Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS

DI RSUD ULIN BANJARMASIN

Disusun Oleh :

Henny Kusuma Wardani 1914901210114

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM S.1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
2020
A. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di
dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,danmerupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui
proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya
akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada wanita
peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium. (Tarigan, M.H, 2014)

B. Phatway
Invasi kuman ke lapisan peritonium oleh berbagai kelainan oleh sistem gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ abdomen
atau perforasi organ pasca trauma abdomen

Respon peradangan pada peritonium dan organ didalamnya

Peritonitis Respon sistemik

Penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen Hipertermia

Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritonium

Laparotomi Responlokal saraf tehadap inflamasi Syok sepsis Gangguan gastrointestinal

Pre operasi Post Operasi Distensi Respon Mual, muntah, kembung,


Abdomen kardiovaskuler anoreksia
Respon Resiko
Nyeri Curah jantung Intake nutrisi tidak
psikologis Infeksi
menurun adekuat
Kerusakan
Cemas
integritas kulit Suplai darah ke Ketidakseimbangan nutrisi
otak menurun kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakmampuan Ketidakefektifan Penurunan perfusi
batuk efektif bersihan jalan serebral Sumber: Muttaqin (2011)
nafas
Etiologi Faktor Resiko
Manifestasi Klinis
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan Faktor-faktor berikut dapat meningkatkan
1. Demam temperatur lebih dari 380C, pada
oleh bermacam hal, antara lain:\ kondisi sepsis berat dapat hipotermia resiko kejadianperitonitis, yaitu:
2. Mual dan muntah Timbul akibat adanya
1. Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, 1. Penyakit hati dengan ascites
kelainan patologis organ visera atau akibat
ruptur hepatoma, kehamilan ektopik iritasi peritoneum 2. Kerusakan ginjal
3. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat
terganggu 3. Compromised immune system
mendorong diafragma mengakibatkan kesulitan
2. Asites, yaitu adanya timbunan cairan bernafas. 4. Pelvic inflammatory disease
4. Distensi abdomen dengan penurunan bising
dalam rongga peritoneal sebab obstruksi 5. Appendisitis
usus sampai tidak terdengar bising usus
vena porta pada sirosis hati, malignitas. 5. Rigiditas abdomen atau sering disebut’perut 6. Ulkus gaster
papan’, terjadi akibat kontraksi otot dinding
3. Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang 7. Infeksi kandung empedu
abdomen secara volunter sebagai
dapat disebabkan oleh corpus alienum, respon/antisipasi terhadap penekanan pada 8. Colitis ulseratif/chron’s disease
dinding abdomen ataupun involunter sebagai
misalnya kain kassa yang tertinggal saat 9. Trauma
respon terhadap iritasi peritoneum
operasi, perforasi, radang, trauma 6. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+) 10. CAPD(Continous Ambulatory Peritoneal
7. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
4. Radang, yaitu pada peritonitis Dyalisis)
8. Tidak dapat BAB/buang angin.
Celevo (2012) Menurut Corwin (2014) 11. Pankreatitis

