Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

INFEKSI OTAK

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


DIII KEPERAWATAN BLORA
INFEKSI SELAPUT OTAK (MENINGITIS)

A. Pengertian
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta.

B. Anatomi dan Fisiologi


Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur
syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

1. Lapisan Luar (Durameter)


Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak
untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat
erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. Pathofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak,
misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan
Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur
terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua
selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

D. Gejala
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan
oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti
oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi
vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan
berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis
bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal.
Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual,
muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang
dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh
Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan
saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi,
nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal
tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi
biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,
muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah
tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa
apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,
kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda
peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III
atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai
koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu
bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
E. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan


klien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang
tengkorak, infeksi sistemik, lainnya. Etiologi dapat dikelompokkan sesuai dengan
klasifikasi :

1. Bakteri :haemophilus, influenzae , neisseria meningitidis ,(meningococcal),


diplococus pneunomia (pneumoccal), streptococcus group A, staphylococcus
aureus , escherichia coli ,klebsiella ,proteus, pseudomonas.
2. Virus: abses otak ,encephalitis ,limfoma leukemia atau darah diruang arakhnoid
,cytomegalovirus ,polyoma virus, herpes simplex dan herpes zoster .
3. Jamur: cryptococcus

F. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis
bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola
hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate
vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal
conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib
Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat
digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
Vaksinasi Hib dapatmelindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh
WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12
bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup
diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di
bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis


(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan
penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan
Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai >
4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan
dilingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat
dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang
bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik
petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian : Perawat mengumpulkan data untuk menentukan penyebab meningitis,
yang membantu mengembangkan rencana keperawatan pada klien.
1)    Riwayat kesehatan sekarang: yang harus dikaji meliputi adanya keluhan sakit
kepala, demam, nausea, vomiting dan nuckal rigidity. Kaji adanya tanda-tanda
peningkatan TIK. Penurunan LOC, seizure, perubahan tanda-tanda vital dan pola
pernafasan, dan papiledema. Perawat menanyakan pada klien untuk menjelaskan
gejala yang dialami, kapan, apakah semakin buruk.
2)    Riwayat kesehatan masa lalu : Perawat berkata pada klien untuk mengingat
peristiwa khusus yang pernah dialami, seperti riwayat alergi, ISPA, trauma kepala
atau fraktur tengkorak, riwayat pemakaian obat-obatan.
b. Pengkajian fisik: Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau
pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1)    Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan dan temperatur tubuh.
2)    Sistem pernafasan: mengkaji apakah ada keluhan seperti sesak nafas, irama nafas
tidak teratur, takipnea, ronchi, sumbatan jalan nafas dan apnea.
3)    Sistem kardiovaskuler: dikaji adanya hipertensi, takhikardi, bradikardi.
4)    Sistem gastrointestinal: adanya muntah, menurun atau tidak adanya bising usus.
5)    Sistem urinaria: dikaji frekuensi BAK, jumlah, inkontinensia.
6)    Sistem persarafan meliputi: tingkat kesadaran,kejang, GCS, pemeriksan saraf
kranial II (optikus), III (oculomotorius), V (trigeminal), IV (troklearis), VI (abdusen),
VII (fasialis), atau VIII (vestibulocochlear),   pemeriksaan status system sensori dan
motorik, pemeriksaan refleks, kerniq atau brudzinski positif.
B. Diagnostik Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk klien dengan meningitis mencakup: Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK atau edema serebral, Resiko
terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan respon inflamasi
(akibat obat), status cairan tubuh, Nyeri berhubungan dengan adanya proses
infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi, inefektif manajemen terapeutik berhubungan
dengan berbagai kondisi yang dialami yang ditandai oleh masalah sensorik dan
motorik, keterbatasan aktifitas, Hipertermia berhubungan dengan infeksi dan
gangguan regulasi temperatur pada hipotalamus karena peningkatan TIK ditandai
peningkatan suhu.
C. Perencanaan
Perencanaan dibuat untuk menetapkan tujuan, criteria hasil dan perawatan pada klien
dengan meningitis. Adapun dalam menetapkan tujuan harus spesifik, nyata dan dapat
dilakukan dan mempunyai criteria waktu dan menetapkan criteria hasil, serta
merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Adapun prinsip dari
perencanaan bertujuan: mengembalikan fungsi saraf secara optimal, mengatasi
infeksi, mengurangi rasa nyeri dan ketidak nyamanan.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah ditentukan secara umum. Intervensi yang dapat dilakukan pada klien
meningitis adalah: kaji status neurology, monitor tanda-tanda vital, mengkaji adanya
komplikasi, hindari fleksi leher, kaji kepatenan dan fungsi jalan nafas, peningkatan
kesehatan, pencegahan infeksi pernafasan melalui vaksinasi pneum ococcal
pneumonia dan influenza dengan dibantu oleh perawat, monitor intake dan out put,
kolaborasi dengan medis, membantu memenuhi kebutuhan klien, memberi support
kepada klien dan keluarga.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang dipakai sebagai alat
ukur keberhasilan dari rencana keperawatan didalam memenuhi kebutuhan klien.
Pada perawatan klien dengan meningitis hasil yang diharapkan adalah: perfusi
jaringan serebral adekuat, meningkatnya tingkat kesadaran, tubuh dipertahankan
normal (36 – 37,2°C),  nyeri berkurang/hilang, melaksanakan program terapi,
terhindari dari komplikasi meningitis tersebut.
INFEKSI JARINGAN OTAK (ENSEFALITIS)

