Anda di halaman 1dari 18

SISTEM PENGAJARAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA

(VOCATIONAL EDUCATION TEACHING SYSTEM IN INDONESIA)

MARCEL PRASTIKO ARTHANA

Singaraja Bali
Jl. Arjuna no. 15
Telp. 089601314315
Email : marcel@undiksha.ac.id

ABSTRAK

Pendidikan dan pengajaran di dalam pendidikan kejuruan terus menjadi instrumen


sosial yang disukai untuk mencapai serangkaian tujuan, seperti mempercepat
pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran kaum muda dan mendapatkan
manfaat dari globalisasi ekonomi. Hal ini perlu adanya sistem pendidikan
pembelajaran, sistem pendidikan pembelajaran dilakukan dengan berbagai
pendekatan yang harus dilakukan oleh para pengelola pendidikan vokasi agar
kualitas lulusannya sesuai tuntutan pasar kerja. Pendekatan ini dilakukan melalui
sistem pendidikan ganda. Tantangan dunia kerja dengan kompetensi kerja yang
makin tinggi seiring kemajuan teknologi dan dinamika tempat kerja menuntut
institusi pendidikan vokasi mampu mengantisipasi dan menghadapi perubahan
yang terjadi dengan memanfaatkan berbagai kapabilitas yang ada. Optimalisasi
pembelajaran kurikulum kompetensi antara lain dilakukan dengan cara (1)
Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik,
pengajar diharapkan mampu mengajarkan bagaimana peserta didik bisa
berhubungan dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang
muncul di masyarakat (Life Skill Education). Hal tersebut dilakukan dengan cara
memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat
yang terkait dengan bidang yang di pilih oleh peserta didik, dan cara-cara
mengatasinya. Melalui kegiatan tersebut diharapkan peserta didik dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan
sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat.

1
(2) Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik peserta didik
karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses
konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
(3) Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan peserta didik agar
partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dapat maksimal. Ketersediaan media
dan sumber belajar memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
secara konkrit, luas, dan mendalam, sehingga peserta didik lebih banyak
melakukan aktivitas untuk mencari dan menggali pengetahuan dan membangun
nilai-nilai yang diperlukan.

Kata kunci : Pendidikan dan Pengajaran Kejuruan, Pengembangan Pembelajaran,


Kurikulum Berbasis Kompetensi, Life Skill Education, Pendidikan Sistem Ganda

A. PENDAHULUAN

Upaya meningkatkan kualitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan


terus berpacu dengan perkembangan zaman. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, professional, dan
memiliki kemampuan kompetitif yang tinggi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya
peningkatan kualitas SDM, utamanya upaya pembaharuan pada aspek
kemampuan. Aspek-aspek kemampuan yang dapat diperbarui adalah
keterampilan, keahlian, dan kemauan yang kuat dari bangsa Indonesia. Di pihak
lain, untuk meningkatkan nilai tambah SDM tersebut dapat dilakukan lewat upaya
peningkatan keterampilan dan keahlian bagi mereka yang sudah bekerja agar tetap
selaras dengan perkembangan teknologi dan perubahan pasar (Depdikbud, 1997).
Bagi generasi muda sebagai calon tenaga kerja yang belum bekerja, peningkatan
kemampuan dan keterampilan mereka merupakan tanggung jawab dunia
pendidikan.

Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari


proses penyiapan SDM yang tangguh dan terampil. Dengan kata lain, melalui
pendidikan diharapkan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas
sehingga mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain. Untuk itu,
peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan menjadi sangat penting.
Kualitas pendidikan di Indonesia pada umumnya diakui oleh banyak kalangan

