Anda di halaman 1dari 9

Mbak, yang tak perbaiki yg tulisanya dimerahin. Semangat !!!

4.4 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)


4.4.1 Pendahuluan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu pelayanan kesehatan
di RSUD Blambangan yang berperan dalam memberikan pertolongan pertama
pada penanganan kasus darurat (emergency). Perbekalan farmasi di IGD
disediakan oleh depo farmasi IGD yang dikelola oleh 12 SDM dengan 8
orang/shift yaitu; 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab depo IGD, empat
orang tenaga teknis kefarmasian dan tiga orang administrasi. Tugas dan tanggung
jawab apoteker adalah mengawasi, memastikan, dan mengatur semua kegiatan
pelayanan di depo IGD sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu, apoteker
memiliki kewenangan dalam memilihkan obat yang tepat bagi pasien dalam
kondisi emergency dan mengendalikan persediaan obat.
Depo farmasi IGD selain memiliki kewenangan dalam menyiapkan obat
dan alat kesehatan bagi pasien gawat darurat juga bertanggung jawab terhadap
ketersediaan obat dan alat kesehatan yang ada di emergency kit dan ambulance kit.
Emergency kit adalah troli yang disertai dengan segel berisi obat dan alat
kesehatan yang diletakkan di ruang resusitasi untuk kasus resusitasi jantung,
perbaikan sirkulasi, dan gawat darurat lainnya. Dokter dan perawat yang
menangani pasien resusitasi dapat mengambil obat dan alat kesehatan di dalam
emergency kit apabila membutuhkan penanganan segera. Sedangkan ambulance
kit merupakan tas box berisi obat dan alat kesehatan untuk penanganan pasien
selama berada didalam mobil ambulan ketika akan dirujuk ke fasilitas kesehatan
tingkat tiga. Dokter yang menggunakan obat dan alat kesehatan yang berada di
dalam emergency kit dan ambulance kit harus menuliskan resep yang kemudian
diserahkan kepada depo farmasi IGD untuk dilakukan pengembalian stock.

