Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AUDITING 1

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

Dosen Pengampu :
Adriyanti Agustina Putri, SE., M.Ak.Ak. CA

Disusun oleh :
Khairunnisa : 170301056
Nadila Firera : 170301112

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pada akhirnya dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “Materialitas dan Risiko Audit” ini dengan
baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Auditing.penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan Makalah ini terdapat
kekurangan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun
untuk kekurangan yang ada.
Penulis tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan semoga
Allah SWT memberikan kebaikan dan rakhmat bagi kita semua.Segala kesalahan,
keterbatasan dan kekurangan dalam bentuk apapun yang mungkin ada dalam
laporan tugas ini, penulis memohon maaf, kiranya dapat dimaklumi dengan
bijaksana.

Pekanbaru, 17 November 2019

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

STANDAR AUDIT 320 (IAPI)


Materi Penerapan dan Penjelasan Lain
Materialitas dan Risiko Audit (Ref: Para. 5)
A1. Dalam melakukan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan auditor adalah
untuk mendapatkan reasonable assurance bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan
oleh kecurangan atau kesalahan, oleh karena itu memungkinkan auditor
untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan, dalam semua hal
yang material, telah disusun sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku; dan untuk melaporkan laporan keuangan tersebut serta
mengomunikasikan temuan-temuan auditor sebagaimana disyaratkan oleh
SA.5 Auditor memperoleh reasonable assurance dengan memperoleh bukti
audit yang cukup dan tepat untuk mengurangi risiko audit ke tingkat rendah
yang dapat diterima.6
Risiko audit adalah risiko bahwa auditor menyatakan opini yang tidak tepat
ketika terdapat kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan.
Risiko audit merupakan fungsi gabungan risiko kesalahan penyajian
material dan risiko deteksi.7 Materialitas dan risiko audit perlu
dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pada saat:
(a) Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material;8
(b) Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutya;9 dan
(c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika
ada, terhadap laporan keuangan10 dan dalam merumuskan opini dalam
laporan auditor.11
Penentuan Materialitas dan Materialitas Pelaksanaan alam anaan Audit
Pertimbangan Spesifik atas Eniiras Sektor Pubiik (Ref: Para. 10)
A2. Dalam kasus entitas sektor publik, pembuatan undang-undang dan badan
pengatur merupakan pengguna utama laporan keuangan. Di samping itu,
laporan keuangan mungkin digunakan untuk membuat keputusan selain
keputusan ekonomi. Oleh karena itu, penentuan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, tingkat materialitas untuk
golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan tertentu) dalam audit
atas laporan keuangan entitas sektor publikjuga dipengaruhi oleh peraturan
perundang-undangan atau kewenang lain dan oleh kebutuhan informasi
keuangan para pembuat undang-undang dan masyarakat umum dalam
kaitannya dengan program sektor publik.

Penggunaan Tolok Ukur dalam menentukan Meterialitas untuk Materi Laporan


Keuangan secara keseluruhan (Reff: Para 10)
A13. Penentuan materialitas langkah menentukan penggunaan pertimbangan
profesional. Sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan, persentase tertentu sering kali
diterapkan pada suatu tolok ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat
memengaruhi proses identifikasi suatu tolok ukur yang tepat mencakup:
 Unsur-unsur laporan keuangan (sebagai contoh, untuk tujuan
pengevaluasian kinerja keuangan cenderung akan fokus pada laba,
pendapatan maupun aset ersih);
 Sifat entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan
ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi;
 Struktur kepemilikan dan pendanaan entitas (sebagai contoh, jika
pendanaan sebuah entitas hanya dari hutang dan bukan dari ekuitas,
maka pengguna laporan keuangan akan lebih menekankan pada aset dan
klaim atas aset tersebut daripada pendapatan entitas); dan
 Fluktuasi relatif tolok ukur tersebut.
A4. Contoh tolok ukur yang tepat, tergantung pada kondisi entitas yang
bersangkutan, meliputi kategori penghasilan yang dilaporkan seperti laba
sebelum pajak, jumlah pendapatan, laba bruto dan jumlah beban, jumlah
ekuitas atau nilai aset bersih. Laba sebelum pajak dari operasi berjalan
seringkali digunakan oleh entitas yang berorientasi laba. .Jika laba sebelum
pajak dari operasi berjalan berfluktuasi, tolok ukur lain mungkin lebih
sesuai, seperti laba bruto dan jumlah pendapatan.