2
memang belum dapat disejajarkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara
lain termasuk Asean. Seperti diungkap harian Kompas (16 Oktober 2002) kondisi
yang terjadi saat ini adalah banyaknya keluhan dari dunia usaha dan industri
tentang kompetensi yang dimiliki tenaga kerja kita belum memenuhi kebutuhan
pengguna. Contohnya bila ada permintaan tenaga kerja (perawat) yang cukup
banyak jumlahnya dari luar negeri, dalam penyaringan hanya 4% yang memenuhi
syarat. Hal ini disebabkan belum adanya standar kompetensi untuk setiap
kualifikasi tenaga kerja. Menyadari hal di atas, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya agar kualitas pendidikan dapat meningkat. Kebijakan dalam dunia
pendidikan yang gencar untuk digalakkan adalah program pendidikan ber-
orientasi kecakapan hidup (Life Skill) dan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Khusus untuk KBK, mulai tahun ajaran 2004 lembaga
pendidikan dari berbagai jenjang mulai menerapkan kurikulum tersebut.

Untuk memenuhi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diperlukan


kualifikasi yang dipersyaratkan diorientasikan pada pemenuhan kemampuan guru
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Peningkatkan kualitas pembelajaran
dilakukan dengan eksplorasi metode dan sumber belajar, penguasaan terhadap
konteks pembelajaran, serta meng-up date informasi terkini (disesuaikan dengan
lingkup sekolah berada) sebagai upaya peningkatan penguasaan materi pelajaran
yang berorientasi pada peserta didik. Profesionalisme guru dititikberatkan pada
kemampuan mereka dalam mengampu proses pembelajaran, yakni bagaimana
mereka dapat mengeksplorasi kemampuan diri untuk menghidupkan proses
pembelajaran, mempertautkan teks dan konteks pembelajaran, hingga terciptalah
pembelajaran bermakna. Hal tersebut membawa konsekuensi adanya perubahan
pendekatan pembelajaran, dari pendekatan pembelajaran berbasis isi (content-
based instruction) ke pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competency-
based instruction). Pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun
proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada pencapaian kompetensi
peserta didik sebagaimana disampaikan Spencer, S.M., & Spencer, L.M. (1993)
“competency based instruction is designed to help an individual reach a
competent level, and the individual may continue to acquire his or her proficiency
and expertise through additional learning and work experiences”.

3
Pembelajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan desain kurikulum,
dari model lama yang berisi uraian mata pelajaran ke dalam desain kurikulum
baru yang berisi pernyataan seperangkat kompetensi. Guru dituntut memiliki
kemampuan merancang pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi,
dan memperhatikan perbedaan karakteristik peserta didik. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 Ayat (1)
menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Dengan demikian guru diharapkan mampu
memberikan dorongan dan mengembangkan sikap positif peserta didik untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui kegiatan
belajar interaktif, peserta didik memperoleh, memperluas, dan menggunakan
pengetahuan secara bermakna, sehingga dapat menjadikan dirinya mampu
berpikir kreatif, inovatif dan produktif. Pembelajaran interaktif tidak akan
terwujud jika pembelajaran pada pendidikan dasar sampai perguruan tinggi tidak
dirancang dan dilakukan secara optimal dan tidak melalui model pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dan utama


dalam menunjang proses pembelajaran, untuk itu perlu dilakukan peningkatan
dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas
belajar mengajar. Model pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar sesuai
dengan siswa yang memiliki motivasi tinggi, dan sesuai juga dengan siswa yang
memiliki motivasi belajar yang rendah. Model pembelajaran dapat berfungsi
untuk memberikan pernyataan singkat dan rangsangan yang khusus mengenai isi
materi dari mata pelajaran yang telah dipelajari Proses pembelajaran yang

4
berlangsung pada pendidikan kejuruan saat ini masih jauh dari prinsip-prinsip
yang telah dijelaskan dalam PP No. 32 tahun 2013. Padahal pendidikan kejuruan
dituntut untuk melahirkan tenaga kerja yang kompeten dalam rangka peningkatan
produktivitas dan efisiensi serta kesiapan terhadap persaingan pasar tenaga kerja
internasional di era globalisasi.

