Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS

(SLE)

Oleh Kelompok II:

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWTAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan kemurahan-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Walaupun hasilnya masih jauh, namun sebagai awal pembelajaran dan agar
menambah semangat dalam mencari pengetahuan yang luas dilapangan, bukan sebuah
kesalahan jika saya mengucapkan kata syukur.
Adapun maksud dan tujuan kami menyusun amakalh ini adalah untuk memenuhi
tugas. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan,karena itu kami membutuhkan kritikan dan saran dari teman-teman yang
bersifat membangun guna untuk menyempurnakan isi makalah ini
DAFTAR ISI
Kata pengantar...............................................................................................
Daftar isi........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang........................................................................................
b. Rumusan Masalah...................................................................................
c. Tujuan....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
a. Definisi...................................................................................................
b. Etiologi...................................................................................................
c. Klasifikasi................................................................................................
d. Penatalaksanaan Medis............................................................................
e. Manifestasi Klinis.....................................................................................
f. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
g. Komplikasi..............................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian..............................................................................................
b. Diagnosa & Intervensi.............................................................................
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan.............................................................................................
b. Saran.....................................................................................................
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Systemic Lupus Erithematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan istilah
Lupus adalah penyakit kronik atau menahun. SLE termasuk penyakit collagen-
vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal,
kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga
diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-
vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya
penyakit tersebut (Delafuente, 2002).

Penyakit SLE merupakan salah satu penyakit yang masih awam


ditelingamasyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti tidak banyak orang yang
terkena penyakitini. Kementerian Kesehatan menyatakan lebih dari 5 juta orang di
seluruh dunia terdiagnosis penyakit Lupus. Sebagian besar penderitanya ialah
perempuan di usia produktif yang ditemukan lebih dari 100.000 setiap tahun. Di
Indonesia jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui tetapi
diperkirakan mencapai jumlah 1,5 juta orang (Kementerian Kesehatan, 2012). SLE
dapat menyerang semua usia, namun sebagian besar pasien ditemukan pada
perempuan usia produktif. Sembilan dari sepuluh orang penderita lupus (odapus)
adalah wanita dan sebagian besar wanita yang mengidap SLE ini berusia 15-40
tahun. Namun, masih belum diketahui secara pasti penyebab lebih banyaknya
penyakit SLE yang menyerang wanita.
SLE dikenal juga dengan penyakit 1000 wajah karena gejala awal penyakit ini
tidak spesifik, sehingga pada awalnya penyakit ini sangat sulit didiagnosa. Hal
tersebut menyebabkan penanganan terhadap penyakit lupus terlambat sehingga
penyakit tersebut banyak menelan korban. Penyakit ini dibagi menjadi tiga kategori
yakni discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh
obat. Masing-masing kategori tersebut memiliki gejala, tingkat keparahan serta
pengobatan yang berbeda-beda.
Penderita SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar,
pengobatan yang diberikan haruslah rasional. Perawatan pada pasien SLE juga harus
diperhatikan, seperti mengurangi paparan sinar UV terhadap tubuh pasien.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan KeperawatanSystemic Lupus Erithematosus (SLE)

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
Asuhan KeperawatanSystemic Lupus Erithematosus (SLE)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada
jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan.
Systemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakan suatu penyakit auotoimun kronik
yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang
ringan sampai berat. (kapita selekta 2000). Sistemik lupus erytematosus adalah
penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk
kompleks imun dan menimbulkan inflamasi pada berbagai organ.
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang
bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan pola
berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar
terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen yang
dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan
radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi
jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak
diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan
sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1
kapsul (tan&kirana,2007)
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput serosa
permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya.
Peradangan kronis ini mengenai prempuan muda dan anak-anak 90% penderita
[penyakit SLE adalah prempuan.
Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik,seperti
siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan terapi yang
aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.
B. Etiologi
1. Faktor genetic memiliki peranan yang sangat penting dalam kerentanan
penyakit SLE. Sekitar 20-30% pada pasien SLE mempunyai kerabatdekat yang
menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan bahwa banyak gen yang
berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi peningkatan komplomen yaitu :
Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang mengode reseptor drl T,
immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003).
2. Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang
mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menyadi lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan
kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai
benda asing tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen (alfafa
sprouts) yang mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi respon
dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente 2002).
Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan antibody
entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu terjadinya SLE
(Herfindal et al,2000).
3. Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun
denganmekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga
mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE.
(Herfindal et al, 2000)
4. pernan hormone seks steroid sebagai penyebab SLE dalam observasi klinik.
Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia
produktif,peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan resiko yang sedikit
lebih tinggi pada wanita pascamenoupause yang menggunakan suplementasi
estrogen. Walapun hormone seks steroid dipercaya sebagai penyebab
SLE,namun studi yang dilakukan oleh petri dkk menunjukan bahwa pemberian
kontrasepsi hormonal oral tidak meningkatkan risiko terjadinya peningkatan
aktivitas penyakit pada wanita penfderita SLE yang penyakitnya stabil.

C. Klasifikasi
Ada tiga jenis lupus, yaitu :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus
otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus
kulit, lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi,
dan lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit.
Termasuk paling banyak menyerang.
3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri
dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian
obat hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak
jantung yang tidak teratur).

D. Manifestasi
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa
lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
(Hahn,2005).
1. Sistem Muskuloskeletal >> Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi,
nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen >> Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupukupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem cardiac >> Perikarditis merupakan manifestasi cardiac.
4. Sistem pencernaan >> Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE,
mungkin disertai mual (muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan
cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang
timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah
kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat
juga menimbulkan pankreatitis.
5. Sistem pernafasan >> Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi
daripada yang bilateral.
6. Sistem vaskuler >> Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut
nekrosis.
7. Sistem perkemihan >> Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.
Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria.
8. Sistem saraf >> Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan
psikosis.

E. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :
Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi
yang sempurna). Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diet tinggi kalori tinggi
protein dan pemberian vitamin. Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan
eksaserbasi pada SLE, yaitu:
1. Monitoring teratur
2. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup
3. Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian
sun screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
4. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang
adekuat.
5. Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan.
6. Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
7. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalarial.

F. Pemeriksaan Penunjang
SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang menujukan
berbagai manifestasi,paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul manifestasi
dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya periode aktivitas
(ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis disertai dengan
penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang paling sering digunakan
adalah antinukelar antibody ( ANA, terapi antibody ini juga dapat ditemukan pada
wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik adalah antibouble
standed DNA antibody (anti DNA), pengukuran bermanfaat untuk menilai ruam pada
lupus. Anti-Ro, anti-La dan antibody antifosfolipidpenting untuk diukur karena
meningkatkan resiko pada kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan
secara multidisiplin. Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosa.
Keterlibatan ginjal sering kali disalah artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan
adanya peningkatan antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen
membantu mengarahkan pada ruam.
Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko keguguran.
Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif dengan
titer tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus meliputi
darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA), anti-AND, SLE,
CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan diagnosis yang dilakukan
adalah biopsy.

G. Kompilkasi
1. Ginjal
Sebagaian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein didalam sel-
sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap) pada akhirnya bias terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
mengalami dialysis atau pencangkokan ginjal.
2. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yang paling
sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bias terjadi pada bagaiamanapun dari otak, korda spinalis, maupun sistem saraf.
Kejang, pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bias terjadi.
3. Penggumplan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk bekuan
darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli
paru. Jumlah thrombosis berkurang dan tubuh membentuk antibody yang
melawan faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti.
4. Kardiovaskuler
Perdangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada
jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang
panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri didaerah tersebut.
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1.   Anamnesis
a. Penyakit lupus eritematosus sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria,
namun penyakit ini sering diderita oleh wanita.
b. Biasanya ditemukan pada ras-ras tertentu seperti negro, cina dan filiphina
c. Lebih sering pada usia 20-4- tahun, yaitu usia produktif
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra dari pasien. Pada SLE (sistemik lupus eritematosus) kelainan kulit meliputi
eritema malar (pipi) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh,
sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita penyakit
ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbulkan :
artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis,
bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
d. Keluhan-keluhan lain menyertai.
5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakityang
sama atau penyakit autoimun yang lain
7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
a. B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot
nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat
inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau
efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3), bunyi
systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction rup
pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous
papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler
terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
dibawah atau sisi lateral tangan.
c. B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale secara
kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi
pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga serangan kejang-kejang.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai filtrasi
glomelorus)
e. B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,
turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa
B. Diagnosa & Intervensi
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidak mampuan fisik-psikososial kronis
(metastase kanker, injuri neurologis, arthritis).
Intervensi:
1) Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
2) Tingkat istirahat dan tidur yang adekuat
3) Kelola antianalgesik
4) Jelaskan pada pasien penyebab nyeri

Tujuan:
1) Tidak ada gangguan tidur
2) Tidak ada gangguan konsetrasi
3) Tidak ada gangguan hubungan intrerpersonal
4) Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan secara verbal
5) Tidak ada tegangan otot

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,


tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan
depresi/stress emosional.
Intervensi:
1) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
2) Kaji tingkat kecemasan pasien
3) Monitoring pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien
Rasional:
1) Mengontrol asupan nutrisi pasien untuk mengurangi keletihan
2) Mengetahui apakah pasien cemas untuk mengurangi keletihan
3) Mengetahui apakah istirahat/ tidur pasien cukup

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi.


Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersih dan kering
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Mobilasasi pasien ( ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
6. Oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan
7. Monitor status nutrisi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
10.Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
11.Obsevasi luka : lokas, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik, tanda infeksi local, formasi traktus
12.Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
13.Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKT, vitamin, cegah kontaminasi feses dan
urin
14.Lakukan teknik perawatan luka dengan steril. Berikan tekanan pada luka
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Systemic Lupus Erithematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan istilah Lupus
adalah penyakit kronik atau menahun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu
suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh
darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang
kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi
sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002).
SLE dapat menyerang semua usia, namun sebagian besar pasien ditemukan pada
perempuan usia produktif. Sembilan dari sepuluh orang penderita lupus (odapus)
adalah wanita dan sebagian besar wanita yang mengidap SLE ini berusia 15-40 tahun.
Namun, masih belum diketahui secara pasti penyebab lebih banyaknya penyakit SLE
yang menyerang wanita.
B. Saran
Sebaiknya apabila ada salah satu anggota keluarga atau saudara kita terkena
penyakit SLE dan sedang menjalani pengobatan, lebih baik jangan dihentikan. Karena,
apabila dihentikan maka penyakit akan muncul kembali dan kumatlagi. Prognosisnya
bertambah baik akhir-akhir ini, kira-kira 70% penderita akan hidup 10 tahun setelah
timbulnya penyakit ini. Apabila didiagnosis lebih awal dan pengenalan terhadap bentuk
penyakit ini ketika masih ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Esther, dkk. 2009. Patofisiologi Aplikasi Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Gusti Pandi Liputo. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem
Herdman, T. Heather. (2012).NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley
& Sons Ltd
Kasjmir, Yoga dkk. (2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai