangan tasarruf pada
barang gadaian bagi orang yang menggadaikannya untuk menjaga haknya orang yang
menerima gadai, sepertinya itu di tangguhkan sampai dapat izin ahli waris. “Bila para
ahli waris itu mengizinkan tasarruf selebihnya dari sepertiga, maka hukumnya sah,
bila tidak maka tidak sah”.
Pembahasan:
Jadi dikitab ini dijelaskan bahwasannya budak itu tidak sah tasarrufnya ketika dia
tidak diizinkan berdagang oleh tuannya. Mushannif itu hanya menjelaskan larangan
ketika bertasarruf dengan orang murtad (non Islam) karena menjaga hak-hak gadai
orang Islam iu sendiri.
8. Perizinan atau penolakan ahli waris (dalam harta selebihan dari 1/3) tidak dianggap
ketika (orang yang sakit) masih dalam keadaan sakit. Dianggap sahnya demikian itu
ketika setelah matinya orang yang sakit. Dan bila ahli waris meluluskan
(mengizinkan), kemudian berkata: “Sesungguhnya aku telah meluluskan
(mengizinkan), karena aku mengira bahwa harta itu hanya sedikit, tetapi perkiraan itu
ternyata meleset, maka ucapan ahli waris dibenarkan dengan disertai sumpah.
Pembahasan:
Ketika dalam hutang menghutang si penghutang itu sakit dan hutangnya melebihi dari
1/3 dari harta warisnya dia masuk dalam golongan orang yang dilarang tasarruf, dan
ketika si penghutang itu meninggal. Namun ketika dalam hutangnya ada perjanjian
dengan yang menghutangi bahwasannya ketika dia meninggal akan diizinan untuk
lunas hutangnya maka dia bisa lulus dengan hutangnya. Tapi ketika yang
menghutangi dan si penghutang sudah sepakat perjanjian seperti diatas, namun yang
menghutangi itu mengingkari janji makan dia harus dibenarkan disertai dengan
sumpah.
9. Tasarrufnya seorang hamba yang tidak memperoleh izin untuk berdagang, maka akan
berada dalam tanggungannya. Maksudnya, bahwa hamba tersebut dapat diminta
pertanggungannya sesudah dia merdeka. Bila tuannya mengizinkan kepadanya untuk
berdagang, maka sah tasarrufnya sesuai dengan bentuk perizinannya.
Pembahasan:
Jadi ketika seorang hamba atau udak itu tidak memperoleh izin unuk berdagang, maka
budak itu akan dminta pertanggungjawabannya setelah dia merdeka dan tasarrufnya
tersebut bisa sah.
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas diatas maka dapat disimpulkan bahwa larangan
membelanjakan harta itu berlaku bagi 6 golongan orang. Diantaranya dari 6 golongan
tersebut yaitu anak kecil, orang gila dan orang bodoh/tolol melalui perkataannya, yaitu orang
yang menyia-nyiakan hartanya, artinya harta tersebut ditasarrufkan bukan pada sasarannya.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Kyai Mushannif (pengarang kitab jurumiyah) dalam kitab
Fathul Qorib Bab VII tentang Transaksi dan Waris pasal larangan membelanjakan uang (al-
hajr).
DAFTAR PUSTAKA

https://medium.com/@pinmartel/hukum-membayar-hutang-dalam-islam-b589c9240172
https://islam.nu.or.id/post/read/108804/syarat-dan-ketentuan-jatuhnya-talak-atau-cerai-suami-
istri
http://master-exselen.blogspot.com/2011/07/teori-akad-dalam-fiqh-muamalah.html?m=1
https://almanhaj.or.id/2714-jika-seseorang-tertimpa-pailit.html
https://wakidyusuf-wordpress-com

Anda mungkin juga menyukai

  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Ini Poin 1
    Ini Poin 1
    Dokumen1 halaman
    Ini Poin 1
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • AGAMA
    AGAMA
    Dokumen15 halaman
    AGAMA
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Abdul Zahir
    Abdul Zahir
    Dokumen18 halaman
    Abdul Zahir
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Uas PPKN
    Uas PPKN
    Dokumen10 halaman
    Uas PPKN
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Rangkuman F Rora
    Rangkuman F Rora
    Dokumen2 halaman
    Rangkuman F Rora
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 10 - Pemikiran Filsafat Muhammad Iqbal&mulla Sadra
    Kelompok 10 - Pemikiran Filsafat Muhammad Iqbal&mulla Sadra
    Dokumen15 halaman
    Kelompok 10 - Pemikiran Filsafat Muhammad Iqbal&mulla Sadra
    ikhtiar imam subhekti
    100% (1)
  • Abdul Zahir
    Abdul Zahir
    Dokumen18 halaman
    Abdul Zahir
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Pancasila Poin A
    Pancasila Poin A
    Dokumen6 halaman
    Pancasila Poin A
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Ulumul Hadits Kelompok 12
    Ulumul Hadits Kelompok 12
    Dokumen13 halaman
    Ulumul Hadits Kelompok 12
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Makalah PAI
    Makalah PAI
    Dokumen4 halaman
    Makalah PAI
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Akad Salam Kel 7
    Akad Salam Kel 7
    Dokumen7 halaman
    Akad Salam Kel 7
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Islamic Building
    Islamic Building
    Dokumen5 halaman
    Islamic Building
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 13 Salam
    Kelompok 13 Salam
    Dokumen5 halaman
    Kelompok 13 Salam
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Pengetahuan Kuantitatif
    Pengetahuan Kuantitatif
    Dokumen9 halaman
    Pengetahuan Kuantitatif
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1 SKB
    Kelompok 1 SKB
    Dokumen10 halaman
    Kelompok 1 SKB
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3 Lab
    Kelompok 3 Lab
    Dokumen9 halaman
    Kelompok 3 Lab
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Fiqih NMR 2 PDF
    Fiqih NMR 2 PDF
    Dokumen101 halaman
    Fiqih NMR 2 PDF
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Fiqih NMR 2 PDF
    Fiqih NMR 2 PDF
    Dokumen101 halaman
    Fiqih NMR 2 PDF
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Abdul Zahir
    Abdul Zahir
    Dokumen18 halaman
    Abdul Zahir
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam PDF
    Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam PDF
    Dokumen8 halaman
    Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam PDF
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Keuangan Publik Islam PDF
    Keuangan Publik Islam PDF
    Dokumen22 halaman
    Keuangan Publik Islam PDF
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Pei - Kelompok 7
    Pei - Kelompok 7
    Dokumen14 halaman
    Pei - Kelompok 7
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • PEI Kelompok 9
    PEI Kelompok 9
    Dokumen11 halaman
    PEI Kelompok 9
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • UAS Sirah Nabawiyah
    UAS Sirah Nabawiyah
    Dokumen8 halaman
    UAS Sirah Nabawiyah
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Kel.9 Akad Muamalat
    Kel.9 Akad Muamalat
    Dokumen6 halaman
    Kel.9 Akad Muamalat
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Tasawuf
    Tasawuf
    Dokumen8 halaman
    Tasawuf
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat
  • Takhalli Tahalli Tajalli Dan Alam Malaku
    Takhalli Tahalli Tajalli Dan Alam Malaku
    Dokumen10 halaman
    Takhalli Tahalli Tajalli Dan Alam Malaku
    ikhtiar imam subhekti
    Belum ada peringkat