Namun, berdasarkan data yang dimiliki Badan Pusat Statistik Februari-


Agustus 2014 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebagian besar masih
didominasi oleh lulusan pendidikan kejuruan dan vokasi. Hal ini memberikan
gambaran kepada kita bahwa ada persoalan dalam dunia pendidikan khususnya
pada pendidikan kejuruan, tentang ketidaksesuaian kompetensi, lemahnya kualitas
lulusan sehingga apa yang dibutuhkan dari dunia usaha, industri dan lapangan
kerja kurang. Selain itu, proses pembelajaran yang selama ini belum
menumbuhkan kemampuan berfikir dan analisis tinggi sedangkan kebutuhan di
lapangan menuntut jenis pekerjaan dengan kondisi seperti ini.

B. PEMBAHASAN

1. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan refleksi pemikiran atau


pengkajian ulang, serta penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar menengah
1994 beserta pelaksanaannya. Perubahan kurikulum yang akan diberlakukan
merupakan hasil analisis yang mendalam terhadap keadaan dan kebutuhan siswa
di masa sekarang, yang akan datang, yang dapat membekali siswa menghadapi
tantangan kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang
untuk menjadi kompeten dalam bidang tertentu. Kompeten mempunyai arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat standar program
pendidikan yang dapat menghantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam
berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya. Bidang-bidang kehidupan yang
dipelajari tersebut memuat sejumlah kompetensi siswa dan sekaligus hasil

5
belajarnya (learning outcomes). Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi
pada:

a. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.

b. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.

Rumusan kompetensi dalam KBK merupakan pernyataan apa yang


diharapkan dapat diketahui, disikapi atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan
kelas dan sekolah serta sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai
secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Kurikulum berbasis
kompetensi memiliki ciri-ciri:

a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual


maupun klasikal.

b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c. Penyampaian di dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.

e. Penilaian menekankan proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

2. Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi

Komponen-komponen KBK terdiri atas: kurikulum dan hasil belajar,


penilaian berbasis kelas, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan kurikulum
berbasis sekolah. Komponen ini merupakan bagian penting dalam suatu struktural
kurikulum berbasis kompetensi

6
Gambar 1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan


kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai
pendidikan terakhir. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, materi
pokok, serta hasil belajar selama menempuh pendidikan. Penilaian berbasis kelas
memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih
akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi
kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar
yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporannya.

Kegiatan belajar-mengajar memuat gagasan-gagasan pokok tentang


pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan
serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran
agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat bebagai
pola pemberdayaan tenaga kependidikan serta sumber daya lain untuk
meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan
pembentukan jaringan kurikulum, pengembangan perangkat kurikulum (antara
lain silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan dan pengembangan
sistem informasi kurikulum.

7
2. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill Education)

Program pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui


pendekatan pendidikan berbasis luas (Broad Based Education) ini sangat
memungkinkan untuk dilaksanakan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan
karena tidak merubah sistem kurikulum yang ada, tidak menambah beban mata
pelajaran yang baru melainkan hanya merubah orientasi program pembelajaran.
Setiap jenjang mengakomodasikan berbagai kebutuhan masyarakat dan atau dunia
kerja serta kebutuhan peserta didik, baik yang melanjutkan maupun yang tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lulusan yang dihasilkan
diharapkan memiliki kemampuan akademik dan kecakapan khusus yang mengacu
pada standar lokal, nasional maupun internasional mencakup bidang-bidang ilmu
dasar, bahasa asing, keterampilan, lingkungan hidup, teknologi informatik, seni,
olahraga prestasi dan kepribadian yang dilandasi oleh budi pekerti dan ajaran
agama yang diyakini para siswa.

a. Konsep dasar

Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang yang


dialami oleh seseorang dan untuk berani menghadapi kehidupan dan tanpa merasa
tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif serta mencari solusi dan
mengatasinya. Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari ketrampilan untuk
bekerja. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi empat jenis:

1. Kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenal


diri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (thinking skill)