A5. Dalam hubungannya dengan tolok ukur yang dipilih, data keuangan yang
relevan biasanya meliputi hasil dan posisi keuangan periode sebelumnya,
hasil dan posisi keuangan periode berjalan dan anggaran atau perkiraan
disesuaikan dengan adanya perubahan signiñkan yang yang terjadi di entitas
tersebut (sebagai contoh, adanya akuisisi bisnis yang signiñkan) dan
perubahan kondisi industri atau lingkungan ekonomi yang relevan, yang di
dalamnya entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh, jika sebagai titik awal,
materialitas secara keseluruhan suatu entitas ditentukan berdasarkan suatu
persentase terhadap laba sebelum pajak dari operasi berjalan, kondisi-
kondisi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan laba yang biasa dapat
mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa penentuan tingkat materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan akan lebih tepat jika ditentukan
dengan menggunakan angka laba sebelum pajak dari operasi berjalan yang
telahs akan lebih tepat tingakt dengan menggunakan angka laba sebelum
pajak dari operasi berjalan yang telah dinormalisasi berdasarkan hasil masa .

A6. Materialitas berkaitan dengan laporan keuangan yang diaudit dan dilaporkan
oleh auditor.
keuanagan yang lebih atau kurang dari 12 bulan, misalnya dalam kasus
entitas baru berdiri atau adanya perubahan dalam periode pelaporan
keuangan tersebut.
A7. Penetuan persentase yang akan diterapkan pada satu tolok ukur yang dipilih
yang dipilih membutuhkan pertimbangan profesiona. Terdapat hubungan
antara persentase dan tolok ukur yang di pilih seperti persentase yang
diterapkan atas laba sebelum pajak dari operasi berjalan pada umumnya
akan lebih tinggi daripada persentase yang atas jumlah yang diterapkan.
Sebagai contoh, auditor dapat mempertimbangkan bahwa lima persen dari
laba sebelum pajak dari operasi yang sedang berjalan merupakan tolok ukur
yang tepat untuk entitas dalam industri manufaktur yang berorientasi pada
laba, sedangkan auditor mempertimbangkan satu persen dari jumlah
pendapatan atau beban merupakan tolok ukur yang tepat untuk entitas
nirlaba. Namun, persentase yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat juga
dianggap tepat tergantung pada keadaan entitas yang bersangkutan.

Pertimbangan Spesifik bagi Entitas yang Lebih kecil


A8. Ketika suatu entitas memiliki laba sebelum pajak dari operasi yang sedang
berjalan yang
secara konsisten bernilai kecil, seperti yang mungkin terjadi dalam suatu
usaha yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, yang sebagian besar dari laba
sebelum pajak perusahaan diambil oleh pemiliknya dalam bentuk
remunerasi, maka laba sebelum remunerasi dan pajak dapat merupakan tolok
ukur yang lebih relevan.

Pertimbangan Spesifik atas Entitas Sektor Publik


A9. Dalam suatu audit atas entitas sektor publik, jumlah biaya atau biaya bersih
(beban dikurangi pendapatan atau pengeluaran dikurangi penerimaan] dapat
menjadi tolok ukur yang tepat untuk aktivitas program. Jika suatu entitas
sektor publik melakukan penyimpanan aset publik, maka aset dapat
merupakan tolok ukur yang tepat.

Tingkat Materialitas untuk Golongan Transaksi, Saldo Akun atau Pengungkapan


Tertentu (Ref: Para. 10)
A10. Faktor-faktor yang dapat mengindikasikan adanya satu atau lebih
golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu dimana kesalahan
penyajian dengan nilai dibawah materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan dapat memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil oloh para
pengguna laporan keuangan meliputi hal-hal berikut ini:
 Apakah peraturan perundang-undangan atau kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku memengaruhi harapan para pengguna laporan keuangan
terhadap pengukuran atau pengungkapan hal-hal tertentu (sebagai contoh,
pihak berelasi, dan remunerasi manajemen dengan pihak berelasi, dan
remunerasi manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
perusahaan).
 Pengungkapan utama dalam kaitannya dengan industri yang di dalamnya
entitas tersebut beroperasi (sebagai contoh, biaya penelitian dan
pengembangan bagi perusahaan farmasi).
 Apakah perhatian difokuskan pada aspek tertentu bisnis entitas yang
diungkapkan secara terpisah dalam laporan keuangan (sebagai contoh,
akuisisi bisnis baru).

A11. Dalam kondisi spesifik tertentu entitas, dalam mempertimbangkan atas ada
atau tidak adanya golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan
tersebut di atas, auditor mungkin perlu mendapat pemahaman atas
pandangan dan harapan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola dan manajemen.

Materialitas Pelaksanaan (Ref: Para 11).