4.4.2 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP


(Bahan Medis Habis Pakai)
a. Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP di depo IGD didasarkan
pada kebutuhan periode sebelumnya dan kondisi terkait saat ini (epidemiologi).
Kegiatan perencanaan disesuaikan dengan formularium nasional dan
formularium rumah sakit. Jumlah angka kebutuhan dihitung dan ditetapkan
untuk kebutuhan periode selanjutnya.
b. Pengadaan
Pengadaan obat, alkes, dan BMHP di depo IGD dilakukan oleh apoteker
melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIM RS) ke gudang farmasi. Sistem
yang digunakan di RSUD Blambangan dikenal dengan database SAOS (Semi
Automatic Order System). Sistem order ini bersifat terpusat yang dilakukan
setiap 2 hari sekali sehingga jumlah kebutuhan obat yang diminta akan
langsung tercatat sebagai perencanaan kebutuhan untuk 1 minggu, 1 bulan, dan
3 bulan selanjutnya. Upaya ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
kekosongan obat di depo IGD.
c. Penerimaan
Setiap barang yang datang ke depo IGD akan dilakukan pemeriksaan
sebelum disimpan, meliputi kesesuain tujuan depo yang dikirim, kesesuaian
nama dan jumlah barang yang datang dengan faktur. Jika kesesuaian barang
tercapai maka dapat dilakukan serah terima dengan petugas gudang farmasi
IGD dengan mengisi SIM RS. Pengisian ini bertujuan untuk menambahkan
stok masing-masing item di SIM RS depo farmasi IGD sehingga ketersediaan
jumlah barang secara otomatis akan berubah sesuai dengan jumlah yang ada.
Petugas farmasi juga akan menuliskan jumlah barang yang masuk di kartu stok
secara manual untuk menghindari kesalahan input barang melalui sistem.
d. Penyimpanan
Sistem penyimpanan obat dan alkes di depo IGD didasarkan pada kelas
terapi dan jenis sediaan farmasi. Depo farmasi IGD memiliki ciri khas
dibandingkan dengan depo farmasi lain, dikarenakan memiliki beberapa suhu
penyimpanan untuk sediaan obat tertentu, misalnya sediaan albumin dapat
disimpan pada suhu 2-8°C (suhu dingin) atau 8-15°C (suhu sejuk) tergantung
instruksi penyimpanan pada label kemasan, sedangkan untuk sediaan injeksi
dilakukan penyimpanan pada suhu <25°C. Berikut cara atau metode
penyimpanan obat yang ada di IGD:
1) Look Allike Sound Alike (LASA)
Jenis obat ini memiliki penampilan dan penamaan yang mirip
sehingga tidak diletakkan bersebelahan dan harus dipisah dengan jarak 3-5
obat. Penulisan dibuat tallman letters menggunakan huruf besar pada huruf
yang berbeda sebagai penekanan, misalnya EPHEDrin dan EPINEPHrin
serta diberikan penandaan khusus berupa kategori “LASA” untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan obat.
2) High-Alert Medicatin (HAM)
Obat HAM disimpan di lemari dengan area terkunci dan terpisah dari
produk lain, diberikan label “High-Alert” dengan stiker warna merah pada
sisi depan kemasan tanpa menutupi informasi yang ada pada kemasan.
Beberapa elektrolit konsentrat ada yang disimpan di logistik dan ruang
perawatan, seperti trolley emergency. Hal ini dikarenakan kondisi
emergency dapat terjadi dimanapun dan kapanpun sehingga ketika terjadi
insiden klinis dapat segera ditangani tanpa harus meminta obat ke logistik.
Adapun kriteria atau SOP penggunaan trolley emergency adalah: jenis
dan jumlah obat di trolley harus ada SK dari RS, setiap pengambilan obat
harus disertakan nama dan jumlahnya, memiliki cable tise sebagai segel
yang dapat dipotong saat obat akan digunakan (sebagai tanda obat
kosong/baru), memiliki buku catatan pemakaian troli, dilakukan pengantian
stock setiap kali digunakan dan dilakukan pengecekan secara berkala terkait
fisik obat, jumlah stok dan tanggal kadaluwarsa. Pengambilan obat HAM
harus dilakukan double check baik oleh apoteker kepada perawat atau
perawat ke perawat lain guna memastikan 6 dokumen (pasien, obat, dosis,
rute, frekuensi, dokumentasi). Obat emergency yang digunakan oleh dokter
atau perawat harus digantikan dalam waktu 1x24 jam melalui peresepan.
Adapun jenis dan jumlah obat emergency yang disimpan dalam troli harus
sesuai dengan daftar yang telah ditetapkan dalam kebijakan rumah sakit (SK
Rumah Sakit), misalnya pada Rak 1 untuk obat-obat injeksi (ketorolac inj,
tramadol inj, atropin sulfat inj). Rak 2 untuk alat bantu pernafasan (ETT,
Nasofaringeal airway, Orofaringeal airway, blood set). Rak 3 untuk alat
sirkulasi (iv kanula, catheter, dispo syringe) dan larutan iv (Larutan D5%,
D10%, RL, NaCl 0,9%).
e. Distribusi
Distribusi obat, alkes dan BMHP di depo IGD RSUD Blambangan
dilakukan dengan sistem pelayanan resep perorangan. Untuk pendistribusian
obat narkotika dan psikotropika, petugas farmasi akan meminta resep asli
untuk arsip farmasi, sedangkan salinannya akan masuk dalam rekam medis
bersama LPO pasien.
f. Penarikan dan Pemusnahan
Sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang kadaluwarsa, tidak sesuai standar
ataupun rusak akan dilakukan pemusnahan. Sedangkan sediaan farmasi yang
tidak layak edar maupun dicabut ijin edarnya dilakukan oleh BPOM yang
terpusat oleh gudang farmasi rumah sakit. Depo farmasi IGD tidak melakukan
penarikan dan pemusnahan sendiri namun dilakukan bersama dengan depo
lainnya yang di koordinir oleh gudang farmasi rumah sakit.
g. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi, alat kesehatan dan BMHP di depo IGD
dilakukan menggunakan SIM RS dan kartu stok obat yang disesuaikan dengan
fisik barang. Pengendalian ini juga dilakukan pada penggunaan trolley
emergency, yang biasanya dilakukan pemeriksaan setiap hari oleh perawat dan
1 bulan sekali oleh petugas farmasi. Akan tetapi, penggunaan trolley
emergency di RSUD Blambangan jarang digunakan dan biasanya perawat lebih
menyukai untuk meminta langsung pada apoteker yang bertugas sehingga
dimungkinkan ketika terjadi kekosongan obat pada troly emergency, maka
mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi obat yang
masuk life saving. Identifikasi ditujukan untuk meminimalkan jumlah obat
yang tersedia di logistik dan outlet emergency guna menghindari over stock,
stock out dan death stock. Mekanisme CITO juga dapat dilakukan ke PBF
apabila terjadi batas bawah pada obat life saving, sesuai dengan prosedur yang
ada. Jika tidak memungkinkan maka dilakukan UP obat atau pergantian obat
(second line) setelah berdiskusi dengan dokter penanggung jawab pasien.
h. Administrasi

Administrasi di RSUD Blambangan dilakukan secara tertib dan


berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang telah
dilakukan, misalnya melalui proses pencatatan dan pelaporan. Pencatatan
dilakukan pada saat pasien datang hingga keluar dari IGD, baik menuju rawat
inap maupun rawat jalan. Data pasien yang meliputi biodata pasien, obat dan
alkes yang dipakai, dan biaya pengobatan akan tersimpan secara otomatis di
SIM RS. Sedangkan untuk pelaporan obat-obat narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh depo IGD melalui pengklasifikasian secara otomatis saat
memasukkan data penggunaan obat. Data ini akan secara otomatis terdownload
dan terfeedback kan pada masing-masing depo melalui SIM RS. Selanjutnya
dilakukan crossceck atau kesesuaian jumlah di data dengan fisik barang.
Setelah data dipastikan benar, maka akan dilaporkan melalui website SIPNAP
yang biasanya dilakukan setiap 1 bulan sekali.