2. Kecakapan sosial (social skill)

3. Kecakapan akademik (academic skill)

4. Kecakapan vokasional (vocational skill)

8
Gambar 2. Konsep Dasar Life Skills

Kecakapan personal pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai


makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta
menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai
individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Kecakapan
berpikir rasional mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan
informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan
mengambil keputusan (information processing and decision making skill) serta
kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill).
Kedua kecakapan tersebut merupakan kecakapan personal. Kecakapan sosial atau
bahasa lain kecakapan antar personal (interpersonal skill) mencakup antara lain
kecakapan komunikasi dan empati (communication skill) dan kecakapan
bekerjasama (colaboration skill). Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan
karena sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari manusia akan bekerja
sama dengan manusia lain disertai dengan saling pengertian, saling menghargai
dan saling membantu. Kedua kecakapan tersebut disebut kecakapan hidup yang
bersifat umum/generik (general life skill/GLS). Kecakapan hidup yang bersifat
spesifik (specific life skill/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema
bidang khusus tertentu. Kecakapan hidup yang bersifat khusus biasanya disebut
sebagai kompetensi teknis (technical competencies) yang terkait dengan mata
pelajaran atau mata diklat tertentu dan pendekatan pembelajarannya. Specific Life
Skill (SLS) mencakup kecakapan pengembangan akademik dan kecakapan

9
vokasional yang terkait dengan pekerjaan tertentu. Kecakapan akademik
(academic skill/AS) yang seringkali juga disebut kemampuan berpikir ilmiah pada
dasarnya merupakan pengembangan kecakapan berpikir rasional pada GLS.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi
variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu
(indentifying variables and describing relationship among them), merumuskan
hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotesis), serta
merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau
keingintahuan (designing and implementing a research). Kecakapan vokasional
(vocational skill/VS) seringkali disebut pula dengan kecakapan kejuruan artinya
kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
masyarakat.

3. Pengembangan Model Uji Kompetensi

Kurikulum yang dikembangkan pada SMK pada dasarnya menekankan


pada beberapa pendekatan pembelajaran, diantaranya pendekatan pembelajaran
berbasis kompetensi, berbasis produksi dan pembelajaran tuntas ( mastery
learning ).Ketiga pendekatan-pendekatan pembelajaran tersebut diarahkan
merujuk pada upaya pencapaian standar kompetensi keahlian siswa untuk setiap
program keahlian. Tolak ukur keberhasilan siswa SMK dalam pencapaian setiap
kompetensi dan sub kompetensi keahlian pada proses pembelajaran sebagai
bagian dari implementasi kurikulum, adalah seberapa jauh tingkatan kompetensi
yang diperoleh mencapai standar kompetensi minimal yang dipersyaratkan.
Proses untuk memperoleh informasi tentang kompetensi yang dimiliki siswa
dilakukan melalui suatu evaluasi atau penilaian secara komprehensif meliputi
aspek-aspek kompetensi keahlian dalam penguasaan/pemahaman subject matter,
keterampilan teknis kerja dan sikap kerja. Dengan demikian penting diperoleh
suatu model evaluasi yang memiliki validitas ( content validity, criterion - related
validity, construct validity ) dan reliabilitas yang tinggi yang mampu memberi
informasi secara akurat tentang karakteristik kompetensi objek yang diukur atau
dievaluasi. Pentingnya suatu model evaluasi ini harus dipahami sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam kegiatan pembelajaran siswa, sebagai masukan umpan
balik ( feed back ) dan dukungan dalam peningkatan mutu kegiatan belajar

10
mengajar. Stiggins (1994:15) memperkuat dengan pendapatnya tentang prinsip
evaluasi, yakni assessment as instruction , bahwa “assessment and teaching can
be one and the same”. Model evaluasi dalam kurikulum SMK, mengarahkan
evaluasi dalam bentuk instrumen uji kompetensi sebagai bagian dari rangkaian
keseluruhan implementasi kurikulum.