A12. Perencanaan audit yang hanya ditujukan untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material secara individual mengabaikan fakta bahwa gabungan
atas kesalahan dalam an celah bagi adanya kemungkinan kesalahan
penyajian yang tidak terdeteksi dan tidak terdeteksi dalam laporan keuangan
secara keseluruhan. Begitu juga, materialitas pelaksanaan yang berkaitan
dengan tingkat materialitas yang ditentukan untuk golongan transaksi, saldo
akun atau pengungkapan tertentu di tetapkan untuk mengurangi ke tingkat
rendah yang dapat diterima kemungkinan bahwa gabungan kesalahan
penyajian yang tidak terkoreksi dan tidak terdeteksi dalam golongan
transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu melebihi tingkat
materialitas golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan. Penentuan
materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu perhitungan mekanis yang
sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan profesional.
Penentuan ini dipengaruhi oleh pemahaman auditor atas entitas, yang
dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko; dan sifat serta
luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta
harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode
berjalan.

Revisi Sejalan dengan Progres Audit (Ref: Para. 12)


A13. Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku,
tingkat materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan
tertentu) mungkin perlu direvisi sebagai akibat dari perubahan kondisi yang
terjadi selama proses audit (sebagai contoh, keputusan untuk melepaskan
suatu bagian signiñkan bisnis entitas), adanya informasi baru, atau
perubahan pemahaman auditor atas entitas dan operasinya yang timbul
akibat pelaksanaan prosedur audit lebih lanjut. Sebagai contoh, jika selama
audit ditemukan bahwa hasil keuangan aktual kemungkinan akan berbeda
secara substansial dengan hasil keuangan yang pada awalnya digunakan
untuk menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan,
maka auditor harus merevisi materialitas tersebut.
A. KONSEP MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas
mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan
keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam
Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas
dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah
saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan
atau salah saji itu.
Fungsi Materialitas:
1. Sebagai batas (materiality border) untuk menentukan apakah salah saji
material/perlu dikoreksi apa tidak.
2. Seringjuga di sebut sebagai Tolerable Misstatement (kesalahan yang masih
bisa di toleransi) merupakan jumlah salah saji maksimum yang boleh ada dalam
saldo akun sehingga belum/ tidak dipertimbangkan sebagai salah saji material.
CONTOH MATERIALITAS
Laba sebelum diaudit Rp100.000.000. Setelah audit ditemukan kesalahan
pencatatan sebesar Rp10.000.000, Calon investor memutuskan tidak jadi
berinvestasi, apabila laba perusahaan hanya Rp90.000.000, dan memilih
berinvestasi di tempat lain. Maka kesalahan sebesar Rp10.000.000 dianggap
material.

B. PENTINGNYA KONSEP MATERIALITAS DALAM AUDIT ATAS


LAPORAN KEUANGAN
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam
audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai
berikut:
 Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan
dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi.
 Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
 Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah
saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan
oleh auditor yaitu konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah
sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan
auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya
berisi salah saji material.

C. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITAS


Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan
kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.
Berikut ini adalah contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan
oleh auditor dalam mempertimbangan materialitas.
1. Faktor Kuantitatif ;
Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti :
a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.
b. Total aktiva dalam neraca.
c. Total aktiva lancar dalam neraca.
d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.
2. Faktor kualitatif, seperti :
a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.
b. Kemungkinan terjadinya ketidakberesan.
c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan
pada tingkat minimum tertentu.
d. Adanya gangguan dalam trend laba.
e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran
mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam
mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang


materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada
saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Meski demikian
sampai saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas.
Jumlah minimum salah saji dalam laporan keuangan yang cukup penting
mencegah kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan Prinsip
akuntansi berlaku umum.
Salah saji dapat disebabkan:
1. Salah penerapan prinsip akuntansi yang berterima umum
2. Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya
3. Penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan
2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.
Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara
keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara
individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk
menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Dalam
mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas
8

laporan keuangan.
3. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan
dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun
dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan kea
kun secara individual. Dalam melakukan alokasi, auditor harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu
dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
4. Penggunaan Materialitas dalam Mengevaluasi Bukti Audit

D. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT


Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kuantitas (kecukupan) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah
tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Semakin besar
atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang
diperlukan.

E. RISIKO AUDIT
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko
audit.Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan
Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam
menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia
untuk menanggungnya.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai
keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan
dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah
untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga
pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan
keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.

F. RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN


TINGKAT SALDO AKUN
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan
informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan
auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas,
dibagi menjadi dua bagian :
1. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai
keseluruhan. Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus
menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan
besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan
keuangan tersebut berisi salah saji material.
2. Risiko Audit Individual
Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual
yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Karena audit mencakup pemeriksaan
terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan
kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk
setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya
atau frekuensi transaksi perubahan.

G. MODEL RISIKO AUDIT

AR = IR X CR X DR

AR = Audit Risiko
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk
H. UNSUR RISIKO AUDIT
1. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait.
Inherent Risk (IR) = Resiko Bawaan = kerentanan suatu saldo akun atau
golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian internal yang terkait.
a. Faktor Penentu Resiko Bawaan secara umum
Profitabilitas, Jenis usaha & sensitifitas operasi, Masalah kelangsungan
usaha, Sifat, penyebab dan jumlah salah saji tahun sebelumnya,
Integritas, reputasi & pengetahuan tentang akuntansi dari manajemen.
b. Faktor Penentu Resiko Bawaan pada suatu akun:
Akuntabilitas akun atau transaksi, Kerumitan masalah akuntansi yang
terkait, Sifat, penyebab dan jumlah salah saji yang dideteksi pada
tahun sblmnya
2. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam
suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
struktur pengendalian intern entitas.
Terkait dengan efektifitas Struktur Pengendalian Internal, Ada 2 macam
resiko pengendalian :
a. Actual level of control risk (Bukti mengenai Pemahaman SPI)
b. Assessed level of control risk (Pemahaman SPI terkait dengan asersi)
Auditor dapat mengkontrol resiko pengendalian dengan cara
memodifikasi :
a. Prosedur yang akan membantu memahami SPI
b. Prosedur-prosedur yang digunakan untuk pengujian pengendalian
3. Risiko Deteksi
Detection Risk (DR) = Resiko Deteksi merupakan resiko sebagai akibat
auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu
asersi.

I. PENGGUNAAN INFORMASI RISIKO AUDIT


Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh
auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk
membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Beberapa auditor lebih
menyukai pertimbangan kualitatif dalam menaksir berbagai macam risiko yang
membentuk risiko audit. Di samping itu, penggunaan pendekatan kuantitatif
memaksa auditor untuk memikirkan dengan mendalam berbagai pertimbangan
auditnya.
J. HUBUNGAN ANTAR UNSUR RISIKO
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi.Kedua
risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas
laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit
dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri.Risiko deteksi mempunyai
hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian.Semakin
kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin
besar risiko deteksi yang dapat diterima.Sebaliknya, semakin besar adanya risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima.

K. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, BUKTI


AUDIT
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko
audit digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat meterialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
a. Menambah tingkat meterialiras, sementara itu mempertahankan jumlah
bukti audit yang dikumpulkan.
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan.
c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama.

L. STRATEGI AUDIT AWAL


Karena adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit, dan bukti
audit, auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas
asersi individual atau sekelompok asersi. Strategi audit awal dibagi menjadi dua
macam, yaitu pendekatan terutama substantif (primarily substantive approach),
dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran rendah (lower assessed level
of control risk approach).
1. Unsur Strategi Audit Awal
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor
menetapkan empat unsur berikut ini :
 Tingkat risiko pengendalian intern yang direncanakan.
 Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus
diperoleh.
 Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko
pengendalian.
 Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah.
2. Pendekatan Terutama Substantif
Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua
bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit
meletakkan kepercayaan atau tidak mempercayai pengendalian intern.
Pendekatan ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian pada
tingkat atau mendekati maksimum.
3. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah
Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada
tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya
auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian substantif.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam penerimaan jenis laporan
audit yang tepat untuk diterbitkan. Tanggung jawab auditor adalah menentukan
apakah laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material. Alasan
penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk
membantu auditor merencanakan bukti-bukti audit yang memadai yang harus
dikumpulkan.
Materialitas dibagi menjadi dua golongan yaitu materialitas pada tingkat
laporan keuangan dan materialitas pada tingkat saldo akun. Sedangkan Risiko
audit juga digolongkan menjadi dua yakni risiko audit keseluruhan dan risiko
audit individual. Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur:
(1) risiko bawaan, yakni kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait,
(2) risiko pengendalian, yakni risiko terjadinya salah saji material dalam suatu
asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern entitas dan
(3) risiko deteksiadalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Adanya hubungan antara tingkat materialitas, risiko audit dan bukti audit,
auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit atas asersi
individual atau kelompok asersi.
DAFTAR PUSTAKA
Arens & Loebbecke.(1999). Auditing Pendekatan Terpadu, Buku 1, Edisi
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Boynton, Johnson, & Kell. (2002). Moderen Auditing, Edisi 7, Jilid 1,
Jakarta:Erlangga
I Gusti Agung Rai. (2008). Audit Kinerja pada Sektor Publik: Konsep, Praktik,
Studi Kasus. Jakarta: Salemba Empat
https://iapi.or.id/Iapi/detail/362

Anda mungkin juga menyukai