A. PENGERTIAN
Ensefalitis yaitu Infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai virus dan
organisme.

B. PATOGENESIS
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah itu
masuk kedalam tubuh, virus akan menyeba keseluruh tubuh dengan beberapa cara :
 Setempat : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
 Penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah. Kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
 Penyebaran melalui saraf – saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput
lender dan menyebar melalui system saraf.
Masa prodomal berlangsung 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat.

C. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bacteria,
protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphilococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bacterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut( Manjoer, 2000 ).
Penyebab lain adalah keracunan arsenic dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak
dan chiken pox/ cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah
virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang
akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi encephalitis berdasarkan jenis virus serta epidemiologinya :
         Infeksi virus yang bersifat endemic
1.      Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, vieus ECHO.
2.      Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
         Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfoggranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
         Encephalitis pasca – infeksi : pasca morbili, pasca – varisela, pasca – rubella,
pasca – vaksinia, psca – mononucleosis infeksius, dan jenis – jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. ( Robin cit. Hasan, 1997 ).

E. MANIFESTASI KLINIS
Meskipun penyebabnya berbeda – beda, gejala klinis encephalitis lebih kurang sama
dank has, sehingga dapat digunakan sebagai criteria diagnosis. Secara umum, gejala
berupa trias Encephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadran menurun
(Manjoer, 2000 ). Adapun tanda dan gejala encephalitis sebagai berikut :
         Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
         Kesadaran dengan cepat menurun
         Muntah
         Kejang – kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja. ( kejang –
kejang dimuka ).
         Gejala – gekala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri – sendiri atau bersama –
sama, missal paralisis, afasia, dan sebagainya ( Hasan, 1997 ).

F. PROGNOSIS DAN KLOMPIKASI


Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35 sampai 50 %.
Daripada penderita yang hidup 20 sampai 40 % mempunyai komplikasi atau gejala
sisa berupa paralisis, pergerakan “ choreaathetoid “, gangguan penglihatan atau gejala
neurologis lain.
Selain itu komplikasi bisa berupa :
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a.Retardasi mental
b.Iritabel
c.Gangguan motorik
d.Epilepsi
e.Emosi tidak stabil
f.Sulit tidur
g.Halusinasi
h.Enuresis
i.Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain
LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang ( Twiching ), kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat
kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh :
Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli
,dll.
6. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
B. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a. Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air
besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
a. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang sempurna
b. Pemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makanan dan cairan dalam jumlah
kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Pada klien dengan Ensefalitis biasanya ditandai. Dengan adanya mual,
muntah, kepalah pusing, kelelahan..
d. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
e. Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin
A,berat badan kurang dari normal.
f. Menurut rumus dari BEHRMAN,umur 1 sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHRMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi
kurang.
3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi
maka dapat terjadi obstivasi.
b. Kebiasaan BAK sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal.
4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada klien Ensefalitis biasanya tidak dapat dikaji
karena klien sering mengalami apatis sampai koma.
5. Pola Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena klien Ensefalitis
mengalami kelemahan penurunan kesadaran.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak
dilakukan latihan positif.
c. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada klien gizi buruk maka
dilakukan latihan pasif sesuai ROM
d. Kekuatan otot berkurang karena klien Ensefalitis dengan gizi buruk .
e. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah
terkena infeksi ,anemia berat,aktifitas fagosit turun ,Hb turun ,punurunan
kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan.