Gambar 3. Instrumen Uji Kompetensi

Berdasarkan pada bagan di atas, maka penting dibuat suatu model evaluasi
yang mencakup pada desain instrumen uji kompetensi dan bentuk pengelolaan
sistem uji kompetensi yang standar. Model evaluasi yang dikembangkan tentunya
merupakan suatu model evaluasi penguasaan kompetensi untuk mengetahui
tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi keahlian standar dan
dipersyaratkan, agar dapat dinyatakan ahli dan mempunyai wewenang untuk
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diperolehnya berdasarkan ketentuan dan standar yang berlaku di dunia industri.
Model evaluasi yang digunakan lebih ditekankan pada mata program diklat
produktif sesuai dengan bidang keahlian dengan penilaian menggunakan

11
pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP), yakni kriteria standar kompetensi
keahlian dengan menitik beratkan pada penguasaan kinerja, sehingga proporsi
evaluasinya lebih banyak pada uji tindakan ( performance test ), dibanding pada
keterampilan kognitif dan afektif. Tes tindakan ini dilakukan untuk menjamin
ketuntasan penguasaan standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh
peserta didik secara individual. Pada model evaluasi ini dikembangkan pengujian
pada tahap perencanaan kerja, proses kerja dan pada produk akhir dari hasil
pekerjaan. Merujuk pada model kurikulum yang digunakan (kurikulum berbasis
kompetensi), maka model ini pun penekanannya lebih pada kompetensi kerja,
sehingga model penilaiannya juga berbasis kurikulum. Hal ini sejalan dengan
yang dikembangkan oleh Pootet (1995:19), yakni curriculum - based assesment .
Menurut Pootet, penilaian dengan mendasarkan pada kurikulum merupakan suatu
proses menentukan kebutuhan pembelajaran siswa didalam kurikulum dengan
secara langsung, menilai keterampilan-keterampilan spesifik seperti yang
dinyatakan kurikulum. Model ini dikembangkan berdasarkan standar-standar
kompetensi keahlian pada lapangan pekerjaan tertentu yang berlaku dan
disepakati oleh masyarakat industri, asosiasi profesi dan kalangan pendidikan,
yang diarahkan pada standarisasi. Penyelenggaraan model evaluasi berbasis
kurikulum ini diharapkan bisa dilakukan secara bersama-sama antara sekolah, PT,
kalangan industri dan asosiasi profesi, dimana hasil yang diperoleh menjadi dasar
atau patokan pemberian sertifikat profesi yang mengacu standar keahlian dan
sertifikasi yang berlaku pada bidang profesi yang bersangkutan.

4. Hakekat dan Tujuan Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan


pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik
dan sinkron antara program pendidkan di sekolah dan program penguasaan kerja.
Dengan demikian para siswa SMK dengan program PSG ini akan memiliki
tingkat professional yang sambung dengan dunia kerja yang dibutuhkan. Dalam
pengertian tersebut, berarti ada dua pihak yaitu lembaga pendidikan (pelatihan) di
sekolah dan lapangan kerja (industri/perusahaan) yang secara bersama-sama
menyelenggarakan suatu program pendidikan dan pelatihan kejuruan. Kedua

12
belah pihak secara sungguh berproses di dalamnya dengan segenap kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.

Pendidikan sistem ganda mensyaratkan adanya institusi lain sehingga


terdapat kerjasama dan kesepakatan antara institusi pendidikan dan pelatihan
(SMK) dan institusi lain tersebut (industry/perusahaan atau instansi lain yang
yang berhubungan dengan lapangan kerja) yang memiliki sumber daya untuk
mengembangkan keahlian kejuruan untuk bersama-sama menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan. Institusi lain itulah yang disebut
Institusi Pasangan (IP), yaitu institusi yang mengikatkan diri bekerjasama dengan
lembaga pendidikan dan latihan (SMK). Agar kurikulum telah di susun di
lingkungan SMK menjadi program bersama sekolah dan industri, maka perlu
diadakan penyesuaian atau sinkronisasi antara antara materi yang tertuang dalam
kurikulum dengan bidang-bidang pekerjaan yang tersedia di IP yang dapat
dijadikan wahana belajar bagi peserta didik dalam mencapai penguasaan keahlian
yang dipersyaratkan. Sinkronisasi tersebut harus dijalankan bersama dan
hasilnyanmenjadi program pendidikan dan pelatihan yang disepakati kedua-belah
pihak untuk dilaksanakan bersama secara konsekuen.