Komplikasi Klasifikasi
1. Septikemia dan syok septic. 1. Peritonitis bacterial primer akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum
2. Syok hipovelmia.
peritoneum dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen.
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak
dapat dikontrol dengan kegagalan multi 2. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative) yang mengikuti suatu infeksi akut atau
system.
perforasi traktus gastrointestinal atau tractus urinarius
4. Abses residual intraperitoneal
5. Eviserasi luka. 3. Peritonitis Tersier ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
6. Obstruksi usus
(Andra & Yessie, 2013)
7. Oliguri Menurut (Haryono, 2015)
Nyeri akut berhubungan dengan agen Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
cidera fisik. kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat.
NOC:
1. Pain level NOC:
2. Pain kontrol
3. Comfort level 1. Nutritional Status: food and fluid
intake
Kriteria hasil: 2. Nutritional Status: nutriet intake
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Weight control
penyebab nyeri)
2. Frekuensi nyeri Kriteria Hasil:
3. Tanda nyeri 1. Adanya peningkatan berat badan
4. Mengatakan rasa nyaman setelah sesuai tujuan
nyeri berkurang 2. Berat badan sesuai dengan tinggi
badan
NIC: 3. Tidak ada tanda malnutrisi
Pain Management
1. Kaji secara komprehensif tentang NIC:
nyeri (lokasi karateristik, durasi, Nutritional Management:
frekuensi, kualitas). 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Monitor perubahan tanda vital 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
3. Observasi isyarat non verbal dari menentukan jumlah kalori yang
ketidak nyamanan. dibutuhkan.
4. Kaji pengalaman individu terhadap 3. Berikan makanan yang terpilih.
nyeri. 4. Monitor jumlah nutrisi
5. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (ex. Relaksasi, terapi Nutritional Monitoring:
musik, masase, dan lain-lain). 1. Monitor adanya penurunan berat badan
6. Berikan analgesik sesuai anjuran. 2. Monitor turgor kulit dan perubahan
7. Anjurkan pasien untuk berdiskusi pigmentasi
tentang pengalaman nyeri secara 3. Monitor mual muntah
tepat. 4. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
5. Monitor kalori dan intake nutrisi.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ansietas berhubungan dengan


berhubungan dengan ketidakmampuan perubahan status kesehatan
batuk efektif.
NOC
NOC: 1. Anxiety Control
1. Respiratory status: ventilation 2. Coping
2. Respiratory status: airway patency 3. Impulse Control
3. Aspiration kontrol
Kriteria Hasil:
Kriteria Hasil: 1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
2. Postur tubuh, ekspresi wajah dan
suara nafas yang bersih. tingkat aktifitas menunjukkan
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten.
3. Mampu mengidentifikasikan dan berkurangnya kecemasan
mencegah faktor yang dapat 3. Mengidentifikasi, mengungkapkan
menghambat jalan nafas. dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
NIC:
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
NIC
ventilasi. 1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
2. Berikan informasi aktual tentang
alat jalan nafas buatan.
diagnosis dan tindakan prognosis.
3. Lakukan fisioterpi dada bila perlu.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Auskultasi suara paru dan catat bunyi 4. Identifikasi tingkat kecemasan
nafas tambahan. 5. Dorong pasien untuk mengungkapkan
5. Berikan bronkodilator bila perlu kecemasan dan ketakutan persepsi.
6. Monitor respirasi dan status O2. 6. Jelaskan semua prosedur yang akan
dijalani
Penurunan perfusi cerebral Resiko infeksi berhubungan dengan
berhubungan dengan suplai darah ke prosedur infasive.
otak menurun.
NOC:
NOC: 1. Imune status
1. Circulation status 2. Knowledge infection control
2. Tissue prefussion: cerebral 3. Risk kontrol

Kriteria Hasil: Kriteria Hasil:


1. Tidak ada tanda peningkatan TIK 1. Tanda dan gejala infeksi tidak ada
2. Tekanan darah dalam batas normal 2. Jumlah leukosit dalam batas normal
3. Menunjukkan fungsi sensori motor 3. Menunjukkan kemampuan untuk
cranial yang utuh mencegah timbulnya infeksi
NIC:
Peripheral sensation management NIC:
1. Batasi gerakan kepala, leher, dan1. Monitor tanda dan gejala infeksi
punggung sistemik dan lokal
2. Monitor kemampuan BAB 2. Monitor kerentanan terhadap penyakit
3. Monitor adanya perubahan status menular
mental, kesadaran dan tanda vital
3. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
4. Kolaborasi pemberian analgetik.
4. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
5. Ajarkan cara menghindari infeksi.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan

NOC:
1. Tissue integrity: skin and muccous membrans

Kriteria Hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
2. Perfusi jaringan baik
3. Mampu mempertahankan kelembaban kulit

NIC:
1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
2. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
3. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan

C. Pemeriksaan penunjang
Jenis
No Nilai Normal Manfaat
Pemeriksaan
1. Sel darah putih meningkat
kadang-kadang lebih dari
Pemeriksaan darah - 20.000 /mm3.
1.
lengkap 2. Sel darah merah mungkin
meningkat menunjukan
hemokonsentrasi.
1. Albumin serum, mungkin
menurun karena perpindaahan
cairan.
Pemeriksaan lab 2. Amylase serum biasanya
- Albumin serum meningkat.
2. - Amylase serum - 3. Elektrolit serum, hipokalemia
- Elektrolit serum mungkin ada.
- Kultur darh 4. Kultur darah, organisme
penyebab mungkin teridentifikasi
dari darah, eksudat/sekret atau
cairan asites.
Mengetahui distensi usus ileum. Bila
- perforasi visera sebagai etiologi,
3. USG
udara bebas akan ditemukan pada
abdomen
Mengetahui cairan peritoneal dapat
4. Parasentesis - mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada peritonitis Menurut Netina (2015) adalah sebagai
berikut :
1. Antibiotik
Berikut ini adalah antibiotik yang dapat dipilih pada peritonitis primer
dan sekunder.
a. Peritonitis Primer
Untuk peritonitis primer, pasien dapat diberikan tatalaksana
antibiotik empiris yang dapat menangani basil aerobik gram
negatif dan kokus gram positif seperti sefalosporin generasi
ketiga. Pilihan antibiotik yang sering digunakan adalah
cefotaxime 2 g setiap 8 jam diberikan secara intravena.Pilihan
lain yang dapat digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi penisilin dengan penghambat beta-laktamase.
Jika pemeriksaan penunjang sudah menemukan organisme
penyebab infeksi, maka pengobatan yang diberikan disesuaikan.

b. Peritonitis Sekunder
Tata laksana kontrol sumber infeksi melalui tindakan
pembedahan dan pemberian antibiotik yang sesuai dapat
mengurangi angka mortalitas hingga sekitar 5-6%. Bila sumber
infeksi tidak terkontrol, angka mortalitas pasien dapat mencapai
40%.
Pada peritonitis sekunder, regimen antibiotik yang diberikan
ditujukan untuk basil gram-negatif dan anaerob. Pada penyakit
yang ringan-sedang dapat diberikan kombinasi penisilin dengan
penghambat beta-laktamase, contohnya ticarcillin/clavulanate 3,1
g intravena setiap 6 jam, atau cefoxitine 2 g intravena sekali
sehari. Pasien yang menjalani rawat inap di ruang intensif dapat
diberikan imipenem, meropenem, atau kombinasi obat seperti
ampicillin dengan metronidazole dan ciprofloxacin.
2. Pembedahan
Tata laksana pembedahan untuk peritonitis memiliki tiga tujuan utama
yaitu :
a. Mengeliminasi sumber kontaminasi
b. Mengurangi inokulum bakteri
c. Menghindari peritonitis rekuren atau persisten

E. Daftar Pustaka
Kumala Sari, Muttaqin. 2011. Gangguan Gasrtointestinal. Jakarta: Salemba.
Jitowiyono, Sugeng, Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post
Operasi. Jakarta: Nuha Medika.

Bulechek G.M., Howard K.B., Joanne M.D. (Eds.). 2008. Nursing


Intervention Classification (NIC), Fifth Edition. St. Louis Missouri:
Mosby Inc.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International
Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford:
Wiley Blackwell.
Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis
Missouri: Mosby Inc.
Banjarmasin, Mei 2020

Preseptor akademik Preseptor klinik

( Linda, Ns., M.Kep ) (Riannor, S.Kep., Ns)

Anda mungkin juga menyukai