Singaraja Bali
Jl. Arjuna no. 15
Telp. 089601314315
Email : marcel@undiksha.ac.id
ABSTRAK
1
(2) Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik peserta didik
karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses
konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
(3) Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan peserta didik agar
partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dapat maksimal. Ketersediaan media
dan sumber belajar memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
secara konkrit, luas, dan mendalam, sehingga peserta didik lebih banyak
melakukan aktivitas untuk mencari dan menggali pengetahuan dan membangun
nilai-nilai yang diperlukan.
A. PENDAHULUAN
2
memang belum dapat disejajarkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara
lain termasuk Asean. Seperti diungkap harian Kompas (16 Oktober 2002) kondisi
yang terjadi saat ini adalah banyaknya keluhan dari dunia usaha dan industri
tentang kompetensi yang dimiliki tenaga kerja kita belum memenuhi kebutuhan
pengguna. Contohnya bila ada permintaan tenaga kerja (perawat) yang cukup
banyak jumlahnya dari luar negeri, dalam penyaringan hanya 4% yang memenuhi
syarat. Hal ini disebabkan belum adanya standar kompetensi untuk setiap
kualifikasi tenaga kerja. Menyadari hal di atas, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya agar kualitas pendidikan dapat meningkat. Kebijakan dalam dunia
pendidikan yang gencar untuk digalakkan adalah program pendidikan ber-
orientasi kecakapan hidup (Life Skill) dan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Khusus untuk KBK, mulai tahun ajaran 2004 lembaga
pendidikan dari berbagai jenjang mulai menerapkan kurikulum tersebut.
3
Pembelajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan desain kurikulum,
dari model lama yang berisi uraian mata pelajaran ke dalam desain kurikulum
baru yang berisi pernyataan seperangkat kompetensi. Guru dituntut memiliki
kemampuan merancang pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi,
dan memperhatikan perbedaan karakteristik peserta didik. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 Ayat (1)
menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Dengan demikian guru diharapkan mampu
memberikan dorongan dan mengembangkan sikap positif peserta didik untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui kegiatan
belajar interaktif, peserta didik memperoleh, memperluas, dan menggunakan
pengetahuan secara bermakna, sehingga dapat menjadikan dirinya mampu
berpikir kreatif, inovatif dan produktif. Pembelajaran interaktif tidak akan
terwujud jika pembelajaran pada pendidikan dasar sampai perguruan tinggi tidak
dirancang dan dilakukan secara optimal dan tidak melalui model pembelajaran.
4
berlangsung pada pendidikan kejuruan saat ini masih jauh dari prinsip-prinsip
yang telah dijelaskan dalam PP No. 32 tahun 2013. Padahal pendidikan kejuruan
dituntut untuk melahirkan tenaga kerja yang kompeten dalam rangka peningkatan
produktivitas dan efisiensi serta kesiapan terhadap persaingan pasar tenaga kerja
internasional di era globalisasi.
B. PEMBAHASAN
5
belajarnya (learning outcomes). Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi
pada:
a. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
d. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
6
Gambar 1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi
7
2. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill Education)
a. Konsep dasar
8
Gambar 2. Konsep Dasar Life Skills
9
vokasional yang terkait dengan pekerjaan tertentu. Kecakapan akademik
(academic skill/AS) yang seringkali juga disebut kemampuan berpikir ilmiah pada
dasarnya merupakan pengembangan kecakapan berpikir rasional pada GLS.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi
variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu
(indentifying variables and describing relationship among them), merumuskan
hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotesis), serta
merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau
keingintahuan (designing and implementing a research). Kecakapan vokasional
(vocational skill/VS) seringkali disebut pula dengan kecakapan kejuruan artinya
kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
masyarakat.
10
mengajar. Stiggins (1994:15) memperkuat dengan pendapatnya tentang prinsip
evaluasi, yakni assessment as instruction , bahwa “assessment and teaching can
be one and the same”. Model evaluasi dalam kurikulum SMK, mengarahkan
evaluasi dalam bentuk instrumen uji kompetensi sebagai bagian dari rangkaian
keseluruhan implementasi kurikulum.
Berdasarkan pada bagan di atas, maka penting dibuat suatu model evaluasi
yang mencakup pada desain instrumen uji kompetensi dan bentuk pengelolaan
sistem uji kompetensi yang standar. Model evaluasi yang dikembangkan tentunya
merupakan suatu model evaluasi penguasaan kompetensi untuk mengetahui
tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi keahlian standar dan
dipersyaratkan, agar dapat dinyatakan ahli dan mempunyai wewenang untuk
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan tertentu sesuai dengan kompetensi yang
diperolehnya berdasarkan ketentuan dan standar yang berlaku di dunia industri.
Model evaluasi yang digunakan lebih ditekankan pada mata program diklat
produktif sesuai dengan bidang keahlian dengan penilaian menggunakan
11
pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP), yakni kriteria standar kompetensi
keahlian dengan menitik beratkan pada penguasaan kinerja, sehingga proporsi
evaluasinya lebih banyak pada uji tindakan ( performance test ), dibanding pada
keterampilan kognitif dan afektif. Tes tindakan ini dilakukan untuk menjamin
ketuntasan penguasaan standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh
peserta didik secara individual. Pada model evaluasi ini dikembangkan pengujian
pada tahap perencanaan kerja, proses kerja dan pada produk akhir dari hasil
pekerjaan. Merujuk pada model kurikulum yang digunakan (kurikulum berbasis
kompetensi), maka model ini pun penekanannya lebih pada kompetensi kerja,
sehingga model penilaiannya juga berbasis kurikulum. Hal ini sejalan dengan
yang dikembangkan oleh Pootet (1995:19), yakni curriculum - based assesment .
Menurut Pootet, penilaian dengan mendasarkan pada kurikulum merupakan suatu
proses menentukan kebutuhan pembelajaran siswa didalam kurikulum dengan
secara langsung, menilai keterampilan-keterampilan spesifik seperti yang
dinyatakan kurikulum. Model ini dikembangkan berdasarkan standar-standar
kompetensi keahlian pada lapangan pekerjaan tertentu yang berlaku dan
disepakati oleh masyarakat industri, asosiasi profesi dan kalangan pendidikan,
yang diarahkan pada standarisasi. Penyelenggaraan model evaluasi berbasis
kurikulum ini diharapkan bisa dilakukan secara bersama-sama antara sekolah, PT,
kalangan industri dan asosiasi profesi, dimana hasil yang diperoleh menjadi dasar
atau patokan pemberian sertifikat profesi yang mengacu standar keahlian dan
sertifikasi yang berlaku pada bidang profesi yang bersangkutan.
12
belah pihak secara sungguh berproses di dalamnya dengan segenap kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.
13
Atas dasar itulah, setiap program pendidikan dan pelatihan harus mengandung
standar profesi yang secara jelas memuat tentang ukuran kemampuan dan
sekaligus menggambarkan kewenangan untuk melaksanakan tugas profesi
tertentu.
14
b. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke
sistem berbasis ganda (Dual Based Program).
C. PENUTUP
15
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu. Dan peserta didik juga harus mampu menguasai soft skill, melalui peran
pengajar yang membimbing. Soft skill di tandai dengan kecakapan hidup yang
merupakan kecakapan yang dimiliki oleh seseorang yang dialami oleh seseorang
dan untuk berani menghadapi kehidupan dan tanpa merasa tertekan kemudian
secara proaktif dan kreatif serta mencari solusi dan mengatasinya. Kemudian
disatukan dengan PSG yang sudah diterapkan di Indonesia, Pendidikan Sistem
Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program
pendidkan di sekolah dan program penguasaan kerja. Dengan demikian para siswa
SMK dengan program PSG ini akan memiliki tingkat professional yang sambung
dengan dunia kerja yang dibutuhkan.
16
Pendidikan Indonesia, 3-8.
M., D. E. (2014). METHODOLOGY OF PROFESSIONAL PEDAGOGICAL
EDUCATION: THEORY AND PRACTICE (THEORETICAL AND
METHODOLOGICAL FOUNDATIONS OF VOCATIONAL
TEACHER EDUCATION). The Education and science journal, 6-14.
Mamun, M. A. (2012). The Soft Skills Education for the Vocational Graduate:
Value as Work Readiness Skills. British Journal of Education, soecity,
Behaviroul Science, 2-7.
Nyland, L. T. (2013). Competency-based training, global skills mobility and the
teaching of international students in vocational education and training .
Journal of Vocational Education & Training , 8-9.
Pootet, J. (1995). Curriculum - Based Assessment and Programing . Boston:
Allyn and Bacon.
Sharon Hall Defur, J. M. (1995). Competencies Needed for Transition
Specialists in Vocational Rehabilitation Vocational Education, and
Special Education. Research Article, 4-11.
Sidi, I. D. (2001). Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Paramadina. Jakarta.
Spencer, S. &. (1993). Competence at work: Models for superior performance.
Hoboken: NJ Wiley. .
Surachim, A. (2013). Dual education system (PSG) effectiveness to improving
SMK graduates quality. International Journal of Science and Research
(IJSR), 3-9.
Tilak, J. B. (2003). Vocational Education and Training in Asia. International
Handbook of Educational Research in the Asia-Pacific Region, 5-9.
Xin, Z. (2007). Vocational Education Curriculum Development Oriented by
Working Process Knowledge. Research Institute for Vocational and
Adult Education,East China Normal University,Shanghai , 4-7.
DAFTAR PUSTAKA
17
18