Demikian perlu disepakati pola atau model pengaturan penyelenggaraan


program, khususnya yang menyangkut tentang kapan dilaksanakannya di SMK
dan kapan di institusi pasangannya. Secara garis besar model atau pola
penyelenggaraan itu dapat berbentuk “day release” atau “block release” atau
merupakan kombinasi block release, berbentuk hour release, atau kombinasi
dari ketiganya. Dalam bentuk penyelenggaraan “day release” disepakati bersama
dari 6 hari belajar dalam satu minggu, berapa hari di institusi pasangan dan berapa
hari di sekolah. Sementara dalam penyelenggaraan “block release” disepakati
bersama bulan atau catur wulan yang mana siswa harus berada di institusi
pasangan. Dengan demikian PSG diarahkan untuk menghasilkan tamatan yang
memiliki keahlian profesi tertentu secara standar sesuai dengan kebutuhan
lapangan kerja. Oleh karena itu segala sesuatu berhubungan dengan perencanaan,
penyelenggaraan dan penilaian pendidikan dan pelatihan harus senantiasa
mengacu kepada pencapaian standar kemampuan professional sesuai dengan
tuntutan jabatan pekerjaan atau profesi tertentu yang berlaku di lapangan kerja.

13
Atas dasar itulah, setiap program pendidikan dan pelatihan harus mengandung
standar profesi yang secara jelas memuat tentang ukuran kemampuan dan
sekaligus menggambarkan kewenangan untuk melaksanakan tugas profesi
tertentu.

5. Pendidikan Sistem Ganda dan Perubahan Paradigma Pendidikan


Di SMK

Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sesuai dengan


kebijakan link and match, yaitu perubahan dari pola lama yang cenderung
berbentuk pendidikan demi pendidikan ke suatu yang lebih terang, jelas dan
konkrit menjadi pendidikan kejuruan sebagai program pengembangan sumber
daya manusia. Ada beberapa perubahan paradigma dan dimensi pembaharuan
yang diturunkan dari kebijakan link and match, (Sidi, 2001) yaitu :

a. Perubahan dari pendekatan Supply

Driven ke Demand Driven Dengan deman driven ini mengharapkan dunia


usaha dan dunia industri atau dunia kerja lebih berperan di dalam menentukan,
mendorong dan menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak
yang lebih berkepentingan dari sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam
pelaksanaannya, dunia kerja ikut berperan serta karena proses pendidikan itu
sendiri lebih dominan dalam menentukan kualitas tamatannya, serta dalam
evaluasi hasil pendidikan itupun dunia kerja ikut menentukan supaya hasil
pendidikan kejuruan itu terjamin dan terukur dengan ukuran dunia kerja. Sebagai
salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam pengembangan
kurikulum SMK harus melakukan sinkronisasi kurikulum yng direalisasikan
dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan melakukan sinkronisasi
kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK diupayakan sedekat mungkin
dengan kebutuhan dan kondisi dunia kerja/industri, serta memiliki relevansi dan
fleksibilitas tinggi dengan tuntutan lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini,
diharapkan sekolah dapat membaca keahlian dan performansi apa yang
dibutuhkan dunia usaha atau industri untuk dapat dimasuki oleh lulusan SMK.

14
b. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke
sistem berbasis ganda (Dual Based Program).

Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda


sesuai dengan kebijakan link and match, mengharapkan supaya program
pendidikan kejuruan itu dilaksanakan di dua tempat. Sebagian program
pendidikan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan, dan
sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif yang
diperoleh melalui prinsip learning by doing. Pendidikan yang dilakukan melalui
proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan dan
nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain
pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan
nilai tambah, dan pembentukan etos kerja.

c. Perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke


model pengajaran berbasis kompetensi

Perubahan ke model pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud


menuntun proses pengajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau
satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus
memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan ke dalam kemasan
berbentuk paket-paket kompetensi.