4.4.3 Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik


a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Sistematika alur pelayanan obat/alkes di depo farmasi IGD RSUD
Blambangan adalah sebagai berikut: pasien memasuki ruang triage kemudian
dipilih sesuai skala prioritas oleh perawat. Di RSUD Blambangan, prioritas
pasien di IGD dibedakan berdasarkan warna selimut. Selimut hijau untuk
pasien tidak gawat, selimut kuning untuk pasien tidak fatal dan selimut merah
untuk pasien yang gawat atau fatal. Setelah dilakukan pemilahan, pasien akan
dibawa ke ruang observasi untuk segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter di
IGD. Selanjutnya perawat/dokter akan melakukan permintaan obat, alkes
ataupun BMHP dengan menuliskan BON terlebih dahulu. Bagian farmasis di
depo IGD memberikan paraf dan menyiapkan obat yang dibutuhkan untuk
tindakan sesuai permintaan. Kemudian dokter akan menuliskan resep terkait
obat-obatan yang telah digunakan oleh pasien dari data BON sebelumnya.
Pasien IGD yang telah diberikan tindakan, dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu pasien rawat jalan (dapat langsung pulang setelah mendapat tindakan
medis) dan pasien rawat inap (pasien yang akan dipindahkan ke ruangan untuk
mendapatkan tindakan lebih lanjut). Petugas administrasi depo farmasi IGD
akan melakukan entry data pada SIM RS terkait obat maupun alat kesehatan
yang telah diberikan kepada pasien selama berada di IGD. Untuk pasien rawat
jalan, data penggunaan obat dan alkes akan diberikan kepada keluarga pasien
untuk langsung membayar tagihannya di kasir. Sedangkan untuk pasien rawat
inap data penggunaan obat dan alkes akan diserahkan ke bagian depo farmasi
rawat inap. Di RS Blambangan, mementingkan pelayanan pasien terlebih
dahulu, kemudian baru dilakukan pembayaran. Jadi, permintaan area green
zone, yellow zone dan red zone sama.
Berikut tahapan pelayanan resep di IGD RSUD Blambangan pada
Gambar 4.3.

Pasien masuk ke IGD perawat memilih skala prioritas pasien yang


akan ditangani terlebih dahulu berdasarkan warna selimut

Perawat/dokter akan melakukan permintaan obat, alkes ataupun


BMHP dengan menuliskan BON terlebih dahulu.

Dokter menuliskan resep terkait obat-obatan yang telah digunakan

Entry obat ke sistem dan Pembayaran

Penyerahan obat kepada pasien

Checking (cek kesesuaian obat)


Gambar 4.3. Tahapan pelayanan resep di depo IGD RSUD Blambangan
b. Penelusuran Obat dan Rekonsiliasi
Penelusuran riwayat penggunaan obat dan rekonsiliasi obat merupakan
proses yang penting untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh
obat/sediaan farmasi yang pernah atau sedang digunakan oleh pasien.
Penelusuran penggunaan obat di RSUD Blambangan diperoleh dari data rekam
medik pengobatan pasien yang telah terintegrasi dengan SIM RS dan/atau
melalui wawancara secara langsung ke pasien atau keluarga pasien. Kegiatan
ini misalnya dapat diambil contoh pada pasien rawat inap, dimana sebelum
pasien dipindahkan ke ruangan, petugas farmasi akan melakukan rekonsiliasi
kepada keluarga pasien untuk memastikan apakah pasien membawa obat-
obatan dari rumah yang sebelumnya digunakan atau tidak. Jika obatnya dibawa
maka obat-obat tersebut dicatat di lembar rekonsiliasi. Lembar asli akan
diberikan kepada pasien untuk diserahkan kepada petugas farmasi rawat inap,
sedangkan lembar salinannya akan disimpan untuk arsip depo farmasi IGD.
Tujuan dari dilakukannya rekonsiliasi adalah untuk memastikan informasi yang
akurat tentang obat yang digunakan pasien dan untuk meminimalisir terjadinya
kesalahan seperti duplikasi obat, kesalahan dosis atau interaksi.
c. Konseling
Konseling ditujukan sebagai upaya pemberian nasihat atau saran oleh
Apoteker kepada pasien atau keluarga pasien untuk mengoptimalkan terapi dan
meminimalkan risiko yang tidak dikehendaki. Pemberian konseling di IGD
RSUD Blambangan terbagi menjadi 3 yaitu konseling pada pasien baru, pasien
dengan terapi antibiotik dan pereda nyeri, dan pasien yang tidak patuh minum
obat. Adapun terapi antibiotik yang sering digunakan atau diberikan kepada
pasien dengan infeksi adalah cefixim (dahulu) dan amoxiclav (sekarang).
Terdapat panitia pengendali resistensi antibiotik (PPRA) guna mengurangi
science infection di lingkungan RSUD Blambangan. Pasien yang telah
menggunakan antibiotik >1 bulan namun tidak mengalami perbaikan kondisi,
biasanya disarankan untuk kembali ke dokter guna mengganti antibiotik yang
digunakan dan/atau disarankan uji mikrobiologi.
Adanya penggunaan NSAID sebagai pereda nyeri di beberapa kasus
perporasi juga perlu dilakukan pengkajian terkait kesesuaian penggunaan obat
dengan kondisi pasien. Sedangkan konseling pada pasien yang tidak patuh
minum obat dapat dilakukan melalui wawancara langsung atau penelusuran
rekam pengobatan. Penelusuran rekam pengobatan ini dapat dilihat dari kartu
catatan pemberian obat (dikenal lembar hijau), yang biasanya dibawa oleh
pasien saat kontrol. Berdasarkan lembar hijau, Apoteker dapat melakukan
pengawasan kepada pasien apakah obat yang diberikan telah dikonsumsi sesuai
dengan anjuran atau tidak (dapat dilihat dari sisa obat yang dibawa).
e. Visite
Kegiatan visite atau kunjungan kepada pasien di IGD/ICU dilakukan
bersama dengan dokter, perawat dan gizi selama ±30 menit/pasien. Pada tahun
2010, bentuk kegiatan farmasi klinis yang dilakukan di RSUD Blambangan
masih bersifat kajian resep dokter hingga akhirnya pada tahun 2016 kegiatan
visite sudah mulai berjalan ke ruang-ruang rawat inap yang dinaungi oleh 6
apoteker. Standarisasi visite terealisasikan pada tahun 2017, dimana sebelum
melakukan proses pengkajian seorang apoteker harus melihat rekam medis
pasien guna memahami dan menyelesaikan permasalahan terkait kondisi
pasien. Berikut rekam medis (RM) yang harus diisi saat visite:
1) Rekam Medis I (IGD), untuk catatan Rekonsiliasi obat, penelusuran
riwayat penggunaan obat oleh pasien, pasien sudah minum obat apa saja
2) Rekam Medis II (No. 22A) berupa pencatatan pengobatan pasien mulai
hari ke-1 hingga keluar RS (sebagai acuan obat dilanjutkan/dihentikan)
3) Rekam Medis III (No. 2A) berupa pencatatan edukasi kepada pasien.

Berdasarkan catatan rekam medis diatas, dapat dinyatakan bahwa


pengkajian resep akan tercapai jika adanya komunikasi yang baik antar tim
dalam kegiatan visite. Apoteker diharapkan tidak hanya menuliskan
assessment-assessment melalui catatan, melainkan juga dapat didiskusikan
secara langsung kepada dokter penulis resep sehingga dapat meminimalisir
kesalahan penafsiran dalam terapi.
e. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan di depo IGD RSUD Blambangan terdiri dari
dispensing sediaan nonsteril dan steril. Dispensing sediaan nonsteril dapat
dilakukan oleh TTK atau non TTK yang telah mengikuti pelatihan dispensing
sediaan non steril dan paham serta patuh terhadap SOP yang ada. Sedangkan
sediaan steril dilakukan oleh apoteker terlatih menggunakan teknik aseptis
guna menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya dan/atau menghindari terjadinya kesalahan pemberian
obat. RSUD Blambangan hingga saat ini masih belum memiliki ruangan kusus
dalam proses pencampuran, penyiapan ataupun penanganan sediaan steril, yang
mana masih memerlukan pengkajian ulang terkait pengkondisian ruangan
bertekanan negatif. Akan tetapi, dimungkinkan setelah massa pandemi
beberapa ruangan yang digunakan oleh pasien covid-19 akan disterilkan guna
dijadikan sebagai ruangan dispensing sediaan steril.
Menurut Permenkes No 72 Tahun 2016, dispensing sediaan steril harus
dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Adapun kegiatan
dispensing sediaan steril yang umumnya dilakukan di beberapa rumah sakit
adalah pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral, rekonstitusi
sediaan sitostatika dan repacking antibiotik. Sedangkan kegiatan dispensing
atau produksi nonsteril adalah pembuatan handsanitizer atau handrub,
pengenceran alkohol, dll.

Dapus:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan di
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai