Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGEMBANGAN KEPERCAYAAN DI SULAWESI


SELATAN
“TOWANI TOLOTANG (SIDRAP)”

DOSEN : Dra. Hj. Andi Nirwana, M.HI

DI SUSUN OLEH :
(Kelompok 9)
1. Hairunnisa (30500118021)
2. Nur Faizi Hasyim (30500118008)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


JURUSAN STUDI AGAMA AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
Tahun Pelajaran : 2019 - 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 17 Mei 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
Bab I ( PENDAHULUAN )
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................................................. 5
Bab II ( PEMBAHASAN )
2.1 Sejarah Perkembangan dari Kepercayaan Tolani Tolotang............................ 6
2.2 Tokoh atau Pembawa ajaran dari Kepercayaan Towani Tolotang................. 7
2.3 Pokok-pokok ajaran dari Kepercayaan Tolani Tolotang................................ 8
Bab III ( PENUTUP )
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 10
3.2 Kritik dan Saran............................................................................................. 11
3.3 Daftar Pustaka................................................................................................ 12

iii
Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai adaptasi


terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan-kebiasaan, praktik, dan
tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Pada gilirannya kelompok atau ras
tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi
berikutnya terkondisikan menerima “kebenaran” itu tentang nilai, pantangan,
kehidupan, dan standar prilaku. Individu-individu cenderung menerima dan
percaya apa yang dikatakan budaya mereka. Di saat itulah muncul apa yang
disebut sebagai kearifan lokal yang kemudian menjadi pegangan hidup bagi suatu
komunitas tertentu.

Kearifan lokal merupakan suatu istilah yang mencuat ke permukaan dengan


mengadopsi prinsip, nasehat, tatanan, norma dan perilaku leluhur kita masa
lampau yang masih sangat urgen untuk diaplikasikan dalam menata berbagai
fenomena yang muncul. Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya.
Dalam pandangan John Haba dalam Irwan Abdullah, kearifan lokal “mengacu
pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah
masyarakat dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang
mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat”.

Keberadaan kearifan lokal dewasa ini, dianggap sebagai salah satu alternatif
dalam memecahkan berbagai macam kebuntuan dalam penyelesaian konflik, baik
dalam skala lokal maupun nasional. Kearifan lokal seperti apa yang dapat menjadi
solusi konflik, yaitu kearifan yang ditengarai mampu menciptakan suasana sejuk
bagi pola dan interaksi antar umat beragama. Kearifan lokal sebagai alat perekat
bagi sebuah masyarakat yang majemuk.

4
Kearifan-kearifan lokal Towani Tolotang tentunya sangat berpengaruh pada
kehidupan keseharian mereka, mengingat setiap kearifan memiliki nilai tersendiri
bagi pemiliknya. Namun terkadang, nilai-nilai tersebut tidak lahir dari komunitas
mereka sendiri, sehingga eksistensinya hilang. Pengungkapan nilai-nilai dan
implikasinya berdasarkan perspektif masyarakat Towani Tolotang sangat penting
sehingga pendekatan yang harus digunakan adalah pendekatan fenomenologi
agama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan dari kepercayaan Tolani Tolotang ?


2. Siapa tokoh atau pembawa ajaran dari kepercayaan Tolani Tolotang ?
3. Bagaimana pokok-pokok ajaran dari kepercayaan Tolani Tolotang ?

1.3 Tujuan

1. Agar mampu menjelaskan sejarah perkembangan dari kepercayaan Tolani


Tolotang.
2. Agar mampu menjelaskan siapa tokoh atau pembawa ajaran dari
kepercayaan Tolani Tolotang.
3. Agar mampu menjelaskan pokok-pokok ajaran dari kepercayaan Tolani
Tolotang.

5
Bab II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan dari Kepercayaan Tolani Tolotang

Tolotang (kadang ditulis Tolottang, atau Towani Tolotang) adalah sebuah


kepercayaan yang dianut mayoritas di beberapa wilayah dalam provinsi Sulawesi
Selatan, terutama di Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang biasa disingkat dan
dikenal dengan Kabupaten Sidrap.

Sekitar 5000 warga di wilayah Amparita, Kabupaten Sidrap menganut


kepercayaan yang sudah turun temurun. Karena pemerintah Indonesia hanya
mengakui enam agama, selebihnya dikategorikan sebagai Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan penganut Tolotang tidak mau disebut sebagai aliran
kepercayaan, mereka menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Maka dari itu
hingga saat ini kepercayaan ini juga dikenal dengan nama Hindu Tolotang.1

Sejarah awal lahirnya masyarakat Towani Tolotang merupakan agama lokal


yang mengakar sebelum datangnya agama Islam. Mereka bertempat tinggal di
desa Wani kabupaten Wajo. Atas penolakan mereka untuk masuk agama Islam
maka Addatuang Wajo memerintahkan mereka untuk meninggalkan kampung
halamannya.

Merekapun meninggalkan kampung halamannya pada tahun 1666 dan


bergabung dengan keluarganya yang lebih dahulu tinggal di kabupaten Sidenreng
Rappang. Hal tersebut disepakati oleh Addatuang Sidenreng dengan melakukan
perjanjian yang disebut “Ade’ Puronrona Sidenreng”. Keikutsertaan mereka pada
sistem upacara kematian dan perkawinan secara Islam sebagai bukti keikutsertaan
mereka kepada Addatuang, namun tidak dimaknai sebagai keikutsertaan kepada
Islam. Sebelum mereka melaksanakan kedua tata cara Islam tersebut, mereka
terlebih dahulu melaksanakan sesuai dengan keyakinan mereka. Pada

1
La panaungi, Pendiri Toani Tolotang rappang.com

6
perkembangan selanjutnya terjadi benturanbenturan dengan tokoh-tokoh Islam
yang memaksakan mereka untuk segera masuk Islam secara totalitas, dan pada
akhirnya mereka memilih agama Hindu sebagai payung agama mereka.

2.2 Tokoh atau Pembawa ajaran dari Kepercayaan Towani Tolotang

Beberapa sumber menyebutkan bahwa pendiri Tolotang adalah La Panaungi.


Penganut Tolotang ini mengenal adanya Tuhan dan mereka lebih mengenalnya
dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa) yang bergelar PatotoE
(Yang Menentukan Takdir). Jadi Tolotang tergolong bukan merupakan Animisme
atau Dinamisme seperti yang sering digembar-gemborkan oleh orang-orang Bugis
sendiri yang sudah percaya pada Agama lain, yang bukan lagi anggota dari
komunitas Tolotang tersebut. Agama Tolotang adalah Agama yang sudah
mengenal Tuhan sejak sebelum kedatangan Agama-agama Samawi di wilayah
tersebut.2

Dalam perkembangannya, agama Islam menjadi agama mayoritas di hampir


seluruh wilayah Sulawesi Selatan sehingga agama asli seperti Tolotang juga mulai
tidak begitu dikenal walaupun beberapa masih mempertahankan agama warisan
nenek moyang ini dalam sebuah kelompok komunitas. Masalah lain muncul pada
1966 yaitu ketika pemerintah tidak mengakui agama yang dipeluk oleh kelompok
masyarakat yang telah disebutkan sebelumnya. Pada saat itu pemerintah hanya
mengakui lima agama, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha.
Pemerintah kemudian memberi tiga pilihan kepada warga Tolotang. Secara
administratif, apakah mereka akan dikategorikan ke dalam Islam, Kristen, atau
Hindu, karena menurut pemerintah tiga agama tersebut dekat dengan kepercayaan
Tolotang. Berdasarkan hasil kesepakatan, dipilihlah Hindu. Sejak itu, secara resmi
komunitas ini menganut Hindu. Namun, pada praktiknya, mereka tetap
melaksanakan adat istiadat dan memeluk keyakinan yang telah mereka warisi
secara turun-temurun.

Pada masa sebelumnya, penganut agama lokal suku Bugis ini juga pernah
mengalami nasib yang tragis. Mereka dikejar-kejar oleh para pemberontak Darul

2
La panaungi, Pendiri Toani Tolotang rappang.com

7
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar. Para
pemberontak memaksa banyak pendahulu Tolotang untuk keluar dari keyakinan
mereka. Tidak sedikit di antara mereka yang mati dibunuh.3

2.3 Pokok-pokok ajaran dari Kepercayaan Tolani Tolotang

Ajaran Tolotang bertumpu pada lima keyakinan, yaitu:

a) Percaya adanya Dewata SeuwaE, yaitu keyakinan adanya Tuhan Yang


Maha Esa.
b) Percaya adanya hari kiamat yang menandai berakhirnya kehidupan di
dunia.
c) Percaya adanya hari kemudian, yakni dunia kedua setelah terjadinya
kiamat
d) Percaya adanya penerima wahyu dari Tuhan
e) Percaya kepada Lontara sebagai kitab suci Penyembahan To Lotang
kepada Dewata SeuwaE berupa penyembahan kepada batu-batuan, sumur
dan kuburan nenek moyang.

Bisa diluruskan bahwa Menyembah kepada batu-batuan, sumur, dan kuburan


nenek moyang, adalah satu bentuk arah sebagai sarana konsentrasi. Jadi hal ini
hendaknya tidak membuat orang-orang luar menghakimi mereka bahwa Tolotang
adalah Animisme maupun Dinamisme.

Dalam masyarakat Tolotang sendiri terdapat dua kelompok, yaitu Masyarakat


Benteng (Orang Tolotang yang sudah pindah ke Agama Islam), dan Masyarakat
Towani Tolotang (komunitas yang masih menganut agama Tolotang). Kedua
kelompok ini memiliki tradisi yang berbeda dalam beberapa prosesi keagamaan,
misalnya dalam prosesi kematian dan pesta pernikahan. Bagi komunitas Benteng,
tata cara prosesi pernikahan dan kematian sama seperti tata cara yang dilakukan
dalam agama Islam. Bagi Komunitas Towani Tolotang, prosesi kematian, melalui
prosesi memandikan jenazah yang kemudian membungkus dan melapisinya
dengan menggunakan daun sirih. Sedangkan untuk prosesi pernikahan Kelompok

3
1001 Indonesia: Kepercayaan Lokal Komunitas Towani Tolotang di Sidenreng Rappang. 25
Januari 2019. Diakses 17 Mei 2020.

8
Towani Tolotang. Mereka melaksanakannya di hadapan Uwatta, atau pemimpin
ritual yang masih merupakan keturunan langsung dari pendiri Towani Tolotang.

Bagi Masyarakat Towani Tolotang, ritual Sipulung yang dilaksanakan sekali


dalam setahun mengambil tempat di Perrynyameng yang merupakan lokasi
kuburan I Pabbere. Kelengkaplan ritual masyarakat Towani Tolotang, mereka
diwajibkan membawa sesajian berupa nasi dan lauk pauk, yang diyakini sebagai
bekal di hari kemudian. Sehingga semakin banyak sesajian yang dibawa, akan
semakin banyak pula bekal yang akan dinikmati di hari kemudian. Sementara bagi
Kelompok Benteng, ritual Sipulung dilaksanakan di sumur Pakkawaru E, dimana
pada siang hari masyarakat berkumpul di kediaman Uwatta dan barulah pada
malam harinya, mereka melaksanakan prosesi Sipulung. Prosesi Sipulung berupa
pembacaan Lontara yang merupakan kitab suci bagi penganut agama Tolotang
oleh Uwatta, dimana masyarakat yang hadir pada saat itu memberikan daun Sirih
dan Pinang kepada Uwatta.

Bab III
PENUTUP

9
3.1 Kesimpulan

1. Tolotang (kadang ditulis Tolottang, atau Towani Tolotang) adalah sebuah


kepercayaan yang dianut mayoritas di beberapa wilayah dalam provinsi
Sulawesi Selatan, terutama di Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang
biasa disingkat dan dikenal dengan Kabupaten Sidrap.
Sejarah awal lahirnya masyarakat Towani Tolotang merupakan agama
lokal yang mengakar sebelum datangnya agama Islam. Mereka bertempat
tinggal di desa Wani kabupaten Wajo. Atas penolakan mereka untuk
masuk agama Islam maka Addatuang Wajo memerintahkan mereka untuk
meninggalkan kampung halamannya.
2. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pendiri Tolotang adalah La
Panaungi. Penganut Tolotang ini mengenal adanya Tuhan dan mereka
lebih mengenalnya dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha
Esa) yang bergelar PatotoE (Yang Menentukan Takdir). Jadi Tolotang
tergolong bukan merupakan Animisme atau Dinamisme seperti yang
sering digembar-gemborkan oleh orang-orang Bugis sendiri yang sudah
percaya pada Agama lain, yang bukan lagi anggota dari komunitas
Tolotang tersebut. Agama Tolotang adalah Agama yang sudah mengenal
Tuhan sejak sebelum kedatangan Agama-agama Samawi di wilayah
tersebut.
3. Ajaran Tolotang bertumpu pada lima keyakinan, yaitu:
a) Percaya adanya Dewata SeuwaE, yaitu keyakinan adanya Tuhan
Yang Maha Esa.
b) Percaya adanya hari kiamat yang menandai berakhirnya kehidupan
di dunia.
c) Percaya adanya hari kemudian, yakni dunia kedua setelah
terjadinya kiamat
d) Percaya adanya penerima wahyu dari Tuhan
e) Percaya kepada Lontara sebagai kitab suci Penyembahan To
Lotang kepada Dewata SeuwaE berupa penyembahan kepada batu-
batuan, sumur dan kuburan nenek moyang.

10
3.2 Kritik dan Saran

“Dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak salah dan kurangnya.
Untuk itu demi kemajuan dan perbaikan kedepan penulis mengharap saran dan
kritiknya.”

DAFTAR PUSTAKA

“Tolotang”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tolotang?wprov=sfla1

11
La panaungi, Pendiri Toani Tolotang rappang.com[pranala nonaktif]

1001 Indonesia: Kepercayaan Lokal Komunitas Towani Tolotang di Sidenreng


Rappang. 25 Januari 2019. Diakses 17 Mei 2020.

12

Anda mungkin juga menyukai