C. PENUTUP

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan refleksi pemikiran atau


pengkajian ulang, serta penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar menengah
1994 beserta pelaksanaannya. Perubahan kurikulum yang akan diberlakukan
merupakan hasil analisis yang mendalam terhadap keadaan dan kebutuhan siswa
di masa sekarang, yang akan datang, yang dapat membekali siswa menghadapi
tantangan kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang
untuk menjadi kompeten dalam bidang tertentu. Kompeten mempunyai arti

15
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu. Dan peserta didik juga harus mampu menguasai soft skill, melalui peran
pengajar yang membimbing. Soft skill di tandai dengan kecakapan hidup yang
merupakan kecakapan yang dimiliki oleh seseorang yang dialami oleh seseorang
dan untuk berani menghadapi kehidupan dan tanpa merasa tertekan kemudian
secara proaktif dan kreatif serta mencari solusi dan mengatasinya. Kemudian
disatukan dengan PSG yang sudah diterapkan di Indonesia, Pendidikan Sistem
Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program
pendidkan di sekolah dan program penguasaan kerja. Dengan demikian para siswa
SMK dengan program PSG ini akan memiliki tingkat professional yang sambung
dengan dunia kerja yang dibutuhkan.

Bliuc, A.-M. (2012). Blended learning in vocational education: teachers’


conceptions of blended learning and their approaches to teaching and
design. The Australian Educational Researcher , 12-14.
Blunden, R. (1997). Teaching and learning in vocational education and
training. Katoomba, New South Wales: Social Science Press.
Estriyanto, Y. (2017). THE MISSING PRODUCTIVE VOCATIONAL HIGH
SCHOOL TEACHER COMPETENCY STANDARD IN THE
INDONESIAN EDUCATION SYSTEM . Journal of Technical
Education and Training (JTET), 3-10.
Felestin. (2015). THE IMPLEMENTATION OF TOTAL QUALITY
MANAGEMENT AT VOCATIONAL HIGH SCHOOLS IN
INDONESIA . Research and Evaluation in Education Journal , 3-8.
Hadiwaratama. (2002, November 7). “Pendidikan Kejuruan, Investasi
Membangun Manusia Produktif”. Retrieved from
http://www.kompas.com/: http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0204/30/dikbud/pend40.html
Ichsanudin, L. (2018). The Implementation of Link & Match Program in
Improving Competency Alignment with Business And Industrial World
on Vocational Curriculum of Agriculture . Portal Jurnal Universitas

16
Pendidikan Indonesia, 3-8.
M., D. E. (2014). METHODOLOGY OF PROFESSIONAL PEDAGOGICAL
EDUCATION: THEORY AND PRACTICE (THEORETICAL AND
METHODOLOGICAL FOUNDATIONS OF VOCATIONAL
TEACHER EDUCATION). The Education and science journal, 6-14.
Mamun, M. A. (2012). The Soft Skills Education for the Vocational Graduate:
Value as Work Readiness Skills. British Journal of Education, soecity,
Behaviroul Science, 2-7.
Nyland, L. T. (2013). Competency-based training, global skills mobility and the
teaching of international students in vocational education and training .
Journal of Vocational Education & Training , 8-9.
Pootet, J. (1995). Curriculum - Based Assessment and Programing . Boston:
Allyn and Bacon.
Sharon Hall Defur, J. M. (1995). Competencies Needed for Transition
Specialists in Vocational Rehabilitation Vocational Education, and
Special Education. Research Article, 4-11.
Sidi, I. D. (2001). Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Paramadina. Jakarta.
Spencer, S. &. (1993). Competence at work: Models for superior performance.
Hoboken: NJ Wiley. .
Surachim, A. (2013). Dual education system (PSG) effectiveness to improving
SMK graduates quality. International Journal of Science and Research
(IJSR), 3-9.
Tilak, J. B. (2003). Vocational Education and Training in Asia. International
Handbook of Educational Research in the Asia-Pacific Region, 5-9.
Xin, Z. (2007). Vocational Education Curriculum Development Oriented by
Working Process Knowledge. Research Institute for Vocational and
Adult Education,East China Normal University,Shanghai , 4-7.

DAFTAR PUSTAKA

17
18

Anda mungkin juga menyukai