6. Pola Hubungan Dengan Peran


Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis
kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

7. Pola Persepsi dan pola diri


Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri. Yang meliputi
Body Image ,self Esteem ,identitas deffusion deper sonalisasi belum bisa
menunjukkan perubahan.

8. Pola sensori
  Sensori
 Daya penciuman
 Daya rasa
 Daya raba
 Daya penglihatan
 Daya pendengaran
 Tidak dapat di evaluasi

9. Pola Reproduksi Seksual


Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis ada/tidak.
10. Pola penanggulangan Stress
Pada klien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
a. Stress fisiologi ( anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak bisa
menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
b. Stress Psikologi tidak di evaluasi 

11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan


Anak umur 18 bulan belum bisa dikaji.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI, DAN RASIONAL
1. Hipertermi b/d proses infeksi.
Kriteria Hasil : suhu badan anak dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Ukur suhu badan anak setiap 2 – 4 jam. Pemantauan dapat mendeteksi
kenaikan suhu .

Pantau suhu lingkungan. Lingkungan yang sejuk dapat


mengurangi demam melalui kehilangan
panas secara radiasi.

Berikan kompres hangat. Kompres hangat dapat mendinginkan


permukaan tubuh melalui proses
konduksi.
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antipiretik dan antimikroba. Antipiretik dapat mengurangi demam
dan antimikroba dapat mengobati
infeksi yang menjadi penyebab
penyakit.

2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler.


Kriteria Hasil : meningkatkan bagian tubuh terurama ekstremitas, agar dapat
berajtivitas denagn normal tanpa meminta bantuan orang lain.

Intervensi Rasional
Periksa kembali kemampuan dan keadaaan Mengidentifikasi kemungkinan secara
secara fungsional pada kerusakan yang fungsional dan mempengaruhi pilihan
terjadi intervensi yang akan dilakukan

Mempertahankan mobilisasi dan fungsi


Berikan/ bantu untuk melakukan latihan sendi/ posisi normal ekstremitas dan
rentang gerak menurunkan terjadinya vena yang statis

Perubahan posisi yang teratur


Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menyebabkan penyebaran terhadap
menghindari kerusakan karena tekanan berat badan dan meningkatkan sirkulasi
ubah posisi pasien secara teratur dan buat pada seluruh bagian badan
sedikit perubahan posisi antara waktu
perubahan posisi tersebut
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas
Berikan perawatan kulit dengan cermat,
kulit dan menurunkan resiko terjadinya
masase dengan pelembab dan ganti linen/
ekskorlasi kulit
pakaian yang basah dan pertahankan linen
tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan
(jaga tetap tegang dan mencegah decubitus)
Proses penyembuhan yang lambat
Bantu pasien dengan program latihan dan
seringkali menyertai trauma kepala dan
penggunaan alat mobilisasi
pemulihan secara fisik merupakan
bagian yang amat penting

3.   Perubahan persepsi sensorik b/d penurunan tingkat kesadaran.


Kriteria hasil : mempertahankan fungsi persepsi

Intervensi Rasional
Kaji kesadaran sensorik seperti respon Informasi penting untuk keamanan
panas / dingin atau benda tajam / tumpul pasien. Semua system sensorik dapat
dan kesadaran terhadap gerakan dan letak terpengaruh denagn adanya perubahan
tubuh kehilangan sensasi / kemampuan untuk
menerima dan berespon secara
stimulasi

Catat adanya perubahan yang spesifik Membantu melokalisasi daerah otak


dalam hal kemampuan seperti memusatkan yang mengalami gangguan dan
kedua mata dengan mengikuti instruksi mengidentifikasi tanda perkembangan
verbal yang sederhana. terhadap peningkatan fungsi neurologi.
 
Memberikan terapi pada klien untuk
Kolaborasi dengan tim medis dalam membentu proses penyembuhan.
pemberian terapi
4. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang ( Twiching ).
Kriteria hasil : tidak terjadi trauma

Intervensi Rasional
Berikan pengamanan pada pasien dengan Melindungi px jika terjadi kejang ,
memberi bantalan,penghalang tempat tidur pengganjal mulut agak lidah tidak
tetapn terpasang dan berikan pengganjal tergigit.
pada mulut, jalan nafas tetapbebas. Catatan: memasukkan pengganjal
mulut hanya saat mulut relaksasi.
Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
Menurunkan resiko terjatuh / trauma
saat terjadi vertigo.

Kolaborasi
 Merupakan indikasi untuk penanganan
Berikan obat sesuai indikasi seperti
dan pencegahankejang.
delantin, valumdsb.

5. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.


Kriteria hasil : tidak terjadi kontraktur 

Intervensi Rasional
Berikan penjelasan pada ibu klien tentang Dengan diberi penjelasan diharapkan
penyebab terjadinya spastik , terjadi keluarga mengerti dan mau membantu
kekacauan sendi. program perawatan .

Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari Melatih melemaskan otot-otot,
secara bertahap mencegah kontraktor.

Dengan melakukan perubahan posisi


Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
diharapkan peR/usi ke jaringan lancar,
meningkatkan daya pertahanan tubuh

Dengan melakukan observasi dapat


melakukan deteksi dini bila ada
Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam kelainan dapat dilakukan inteR/ensi
segera

 Diberi dilantin / valium ,bila terjadi


Kolaborasi untuk pemberian pengobatan
kejang spastic ulang
spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
  
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran
menurun .
Kriteria Hasil :
Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi meningkat atau terpenuhi.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, Faktor ini menentukan pemilihan
menelan terhadap jenis makanan

Auskultsi bising usus, catat adanya


Fungsi saluran pencernaan biasanya
penurunan/ hilangnya suara yang hiperaktif
tetap baik pada kasus cidera kepala,
jadi bising usus membantu dalam
menentukan respon untukmakanan.

Timbang berat badan sesuai indikasi


Mengevaluasi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

Berikan makanan dalam jumlah kecil dan


dalam waktu yang sering dengan teratur Meningkatkan proses pencernaan dan
dapat meningkatkan kerjasama pasien
saat makan.

Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang


santai termasuk sosialisasi saat makan.
Anjurkan orang terdekat untuk membawa Sosialisasi waktu makan dengan orang
makanan yang disukai pasien. terdekat atau teman dapat
meningklatkan pemasukan dan
Kolaborasi dengan ahli gizi menormalkan fungsi makan

Untuk mengidentifikai kebutuhan


kalori (nutrisi tergantung pada usia,
berat badan, ukuran tubuh, dan
keadaaan penyakit)

7. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang


tidak adekuat.
Kriteria Hasil : Kebutuhan cairan terpenuhi.

Intervensi Rasional
Kaji intake dan output cairan Membantu dalam menentukan
intervensi selanjutnya.

Dengan mengetahui tanda –tanda


Monitor tanda – tanda meningkatnya meningkatnya kekurangan cairan maka
kekurangan cairan seperti turgor kulit tidak dapat membantu dalam melakukan
elastic, ubun – ubun cekung, produksi urin tindakan keperawatan dan terapi
menurun, membrane mukosa kering, bibir selanjutnya.
pecah – pecah.
BB dapat menindikasikan bahwa tubuh
Timbang BB pasien pasien memiliki keseimbangan cairan
dalam tubuh.

Pemberian cairan intravena dapat


Monitor pemberian cairan intravena setiap membantu mengembalikan cairan
jam. tubuh yang telah hilang.
8. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit pasien meliputi struktur, Keadaan kulit pasien dapat menjadi
bentuk lesi, serta penyebaran lesi pada kulit. indicator untuk menentukan tindakan
perawatan selajutnya

Ubah posisi pasien Dengan mengubah posisi pasien dapat


mencegah terjadinya dekubitus.

Kolaborasi dalam pemberian obat – obat Pemberian obat topical dapat


topical. membantu penyembuhan luka pada
kulit.
9. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit
Kriteria Hasil : Keluarga memahami tentang penyakit yang diderita pasien.

Intervensi Rasional
Beri informasi tentang penyakit pasien Informasi yang didapat oleh kelurga
kepada keluarga. dapat membantu menghilangkan
kecemasan kelurga dan dapat
membantu dalam melakukan tindakan
perawtan dirumah.
Ajar keluarga pasien teknik merawat pasien
dirumah Dengan pengetahuan keuraga tentang
teknik perawatan pasien dirumah maka
dapat membantu penyembuhan pasien
dan terhindar dari komplikasi –
komplikasi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson P. Syilvia. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :


EGC
Doengoes. M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Le Mone, P and Burke, K.M. (2005). Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Clien
Care. New Jersey: Prentice Hall Upper Sadle River.
Lewis, S.W. at. Al. (2005). Medical Surgical Nursing, Assesment and Management of
Clinical Problems. St. Louis : CV. Mosby.
Luckman, Joan, MA, RN (1997). Saunders Manual of nursing Care. Philadelphia : W.B.
Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai